Download pdf - Makalah Parasit Jadi

Transcript

Prevalensi Infeksi Soil Transmitted Helminthiasis pada Anak di SD Mojosari Rejo, Gresik

Disusun Oleh :Cindy Kusuma Dewi011101035Dwi Ayu Fitria011101023Sheila Monica Kelly011101017

PROGRAM STUDI ANALIS MEDISFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS AIRLANGGA2013KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan syukur Al-Hamdulillah, atas hidayah dan inayah Allah Swt, sehingga selesailah penyusunan makalah ini, yang kami mulai sejak pertengahan Oktober sampai Desember 2013.Dalam pengantar ini, kami hendaklah menyampaikan salam kepada makalah ini, Assalamualaikum wa rahmatullah, Salam Sejahtera. Semoga makalah ini, Prevalensi Infeksi Soil Transmitted Helminthiasis pada Anak di SD Mojosari Rejo, Gresik dapat menjadi pembelajaran kami dalam lebih mebgetahui tentang cacing cacing soil transmitted helminths, sebagai ahli laboratorium, mahasiswa analis laboratorium, mahasiswa analis medis/kesehatan, mahasiswa kedokteran kami sedapatnya mampu melakukan praktikum yang berhubungan dengan apa yang kami dapatkan ketika duduk di bangku kuliah ke masyarakat. Makalah ini sangat mustahil dapat kami tuliskan tanpa dukungan dari banyak pihak. Pertama, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. Heru Prasetya yang telah dengan sabar membimbing, mengajari dan mendidik kami agar mampu menjadi diri yang lebih baik lagi dan nilai untuk menghargai waktu yang kini akan slalu kami tanamkan. Insya Allah. Ami mengucapkan terimakasih kepada Pak Mislan yang selalu dengan sabar menemani kami saat MKP hingga kami selesai. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman teman MKP yang saling mendukung setiap aktivitas kami selama MKP.Semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan juga teman teman yang ingin mengetahui lebih tentang soil transmitted helminth.\Surabaya, Oktober 2013Penulis DAFTAR ISI

Kata Pengantar.2Daftar Isi3Daftar Tabel...4Daftar Grafik.5Daftar Gambar...6Bab I Pendahuluan1. Latar Belakang..72. Rumusan Masalah.73. Tujuan74. Manfaat.7Bab II Tinjauan Pustaka1. Ascaris Lumbricoides82. Trichuris Trichiura.113. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus) 13Bab III Penelitian1. Waktu dan Tempat.162. Tahap Pengambilan.163. Data Sampel164. Metode Pemeriksaan ..165. Hasil Penelitian.18Bab IV Pembahasan 1. Hasil secara skematik.. 202. Interpretasi Hasil.21Bab V Kesimpulan1. Kesimpulan..22Daftar Pustaka.23

DAFTAR TABEL1. Hasil Penelitian sampel feces dari siswa SD Mojosari Rejo18 - 19

DAFTAR GRAFIK1. Identifikasi sampel berdasarkan bau202. Identifikasi sampel berdasarkan warna203. Identifikasi sampel berdasarkan kepadatan.21

DAFTAR GAMBAR1. Cacing Dewasa Ascaris Lumbricoides.82. Telur Fertil Ascaris Lumbricoides93. Telur Unfertil Ascaris Lumbricoides94. Cacing Dewasa Trichuris Trichiura.115. Telur Trichuris Trichiura.116. Hookworm137. Necator Americanus..138. Ancylostoma Duodenale..139. Skema Pemeriksaan Mikroskopis.17

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangInfeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing.Di era globalisasi seperti saat ini suatu negara dituntut untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain. Khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, ini adalah kesempatan untuk mengejar ketinggalan agar tidak tersisihkan dari persaingan global. Karena hal tersebut pemerintah wajib untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, faktor yang sangat menentukan kemajuan suatu negara adalah faktor kesehatan masyarakatnya.Namun masih banyak hambatan untuk menyehatkan masyarakat salah satunya adalah masih tingginya kasus penyakit infeksi seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing terutama yang ditularkan melalui tanah. Hal ini disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi serta kondisi sanitasi yang buruk dan beberapa kebiasaan yang berhubungan dengan kebudayan masyarakat.

1.2 Rumusan MasalahBerapa besar prevalensi cacingan dengan menggunakan specimen feses pada anak di SD Mojosari Rejo, Gresik?

1.3 TujuanMengetahui tingkat prevalensi infeksi soil transmitted helminthiasis pada anak di SD Mojosari Rejo, Gresik

1.4 Manfaat1. Mengetahui prevalensi cacingan pada anak di SD Mojosari Rejo, Gresik2. Membantu masyarakat dalam upaya mencegah terjadinya penyakit cacingan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Macam macam cacing yang biasa menyerang pada anak anakA. Ascaris LumbricoidesInfeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis. Telur cacing ini lebih tahan terhadap panas dan kekeringan. Tidak jarang ditemukan infeksi campuran dengan cacing lain. Manusia dapat terinfeksi dengan cara menelan telur cacing Ascaris lumbricoides yang infektif (telur yang mengandung larva). Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat, dan anak lebih sering terinfeksi. Pencemaran tanah oleh cacing lebih sering disebabkan oleh tinja anak. Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda dalam kebiasaan, aktivitas dan perkembangan imunitas yang didapat. Prevalensi tertinggi Ascariasis di daerah tropis pada usia 38 tahun. Morfologi Cacing dewasa Cacing berwarna putih atau merah muda. Cacing ini dapat langsung diidentifikasikan karena ukurannya yang besar, yaitu cacing jantan 1031 cm dengan diameter 24 mm, betina 2235 cm, kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 36 mm. Pada kepala terdapat tiga bibir, satu yang lebar di medio dorsal dan sepasang di ventro lateral. bagian anterior tubuh, mempunyai dentakel-dentakel halus. Ujung posterior cacing jantan melengkung kearah ventral dan sepasang spikulum terdapat dalam sebuah kantong. Vulva cacing betina letaknya di tengah ventral dekat perbatasan bagian anterior dan bagian tengah.

i. Cacing Dewasa Telur Telur yang dibuahi besar dan berbentuk lonjong dengan ukuran 4575 mikron x 3550 mikron. Pada waktu dikeluarkan dalam tinja telur belum membelah. Dengan adanya mamillated outer coat, telur ini dapat bertahan hidup karena partikel tanah melekat pada dinding telur yang dapat melindunginya dari kerusakan. Telur yang tidak dibuahi yang ditemukan dalam tinja berukuran 8894 mikron x 44 mikron. Telur yang tidak dibuahi dihasilkan oleh cacing betina yang tidak dibuahi atau cacing yang masih muda dan belum lama mengeluarkan telur. Isi telur yang tidak dibuahi terdiri atas granula dengan berbagai ukuran dan tidak teratur. Dinding telur yang lebih bujur ini, lebih tipis dari dinding telur yang dibuahi.

iii. Telur Unfertil Ascaris Lumbricoidesii. Telur Fertil Ascaris Lumbricoides

Siklus hidupSiklus hidup ascaris dimulai dari telur yang dihasilkan oleh cacing betina dewasa di dalam usus manusia, dan dikeluarkan melalui feses. Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan 100.000200.000 telur perhari, yang terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Dengan kondisi yang menuntungkan seperti udara yang hangat, lembab, tanah yang terlindung dari matahari, embrio akan berubah menjadi larva di dalam telur dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan oleh manusia dindingnya akan mulai dicernakan di lambung, selanjutnya telur masuk ke duodenum. Perbedaan keasaman cairan lambung dan duodenum akan melemahkan dinding telur serta merangsang pergerakan larva yang terdapat didalamnya sehingga dinding telur pecah dan larva keluar. Larva akan menembus dinding usus dan menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan melalui sirkulasi portal masuk ke hepar, kemudian ke jantung dan paru-paru. Di paru-paru larva menembus dinding pembuluh darah dan dinding alveolus, masuk kerongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan rangsangan batuk. Adanya rangsangan batuk ini menyebabkan larva tertelan ke esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa diperlukan waktu lebih kurang 3 bulan, cacing dewasa dapat hidup di usus halus selama 1 tahun di usus halus. Gejala klinik Dalam perjalanan larva melalui hati dan paru-paru biasanya tidak menimbulkan gejala. Bila jumlah larvanya cukup besar dapat menimbulkan tanda-tanda pneumonitis. Ketika larva menembus jaringan paruparu masuk ke dalam alveoli, mungkin terjadi sedikit kerusakan pada epitel bronkhial. Dengan terjadinya reinfeksi dan migrasi larva berikutnya, jumlah larva yang sedikitpun dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat. Reaksi jaringan yang hebat dapat terjadi di sekitar larva di dalam hati dan paru-paru, disertai infiltrasi eosinofil, makrofag, dan sel sel epiteloid. Keadaan ini disebut sebagai pneumonitis Ascaris yang dapat disertai reaksi alergi seperti dispnea, batuk kering atau produktif, mengi, demam. Terdapatnya cacing dewasa dalam usus biasanya tidak menyebabkan kelainan kecuali bila jumlahnya banyak sekali, meskipun demikian, karena kecenderungan cacing dewasa untuk bermigrasi, seekor cacingpun dapat menimbulkan kelainan serius. Migrasi cacing dapat terjadi karena rangsangan seperti demam, penggunaan anestesi umum. Migrasi ini dapat menimbulkan obstruksi usus masuk ke saluran empedu, saluran pankreas. Dapat juga bermigrasi keluar melalui anus, mulut atau hidung.

B. Trichuris Trichiura Infeksi oleh cacing ini disebut trichuriasis. Diperkirakan sekitar setengah milyar kasus diseluruh dunia. Trichuriasis paling sering terjadi pada masyarakat rural yang miskin dimana fasilitas sanitasi tidak ada.Prevalensi infeksi berhubungan dengan usia, tertinggi adalah anak-anak usia sekolah. Penularan terjadi melalui kontaminasi tangan, makanan atau minuman. Morfologi Cacing dewasaCacing dewasa berwarna merah muda, melekat pada dinding sekum dan pada dinding apendiks, kolon atau bagian posterior ileum. Bagian tiga perlima anterior tubuh adalah langsing, dan bagian posterior tebal, sehingga menyerupai cambuk. Cacing jantan berukuran 3045 mm dengan bagian kaudal melingkar. Cacing betina berukuran 3550 mm dan ujung posteriornya membulat.

iv.Cacing Dewasa Trichuris Trichiura Telur Telur cacing cambuk berukuran 3054 x 23 mikron, berbentuk seperti tempayan (gentong) dengan semacam tutup yang jernih dan menonjol pada kedua kutupnya. Kulit bagian luar bewarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Sel telur yang dibuahi pada waktu dikeluarkan dari cacing betina dan terbawa tinja ke luar tubuh manusia, isinya belum bersegmen. Di dalam tanah, memerlukan sekurang-kurangnya 34 minggu untuk menjadi embrio. Cacing betina dapat mengeluarkan telur sebanyak lebih kurang 4000 telur per hari. Keadaan udara yang lembab perlu untuk perkembangannya.

v. Telur Trichuris Trichiura

Siklus hidupManusia merupakan hospes defenitif utama pada cacing cambuk, walaupun kadang kadang terdapat juga pada hewan seperti babi dan kera. Bila telur berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif keluar melalui dinding telur yang tak kuat lagi, masuk kedalam usus bagian proksimal dan menembus vili usus. Di dalam usus dapat menetap selama 310 hari. Setelah menjadi dewasa cacing turun kebawah ke daerah sekum. Suatu struktur yang menyerupai tombak pada bagian anterior membantu cacing itu menembus dan menempatkan bagian anteriornya yang seperti cambuk kedalam mukosa usus hospesnya. Di tempat itulah cacing mengambil makanannya. Masa pertumbuhan, mulai dari telur tertelan sampai menjadi dewasa lebih kurang 3090 hari. Cacing betina dewasa dapat memproduksi 20006000 telur/hari. Cacing dewasa dapat hidup untuk beberapa tahun. Gejala klinik Perkembangan larva Trichuris trichiura di dalam usus biasanya tidak memberikan gejala klinik yang berarti walaupun dalam sebagian masa perkembangannya larva memasuki mukosa intestinum tenue. Proses yang berperan dalam menimbulkan gejala yaitu trauma oleh cacing dan dampak toksik. Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenamkan kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap pada sekum.Gejala pada infeksi ringan dan sedang anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, bisa dijumpai nyeri epigastrik, muntah, kontipasi, perut kembung. Pada infeksi berat dijumpai mencret yang mengandung darah, lendir, nyeri perut, tenesmus, anoreksia, anemia dan penurunan berat badan. Pada infeksi sangat berat bisa terjadi prolapsus rekti.

C. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus)

Ancylostoma duodenale dan Necator americanus ditemukan di daerah tropis dan sub tropis. Manusia merupakan penjamu primer untuk cacing ini. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23 33 0 celcius. Morbiditas infeksi cacing tambang terutama terjadi pada anak-anak. Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan larva filariform ataupun dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada Necator americanus infeksi melalui kulit lebih disukai, sedangkan pada Ancylostoma duodenale infeksi lebih sering terjadi dengan tertelan larva.

vi. Hookworm

Morfologi Cacing dewasa Bentuk cacing dewasa kecil, silindris. Cacing jantan berukuran 511 mm x 0,30,45 mm, dan cacing betina 913 mm x 0,350,6 mm Ukuran Ad sedikit lebih besar dari Necator americanus

viii. Ancylostoma Duodenalevii. Necator Americanus

Telur cacingNa dapat menghasilkan 10.00020.000 telur setiap harinya, sedangkan Ad 10.00025.000 telur perhari. Ukuran telur Na adalah 6476 mm x 3640 mm dan Ad 5660 mm x 3640 mm. Telur cacing tambang terdiri dari satu lapis dinding yang tipis dan adanya ruangan yang jelas antara dinding dan sel di dalamnya. Siklus hidupManusia merupakan satu-satunya hospes defenitif dari kedua cacing tambang ini. Siklus hidup cacing terdiri atas tiga tahap yaitu telur, larva, dan cacing dewasa. Cacing tambang melekat pada mukosa usus halus dengan rongga mulutnya. Telur yang dikeluarkan bersama tinja menjadi matang dan mengeluarkan larva rhabditiform dalam waktu 12 hari pada suhu optimum. Dalam waktu 34 hari larva rhabditiform menjadi larva filariform yang infektif dan dapat menembus kulit manusia. Bila larva menembus kulit manusia akan mengikuti aliran limfe atau pembuluh kapiler dan dapat mencapai paru-paru. Larva akan naik ke bronkus dan trakea, akhirnya masuk ke usus dan menjadi dewasa. Migrasi melalui darah dan paru-paru berlangsung selama satu minggu, sedangkan siklus dari larva menjadi dewasa berlangsung 78 minggu. Gejala klinik Gejala klinik dapat ditimbulkan cacing dewasa atau larvanya. Bila larva infektif menembus kulit dapat terjadi gatal-gatal. Bila jumlah larva infektif yang masuk banyak , maka dalam beberapa jam saja akan terjadi reaksi alergi terhadap cacing yang menimbulkan warna kemerahan, berupa panel yang dapat menjadi vesikel. Reaksi ini disebut ground itch. Bila larva infektif Ancylostoma duodenale tertelan, maka sebahagian akan menuju ke usus dan tumbuh menjadi dewasa. Sebahagian lagi akan menembus mukosa mulut, faring dan melewati paru - paru seperti larva menembus kulit. Cacing dewasa Necator americanus yang menghisap darah penderita akan menimbulkan kekurangan darah sampai 0,1 cc per hari, sedangkan seekor cacing dewasa Ancylostoma duodenale dapat menimbulkan kekurangan darah sampai 0,34 cc per hari. Akibat anemia tersebut maka penderita tampak pucat. Berat ringannya anemia tentu juga dipengaruhi oleh keadaan kesehatan secara umum dan nutrisi penderita. Di negara-negara tropis umumnya sumber ferrum dalam makanan berupa sayur-sayuran dan buah buahan, hal ini menyebabkan absorpsi ferrum kurang bila dibandingkan dengan absorpsi dari sumber produk hewani.

Diagnosis kecacingan Untuk mendiagnosis kecacingan banyak cara dan tehniknya, cara yang lazim ialah memeriksa tinja segar dengan membuat sediaan langsung (direct smear). Untuk pemeriksaan ini sebaiknya jangan diambil tinja yang sudah kering atau yang lama (lebih dari 24 jam) karena telur cacing tambang dalam tinja yang agak basah dalam waktu itu akan menetas dan sukar diidentifikasi. Cara yang dianjurkan internasional adalah cara Kato Katz, yaitu sediaan tinja ditutup dan diratakan dibawah cellophane tape yang sudah direndam dalam larutan hijau malachit (malachite green) supaya dapat efek penjernihan (clearing) Dampak cacingan bagi tubuh manusiaCacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbs) dan metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain itu dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Semakin banyak cacing dalam tubuh maka dampak yang ditimbulkan semakin berat.

BAB IIIPENELITIAN

Sesuai dengan judul yang kita ambil tentang Prevalensi infeksi soil transmitted helminthiasis pada anak di SD Mojosari Rejo, Gresik berikut ini adalah data yang kami dapatkan. Waktu dan tempat penelitianWaktu : 11 Oktober 2013Tempat: SD Mojosari Rejo, Gresik Tahap Pengambilan SampelPengambilan sampel dilakukan dengan cara mendatangi anak anak disekolah dan sekaligus memberikan pengarahan tentang penyakit yang bisa disebabkan jika bermain di tanah sekaligus dengan pengarahan pengambilan sampel feces. Setelah mendapat ijin dari orang tua/wali murid kami membagikan pot tempat feces. Data sampelJumlah sampel yang kami dapat : 21 sampel feces dari siswa SD Mojosari Rejo, Gresik Metode PenelitianPemeriksaan FecesPemeriksaan feces dengan cara makroskopis dan mikroskopis cara langsung.Alat dan bahan yang digunakan: feces, iodine lugol, slide, pipet dan lidi.Cara Kerja : 1. Pemeriksaan MakroskopisMemeriksa sifat fisik dari feces Melihat kepadatan feces (padat, keras, lembek atau cair) Melihat warna feces Menghirup bau Melihat penyertanya (darah, lendir dan pus) Mencatat di kertas laporan, hasil yang di dapatkan lengkap dengan identitas feces agar tidak tertukar2. Pemeriksaan Mikroskopis Cara Langsung Menyiapkan slide yang bersih dan kering Meneteskan iodine lugol dengan sedikit feces Mencampur iodine lugol dan feces Melihat secara mikroskopis dengan pembesaran obyektif 10x

Skema Pemeriksaan Mikroskopis Cara Langsung

Iodin LugolIodin Lugol + Feces Diratakan dengan LidiDi lihat di mikroskop oby 10x

Kemudian membacanya di mikroskop sesuai dengan penggunaan prosedur mikroskop yang benar. Lalu dengan bantuan atlas parasitologi, kami mengidentifikasi telur cacing yang ditemukan. Untuk menghitung pravelensi infeksi dari soil transmitted helminth menggunakan rumus pengendalian cacing berikut ini : Pravelensi Seluruh CacingJumlah specimen positif minimal 1 jenis cacing X 100%Jumlah specimen yang akan di periksa Pravelensi Spesies CacingJumlah specimen positif telur spesies cacing X 100%Jumlah specimen yang akan di periksa

4

Hasil Penelitian sampel feces dari siswa SD Mojosari Rejo

NoNamaPemeriksaan MakroskopisPemeriksaan Mikroskopis

BauWarnaKepadatanPenyertaCara Langsung

1.AndreanKhasCoklat KehitamanLembekTidak adaTidak ada

2.Juan IkhsanKhasCoklatLembekTidak adaTidak ada

3.Anisa MaulidiaKhasCoklat KehitamanLembekTidak adaTidak ada

4.Agung SahriKhasCoklat KehitamanPadat LembekTidak adaTidak ada

5.Mifta BilqisMenyengatCoklatLembekTidak adaTidak ada

6.ErlanggaMenyengatCoklat KehitamanPadatTidak adaTidak ada

7.MalakatulKhasCoklat KehitamanPadatTidak adaTidak ada

8.Aurelia N.GKhasCoklatLembekTidak adaTidak ada

9.FranslieKhasCoklat KehitamanLembekTidak adaTidak ada

10.Aprindo WMenyengatCoklatLembekTidak adaTidak ada

11.ReyvaldiMenyengatCoklatLembekTidak adaTidak ada

12.Fijri DestitasariKhasCoklatLembekTidak adaTidak ada

13.YuyunMenyengatKuningLembekTidak adaTidak ada

14.Amelia SafitriMenyengatCoklatLembekTidak adaTidak ada

15.FaisKhasCoklat KehitamanPadat LembekTidak adaTidak ada

16.Fawwas G.DKhasCoklat KehitamanPadatTidak adaTidak ada

17.Ariel Priya PKhasCoklat KehitamanPadatTidak adaTidak ada

18.Madryan MenyengatCoklat KehitamanPadatTidak adaTidak ada

19.HappyMenyengatCoklat KehitamanLembekTidak adaTidak ada

20.Dani Indra LeonitaMenyengatCoklatLembekTidak adaTidak ada

21.AmandaKhasCoklatLembekTidak adaTidak ada

Hasil Pemeriksaan : Dari hasil yang kami dapatkan, kami tidak menemukan adanya cacing soil transmitted helminth pada 21 sampel yang kami periksa di SD Mojosari Rejo di Gresik.

BAB IVPEMBAHASAN

I. Pembacaan HasilDari penelitian yang dilaksanakan data yang di dapat sebagai berikut : Sampel yang didapat : 21 Sampel fecesBau Sampel dengan bau khas: 12 sampel Sampel dengan bau menyengat: 9 sampel Sampel tidak berbau: 0 sampel

i. Identifikasi sampel berdasarkan bau

Warna Sampel dengan warna coklat: 9 sampel Sampel dengan warna coklat: 11 sampelKehitaman ii. Identifikasi sampel berdasarkan warnaSampel dengan warna kuning: 1 sampelKepadatan Sampel dengan kondisi padat lembek: 3 sampel Sampel dengan kondisi padat: 5 sampel Sampel dengan kondisi lembek: 13 sampel

iii. Identifikasi sampel berdasarkan kepadatan

Penyerta Sampel dengan penyerta: 0 sampelPemeriksaan Mikroskopis cara langsung Sampel positif telur/cacing: 0 sampel Sampel negative telur/cacing: 21 sampel

II. Interpretasi Hasil

Dari hasil penelitian yang kami lakukan menunjukan bahwa tidak ada infeksi dari cacing soil transmitted helminth. Hal ini mungkin terjadi karena saat kami meneliti kami tidak memperhatikan bagaimana kondisi lingkungan pada siswa siswa yang akan kami periksa. Melihat bahwa daerah sekolah bahwa daerah perkotaan sehingga penyebaran penularan sedikit bisa di minimalisir, melihat bahwa sudah hamper semua tanah di tutup dengan batako atau dilapisi dengan semen. Kami para pengamat juga dapat merasakan saat pengambilan sampel suasana dan kondisi sekolah yang cukup bersih.

BAB VKESIMPULAN

Setelah melakukan pemeriksaan feces secara makroskopis dan mikroskopis, dari 21 sampel feces yang kami teliti menunjukan bahwa 100% tidak menunjukan ada nya tanda tanda terinfeksi cacing soil transmitted helminth.

DAFTAR PUSTAKA

Tesis oleh Salbiah 057023018/AKK.2008. Hubungan Karakteristik Siswa dengan Sanitaasi Lingkungan dengan Infeksi Cacingan Siswa SD di Kecamatan Medan Belawan. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sri Alemina Ginting.2003.Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Cacingan pada Anak SD di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

B Hairani,dkk. 2012. Parasit pencernaan pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal Buski

Prasetya, dr. Heru. 2013. Materi Kuliah dan Materi MKP Semester 5 . Surabaya : Universitas Airlangga