DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
TRAUMA OKLUSI
DAYA EKSTERNAL Daya eksternal dalam pengertian ini adalah semua daya yang diterima oleh jaringan
periodontal yang berasal dari arah luar jaringan periodontal. Daya eksternal ini
umumnya dapat diadaptasi oleh jaringan periodontal selama individu melakukan
beberapa gerakan fungsional alami yang berhubungan sistem otot-otot, misalnya
mastikasi, menelan, berbicara, dll.
Daya eksternal yang abnormal bersifat destruktif terhadap jaringan periodontal baik
jika daya tersebut berlebihan atau terlalu rendah. Daya eksternal yang berlebihan
contohnya trauma oklusal, tongue thrusting, menggigit jari, disfungsi oklusal
/occlusal interference, bruxism. Keadaan ini seringkali sulit diterima dengan baik oleh
jaringan periodontal, bahkan dapat mengakibatkan cedera pada jaringan periodontal.
Sedangkan daya eksternal yang terlalu rendah misalnya adanya open bite, erupsi
pasif/ekstrusi akibat kehilangan gigi antagonis, drifting, tilting, maupun mengunyah
satu sisi.
Faktor yang mempengaruhi daya oklusal terhadap jaringan periodontal adalah besar
daya (magnitude), arah (direction), durasi (duration), dan frekuensi (frequency) daya
yang didapatkan.
Saat besar daya ekternal meningkat, jaringan periodontal melakukan reaksi dengan
memperlebar ligamen periodontal, meningkatkan jumlah dan melebarkan serat-serat
ligamen periodontal, dan meningkatkan kepadatan tulang alveolar.
Perubahan arah dari daya oklusal menyebabkan timbulnya tekanan dan ketegangan
dalam jaringan periodontal. Serat-serat ligamen periodontal tersusun baik untuk dapat
menerima daya oklusal yang arahnya sesuai dengan sumbu panj ang gigi, sedangkan
daya lateral dan rotasi akan menimbulkan kerusakan jaringan periodontal.
Tulang alveolar turut terlibat oleh faktor durasi dan frekuensi daya eksternal. Daya
yang konstan menyebabkan kerusakan tulang lebih parah dibandingkan daya
intermiten.
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
DEFINISI TRAUMA OKLUSI Trauma oklusi merupakan salah satu daya eksternal yang destruktif terhadap jaringan
periodontal, karena trauma oklusi menimbulkan rasa sakit pada gigi serta merusak
keadaan normal jaringan periodontal, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gigi
tanggal.
Istilah trauma dari oklusi dan traumatik oklusi adalah berbeda. Pada saat daya oklusal
melebihi kemampuan adaptasi jaringan periodontal sehingga mengakibat jaringan
mengalami kerusakan. Hasil kerusakan jaringan ini sering diistilahkan sebagai trauma
dari oklusi (trauma from occlusion). Sedangkan jika suatu oklusi dapat menimbulkan
cedera atau kerusakan jaringan, keadaan ini dinamakan trauma oklusi (traumatic
occlusion).'
KLASIFIKASI TRAUMA OKLUSI
A. Berdasarkan waktu kejadian
Berdasarkan waktu kejadiannya, trauma dari oklusi dapat dikategorikan bersifat akut
atau kronis. Trauma dari oklusi yang akut terjadi secara tiba-tiba yang umumnya
diakibatkan dari impaksi oklusal yang kasar atau keras yang, misalnya disebabkan
oleh menggigit benda yang keras. Pada keadaan kronis, trauma dari oklusi sudah
berlangsung dalam tempo yang cukup lama dan sering mengalami peningkatan secara
bertahap dari perubahan oklusi yang abnormal, misalnya disebabkan oleh protesa,
pergerakan drifting, gigi ekstrusi, kombinasi kebiasaan buruk seperti bruxism dan
clenching. Maloklusi belum tentu dapat menyebabkan trauma, bahkan kerusakan
jaringan periodontal dapat terjadi pada keadaan oklusi yang tampak normal.
B. Berdasarkan pathogenesis
Trauma dari oklusi primer adalah cedera yang terjadi karena daya oklusi berlebihan
yang diterima oleh jaringan periodontal yang belum mengalami kerusakan atau
jaringan periodontal yang normal. Trauma oklusi primer ini dapat diakibatkan oleh
restorasi overhang atau overfilled, insersi protesa dengan tekanan berlebihan pada
mukosa maupun gigi sandaran dan gigi antagonis, pergerakan gigi dan ekstrusi gigi ke
arah ruang yang tak
bergigi yang disebabkan kehilangan gigi yang tak digantikan, pergerakan ortodontik
yang berlebihan. Trauma oklusi primer ini tidak menyebabkan kehilangan perlekatan
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
periodontal, lesi bersifat reversible dan biasanya dapat diperbaiki dengan
menghilangkan faktor etiologi atau penyesuaian oklusi yang sebaik mungkin.
Trauma dari oklusi sekunder adalah cedera yang berasal dari daya oklusal yang
normal menjadi berlebihan dikarenakan oleh kerusakan jaringan pendukung
periodontal yang lebih parah disertai dengan kehilangan tulang pendukung sehingga
tidak mampu meredam daya-daya oklusal. Kerusakan akibat trauma oklusi sekunder
ini menyebabkan kehilangan perlekatan jaringan periodontal sehingga jaringan
periodontal lebih mudah terkena cedera, dimana sebelumnya jaringan periodontal
dapat mentoleransi daya-daya oklusal dengan baik,
Gambar 1: A. Ilustrasi Trauma Oklusi Primer B. Ilustrasi Trauma Oklusi Sekunder Trauma oklusi primer dan sekunder dapat terjadi pada individu yang sama, clan
keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal yang sangat parah,
karena trauma jenis ini berasal dari daya oklusi berlebihan yang terjadi pada jaringan
periodontal yang telah mengalami kerusakan. Sebagai akibatnya akan terjadi
inflamasi, pembentukan poket periodontal, lesi yang terjadi tidak dapat diperbaiki
dengan penyesuaian oklusi.
TANDA KLINIS DAN RADIOGRAM A. TANDA KLINIS Secara klinis, pada umumnya tanda trauma oklusi terhadap jaringan periodontal
adalah peningkatan kegoyangan gigi. Pada tahap cedera terjadi destruksi serat
periodontal yang meningkatkan kegoyangan gigi. Pada tahap akhir, penyesuian
jaringan periodontal terhadap peningkatan daya menghasilkan pelebaran ligamen
periodontal yang berperan penting terhadap peningkatan kegoyangan gigi. Meskipun
kegoyangan gigi lebih besar daripada kegoyangan gigi normal, namun hal ini tidak
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
bisa dianggap patologi karena keadaan ini merupakan suatu adaptasi dan bukan proses
penyakit. Namun jika keadaan menjadi lebih buruk secara progresif, maka dinilai
sebagai patologi.
Penyebab lain peningkatan kegoyangan gigi adalah kehilangan tulang yang parah,
inflamasi pada daerah ligamen periodontal, periapikal, dan beberapa penyebab secara
sistemik (misalnya:diabetes mellitus). Destruksi sekitar tulang alveolar seperti terjadi
pada osteomielitis, atau tumor rahang, juga dapat meningkatkan kegoyangan gigi.
B. TANDA RADIOGRAFIS Tanda-tanda trauma oklusi secara radiografis sebagai berikut:
1. Peningkatan lebar rongga periodontal yang sering disertai dengan penebalan lamina
dura sepanjang bagian lateral akar gigi, apikal dan daerah bifurkasi. Perubahan ini
tidak perlu diindikasikan sebagai perubahan yang destruktif karena perubahan-
perubahan tersebut dihasilkan dari penebalan dan penguatan ligamen periodontal dan
tulang alveolar, terdapat suatu respon yang baik terhadap peningkatan daya oklusal.
2. Destruksi sekat interdental secara vertikal lebih destruktif daripada horizontal.
3. Terdapat radiolusen dan kondensasi tulang alveolar.
4. Akar mengalami resorpsi.
TAHAP-TAHAP REAKSI JARINGAN PERIODONTAL Reaksi jaringan periodontal terhadap daya oklusal terdiri dari tiga tahap, yaitu cedera
(injury), perbaikan/reparasi (repair), dan pembentukan kembali (remodeling) jaringan
periodontal.l
• Tahap I: Cedera (Injury)
Cedera pada jaringan periodontal disebabkan oleh daya oklusal yang berlebih. Jika
daya destruktif itu bersifat kronis maka jaringan periodontal mengalami
pembentukkan untuk meredam daya tersebut kemudian ligamen periodontal
mengalami pelebaran yang berdampak terhadap kehilangan tulang. Kerusakan tulang
terjadi tanpa adanya pembentukan poket periodontal, dan namun dapat
mengakibatkan gigi akan tanggal.
Tekanan yang berlebihan merangsang resorpsi tulang alveolar, dengan menghasilkan
pelebaran ligamen periodontal. Tegangan yang berlebihan menyebabkan serat
ligamen periodontal mengalami pemanjangan begitu juga dengan tulang alveolar.
Dalam area yang mengalami peningkatan tekanan, pembuluh darah menjadi banyak
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
clan ukurannya mengecil, sedangkan pada area yang mengalami peningkatan
tegangan, pembuluh darah akan mengalami pembesaran.
Tekanan yang amat besar menghasilkan suatu perubahan dalam ligamen periodontal,
dimulai dengan pemampatan serat-serat yang menghasilkan area yang berhialin.
Perubahan vaskularisasi juga terjadi dalam tempo 30 menit, kerusakan aliran darah
stasis terjadi dalam 2 - 3 jam. Pembuluh darah tampak penuh dengan eritrosit, yang
diawali menjadi fragmen-fragmen, dan antara 1-7 hari dinding pembuluh darah
mengalami disintegrasi dan melepas isinya yang mengelilingi jaringan periodontal.
Daerah periodontal yang paling rentan mengalami cedera dari daya oklusal yang
berlebihan adalah furkasi. Cedera jaringan periodontal menghasilkan suatu depresi
yang bersifat sementara pada aktivitas mitosis, kecepatan proliferasi, diferensiasi
fibroblas, formasi kolagen serta formasi tulang. Keadaan ini akan kembali normal
setelah menghilangnya daya-daya tersebut.3
Gambar 2:
A. Ilustrasi gigi mengalami daya oklusal pada arah axial gigi, tampak terjadinya
tekanan internal pada daerah periapikal.
B. Ilustrasi gigi mengalami daya oklusal pada daerah mesiodistal, tampak terjadinya
tekanan internal di sepanjang permukaan akar dan periapikal pada daerah yang
terkena daya.
• Tahap II: Reparasi (Repair)
Perbaikan terjadi secara konstan pada jaringan periodontal yang normal, dan dengan
adanya trauma dari oklusi merangsang jaringan periodontal meningkatkan aktivitas
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
perbaikan, dengan cara melepaskan jaringan yang rusak, kemudian sel dan serat-serat
penghubung baru, tulang, dan sementum dibentuk sebagai usaha reparasi jaringan
periodontal yang cedera. Daya akan tetap bersifat traumatik jika kerusakan yang
dihasilkan melebihi kemampuan jaringan melakukan reparasi.
Ketika tulang mengalami resorpsi akibat daya oklusal yang berlebihan, tubuh
berusaha untuk memperkuat trabekula tulang-tulang yang jarang dengan tulang yang
baru. Usaha untuk mengimbangi kehilangan tulang ini dinamakan sebagai buttressing
bone formation dan hal ini merupakan gambaran yang penting dalam proses reparasi
jaringan, dapat terjadi juga ketika tulang mengalami kerusakan akibat inflamasi atau
tumor tulang. Buttressing bone formation terjadi dalam tulang rahang (pusat
buttressing) dan diatas permukaan tulang (tepi buttressing). Di dalam pusat
buttressing sel-sel endosteal mengalami deposit tulang barn, yang memperbaiki
trabekula tulang dan mengurangi ukuran rongga sumsum. Tepi buttressing terjadi
pada permukaan fasial dan lingual lempeng tulang alveolar. Tergantung pada tingkat
keparahannya, tepi buttressing dapat menghasilkan suatu gambaran penebalan pada
margin tulang alveolar, menunjukan sebagai lipping, atau suatu tonjolan nyata pada
kontur di permukaan fasial dan lingual tulang. Kartilago dapat berkembang pada
ligamen periodontal sebagai akibat dari trauma. Formasi kristal eritrosit juga dapat
terlihat.
a. Pusat buttressing bone formation b. Tepi buttressing bone formation c. Daerah tulang yang resorbsi Gambar 3: Buttressing bone formation pada gigi yang mengalami daya oklusal berlebih. Jika proses reparasi tidak dapat mengimbangi destruksi yang diakibatkan oleh daya oklusi, jaringan periodontal mengadakan remodeling sebagai upaya untuk menciptakan hubungan struktural dimana daya tidak lagi mencederai jaringan. Hal ini menghasilkan ligamen periodontal yang menebal, dengan bentuk corong pada kawahnya, dan terjadi kerusakan tulang yang bersudut, dengan formasi yang tidak berpoket. Tahap III: Adaptasi remodeling periodontium
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
Jika proses perbaikan tidak dapat menahan percepatan kerusakan yang disebabkan
oklusi, terjadi remodeling periodontium dengan tujuan untuk membentuk struktur
yang berhubungan dimana daya tidak bertahan lama menyebabkan kerusakan pada
jaringan. Hasil ini dalam sebuah penebalan ligamen periodontal, yang mana bentuk
seperti tabung pada puncak tulang, dan kerusakan angular pada tulang tanpa
pembentukan poket dan terjadi peningkatan vaskularisasi.
Tiga tahapan perubahan (evolusi) lesi traumatik ini dibedakan secara histometrik oleh
jumlah relatif permukaan yang mengaiami resorpsi atau pembentukan. Tahap injury
memperlihatkan peningkatan daerah resorpsi dan penurunan pembentukan tulang,
sebaliknya tahap perbaikan (repair) memperlihatkan penurunan resorpsi dan
peningkatan pembentukan tulang. setelah adaptasi remodeling periodontium, resorpsi
dan formasi (pembentukan) berjalan normal.
PENGARUH TRAUMA OKLUSI TERHADAP PROSES PERIODONTITIS Trauma oklusi menghasilkan daya yang berlawanan arah, keadaan ini biasanya
dihasilkan oleh mahkota gigi yang tinggi dan perawatan orthodontik yang
menyebabkan trauma pada gigi, sehingga gigi dapat kembali ke posisi aslinya ketika
daya yang dikeluarkan dijauhkan pada gigi-gigi.
Akumulasi bakteri dalam plak merupakan faktor pencetus gingivitis dan hasil yang
terbentuk dalam poket periodontal mempengaruhi margin gingival, namun trauma
dari oklusi yang terjadi dalam jaringan pendukung tidak berpengaruh terhadap
gingival.
Margin gingival tidak dipengaruhi oleh trauma dari oklusi karena suplai darahnya
tidak dipengaruhi, sama halnya ketika pembuluh pada ligamen periodontal
dihilangkan oleh daya oklusi yang berlebihan. Hal ini telah beberapa kali
membuktikan bahwa trauma dari oklusi tidak menyebabkan poket periodontal
ataupun gingivitis.
Ketika inflamasi menyebar dari gusi ke dalam jaringan pendukung periodontal
(misalnya pada saat gingivitis menjadi periodontitis). Plak penyebab inflamasi
memasuki zona yang dipengaruhi oleh oklusi, Glickman mengistilahkan sebagai zona
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
ko-destruktif. Hal ini membuat daya oklusi berperan dalam patogenesis penyakit
periodontal.
Ketika trauma dari oklusi dihilangkan, banyak terjadi pengembalian tulang yang
hilang, kecuali bila terjadi periodontitis. Hal ini mengindikasikan bahwa inflamasi
menghalangi proses regenerasi kerusakan tulang. Sehingga penting untuk
menghilangkan inflamasi sebagai komponen trauma dari oklusi.
Trauma oklusi juga cenderung untuk mengubah bentuk puncak tulang alveolar.
Perubahan bentuk ini terdiri dari pelebaran tepi ligamen periodontal, penyempitan
tulang alveolar bagian interproximal, dan penebalan tepi alveolar. Oleh karena itu
meskipun trauma oklusi tidak mengubah proses inflamasi, namun turut mengubah
gambaran disekitar area terj adinya inflamasi. Jadi tanpa adanya inflamasi, reaksi
terhadap trauma oklusi dibatasi oleh kemampuan adaptasi terhadap peningkatan daya.
Dengan kehadiran inflamasi, perubahan bentuk puncak tulang alveolar dapat secara
kondusif menjadi kehilangan tulang yang bersudut, dan poket yang ada dapat menjadi
intrabony.
Beberapa teori lainnya telah diusulkan untuk menjelaskan interaksi trauma dan
inflamasi sebagai berikut:
1. Trauma oklusi dapat menjalarkan inflamasi gingival ke arah jaringan
dibawahnya. Keadaan ini didukung oleh pengurangan ketebalan kolagen,
peningkatan jumlah leukosit, osteoklas, pembuluh darah di bagian koronal
yang makin menambah kegoyangan gigi. Kemudian inflamasi mengalami
proses ke arah ligamen periodontal lalu menuju tulang, yang menghasilkan
kehiiangan tulang yang bersudut dan poket dapat menjadi infrabony.
2. Trauma akan bergerak ke arah apikal, gusi cekat yang mengalami inflamasi
dapat menjadi lingkungan yang baik untuk pembentukkan dan perlekatan plak
dan kalkulus sehingga perkembangan lesi menjadi lebih dalam.
3. Plak supragingival menjadi subgingival jika gigi digerakkan secara ortodontik
atau bergerak ke area yang tak bergigi, dan terjadi perubahan poket suprabony
menjadi poket infrabony.
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
4. Peningkatan kegoyangan gigi secara traumatik, melonggarkan gigi yang
memiliki efek pumping pada metabolisme plak, sehingga difusi plak akan
meningkat.
Reaksi host - parasit Trauma oklusi Gambar 4: Reaksi antara dental plak dan host yang terdapat dalam sulkus gingival, arah trauma oklusi tampak pada jaringan pendukung gigi. PENANGANAN TRAUMA OKLUSI
Trauma Oklusi dapat dikurangi dengan
1. dibuatkan lempeng gigitan/night guard
2. dilakukan selective grinding
3. dibuatkan splint
4. rekonstruksi oklusal (ortho, konservasi, prostho)
Occlusal Adjustment adalah usaha untuk menciptakan oklusi sesuai rencana ideal
dengan menggerinda permukaan oklusal dan permukaan lain, yang bertujuan :
• Membagi kekuatan daya kunyah seluas mungkin secara seimbang
• Mengkoordinasikan oklusi media dengan posisi terminal hinge
• Menghilangkan kontak premature pada gerakan oklusi dan artikulasi
• Mengarahkan daya oklusal sejauh mungkin dari sumbu panjang gigi
• Memelihara cara mengunyah yang baik
5 tahap Occlusal Adjustment (Schuyler’s):
1. Penggerindaan inisial
2. Penyesuaian posisi terminal
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD
3. Penyesuaian pada posisi protrusive
4. Penyesuaian pada posisi lateral
5. Menciptakan anatomi oklusal
Coronoplasty adalah tindakan mekanis untuk menghilangkan suprakontak oklusal
yang mungkin ada selama gerakan fungsional dengan cara membentuk kembali
permukaan mahkota gigi (reshaping) sehingga suprakontak oklusal hilang dan
posisi mandibular stabil. Coronoplasty dilakukan apabila sudah terbukti ada
traumatic oklusi dan dilakukan setelah inflamasi gusi reda.
Grooving adalah prosedur untuk memperbaiki kedalaman groove yang sudah ada
dengan menggunakan tapered diamond
Spheroiding adalah mengurangi suprakontak dan memperbaiki kontur asli gigi
dikerjakan dengan menggunakan rotary diamond stone dengan gerakan seperti
mengecat dimulai dari 2- 3 mm mesial/distal pada daerah kontak premature
Pointing adalah prosedur memperbaiki bentuk cusp menjadi normal tanpa
mengurangi ketinggian cusp.
DAFTAR PUSTAKA 1. Carranza, F. A., Newman, M. G.&Takei, H. H. 2002.Clinical Periodontology
10th ed. W.B Saunders Company
2. Lindhe, J., Karring, T.& Lang, N.P. 2003. Clinical Periodontology and
Implant Dentistry.4th ed. Blackwell Munskgaard
3. Rygh P, and Moyer RE, Handbook of Orthodontics, ed 4t", Chicago, Year
Book Medical Publishers Inc., 1988, p: 306-308.
4. Abram SL, Potashnick SR, Rosenberg ES, Evian CI, in: Rose LF, Mealey BL
(eds), Periodontics Medicine, Surgery and Implants, ed Is', St. Louis, Elsevier
Mosby Inc., 2004, p:745.
5. Hoag PM, and Pawlak EA, Essentials of'Periodontics, ed 4t", St. Louis, The
C.V. Mosby Company, 1990, p: 95.
6. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL, Silabus Periodonti, Terj. Amaliya, ed 4,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005, hal: 68-72.
DSP 3 – PERIODONSIA FKG UNPAD