BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa
Yunani, kataraktes, yang berarti terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang
Arab sebab orang-orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang
seolah-olah terhalang oleh air terjun (American Academy Ophtalmology, Lens
and Cataract. Basic and clinical Science Course, Section, 2006).
Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang
merupakan salah satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan.
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau
akibat keduanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif
(Mansjoer dkk, 2008).
Katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan seperti penglihatan
kabur, penglihatan bagian sentral hilang sampai menjadi buta setelah 10-20
tahun dari mulai terjadinya kekeruhan lensa (Kupler, 1984).
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia,
dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Angka kebutaan di Indonesia
tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara (Depkes
RI, 2003).
1
Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga – Survei Kesehatan
Nasional (SKRT – SUSENAS) tahun 2001, prevalensi katarak di Indonesia
sebesar 4,99%. Prevalensi katarak Jawa Bali sebesar 5,48% lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah Indonesia lainnya. Prevalensi katarak di daerah
perdesaan 6,29% lebih tinggi jika dibandingkan daerah perkotaan 4,5%
(Depkes RI, 2004).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003, umlah katarak di
Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang
pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 15,3 juta (7,4% dari total penduduk).
Jumlah ini cenderung akan bertambah besar dengan meningkatnya penduduk
Indonesia (pada tahun 2025 terjadi peningkatan sebesar 41,4% dibandingkan
dengan penduduk tahun 1990).
Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-
1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan sebesar 1,5% 5. Penyebab
kebutaan adalah katarak sebesar 0,78%, glaucoma 0,2%, kelainan refraksi
sebesar 0,14%, dan penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia
sebesar 0,38%. Jumlah buta katarak di Indonesia, terdapat 16% buta katarak
pada usia produktif (40-54 tahun), pada hal sebagai penyakit degenerative
buta katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan data tersebut katarak merupakan salah satu hal yang menjadi
tantangan, perawat harus memiliki pemahaman dasar dan pengetahuan asuhan
keperawatan pada klien dengan katarak. Oleh karena itu makalah ini akan
membahas mengenai Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman : Gangguan Penglihatan
Akibat Katarak.
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar katarak dan proses asuhan
keperawatan gangguan rasa aman dan nyaman karena gangguan
penglihatan akibat katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi fisiologi dari
mata.
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian dari
katarak.
c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dari katarak.
d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi dari
katarak.
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dari
katarak.
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dari
katarak.
g. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan
diagnostik dari katarak.
h. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi dari
katarak.
i. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan
medis dari katarak.3
j. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan rasa aman dan nyaman akibat katarak.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi dari mata ?
2. Apa pengertian katarak ?
3. Apa etiologi katarak ?
4. Bagaimana patofisiologi dari katarak ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari katarak ?
6. Apa saja komplikasi dari katarak ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk menunjang diagnosa katarak ?
8. Apa saja penatalaksanaan medis dari katarak ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan katarak ?
D. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan makalah ini hanya membahas tentang konsep
dasar katarak, anatomi fisiologi, penatalaksanaan dan proses keperawatan
pada klien dengan katarak.
4
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat BAB, yaitu : BAB I Pendahuluan berisi
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup dan
sistematika penulisan makalah; BAB II konsep dasar penyakit katarak yang
berisi anatomi fisiologi mata, pengertian katarak, klasifikasi katarak,
penyebab katarak, patofisiologi katarak, manifestasi klinik katarak,
pemeriksaan diagnostik katarak; BAB III Konsep asuhan keperawatan klien
dengan katarak, berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, dan
evaluasi; serta BAB IV Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
5
BAB II
KONSEP DASAR KATARAK
A. Anatomi Fisiologi Mata
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang
dilakukan mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah
lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks
dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
Gambar 1.1 : Anatomi Mata
1. Lapisan Bola Mata
Mata tertanam pada adiposum orbitae, terdapat 3 lapisan :
a. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau
sklera dan bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera
merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini
relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh perbesaran 6
cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan
intraokular meningkat, lamina fibrosa akan melalui oftalmoskop.Sklera
juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya
pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-
lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan:
1) Epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan
epitel konjungtiva.
2) Substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan.
3) Lamina limitans posterior.
4) Endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan
aqueous humour.
b. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan :
1) Choroidea (terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang
sangat vaskular).
2) Corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan
ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas
corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris.
3) Iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil
dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang
diantara lensa dan kornea menjadi camera anterior dan posterior,
serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat
sirkuler dan radier.
7
c. Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di
dalamnya. permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan
dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior
retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin
berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir.
Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-
sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian
anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan,
macula lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas.
Bagian tengahnya berlekuk disebut fovea sentralis.
Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial
dari macula lutea melalui discus nervus optici. Discus nervus optici
agak berlekuk di pusatnya yaitu tempat dimana ditembus oleh a.
centralis retinae. Pada discus ini sama sekali tidak ditemui coni dan
bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik
buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta ini tampak
berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
B. Pengertian Katarak
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih
dan bening menjadi keruh (Sidarta 2004, h.125). Katarak adalah kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Anas 2011, h.54).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif
kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan
8
ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein
lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai
kedua mata dan berjalan progresif. Klasifikasi katarak dapat dibedakan
berdasarkan usia, penyebab, dan stadium. Berdasarkan pada usia, katarak
dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Katarak congenital, Katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1
tahun.
2. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senile, katarak setelah usia 50 tahun.
Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat dibedakan menjadi :
1. Katarak traumatika
Katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma tumpul
maupun tajam. Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada satu
mata (katarak monokular).
2. Katarak toksika
Katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia
tertentu.
3. Katarak komplikata
Katarak terjadi akibat gangguan sistemik seperti diabetes melitus,
hipoparatiroidisme, atau akibat kelainan lokal seperti uveitis, glaukoma,
proses degenerasi pada satu mata lainnya.
9
Berdasarkan stadium, katarak senil dapat dibedakan menjadi :
1. Katarak insipien
Pada stadium ini, proses degenerasi belum menyerap cairan sehingga
bilik mata depan memiliki kedalaman proses.
2. Katarak imatur
Lensa mulai menyerap cairan sehingga lensa agak cembung,
menyebabkan terjadinya miopia, dan iris terdorong ke depan serta bilik
mata depan menjadi dangakal.
3. Katarak matur
Proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini, terjadi kekeruhan lensa.
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini, terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa
dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam didalam koteks lensa
(Anas 2011,hh.56-58).
C. Etiologi Katarak
Penyebab pertama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat
mengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan,
peradangan didalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak
congenital. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes mellitus
dapat menyebabkan katarak komplikata. Katarak dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :
1. Fisik
Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan
mempengaruhi keadaan lensa.
10
2. Kimia
Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat
paparan ultraviolet matahari pada lensa mata dapat menyebabkan katarak.
3. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka fungsi lensa juga akan
menurun dan mengakibatkan katarak.
4. Infeksi virus masa pertumbuhan janin
Jika ibu pada saat mengandung terkena atau terserang penyakit yang
disebabkan oleh virus. Virus tersebut akan mempengaruhi tahap
pertumbuhan janin. Misal ibu yang sedang mengandung menderita
rubella.
5. Penyakit
Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis (Andra 2013,
h.64).
D. Patofisiologi Katarak
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi
yang besar. Lensa mengandung 3 komponen anatomis. Pada zona sentral
terdapat nukleus, di perifer adakorteks, dan yang mengelilingi keduanya
adalah kapsul anterior dan posterior. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transportasi, perubahan pada searabut halus
multiple (zunula) yang memanjang dari badan selier ke sekitar daerah diluar
lensa misalnya dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalan cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
kedalam lensa.
11
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai
kecepatan yang berbeda, dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun
sistemis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses
penuaan yang normal. Katarak dapat bersifat kongenital dan dapat
diidentifikasi awal, karena bila tidak dapat didiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi sinar ultraviolet B, obat-
obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu yang lama (Andra 2013, hh.64-65).
E. Manifestasi Klinik Katarak
1. Rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh.
2. Pengeliatan akan berkurang secara perlahan.
3. Pada pupil terdapat bercak putih.
4. Bertambah tebal nukleus dengan perkembangnya lapisan korteks lensa.
5. Pengelihatan kabur.
6. Rasa nyeri pada mata (Andra 2013 h.65).
F. Pemeriksaan Diagnostik Katarak
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf / penglihatan ke retina / jalan optik.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro
vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg).
12
4. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan
pemeriksaan berlahap-lampu memastikan diagnosis katarak.
5. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemi sistemik /
infeksi.
6. EKG, kolesterol serum, lipid.
7. Tes toleransi glukosa : kontrol DM (Andra 2013, h.66).
G. Komplikasi Katarak
1. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra okuler didalam
bola mata, sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata
menurun.
2. Kerusakan retina
Kerusakan retina ini terjadi terjadi setelah pascah bedah, akibat ada
robekan pada retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau
terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga terangkat.
3. Infeksi
Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang
tidak edekuat (Andra 2013, h. 67).
H. Penatalaksanaan Medik Katarak
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan
laser. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan
akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi
tajam penglihatan yang terbaik dicapai 20/50 atau lebih buruk lagi.
Pembedahan katarak paling sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65
13
tahun. Dengan menggunakan anestesi lokal. Ada dua macam teknik
pembedahan untuk pengangkatan katarak :
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler
Intra catarax exstraction (ICCE) mengeluarkan lensa secara utuh.
2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler
Extra capsular catarax extraction (ECCE) : mengeluarkan lensa dengan
merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian
posterior (Andra 2013, h.66).
14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KATARAK
A. Pengkajian Data
1. Riwayat
a. Riwayat penyakit : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes melitus, hipotiroid, uveitis, glaukoma.
b. Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.
c. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan.
2. Pengkajian umum
a. Usia
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes melitus, hipotiroid.
3. Pengkajian khusus mata
a. Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas
putih) pada lensa.
b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c. Penurunan tajam penglihatan (miopia).
d. Bilik mata depan menyempit.
e. Tanda glaukoma (akibat komplikasi) (Anas 2011, h.61).
4. Aktivitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktivitas istirahat yakni perubahan aktivitas
biasanya hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
15
5. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah penglihatan kabur/tidak jelas,
sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa diruang gelap.
Penglihatan berawan atau kabur, tampak lingkaran cahaya atau pelangi disekitar
sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Gejala
tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
(katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan
(glukoma berat dan peningkatan air mata).
6. Nyeri/kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan atau mata berair. Nyeri tiba-tiba
atau berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7. Pembelajaran/pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga
apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,
alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.
16
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan pasca operasi.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
f. Diagnosa Psikososial :Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan sumber informasi.
17
C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan
sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi, penenmaan
pembedahan dan pemahaman instruksi.
Kriteria hasil : mengucapkan pemahaman mengenai informasi.
Rencana tindakan :
a. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk
mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman.
Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien dengan metode
koping.
Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak
diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi
dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan
dan penolaka.
b. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan keamanan.
c. Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan
dilakukan.
18
Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih
mudah menerima pemahaman dan mematuhi instruksi.
d. Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada setiap
interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan sentuhan untuk
membantu komunikasi verbal.
Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada
masukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi.
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan
penglihatan.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera dapat
dicegah.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
Rencana tindakan :
a. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja
kursi tanpa orientasi terlebih dahulu.
Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera.
b. Orientasikan pasien pada ruangan.
Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
c. Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila
diperintahkan.
Rasional : Tameng logam atau kacamata melindungi mata terhadap
cedera.19
3. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Rencana tindakan :
a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila
bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada aju yang berbeda. Tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
b. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah
tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
c. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar ± 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik
mungkin ada.
Rasional : Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat
menyebabkan bingunng penglihatan/ meningkatkan resiko cedera
sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
20
Post Operasi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas
drainase purulen, eritema, dan demam.
Rencana tindakan :
a. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati
mata.
Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah
kontamenasi area operasi.
b. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
Rasional : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
c. Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan,
kelopak bengkak, drainase purulen.
Rasional : Infeksi mata terjadi 2 sampai 3 hari setelah prosedur dan
memerlukan upaya intervensi.
d. Berikan obat sesuai indikasi. Antibiotic (topical, parenteral,
subkonjungtiva) dan steroid.
Rasional : Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi
lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Steroid digunakan untuk
menurunkan inflamasi.
21
2. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori / status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Rencana tindakan :
a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila
bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
b. Observasi tanda dan gejala disorientasi.
Rasional : Berada dalam lingkungan baru dengan mengalami
keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung.
c. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana
dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah
tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
d. Ingatkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar ±25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin
ada.22
Rasional : Perubahan ketajaman dapat menyebabkan gangguan
penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi yang
akan dilakukan.
Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata.
Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih,
ekspresi wajah rileks.
Rencana tindakan :
a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya
terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intesitas pada
skala 0-10.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/ keefektifan intervensi.
b. Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan.
Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah
pemberian pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata
berat menandakan perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian
medis segera. Ketidaknyamanan ringan diperkirakan.
c. Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah infeksi.
23
d. Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik
aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres dengan
menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang. Tekankan
pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah.
Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan jaringan
mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri.
4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer
sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat dicegah
Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada
manifestasi peningkatan intraokular atau perdarahan.
Rencana tindakan :
a. Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi, dan
bel pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang pasien
terhadap susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien untuk memberi
tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur sampai mampu
ambulasi tanpa bantuan.
Rasional : Beberapa kejadian kehilangan keseimbangan terjadi bila
mata ditutup, khususnya pada lansia.
b. Mulai tindakan-tmdakan untuk mencegah peningkatan tekanan
intraokular :
1) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira- kira 45 derajat untuk 24
jam pertama.
24
2) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk
dengan kepala rendah dari panggul, dan mengejan.
Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri dan
resiko terhadap kerusakan jahitan yang digunakan pada
pembedahan mata.
5. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : cemas yang dirasakan pasien hilang.
Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun, menggunakan
sumber secara efektif
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi saat
ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman
diri, potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik.
b. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan.
Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan /
harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat
pilihan informasi tentang pengobatan.
25
D. Evaluasi
1. Pre Operasi
Hasil akhir yang diharapkan untuk pasien adalah :
a. Menunjukkan penurunan kecemasan mengenai prosedur bedah.
b. Tidak mengalami resiko cedera akibat penurunan fungsi
penglihatan.
c. Memperlihatkan tanda-tanda bahwa penglihatan telah stabil atau
membaik.
2. Post Operasi
Hasil akhir yang diharapkan untuk pasien adalah :
a. Tidak mengalami resiko infeksi.
b. Memperlihatkan tanda-tanda bahwa penglihatan telah stabil atau
membaik.
c. Tidak mengalami ketidaknyamanan atau nyeri.
d. Tampak rileks dan tidak cemas.
e. Tidak melaporkan terjadi cidera.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Katarak adalah suatu penyakit degeneratif yang menyerang indra
pengelihatan (mata). Katarak dapat bersifat kongenital dan dapat diidentifikasi
awal, karena bila tidak dapat didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan
kehilangan penglihatan permanen. Gejala yang umum dirasakan penderita
katarak, antara lain rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa
yang keruh, pengeliatan akan berkurang secara perlahan, pengelihatan kabur,
serta rasa nyeri pada mata. Penyebab katarak dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu faktor fisik, kimia, virus, dan usia, namun penderita yang paling
banyak sering dikarenakan oleh faktor usia lanjut. Pemeriksaan yang menunjang
untuk memastikan penyakit katarak salah satunya adalah Oftalmoskopi.
Penderita katarak yang tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan
komplikasi yaitu glaukoma dan berakibat lanjut kebutaan.
Orang dengan penyakit katarak perlu memperoleh pengobatan dan
perawatan sedini mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadinya cidera.
Pengkajian pada klien katarak dengan gangguan rasa aman dan nyaman salah
satunya adalah nyeri/ketidaknyamanan. Gejala pada klien katarak yaitu
ketidaknyamanan ringan atau mata berair. Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau
tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala. Diagnosa keperawatan yang
perlu ditegakan pada klien dengan katarak pre dan post operasi mencakup
perubahan persepsi sensori, nyeri, ansietas, kurang pengetahuan, dan resiko
cedera. Intervensi yang harus dilakukan selama pre operasi adalah memberi
informasi untuk menurunkan kecemasan klien, dan menghindari resiko cedera
pada klien. Intervensi yang dilakukan post operasi yaitu memberikan penyuluhan
setelah operasi, menghindari klien dari risiko cedera, mengatasi nyeri luka
27
operasi, mengkaji perubahan sensori persepsi klien post operasi. Dengan
demikian diharapkan klien dapat memperlihatkan tanda-tanda bahwa penglihatan
telah stabil atau membaik, tidak terjadi cidera, nyeri teratasi dan defisit
pengetahuan teratasi.
B. Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, mahasiswa keperawatan
memahami konsep dari penyakit katarak sehingga dapat menerapkannya dalam
asuhan keperawatan pada klien dengan katarak.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan.
Penulis berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar penulis
dapat lebih baik di kemudian hari.
28
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M. & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing :Clinical Management
for Possitive Outcomes, Eight Edition, Volume 3. USA : Saunders Elsevier.
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Gissler. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Nanda.(2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan definisi keperawatan dan
klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Sidrata, I.(2004). Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Smeltzer.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
Tamsuri, A. (2011). Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan : Keperawatan Medikal-
Bedah. Jakarta : EGC.
Wijaya, Saferi A. (2013). Keperawatan Medikal Bedah keperawatan dewasa teori
dan contoh askep cetakan pertama. Jakarta: Nuha Medika.
29
Andriniest.(2009). Pengkajian Katarak. [Online]. Tersedia
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-andriniest-
6717-2-babii(-).pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2015.
30
Recommended