Download docx - Tinea Kapitis

Transcript

1

TINEA KAPITISEnggrajati Moses Hotasi Silitonga, S.KedBagian Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

RSUP Dr. M. Hoesin Palembang2013

PENDAHULUAN

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit kepala yang

disebabkan oleh jamur dermatofit. Tinea kapitis biasanya terjadi

terutama pada anak – anak, meskipun ada juga kasus pada

orang dewasa yang biasanya terinfeksi Trichophyton tonsurans.

Tinea kapitis juga dapat dilihat pada orang dewasa sengan AIDS.

Tinea kapitis dapat dibagi menjadi berbagai tipe yaitu:

meradang, tidak meradang, black dot, dan tinea favus.

Infeksi jamur dapat superfisial, subkutan dan sistemik,

tergantung pada karateristik dari host. Dermatofita merupakan

kelompok jamur yang terkait secara taksonomi. Kemampuan

mereka untuk membentuk lampiran molekul keratin dan

menggunakannya sebagai sumber nutrisi memungkinkan mereka

untuk berkoloni pada jaringan keratin, masuk kedalam stratum

korneum dari epidermis, rambut, kuku dan jaringan pada hewan.

Infeksi superfisial yang disebabkan oleh dematofit yang disebut

dermatofitosis, dimana dermatomikosis mengacu pada infeksi

jamur (Fitzpatrick, 2008).

Banyak cara untuk mengklasifikasikan jamur superfisial,

tergantung habitat dan pola infeksi. Organisme geofilik berasal

dari tanah dan hanya sesekali menyerang manusia, biasanya

melalui kontak langsung dengan tanah. Infeksi jamur biasanya

disebarkan oleh spora yang mana dapat bertahan hidup untuk

satu tahun ataupun lebih pada selimut dan barang-barang yang

2

terbuat dari kain. Infeksi didapatkan dari organisme dermatofita

yang nantinya menyebabkan proses inflamasi. Microsporum

canis merupakan pathogen umum yang dapat dikultur dari tubuh

manusia, dan bersifat lebih virulen dibandingkan organisme lain

yang hidup di tanah (Fitzpatrick, 2008).

Latar belakang penulisan referat ini ditujukan untuk

mengetahui pola penyebaran infeksi tinea kapitis. Penyebaran

infeksi tinea kapitis dapat disebarkan oleh spesies zoofilik,

geofilik, dan antropofilik. Spesies zoofilik umumnya ditemukan di

tubuh binatang, tetapi ditransmisikan ke tubuh manusia.

Binatang maupun hewan peliharaan merupakan sumber utama

infeksi di daerah perkotaan (contoh: M.canis pada anjing dan

kucing). Transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung dengan

binatang yang spesifik atau secara tidak langsung ketika rambut

binatang yang terinfeksi terbawa di baju atau terdapat pada

gedung atau makanan yang terkontaminasi. Daerah yang

terekspos seperti kulit kepala, jenggot, muka, dan tangan

merupakan daerah favorit untuk organisme jamur tersebut

Dermatofita yang meradang biasanya disebabkan oleh infeksi

yang disebabkan organisme zoofilik (Fitzpatrick, 2008).

Spesies antropofilik merupakan organisme yang sudah

beradaptasi terhadap manusia sebagai host-nya. Tidak seperti

zoofilik sporadik dan infeksi zoofilik, spesies antropofilik lebih

endemis di lingkungan. Mereka ditransmisikan dari orang ke

orang melalui kontak langsung. Infeksi yang disebabkan oleh

spesies antropofilik dapat bervariasi mulai dari yang asimtomatik

sampai yang mempunyai tingkat virulensi tinggi (Fitzpatrick,

2008).

Adapun pengobatan tinea dapat diberikan terapi topikal

berupa selenium sulphide, povidone iodine, atau ketokonazol,

3

maupun terapi sistemik dengan griseofulvin (Andrews, 2006;

Fitzpatrick, 2008).

Penulisan referat ini terutama ditujukan untuk me-review

kajian mengenai tinea kapitis.

EPIDEMOLOGI

Insiden tinea kapitis masih belum diketahui, tetapi

biasanya ditemukan pada anak berusia 3 tahun sampai 14 tahun.

Penyakit ini jarang terjadi pada orang dewasa. Tinea kapitis

banyak ditemukan pada anak-anak keturunan Afrika, akan tetapi

belum diketahui kenapa hal tersebut dapat terjadi. Transmisi

meningkat dengan berkurangnya higienitas personal, daerah

tempat tinggal yang padat, dan status sosial ekonomi rendah.

Organisme penyebab tinea kapitis dapat dikultur dari beberapa

benda yang menjadi sarang organisme tersebut seperti: sisir,

topi, bantal, mainan, dan tempat duduk bioskop. Bahkan setelah

disisir, rambut masih dapat menyimpan berbagai organisme

yang menyebabkan infeksi dalam waktu lebih dari 1 tahun.

Pasien dengan carrier simtomatik sering ditemukan, dan hal

tersebut menyebabkan tinea kapitis sulit untuk dieradikasi

(Fitzpatrick, 2008; Hryncewicz-Gwozdz dkk, 2011).

ETIOLOGI

Dermatofit ektotrik biasanya menginfeksi pada perifolikuler

stratum korneum, menyebar ke seluruh dan ke dalam batang

rambut dari bagian medial sampai bagian distal rambut sebelum

turun ke folikel untuk menembus folikel rambut dan diangkut

keatas pada permukaannya. Dan biasanya disebabkan spesies

dermatofita seperti golongan Trichophyton dan Microsporum

(Andrews, 2006; Fitzpatrick, 2008).

4

Tabel 1. Organisme yang berhubungan dengan tinea kapitis (Fitzpatrick, 2008).

Meradang Tidak

meradang

Black Dot Favus

M.audouinii

M.canis

M.gypseum

M.nanum

T.mentagroph

ytes

T.scholeinii

T.tonsurans

T.verrucosum

M.audouinii

M.canis

M.ferrugineum

T.tonsurans

T.tonsurans

T.violaceum

M.gypseum

T.schonleinii

T.violaceum

Spesies tersering yang menyebabkan tinea kapitis tipe

meradang dan tipe tidak meradang adalah M.audounii.

T.tonsurans menjadi penyebab utama terjadinya tinea kapitis

tipe black dot dan M.gypseum menyebabkan terjadinya tinea

favus.

PATOFISIOLOGI

Periode inkubasi dari tinea kapitis antropofilik adalah 2

sampai 4 hari, meskipun pada periode ini carrier asimtomatik

masih dapat terjadi. Hifa tumbuh kearah bawah menuju folikel,

pada permukaan rambut, dan hifa intrafolikular dipecah menjadi

rantai spora. Hal tersebut merupakan periode penyebaran (4 hari

sampai 4 bulan) yang terjadi selama lesi membesar dan muncul

lesi baru. Sekitar 3 minggu rambut mulai lepas sekitar beberapa

millimeter diatas permukaan kulit. Di dalam rambut, hifa turun

ke bagian atas zona keratogenus dan pada zona inilah Adamson

5

“fringe” terbentuk pada hari ke 12. Tidak terdapat lesi baru

muncul selama periode refraktori (4 bulan sampai beberapa

tahun). Tampilan klinis tampak tidak berubah, dengan host dan

parasit dalam keadaan yang seimbang. Hal ini diikuti dengan

periode involusi yang mana pembentukan spora mulai

berkurang. Infeksi fungal zootik mempunyai reaksi inflamasi

yang lebih tinggi, tetapi mempunyai fase evolusi yang sama

(Welsh dkk, 2006; Fitzpatrick, 2008).

Dermatofita ektotrik tipikal biasanya muncul sebagai

infeksi yang menyerang perifolikular stratum korneum, meluas

ke daerah sekitarnya dan menuju mid-to-late-anagen sebelum

turun ke folikel untuk masuk kedalam folikel rambut. Artrokonidia

kemudian mencapai kortek dari rambut dan ditransportasikan ke

atas permukaan rambut. Secara mikroskopis, hanya artrokonidia

yang dapat divisualisasi pada daerah rambut yang tercabut,

meskipun hifa intrapilari masih terlihat jelas (Fitzpatrick, 2008).

Patogenesis dari infeksi endotrik sama dengan ektotrik

kecuali artrokonidia masih terdapat dalam batang rambut,

menggantikan keratin intrapilari, dan mengurangi adanya intak

dengan kortek. Sebagai hasilnya, rambut mudah rusak dan lepas

pada permukaan kepala dimana dinding folikular tidak

mendukung lagi, meninggalkan titik hitam kecil (Fitzpatrick,

2008).

GAMBARAN KLINIS

Gambaran tinea kapitis berdasarkan dari etiologinya.

1. Grey patch ringworm

Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus

Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak.

6

Penyebabnya berupa organisme antropofilik ektotrik seperti

M.audounii atau M.canis. Bentuk dari tinea kapitis ini dikenal

juga sebagai bentuk seboroik dari skuama yang menonjol.

Peradangan bersifat minimal. Rambut yang terinfeksi menjadi

abu-abu dan kusam pada selubung artrokonidianya, dan rambut

putus pada bagian atas dari kulit kepala. Umumnya, lesi

memberikan tampilan berbatas tegas, hiperkeratotik, skuama

pada daerah alopecia akibat putusnya rambut. Pada

pemeriksaan lampu Wood didapatkan floresensi berwarna hijau

pada sisa rambut dan skuama. Penyakit mulai dengan papul

merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan

membentuk bercak, yang menjadi pusat dan bersisik. Keluhan

penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu – abu

dan tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari

akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa

nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur,

sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat – tempat

ini terlihat sebagai grey patch (Andrews, 2006; Fitzpatrick

2008).

Gambar 1 : Grey patch ringworm (Fitzpatrick, 2008).

7

2. Kerion celcii

Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis,

berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan

sebukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya

Microsporum canis dan Microsporum gypseum, pembentukan

kerion ini lehih sering dilihat. Agak kurang bila penyebabnya

Tricophyton tonsurans, dan sedikit sekali bila penyebabnya

adalah Tricophyton violaceum. Tipe ini sebagai hasil dari reaksi

hipersensitifitas terhadap infeksi. Spektrum inflamasi dapat

terjadi mulai dari folikulitis postular hingga kerion, yang

memberikan gambaran seperti “lumpur”, masa inflamasi dengan

taburan rambut rusak dan orifisium folikular yang mengeluarkan

pus. Lesi inflamasi biasanya gatal/pruritik, dan mungkin juga

nyeri, adanya limfadenopati servikal posterior, demam, dan lesi

tambahan pada kulit kepala yang gundul. Kelainan ini dapat

menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang

menetap. Jaringan parut yang menonjol dapat terbentuk

(Andrews, 2006; Fitzpatrick 2008).

8

Gambar 2 : Kerion Celcii (Fitzpatrick, 2008).

3. Black dot ringworm

Terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans dan

Tricophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran

klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus

Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah tepat pada

muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang

penuh spora. Ujung rambut yang hitam didalam folikel rambut ini

memberi gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang

patah, kalau tumbuh kadang – kadang masuk ke bawah

permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk

mendapat bahan biakan jamur (Andrews, 2006; Fitzpatrick

2008).

Gambar 3 : Tinea Favus (Fitzpatrick, 2008).

4. Tinea favus

Tinea favus merupakan infeksi krinis dermatofita pada kepala,

kulit tidak berambut, dan atau kuku, ditandai krusta kering dan

tebal dalam folikel rambut yang menyebabkan terjadinya

alopesia jaringan parut. Tinea favus umumnya diderita sebelum

9

dewasa hingga berlanjut sampai dewasa, dan berhubungan

dengan malnutrisi dan gizi buruk. Penyebab tersering adalah

T.scholeinii, kadang-kadang T.violaceum, dan M.gypseum. Lesi

ditandai dengan bercak-bercak eritem folikuler disertai skuama

ringan peri-folikuler dan invasi hifa yang progresif

menggelembungkan folikel sehingga terjadi papul kekuningan.

Dan akhirnya terjadi krusta kekuningan cekung, mengelilingi

rambut yang kering dan kusam (Andrews, 2006; Fitzpatrick

2008).

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis dari infeksi dermatofit dapat dikonfirmasi

dengan pemeriksaan mikroskopis dapat membuktikan infeksi

jamur dalam beberapa menit, tidak sering kali memungkinkan

untuk spesiasi atau untuk mengidentifikasi kerentanan terhadap

agen. Evaluasi mikroskopis juga dapat menghasilkan hasil

negatif palsu, dan kultur jamur sebaiknya dilakukan ketika

diduga adanya infeksi klinis dermatofit (Fitzpatrick, 2008).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan lampu Wood

Pemeriksaan lesi yang melibatkan kulit kepala atau jenggot

dengan menggunakan lampu Wood mungkin memperlihatkan

gambaran pteridin dari patogen tertentu. Jika demikian, rambut

dengan flouresensi tersebut harus diperiksa lebih jauh. Perlu

diketahui bahwa organisme ektotrik seperti Microsporum canis

dan Microsporum audouinii akan tampak flouresensi pada

pemeriksaan lampu Wood, sedangkan organisme endotrik,

10

Tricophyton tonsurans tidak tampak flouresensi (Fitzpatrick,

2008).

Flouresensi positif terinfeksi oleh Microsporum audouinii,

Microsporum canis, Microsporum femgineum, Microsporum

distorturn, dan Trichopiton schoenleinii. Pada ruangan yang

gelap kulit dibawah lampu ini berflouresensi agak biru. Ketombe

umumnya cerah putih kebiruan. Rambut yang terinfeksi

berflouresensi hijau terang atau kuning kehijauan (Andrews,

2006; Fitzpatrick 2008).

2. Pemeriksaan KOH

Pada pemeriksaan KOH, rambut harus dicabut tidak di potong

untuk visualisasi di mikroskop dengan pemeriksaan KOH 10 –

20%. Rambut yang terinfeksi diletakkan pada object glass, dan

ditetesi dengan larutan KOH 10 – 20%, kemudian ditutup dengan

gelas penutup, dipanaskan dengan api Bunsen 2-3 kali untuk

melarutkan keratin dan dilihat dibawah mikroskop dengan

pembesaran rendah (Fitzpatrick, 2008).

Hasil positif ada 2 kemungkinan:

Ektotrik: tampak artrokonidia kecil atau besar

membentuk lapisan mengelilingi bagian luar

batang rambut.

Endotrik: tampak artrokonidia di dalam batang

rambut.

11

Gambar 4 : Ektotrik dan endotrik (Fitzpatrick, 2008).

Untuk bahan dari skuama, daerah lesi dibersihkan dengan

kapas alkohol, setelah kering skuama dikerok dengan scalpel

terutama pada tepi lesi, diletakkan diatas object glass dan

ditetesi larutan KOH 10 – 20%, ditutup dengan gelas penutup,

dipanaskan diatas api Bunsen, dilihat di bawah mikroskop. Hasil

positif jika tampak hifa bersepta dan bercabang (Fitzpatrick,

2008).

3. Pemeriksaan Kultur

Spesiasi jamur didasarkan pada karakteristik mikroskopik,

makroskopik dan metabolisme organisme. Sabouraud Dextrose

Agar (SDA) adalah media isolasi yang paling umum digunakan

dan sebagai basis untuk gambaran yang paling morfologis.

Namun kontaminasi saprobes tumbuh pesat pada media ini

(Andrews, 2006).

DIAGNOSA BANDING

12

1. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit

yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di

tempat-tempat seboroik. Kelainan kulit terdiri dari eritema dan

skuama yang berminyak dan agak kekuningan (Andrews, 2006).

Gambar 5 : Dermatitis seboroik (Fitzpatrick, 2008).

2. Folikulitis

Radang folikel rambut yang disebabkan Staphylococcus

aureus. Kelainan berupa papul dan pustul yang eritematosa dan

ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel (Andrews,

2006).

13

Gambar 6 : Folikulitis (Fitzpatrick, 2008).

3. Dermatitis atopik

Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal,

yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,

sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum

dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit

berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan

likenifikasi, distribusinya di daerah lipatan (Andrews, 2006).

Gambar 7 : Dermatitis atopik (Fitzpatrick, 2008).

PENATALAKSANAAN

Anti jamur sistemik dan topikal memiliki beberapa khasiat

melawan dermatofita. Infeksi yang melibatkan rambut dan kulit

memerlukan antijamur oral untuk menembus dermatofit yang

menembus folikel rambut. Pengobatan standar tinea kapitis di

Amerika Serikat masih menggunakan griseofulvin, triazol oral

(itrakonazole, flukonazol) dan terbinafin merupakan antijamur

14

yang aman, efektif dan memiliki keuntungan karena durasi

pengobatan yang lebih pendek (Fitzpatrick, 2008).

Pengobatan topikal

Pengobatan topikal saja tidak direkomendasikan untuk

penatalaksanaan tinea kapitis. Bagaimanapun juga,

pengobatan topikal berfungsi untuk mencegah transmisi ke

tempat lain pada tahap awal pengobatan sistemik. Sampo

selenium sulphide dan povidone iodine digunakan 2 kali

seminggu. Selenium sulphide dan povidone iodine berfungsi

mengurangi hantaran spora dan mengurangi infeksi (Higgins,

Fuller, & Smith, 2000).

Pengobatan sistemik (Higgins, Fuller, & Smith, 2000)

- Griseofulvin 20-25mg/kg/hr/8minggu

Griseofulvin bersifat fungistatik, dan menghambat

sintesis asam nukleat, menghambat pembelahan sel pada

metafase, dan mencegah sintesis dinding sel fungi.

Griseofulvin juga merupakan anti-inflamasi. Dosis yang

direkomendasikan untuk anak berusia lebih dari 1 bulan

adalah 10 mg/Kg per hari. Mengkonsumsi griseofulvin

bersamaan dengan makanan berlemak mempercepat

absorpsi dan bioavailabilitas dari obat tersebut. Dosis yang

direkomendasikan tergantung pada formulasi yang

digunakan, dosis yang lebih tinggi direkomendasikan oleh

beberapa klinisi untuk micronized griseofulvin sebagai lawan

dari ultramicronized griseofulvin, tetapi dosis diatas 25 mg/Kg

masih dapat ditoleransi. Durasi terapi tergantung pada

organisme penyebab tinea (contoh: infeksi T.tonsurans

memerlukan pengobatan yang lebih panjang) tetapi juga

bervariasi antara 8 sampai 10 minggu.

15

Efek samping berupa mual dan ruam pada 8-15%

penderita. Obat ini kontraindikasi dengan wanita hamil.

Keuntungan obat ini tidak mahal, berlisensi, sirupnya

mempunyai rasa yang lebih enak, dan mempunyai keakuratan

dosis yang lebih baik untuk anak-anak apabila griseofulvin

dibuat dalam bentuk suspensi.

Kerugian dari griseofulvin adalah proses pengobatan

yang lama, dan kontraindikasi pada pasien lupus

eritematosus, porfiria, dan penyakit hati berat. Griseofulvin

dapat bereaksi dengan warfarin, siklosporin, dan pil

kontrasepsi oral.

- Flukonazol 6 mg/kg/hr/20hr

Flukonazol biasanya digunakan untuk tinea kapitis tetapi

diketahui mempunyai efek samping yang lebih sedikit. Dosis

flukonazol adalah 3-5 mg/Kg per hari selama 4 minggu efektif

untuk anak-anak dengan tinea kapitis.

- Itrakonazol 3-5mg/kg/hr/4-6minggu

Itrakonazol menghambat aktifitas baik fungisatatik dan

fungisidal bergantung pada konsentrasi obat pada jaringan,

tetapi seperti kelompok azol lainnya, mekanisme aksi

itrakonazol yang utama adalah fungistatik, melalui penipisan

membran sel ergosterol, yang mana mengganggu

permeabilitas membran. Dosis itrakonazol 100 mg/hari untuk

4 minggu sampai 5 mg/Kg per hari untuk anak-anak sama

efektifnya dengan griseofulvin dan terbinafin. Keuntungan

itrakonazol dapat memberikan impuls regimen yang lebih

pendek jika memungkinkan. Itrakonazol dapat memiliki

toksisitas yang meningkat jika berinteraksi dengan

antikoagulan (warfarin), antihistamin (terfenadine dan

16

astemizol), antipsikotik (midazolam), digoxin, cisapride,

siklosporin, dan simvastatin (meningkatnya resiko miopati).

- Terbinafin 3-6mg/kg/hr/2-4minggu

Terbinafin bekerja pada membrane sel fungal dan bersifat

fungisidal. Obat ini efektif melawan dermatofita. Terbinafin

mempunyai keefektifan yang sama dengan griseofulvin dan

aman untuk penatalaksanaan tinea kapitis jenis ringworm

yang disebabkan oleh Trichophyton sp pada anak-anak.

Kefektifan terbinafin untuk Microsporum masih diperdebatkan.

Berdasarkan evidence base medicine(EBM) terbaru

menyarankan agar tingginya dosis atau lamanya terapi (> 4

minggu) bergantung pada infeksi Microsporum. Dosis

tergantung pada berat pasien, tetapi biasanya 3 dan 6 mg/Kg

per hari. Efek samping mencakup gangguan gastrointestinal,

dan ruam pada 5% dan 3% kasus. Konsentrasi plasma dapat

berkurang jika berinteraksi dengan rifampisin dan meningkat

jika berinteraksi dengan simetidin.

KESIMPULAN

Tinea kapitis merupakan penyakit dermatofitosis paling

banyak pada anak-anak, mengenai kulit kepala dan rambut,

ditandai dengan skuama dan bercak alopesia. Etiologi penyebab

tinea kapitis adalah semua dermatofita yang patogen terkecuali

E.flocossum dan T.concentricum. Penyebab tersering adalah

T.tonsurans. Bentuk klinis dari tinea kapitis bervariasi.

Dikelompokkan menjadi kelompok non inflamasi (gray patch

ringworm dan black dot ringworm), dan inflamasi (kerion celcii,

favus). Diagnosis umumnya ditegakkan dengan melihat

gambaran klinis dan dibantu dengan pemeriksaan laboratorik

dan pemeriksaan lampu Wood. Pengobatan tinea kapitis dapat

berupa pengobatan topikal dan sistemik. Pengobatan topikal

17

berupa sampo selenium sulphide dan povidone iodine digunakan

2 kali seminggu. Pengobatan sistemik dapat berupa Griseofulvin

dengan dosis 20-25mg/kg/hr/8minggu. Selain Griseofulvin dapat

diberikan obat sistemik berupa flukonazol, itrakonazol, dan

terbinafin.

DAFTAR PUSTAKA

Higgins EM, Fuller LC, Smith CH, 2000. Guidelines for the management of tinea capitis. BJD Vol. 143, Hal 53-58

Hryncewicz-Gwozdz A, Beck-Jendroscheck V, Brasch J, Kalinowska K, Jagielski T, 2011. Tinea capitis and tinea corporis with a severe inflammatory response due to trichophyton tonsurans. Acta Derm Venerol Vol. 91, Hal 708-710

James.WD, Berger TG, Elston DM, 2006. Disease resulting from fungi and yeasts. Andrew’s Diseases of The Skin : Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada . Hal. 297-299

Verma. S, Heffernan. MP. (2008) Fungal Disease. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Ed. Vol. 1 & 2. New York, USA. Hal. 1807-1818

Welsh O, Welsh E, Ocampo-Candiani J, Gomez M, Vera Cabrera L, 2006. Dermatophytoses in Monterrey, Mexico. Mycoses. Vol. 49, Hal. 119-123


Recommended