35
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN Nama Mahasiswa : Richard Leonardo Tanda Tangan NIM : 11-2013-153 Dokter Pembimbing : dr. Diah SpB dr. Michael SpB I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. F Umur : 17 tahun Jenis Kelamin : Perempuan 1

App Kronik Eksaserbasi Akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

appendix

Citation preview

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama Mahasiswa: Richard Leonardo

Tanda Tangan

NIM

: 11-2013-153

Dokter Pembimbing: dr. Diah SpB

dr. Michael SpB

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Nn. FUmur

: 17 tahun

Jenis Kelamin : PerempuanPekerjaan : PelajarAlamat : Jl. Siaga II/28 001/003, Jakarta PusatII. ANAMNESA

Autoanamnesa : 7 September 2014Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah selama 2 bulan SMRSKeluhan tambahan : Mual, muntah, demam, sakit kepala sejak 1 minggu

SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang ke IGD RSUD Tarakan pada dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 bulan yang lalu, dirasakan hilang timbul, awalnya rasa sakit dirasakan di daerah ulu hati kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Os mengaku merasa mual dan muntah. Muntah 3x hari ini, gelas aqua, tidak ada darah merah atau hitam. Os juga merasa demam dan sakit kepala. Demam terus menerus, sempat turun saat minum obat paracetamol, namun panas lagi. Pasien mengaku BAB, BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

Riwayat Alergi Obat

: Tidak Ada

III. PEMERIKSAAN FISIKKesadaran

: Compos Mentis

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Berat Badan

: 55 kg

Tinggi badan

: 158 cm

Gizi

: Baik

Tekanan Darah: 100/70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

RR

: 24 x/menit

Suhu

: 37,5 C

STATUS GENERALIS

Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata.

Mata: Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Telinga: secret (-), serumen -/-, nyeri tekan mastoid -/-

Hidung: septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-), oedem mukosa (-)

Tenggorokan: Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang

Leher: KGB tidak teraba mambesar

Thoraks:

Pulmo: Inspeksi : gerak napas simetris

Palpasi : vocal fremitus paru simetris dikedua hemithoraks

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara Napas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing-/-

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kiri jantung : ICS V 1 jari medial linea midclavikularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Auskultasi : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : Abdomen datar, benjolan (-)

Palpasi : Nyeri tekan mcburney (+), defans muskuler (-),

Perkusi : timpani (+) Shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : BU + menurun

Ekstremitas: Akral hangat, sianosis (-), Oedem (-)

Pemeriksaan khusus:

Obturator sign (+) Psoas sign (+)

Blumberg sign (-)

Rovsing sign (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

(7 September 2014)Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hematologi umum

Hemoglobin 13,6 g/dL 13 18 Leukosit 14.600/uL 4.000-10.000

Eritrosit 4,74 juta 4,5 5,5 Hematokrit 40,1 % 40 50 Trombosit 284.000/uL 150.000 450.000

Hematologi dan hemostatis

BT

2 < 3 menit CT

12 < 15 menitV. RESUME

Nn. F berusia 17 tahun datang ke IGD RSUD Tarakan pada dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 bulan yang lalu, Mual (+), muntah (+). demam (+), sakit kepala (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 24x/menit, suhu 37,50C, nyeri tekan McBurney (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 14.600/mm3VI. DIAGNOSIS KERJA

Apendisitis kronik eksaserbasi akut

VII. DIAGNOSIS BANDING

Apendisitis perforasiVIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa : IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Ceftriakson 1x2 gram I.V

Inj Ondansetron 3x4 mg I.V

RL/12 jamNon medikamentosa : Operatif (Apendisektomi)IX. PROGNOSIS

Ad Vitam

: dubia ad bonam

Ad Fungtionam: dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA1. PendahuluanApendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.12. Anatomi

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan aoendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang meso apendiks penggantungnya.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infrksi, apendiks akan mengalami gangren.1

Gambar no.1 Posisi apendiks3. Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Asosiated Lymphoid of Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

4. EtiologiApendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Di samping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya aoendisitis akut.15. Epidemiologi

Apendisitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara-negara barat.2 Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada lelaki lebih tinggi.16. Patofisiologia. Apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen.

b. Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan.

c. Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan epigastrium, nausea dan muntah.

d. Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.

e. Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intra lumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat dan menetap tinggi.

Tahapan peradangan apendisitis :

1. Apendisitis akut (sederhana, artinya tanpa perforasi)

2. Apendisitis akut perforate (termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangrene dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi).3Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa perapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.17. Manifestasi klinika. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, muntah.

b. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan

c. Pireksia ringan

d. Pasien menjadi kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis.

e. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik McBurney.

f. Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal.

g. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.h. Massa apendiks jika pasien datang terlambat.2

Gambar no.2 Manifestasi klinis apendisitis

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum local. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini, nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri peruty kanan bawah tidak bwegitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih kea rah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltic meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut, gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di region lumbal kanan.18. PemeriksaanDemam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 10C. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler. Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser k kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks. Peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan, ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.1

8.1 Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum penderita benar-benar terlihat sakit.b. Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 300C atau lebih bila telah terjadi perforasi.c. Dehidrasi ringan sampai berat bergantung pada derajat sakitnya. Dehidrasi berat pada pesakit apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal disebabkan oleh kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (udem) dan rongga peritoneum.d. Abdomen : Tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok dan nyeri tekan.e. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis local ataupun umum.3f. Inspeksi : Pada appendicitis akut biasanya ditemukan distensi perut.

g. Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari appendicitis). Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk appendicitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendicitis terdapat nyeri di titik Mc Burney tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang tipe Reccurent Appendicular Colic ditemukan nyeri tekan di apendiks. h. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang, kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendicitis pelvika. i. Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12. Maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendicitis pelvika kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur. Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis appendicitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip appendicitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendicitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.18.2 Pemeriksaan Penunjanga. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hamper selalu leukositosis) dan CRP (biasanya meningkat) sangat membantu. b. Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium).c. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendisektomi pada wanita muda.d. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.28.2.1 Pemeriksaan radiologi

a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan.b. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus.c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit.

Foto polos pada apendisitis perforasi :

a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah\

b. Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.

c. Garis lemak pra peritoneal menghilang

d. Skoliosis ke kanan

e. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralisis usus-usus local di daerah proses infeksi.

Gambaran tersebut di atas seperti gambaran peritonitis pada umumnya, artinya dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila pada foto terlihat gambaran fekolit maka gambaran seperti tersebut diatas patognomonik akibat apendisitis.

LaboratoriumTabel no.1 pemeriksaan penunjang apendisitis8.2.2 Pemeriksaan laboratoriuma. Pemeriksaan darah : leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis : terdapat pergeseran ke kiri.b. Pemeriksaan urin : sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.39. Diagnosis utama

9.1 Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat berikut terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara makroskopik maupun mikroskopik, dan keluhan menghilang pasca apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik meliputi adanya fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisit kronik adalah sekitar 1-5%.1 Sistem skor AlvaradoDiagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10.Skor AlvaradoFaktor RisikoSkoring

~ migrasi nyeri1

~ nausea dan vomitus1

~ anoreksia1

Tanda

~ nyeri kuadran kanan bawah2

~ nyeri lepas tekan1

~ temperatur > 37,20C1

Laboratorium

~ angka lekosit > 10.0002

~ persentase netrofil > 75%1

Total Skor10

Nilai : < 4( kronis4 7( ragu-observasi> 7( akut 10. Diagnosis bandinga. Limfadenitis mesenterika pada anak-anak.b. Penyakit pelvis pada wanita (misalnya penyakit inflamasi pelvis, ISK, kehamilan ektopik, rupture kista korpus luteum).c. Lebih jarang : Penyakit Crohn, kolesistitis, perforasi ulkus duodenum, pneumonia kanan bawah, torsio testis kanan, diabetes mellitus pada pasien yang lebih muda dan usia pertengahan.d. Jarang : perforasi karsinoma sekum, diverticulitis sigmoid, diverticulitis sekum pada pasien yang lebih tua.2e. Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkam sebagai diagnosis bandingf. Gastroenteritis. Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistaltis. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.g. Demam dengue. Demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif pada rumple leede, trombositopenia, dan peningkatan hematokrit.h. Limfadenitis mesenterika. Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.i. Kelainan ovulasi. Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.j. Infeksi panggul. Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat dI panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. k. Kehamilan di luar kandungan. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan ronggal Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.l. Kista ovarium terpuntir. Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.m. Endometriosis eksterna. Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena tidak ada jalan ke luar.n. Urolitiasis pielum/ureter kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria,o. Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti diverticulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, diverticulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.111. Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapt segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.111.1 Pembedahan

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38 derajat, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam. Nadi di bawah 120/menit.

11.1.2 Teknik pembedahan

Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilicus. Sayatan Fowler Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rektus. Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka peritoneum sedikit dahulu dan alat penghisap telah disiapkan sedemikian rupa sehingga nanah dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan-sayatan peritoneum diperlebar dan penghisapan nanah diteruskan. Appendiktomi dikerjakan seperti biasa. Pencucian rongga peritoneum mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar bersih. Cairan yang dimasukkan terlihat jernih sewaktu diisap kembali. Pengumpulan nanah biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan diantara usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritoneum dan lapisan fasi yang menempel peritoneum dan sebagian otot di jahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat.

Pemasangan drain intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian rongga peritoneum benar-benar bersih, drain tidak diperlukan. Lebih baik dicuci bersih tanpa drain daripada dicuci kurang bersih dipasang drain.312. Komplikasia. Infeksi luka.4 Infeksi tetap merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pascabedah apendisitis. Meskipun infeksi dapat terjadi di banyak tempat, lokasi pembedahan adalah tempat terjadinya infeksi yang paling menonjol. Pengobatan abses intra-abdomen biasanya berupa drainase perkutan dan antibiotik intravena yang memberikan hasil baik.5b. Abses intraabdomen (pelvis, fosa iliaka kanan, subfrenikus)c. Perlekatand. Aktinomikosis abdomene. Piemia porta.4f. Obstruksi ususg. Infertilitash. Risiko infertilitas tuba pada pasien perempuan pasca apendisitis tidak jelas.i. Lain-lain

Pasien lanjut usia mempunyai angka komplikasi yang lebih tinggi.5Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Massa periapendikuler. Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa perpendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasinya masih mudah. Pada anak, dipersiapkan operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan masa perpendikuler yang terpincang dengan pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotic sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa perpendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adannya masa yang nyeri di region illiaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses perapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan akinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendiks. Kunci diagnosis biasa terletak pada anamnesis yang khas. Apendiktomi dilakukan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Pada anak kecil, wanita hamil dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. Bila sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja, apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendiktomi.

Apendisitis perforata. Adanya fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil) dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60% faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arterosklerosis. Insidens tertinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi nyeri seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di region iliaka kanan, peristaltis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan membantu membedakannya.

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini, mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendiktomi. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasil dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparatomi terbuka, tetapi keuntungannya adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik. Karena terdapat kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, sebaiknya dilakukan pemasangan penyalir subfasia. Kulit dibiarkan terbuka dan nantinya akan dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan penyalir intraperitoneal tidak perlu dilakukan pada anak karena justru lebih sering menyebabkan komplikasi infeksi.113. PrognosisDengan diagnosis yang akurat, tingkat mortalitas dan morbiditas dari penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi.14. Daftar pustaka

1. Sjamsuhidajat, de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2012.h.755-62.2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga; 2006.h.106-7.3. Reksoprodjo S. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FKUI: 1995.h.109-12.4. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga; 2006.h.106-7.5. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Ilmu bedah sabiston. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2010.h.632-5.

1