BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Infark Miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien
yang tetap hidup pada perawatan awal,meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.2
Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri coroner. Terjadinya
thrombus disebabkan oleh rupture plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang
oklusi dan aliran darah kolateral.4
Infark miokad yang mengenai endocardium sampai epikardium disebut infark
transmural, namun bisa juga mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadi
sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-
rata dalam 4 jam terjadi infark transmural. Hal ini kadang-kadang belum selesai karena
daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.4
Bila arteri left anterior descending yang oklusi,infark mengenai dinding anterior
ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri left circumflex yang oklusi,infark
mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri coroner kanan yang
oklusi,infark terutama mengenai dinding anterior dari ventrikel kiri,tetapi bisa juga
septum dan ventrikel kanan.4
Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah
yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasokan oleh kolateral pembuluh
arteri lainnya.4
Infark miokard jenis STEMI adalah infark miokard yang terjadi pada pasien
dengan Typical Chest Pain dan menetap (>20 menit) dengan gambaran EKG adanya ST
elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan dari ditemukannya Chest Pain, ST segmen elevasi
atau diperkirakan adanya LBBB yang baru pada gambaran EKG ( kompleks QRS pada
sadapan yang merekan ventrikel kiri (I,AVL,V5,V6), gelombang R akan melebar pada
1
puncak atau berlekuk dan pada sadapan yang merekam ventrikel kanan akan
menunjukkan gelombang S yang dalam, lebar dan terbalik) serta ditemukannya
peningkatan enzim yang menunjukan terjadinya nekrosis miokard (troponin T, CKMB).4
Diagnosis infark miokard jenis NSTEMI adalah nyeri dada berupa perasaan
terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan di substernal atau epigastrium.
Pada EKG didapatkan ST segmen depression dan T wave inverted. Selanjutnya juga
didapatkan peningkatan biomarker kerusakan miokard yaitu peningkatan troponin dalam
3-4 jam dan CK-MB.
Dalam penatalaksanaan STEMI dapat diakukan pra rumah sakit , di rumah sakit
dan pasca rumah sakit.Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-
data dari evidence based berdaarkan penelitian randomized cinical trial yang terus
berkembang ataupun consensus dari para ahli sesuai peoman (guideline). 2
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin diakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplateet, pemverian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST
yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walupun demikian perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana / fasilitas di tempat masing-masing center dan
kemampuan ahli yang ada.2
I.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai:
1.Patogenesis dan patofisiologi infark miokard
2.Penatalaksanaan yang tepat terhadap infark miokard
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Clinical Case Session ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan pemahaman mengenai:
1. Patogenesis dan patofisiologi infark miokard
2. Penatalaksanaan yang tepat terhadap infark miokard
1.4 Metode Penulisan
2
Metode penulisan referat ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Patofisiologi Infark Miokard
Infark Miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu Infark Miokard karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. Infark
Miokard terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.2
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan okusi arteri
koroner.Penelitian histologis menujukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya ipid (lipid rich core).2
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,ADP,
epinefrin,serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul mutivaen yang dapat mengikat 2 platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan siang platelet dan agregasi.2
Kaskade koagualasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin,
yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh tombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.2
Infark transmural biasanya mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan,
sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium otot
yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya
4
proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan
sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul
edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung
dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses
degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrosik. Selama fase ini, dinding
nekrotik menjadi relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif. Pada minggu ke enam, jaringan parut sudah terbentuk dengan
jelas.3
Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis kehilngan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia di sekitarnya juga
mengalami gannguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia: (1) daya kontraksi menurun,
(2) gerakan dinding abnormal, (3) perubahan daya kembang dinding ventrikel, (4)
pengurangan volume sekuncup, (5) pengurangan fraksi ejeksi, (6) peningkatan volume
akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel, dan (7) peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri.3
II.2 Diagnosis Infark Miokard Akut
Kriteria diagnosis infark miokard akut:
1. Anamnesis
nyeri dada, yang bersifat:
- Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial
- Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir
- Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung, interscapula,
perut dan dapat juga ke lengan kanan
- Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
- Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas
2. Pemeriksaan fisik
5
Pasien cemas tidak bisa istirahat, seringkali ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Seperempat pasien infark anterior mempunyai hiperaktivitas saraf
simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Dan hampir setengah pasien infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan atau hipertensi)
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis biasanya normal
atau sedikit meningkat, dan dapat juga meningkat sekali pada infark ventrikel
kanan.
3. Kelainan EKG yang khas
- Timbul gelombang Q yang besar
- Deviasi segmen ST
- Inversi gelombang T
4. Laboratorium
Serum kreatin fosfokinase meningkat dalam 3 jam setelah infark mencapai
puncaknya dalam 10-24 jam, normal kembali setelah 2-4 hari.
CTN(cardiac spesific troponin), ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim
ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain:
a. mioglobin
dapat di deteksi setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam
b. LDH (Lactic Dehidrogenase)
meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari
dan kembali normal dalam 8-14 hari.
II.3 Tatalaksana yang Tepat terhadap Infark Miokard
Tata laksana IMA saat ini mengacu pada data-data dari evidence based
berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun
consensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).2
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
6
Depresi ST/inversi gelombang T dicurigai IMA
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. 2
Algoritma penatalaksanaan pasien IMA dengan elevasi ST/infark Q
Algoritme Penatalaksanaan Pasien IMA Tanpa Elevasi ST/ Infark Non Q
7
Elevasi ST
≤12 jam
Bukan kandidat terapi reperfusi
Terapi trombolitik tPA
Kontraindikasi terapi trombolitik
ASAPenyekat Beta
Terapi medis lain: penghambat ACE
Pertimbangkan terapi reperfusi
Ya
Gejala menetap (nyeri dada menetap/elevasi yang ekstensif)
PTCA primer atau CABG
Tidak ada kontraindikasi trombolitik
>12 jam
Tidak
Deprei gelombang T dicurigai IMA
II.3.1 Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Pengobatan dapat dimulai segera setelah diagnosis kerja ditegakkan (sakit dada
khas dan elektrokardiogram) oleh karena kematian akibat infark miokard akut terjadi
pada jam-jam pertama. Penderita dapat diberikan obat penghilang rasa sakit dan
8
Terapi medisRevaskularisasi (TTCA), CABG
Lanjutkan observasi di RSPertimbangkan stress test
tidakya
Kateterisasi : anatomi memungkinkan untuk revaskularisasi
Klinis stabilPasien resiko tinggi :- Iskemia berulang- Fungsi LV menurun- Perubahan EKF yang nyata- IMA sebelumnya
Nilai status klinis
Tambahkan antagonis kalsium
Tetapkan beta bloker secara adekuat
Gejala menetap pada pasien dengan terapi beta bloker sebelumnya atau yang tidak tolearn dengan beta bloker
Pasien tanpa terapi beta bloker atau diterapi tidak adekuat dengan beta bloker
Heparin + ASA Nitrat untuk angina berulang atau berlanjut
penenang. Biasanya bila sakit hebat diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg
secara intravena perlahan-lahan. Sebagai penenang dapat diberikan Diazepam 5-10 mg.
Penderita kemudian dapat ditransfer ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ruang rawat
coroner intensif. Infus dekstrose 5% atau NaCl 0,9% beserta oksigen nasal harus
terpasang,dan penderita didampingi oleh tenaga terlatih.4
Sebagian besar kematian mendadak di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:2
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertilongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
Transportasi pasien ke RUmah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan
selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bias ditanggulangi dengan
cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional keehatan mengenai pentingnya
tatalaksana dini.2
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di
ambulans yang sudah terlatih untuk mengiterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan
kendali komando medis online yang bertanggungjawab pada pemberian terapi. Di
Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.2
9
Gambar 1
Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada pasien STEMI
dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau pendekatan kateter ( PCI
primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan
kemampuan penerimaan Rumah Sakit. Sasaran adalah waktu iskemia total 120 menit.
Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran
waktu iskemia total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:2
Jika EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memenuhi
syarat terapi, fibrinolysis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak
EMS tiba.
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolysis sebelum ke rumah sakit dan
pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door to
needle harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik
JIka EMS tidak mampu memberikan fibrinolysis sebelum ke rumah sakit dan
pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital door-to-balloon time
harus dalam waktu 90menit.
II.3.2 Tatalaksana di ruang emergensi
10
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI
mencakup :mengurangi nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat
terapi reperfusi segera, triase pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit
dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.2
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh coroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intavena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanandarah sistolik <90
mmHG atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark
inferior pada EKG, JVP meningkat,paru bersih dan hipotensi).Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil
dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
3. Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada
Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.
4. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis
2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah
konstriksivena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling
11
vena yang akan mengurangicurah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik
ini dapat diatasi dengan evaluasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairanIV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabakan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mg IV.
5. Aspirin
Aspirin merupakam tatalaksan dasar aa pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom coroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Seanjutnya aspirin
deberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
6. Penyekat beta
Jika morfin tidakberhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR<0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis
IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam
selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
7. Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi coroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan diltasi ventrikel dn mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau taki aritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi re[erfusi pada pasien STEMI adalah door-to needle ( atau medical
contact –to-needle) time untuk memulai terapifibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Seleksi strategi reperfusi
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan:2
a) Waktu onset gejala
12
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakanprediktor penting luas
infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolysis dalam menghancurkan
thrombus sangat tergantung dengan waktu. Terapi fibrinolysis yang didiberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark
miokard dan secara dramatismenurunkan angka kematian.
Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yangmengalami infark menjadi
yang paten, kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang mengalami
PCI.Beberapa laporan menunjukka tidak ada pengaruh keterlambatan terhadap laju
mortalitas jika PCI dikerjakan setelah 2-3 jam setelah gejala.
The Task Force on the Management of Acute Myocardial Infactionof European
Society of cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan target medical contact- to-
balloon atau door-to-balloon dalam waktu 90 menit.
b) Risiko STEMI
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai
risiko mortalitas pada pasien STEMI.Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolysis
sangat tinggi, seperti pada pasien renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan
strategi PCI lebih baik.
c) Risiko perdarahan
Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien.Jika
terapi reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolysis, semakin tinggi risiko
perdarahan dengan terapi fibrinolysis, semakin kuat keputusan untukmemilih
PCI.Jika PCI tak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan resiko.
d) Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke laboratorium PCI
Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI
dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI,penelitian
menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis. JIka composite end
point kematian, infark miokard rekuren non fatal atau strok dianalisis, superioritas
PCI terutama dalam hal penurunan laju infark miokard non fatal berulang.
13
Langkah-langkah penilaian dalam memilih terapi reperfusi pada pasien STEMI2
Langkah 1: Nilai waktu dan resiko
Waktu sejak onset gejala
Risiko STEMI
Risiko fibrinolysis
Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI yang mampu
Langkah 2: tentukan apakah fibrinolisis atau strategi invasif lebih disukai.
Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasive,
tidak ada preferensi untuk strategi lain.
Fibrinolisis umumnya lebih disukai jika:
Presentasi awal <3 jam atau kurang dari onset gejala dan keterlambatan ke strategi
invasif
Strategi invasif bukan merupakan pilihan
Laboratorium kateterisasi belum tersedia
Kesulitan akses vaskular
Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu
Terlambat untuk strategi invasif :
- Transport jauh
- (door-to-ballon)-(door-to-needle) time lebih dari 1 jam
- Medical contact-to-ballon atau door-to-ballon time lebih dari 90 menit.
Strategi invasif umumnya lebih disukai jika:
Laboratorium PCI yang mampu tersedia dengan backup surgical Medical contact- to-
balloon atau door-to-balloon time <90 menit, (door-to-balloon ) – (door-to-needle)
time <1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk meningkatnya risiko perdarahan dan perdarahan
intracranial
Presentasi terlambat
onset gejala<3 jam
Diagnosis STEMI tidak yakin
PERCUTANEUS CORONARY INTERVENTION (PCI)
14
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer
lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan
dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan
trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75
tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3
jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.
Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya
terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit.2
REPERFUSI FARMAKOLOGIS
Fibrinolisis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit
sejak masuk (door-to-needle time < 30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi
cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue
plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA).
Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin,
yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu: golongan
spesifik fibrin seperti tPA dan non spesifik fibrin seperti streptokinase.2
Jika dinilai secara angiografi, aliran darah di dalam arteri koroner yang terlibat
(culprit) digambarkan dengan skala kuantitatif sederhana disebut trombolysis in
myocardial infarction (TIMI) grading system:2
Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena
infark.
Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi
tetapi tanpa perfusi vascular distal.
Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
Grade 3 menujukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan
aliran normal
15
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, Karena perfusi penuh pada
arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi
luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas
jangka pendek dan jangka panjang.2
Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relatif kematian di rumah sakit sampai
50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini
dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapat terapi
dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapat manfaat yang terbaik. Walaupun laju
mortalitas lebih tinggi jika dibandingkan terapi dalam 1-3 jam, terapi masih tetap
bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat
tampaknya masih ada sampai 12 jam, terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST
masih tetap elevasi pada sandapan EKG yang belum menunjukkan gelombang Q yang
baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum
merupakan strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika
perhatian terhadap masalah logisik seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik,
atau ada antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis
dapat dimulai dibandingkan implementasi PCI.2
Tissue plasminogen activator (tPA) dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain
seperti rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi
penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.2
Obat fibrinolitik 2
a) Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak
boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak
jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah, manfaat pertama diperlihatkan pada GISSI-1 trial.
16
b) Tissue plasminogen
Global Use of Strategies to Open Coronary coronary Arteries-1 (GUSTO-1) trial
menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15 % pada pasien yang mendapat tPA
disbanding SK. Namun tPA harganya lebih mahal dari pada SK dan resiko perdarahan
intracranial sedikit lebih tinggi.
c) Reteplase (Retavase)
INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada
GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih
panjang.
d) Tenekteplase (TNKase)
Keuntungannya mencakup memperbaikai spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap
plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari Timi 10 B menunjukkan
tenekplase mempumyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarrahan yang sama
disbandingkan dengan tPA.
Indikasi Terapi Fibrinolitik 2
Klas I
1. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien
STEMI dengan onset gejala <12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada sekurang-
kurangnya 2 sandapan prekordial atau sekurang-kurangnya 2 sandapan
ekstremitas.
2. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien
STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau di duga baru.
17
Klas II a
1. Jika tidak terdapat kontrsindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12 sandapan
konsisten dengan infark miokard posterior.
2. Jika tidak terdapat kontraindikasi dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang
mengalami iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-
kurangnya 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2
sandapan ekstremitas
Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan
elevasi ST > 50 % dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak
menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG dating dengan
IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.2
Kontraindikasi Terapi Fibrinolitik Pada STEMI 2
Kontraindikasi absolute
1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2. Terdapat lesi vascular serebral structural (malformasi AV)
3. Terdapat neoplasma intraktranial ganas ( primer atau metastasis)
4. Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5. Dicurigai diseksi aorta
6. Perdarahan aktif atau diatesis hemoragis ( kecuali mens)
7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
Kontra indikasi relative
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS >180 mmHg atau TDS >110
mmHg)
3. Riwayat srok iskemik sebelumnya >3 bulan, demensia atau diketahui patologi
intracranial yang tidak termasuk kontraindikasi
18
4. Resusitasi jantung paru traumatik (>10 menit) atau operasi besar (< 3 minggu)
5. Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)
6. Pungsi vascular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase/anisreplase: riwayat penggunaan > 5 hari sebelumnya atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru: makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan
II.2.3 Tatalaksana Di Rumah Sakit
Terapi Non Farmakologis
a. Aktivitas.
Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.2
b. Diet.
Tujuan diet
1. Memberikan makanan secuupnya tanpa memberatkan kerja jantung
2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk
3. Mencegah menghilangkan penimbunan garam atau air6
Syarat Diet
1. Enegi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal
2. Protein cukup yaitu 0,8 gr/kgBB
3. Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energy total, 10% berasal dari
lemak jenuh, dan 10-15% lemak tidak jenuh
4. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia
5. Vitamin dan mineral cukup.
6. Garam rendah, 2-3 gr/Hari, jika disertai hipertensi atau edema
7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas
8. Serat cukup untuk menghindari konstipasi
9. Cairan cukup, lebih kurang 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan
19
10. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, diberikan dalam porsi
kecil
11. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan
tambahan berupa makanan enteral, parenteral, atau suplemen gizi6
Jenis diet dan indikasi pemberian
1. Diet Jantung I
Diberikan pada pasien penyakit akut seperti Myocard Infarct (MCI) atau
Dekompensasi Kordis berat. Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari
selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya.Diet ini sangat rendah
energy dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya diberikan selama 1-3
hari.
2. Diet Jantung II
Diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet diberikan sebagai
perpindahan dari Diet Jantung I, atau setelah fase akut dapat diatasi. Jika
disertai hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung II Garam
Rendah. Diet ini rendah eergi, protein, kalsium, dan tiamin
3. Diet Jantung III
Diberikan dalam bentuk Makanan Lunak atau Biasa. Diet diberikan sebagai
perpindahan dari Diet Jantung II atau kepada pasien jantug dengan komdisi
yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan/atau edema, diberikan
sebagai Diet Jantung III Gara Rendah. Diet ini rendah energy dan kalsium,
tetapi cukup zat gizi lain.
4. Diet Jantung IV
Diberikan dalam bentuk makanan biasa. Diet diberikan sebagai perpindahan
Diet Jantung III atau kepada kepada pasien jantung dengan keadaan ringan.
Jika disertai hipertensi dan/ atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung IV
Garam Rendah. Diet ini cukup energy dan zat gizi lain, kecuali kalsium.6
c. Bowels.
Istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri
mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di samping
20
tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti
dioctyl sodium sulfosuksinat.2
d. Sedasi.
Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk memperthankan periode
inaktivasi dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15 – 30 mg atau
lorazepam 0,5 – 2 mg diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.2
Farmakologis
a. Anti angina
1. Nitrat Organik
Manfaat nitrat organic sebagai antiangina telah di kenal sejak tahun 1867. Dua
masalah utama penggunaan nitrat organic, yaitu toleransi dan penurunan tekanan
darah secara nyata sehingga dapat berbahaya pada infark jantung akut. Akan tetapi
nitrat organic masih merupakan obat yang penting untuk pengobatan jantung iskemik
dan mengurangi cedera iskemik dan luas infark.5
Kimia
Nitrat organic adalah ester alcohol polivalen dengan asam nitrat, sedangkan nitrit
organic adalah ester asam nitrit. Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alcohol
merupakan cairan yang mudah menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi.
Golongan nitrat mudah larut dalam lemak, sedangkan metabolitnya mudah larut
dalam air. Nitrat dan nitrit organic serta senyawa lain yang dapat berubah dalam
tubuh menjadi nitrogen oksida (NO) secara kolektif disebut nitrovasodilator.5
Farmakodinamik
Mekanisme Kerja
Secara in vivo nitrat organic merupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah
dimetabolisme dan mengeluarkan nitrogen monoksida (NO, endothelial derived
relaxing factor / ERDF). Biotransformasi nitrat organic yang berlangsung intraseluler
ini agaknya dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduce tiol (glutation)
intrasel. NO akan membentuk komplek nitrosoheme dengan guanilat siklase dan
menstimulase enzim ini sehingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan
21
menyebabkan defosforilasi myosin, sehingga terjadi relaksasi otot polos. Efek
vasodilatasi pertama ini bersifat non endothelium-dependent.5
Mekanisme kedua nitrat organic adalah bersifat endothelium-dependent, dimana
akibat pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin dari endotel yang bersifat
vasodilator. Pada keadaan dimana endothelium mengalami kerusakan seperti pada
aterosklerosis dan iskemia, efek ini hilang. Atas dasar kedua hal ini maka nitrat
organic dapat menimbulkan vasodilatasi dan mempunyai efek anti agregasi
trombosit.5
Efek Kardiovaskuler
Nitrat organic menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen dengan
cara mempengaruhi tonus vaskuler. Nitrat organic menimbulkan vasodilatasi semua
system vaskuler. Pada dosisi rendah nitrat organic menimbulkan venodilatasi
sehingga terjadi pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanknikus.
Venous pooling ini menyebabkan berkurangnya aliran balik darah kedalam jantung,
sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan (preload) menurun. Dengan cara
ini, maka kebutuhan oksigen miokard akan menurun.5
Pada dosis yang lebih tinggi, selain vena, nitrat organic juga menimbulkan dilatasi
arteriol perifer sehingga tekanan darah sistolik dan diastolic menurun (afterload).
Menurunnya gejala angina pectoris pada pemberian nitrat organic diduga karena
menurunnya kerja jantung dan perbaikan perfusi koroner. Nitrat organic memperbaiki
sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis koroner bukan dengan cara meningkatkan
aliran darah koroner total, tetapi dengan menimbulkan reistribusi aliran darah pada
jantung. Daerah subendokard yang sangat rentan terhadap iskemia karena letak
anatomis dan struktur pembuluh darah yang mengalami kompresi tiao sistol akan
mendapatkan perfusi yang lebih baik pada pemberian nitrat organic. Hal ini diduga
karena nitrat organic menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner yang besar di
daerah epikardial dan bukan pembuluh darah yang kecil (arteriol), sehingga tidak
terjadi steel phenomenon. Steel phenomenon adalah suatu keadaan berkurangnya
aliran darah di daerah iskemik karena terjadinya vasodilatasi pada daerah normal oleh
pemberian vasodilator (arteriol) sehingga perfusi didaerah yang sehat lebih baik.5
Efek Lain
22
Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, saluran empedu,
saluran cerna dan saluran kemih. Tetapi karena efeknya hanya selintas, maka tidak
bermakna secara klinis. 5
Farmakokinetik
Nitrat organic diabsorbsi dengan baik melalu kulit, mukosa sublingual dan oral.
Untuk meningkatkan kadar obat dalam darah secara cepat, serangan akut angina
diatasi dengan preparat sublingual. Contoh preparat sublingual antara lain
nitrogliserin dan isosorbit dinitrat. Pada pemberian sublingual, kadar puncak plasma
nitrogliserin tercapai dalam 4 menit, waktu paruh 1 – 3 menit. Metabolit dinitratnya
yang mempunyai efek vasodilatasi 10 x kurang kuat, mempunyai waktu paruh kira-
kira 40 menit.5
Bila ingin masa kerja yang lebih panjang maka igunakan preparat nitrat organic
oral, misalnya eritritil tetranitrat, isosorbit dinitrat, dan lain-lain. Sedian lain nitrat
organic adalah preparat transdermal, eperti salep atau plester. Plester nitrogliserin
dirancang untuk penggunaan 24 jam dan melepaskan 0,2 – 0, 8 mg obat tiap jam.
Salep nitrogliserin (2%) diletakkan pada kulit 2,5 – 5 cm2, dosisnya disesuaikan untuk
tiap pasien. Efek terapi muncul dalam waktu 30 – 60 menit dan bertahan selama 4 – 6
jam. Bentuk salep digunakan biasanya untuk mencegah angina pada malam hari.
Preparat transdermal sering menimbulkan toleransi, sehingga perlu dihentikan selama
8 – 12 jam.5
Sediaan dan Posologi
Untuk mengatasi serangan akut, maka digunakan nitrat organic dalam formula
kerja cepat seperti preparat sublingual. Mula kerja dalam 1 – 2 menit, tetapi efeknya
menghilang setelah 1 jam. Tablet sublingual mungkin juga digunakan sebagai
profilaksis jangka pendek, yaitu misalnya sebelum melakukan aktivitas fisik.5
Untuk pencegahan angina pada angina kronik, digunakan sediaan nitrat organic
oral. Dosis obat harus disesuaikan agar kadar plasma efektif tercapai setelah
mengalami efek lintas pertama dihati. Nitrogliserin intra vena mempunyai mula kerja
yang cepat, tetapi efeknya juga cepat hilang jika infuse dihentikan. Oleh karena itu
pemberian intra vena nitrogliserin dibatasi untuk pengobatan angina berat dan angina
berulang saat istirahat.5
23
Efek Samping, Perhatian, dan Kontraindikasi
Efek Samping
Pada awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri
serebral. Sakit kepala biasanya berkurang setelah beberapa kali pemakaian atau
pengurangan dosis obat. Dapat terjadi hipotensi postural pada penggunaan nitrat
organic ini. Oleh sebab itu pasien diminta duduk sebelum mendapat nitrat organic
dengan mula kerja cepat. Bila hipotensi berat terjadi bersamaan dengan reflek
takikardi, hal ini dapat memperburuk angina. Pernah juga dilporkan penghentian
penggunaan obat secara mendadak menimbulkan gejala rebound angina.5
Pada pasien stenosis aorta atau kardiomoipati hipertrofik, nitrat organic dapat
menyebabkan penurunan curah jantung secara hebat dan hipotensi refrakter.
Indikasi
1. Angina pektoris
Nitrat organik digunakan untuk pengobatan berbagai jenis angina pectoris.
Walaupun data yang ada tidak menunjukkan bahwa nitrat organik menurunkan
mortalitas atau kejadian infark jantung baru, obat ini digunakan secara luas untuk
angina tidak stabil. Untuk angina tidak stabil, nitrat organik diberikan secara infus
IV. Kekurangan cara IV ini adalah toleransi yang cepat terjadi (24-48 jam setelah
pemberian). Untuk itu dosis dapat ditinggikan bila pasien bebas angina selama 24
jam, maka pemberian obat IV diganti dengan cara oral dengan interval bebas
nitrat 6-8 jam. Efek antiagregasi trombosit nitrat organik mungkin ikut berperan
dalam terapi angina tidak stabil. 5
Sejumlah obat juga digunakan dalam pengobatan angina tidak stabil yaitu
aspirin yang terbukti memperbaiki survival dan heparin yang dapat mengurangi
serangan angina serta mencegah terjadinya infark jantung. Obat lain yang
digunakan untuk pengobatan angina tidak stabil adalah β-blocker dan antagonis
Ca++.5
Untuk angina variant, biasanya diperlukan nitrat organik kerja panjang
dikombinasi dengan antagonis Ca++, Antagonis Ca++ dilaporkan mengurangi angka
mortalitas dan insidens infark jantung pada angina variant. Aspirin tampaknya
24
tidak bermanfaat dan β-blocker mungkin berbahaya dalam pengobatan angina
vasospastik ini.5
2. Penggunaan lain
a. Infark jantung
Dalam beberapa laporan awal penggunaan nitrat organik pada infark
jantung akut dapat mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi
jantung, tetapi data selanjutnya menunjukkan hasil yang kontradiktif
sehingga tidak direkomendasikan. Dalam studi yang relative baru (GISSI-
3-1994), nitrogliserin tampaknya bermanfaat dalam mengurangi mortalitas
pasien infark jantung akut bila dikombinasi dengan penghambat EKA-
lisinopril. Penelitian lain (ISIS-4, 1995) juga menunjukkan penggunaan
isosorbid mononitrat oral lepas-terkontrol (controlled release) mengurangi
angka mortalitas jangka pendek (35 hari) pasien infark jantung akut
dibandingkan kontrol. Sekalipun demikian dari data yang ada tidak
dianjurkan penggunaan nitrat jangka panjang secara rutin pada pasien
infark jantung akut tanpa komplikasi. Penggunaan nitrogliserin IV dalam
24-48 jam pertama dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
komplikasi, misalnya pada pasien dengan infark jantung akut dan iskemia
berulang, gagal jantung kongestif atau hipertensi.5
b. Gagal jantung kongestif
Penggunaan nitrat organik untuk gagal jantung kongestif biasanya dalam
bentuk kombinasi. Kombinasi nitrat organik dan hidralazin dilaporkan
memperbaiki survival pasien gagal jantung. Penelitian lain menunjukkan
kemungkinan penggunaan penghambat EKA dalam lini pertama terapi
gagal jantung dengan vasodilator, diikuti oleh lini kedua penghambat
reseptor angiotensin atau kombinasi nitrat organik-hidralazin.
Penggunaan nitrat organik sebagai obat tunggal untuk gagal jantung
kongestif mungkin bermanfaat memperbaiki gejala dan tanda gagal
jantung , terutama apabila pasien tersebut juga menderita penyakit jantung
iskemik. 5
2. Penghambat adrenoseptor beta (beta blocker)
25
Beta bloker amat bermanfaat untuk mengobati angina pectoris stabil kronik.
Golongan obat ini terbukti menurunkan anka mortalitas setelh infark jantung yang
mungkin disebabkan karena efek anti aritmianya.5
Sifat farmakologi
Beta bloker dibedakan atas beberapa karekteristik seperti jenis subtype
reseptor yang dihambat, kelarutan dalam lemak, metabolism, farmakodinamik dan
adanya aktivitas simpatomimetik intrinsic.5
Beta bloker yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic kurang
menimbulkan bradikardi atau penekanan kontraksi jantung, tetapi mungkin sedikit
kurang efektif dibandingkan beta bloker tanpa aktivitas simpatomimetik dalam
mencegah serangan angina.5
Penggunaan klinis
Digunakan dalam pengobatan serangan angina, angina tidak stbil dan
infark jantung. Penggunaan beta bloker jangka panjang dapat menurunkan
mortalitas setelah infark jaantung.5
Efek samping
BB menurunkan konduksi dan kontraksi jantung sehingga dapat terjadi
bradikardi dan blok AV. Efek ini lebih kecil pada penggunaan BB dengan
aktivitas simpatomimetik intrinsic. Pada pasien dengan gangguan konduksi
jantung dapat digunakan BB ultra short- acting esmolol i.v. BB dapat
mencentuskan bronkospasme pada pasien dengan penyakit paru. BB
kardioselektif agaknya lebih baik untuk pasien ini, tetapi pasien asma merupakan
kontraindikasi penggunaan obat ini.5
Untuk mengrangi bradikardi, BB dapat dimulai dengan menggunakan
jenis yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic dosis rendah dan
ditingkatkan perlahan. Efek samping lain adalah lelah, mimpi buruk dan depresi.
Insiden depresi dikatkan dengan dengan BB yang lipofilik, tetapi tidak ada bukti
klinis untuk ini. Gangguan system adrenergic oleh BB dapat menyebabkan
terjadinya impotensi.5
Penggunaan Klinis
Angina Stabil kronk.
26
BB efektif untuk angina stabil kronik tetapi tidak terbukti mengurangi
mortalitas pad angina tidak stabil. Sebaliknya untuk angina vasospastik lebih baik
menggunakan nitrat organik dan penghambat kanal Ca++.5
Infark Jantung
BB tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsic terbukti mengurangi
mortalitas pasien infark jantung. Obat ini harus diberikan dini dan dilanjutkan
selama 2 – 3 tahun.5
3. Penghambat Kanal Ca++
Farmakodinamik
Mekanisme kerja
Pada otot jantung dan otot polos vascular, Ca++I terutama berperan dalam
peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar Ca++ dalam sitosol akan meningkatkan
kontraksi. Masuknya Ca++ terutama masuk melalui slow channel. Kanal Ca++
tidak dihambat oleh tetrodotoksin.5
Secara umum ada 2 jenis kanal Ca++. Pertama voltage-sensitive (VSC) atau
potential-dependent calcium channels (PDC). Kanal Ca++ jenis ini akan membuka
bila ada depolarisasi membrane sel. Kedua, receptor-operated calcium channels
(ROC) yang akan membuka bila suatu agonis menempati reseptor dalam
kompleks system kanal ini. Contoh hormone, neurohormon, misalnya epinefrin.5
Pada otot jantung dan vaskulur, masuknya Ca++ lewat kanal lambat dan
penglepasan Ca++ dari sarkoplasmik reticulum berperan penting dalam kontraksi,
sebaliknya otot rangka relative tidak memerlukan Ca++ ekstrasel karena system
sarkoplasmik reticulum yang telah berkembang dengan baik. Hal ini menjelaskan
mengapa kontraksi otot polos dan otot jantung dapat dihambat dengan pemberian
obat golongan ini, tetapi otot rangka tidak.5
Penghambat kanal Ca++ menghambat masuknya Ca++ kedalam sel sehingga
terjadi relaksasi otot polos vascular dan menurunya kontraksi otot jantung dan
menurunya kecepatan nodus SA serta konduksi AV. Semua pengahambat kanal
Ca++ menyebabkan relaksasi otot polos arterial tetapi efek hambatan ini kurang
terhadap vena, sehingga kurang mempengaruhi preload.5
27
Penghambat kanal Ca++ mempunyai 3 efek hemodinamik yang utama yang
berhubungan dengan pengurangan kebutuhan oksigen otot jantung, yaitu: 1.
Vasodilatasi koroner dan perifer, 2. Penurunan kontraktilitas jantung dan 3.
Penurunan automatisitas serta kecepatan konduksi pada nodus SA dan AV.5
Nifedipin mempunyai efek inotropik negative in vitro,tetapi karena adanya
relaksasi terhadap otot polos vascular yang jelas pada dosis rendah maka
disamping tekanan darah menurun, peningkatan kontrkasi dan frekuensi denyut
jantung kompensasi akan meningkatkan sedikit konsumsi oksigen.5
Derivate dihidropiridin lain mempunyai efek kardiovaskular yang kurang
lebih sama. Nikardipin kurang menimbulkan efek damping pusing dibandingkan
nifedipin. 5
Felodipin mempunyai efek spesifik terhadap system vascular dibandingkan
nifedipin atau amlodipin. Isradipin mempunyai efek konotropik negative karena
menekan nodus SA.5
Verapamil mempunyai efek vasodilatasi kurang kuat dibandingkan derivate
dihidropiridin. Tetapi pada dosis yang menimbulkan vasodilatasi perifer,
verapamil menunjukkan efek langsung kronotropik, dromotropik dan inotropik
negative yang lebih kuat dibandingkan dihidropiridin. Diltiazem IV
menimbulakan penurunan resistensi perifer dan tekanan darah disertai reflek
takikardi dan peningkatan curah jantung kompensatoir. Tetapi pemberian secara
oral menyebabkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung.
Dibandingkan verapamil efek inotropik diltiazem kurang kuat.5
Farmakokinetik dan dosis antiangina
Profil farmakokinetik penghambat kanal Ca++ bervariasi. Walaupun
absorbs per oral hamper sempurna tetapi bioavailabilitasnya berkurang karena
metabolism lintas pertama di hati. Efek obat tampak setelah 30 -60 menit
pemberian, kecuali pada derivate yang mempunyai waktu paruh panjang seperti
vamlodipin, isradipin dan felodipin. Pada pasien sirosis hepatis dan orang tua
dosis obat perlu dikurangi. Waktu paruh penghambat kanal Ca++ mungkin
memanjang pada usia lanjut.5
Efek samping
28
Efek samping teruma golongan dihidropiridin disebabkan karena
vasodilatasi berlebihan. Gejala yang tampak berupa pusing, sakit kepala,
hipotensi, reflex takikardia, flushing, mual, muntah, eema perifer, batuk, edema
paru dsb. Verapamil lebih sering menimbulkan konstipasi dan hiperplasi gingival.
Kadang-kadang terjadi somnolen, rash dan kenaikan enzim hati. Nimodipin pada
dosis tinggi dapat menyebabkan kejang otot.5
Penggunaan verapamil dan BB merupakan kontraindikasi karena dapat
meningkatkan blok AV dan depresi berat fungsi ventrikel. Penghambat kanal Ca++
dikontraindikasikan pada aritmia karena konduksi antegrad seperti sindroma
Wolff-Parkinson-White atau fibrilasi atrium.5
Indikasi
1. Angina varian
2. Angina stabil kronik, karena CCB meningkatkan dilatasi koroner dan
mengurangi kebutuhan oksigen karena efek penurunan tekanan darah,
kontraksi dan penurunan denyut jantung.
3. Angina tidak stabil, karena adanya efek relaksasi terhdap vasospasme
pembuluh darah pada angina tidak stabil.
4. Penggunaan lain seperi aritmia, hipertensi, kardiomiopati hipertropik,
penyakit raynaud, spasme serebral, dll.5
Terapi kombinasi
1. Nitrat dengan BB
Kombinasi ini dapat meningkatkan efektivitas terapi pada angina stabil
kronik. BB menghambat reflek takikardi dan inotropik positi oleh nitrat organik
sedangkan nitrat organik dapat mengurangi kenaikan volume diastolic akhir
ventrikel kiri akibat BB dengan cara menimbulkan venous pooling. Nitrat organik
juga mengurangi kenaikan resistensi koroner yang disebkan oleh BB.5
2. CCB dan BB
Bila efek antiangina NO atau BB kurang memadai maka kadang-kadang
perlu ditambahkan CCB, terutam bila terdapat vasospasme koroner.5
3. CCB dan nitrat organik
29
Kombinasi kedua obat ini bersifat aditif, karena CCB mengurangi beban
hilir sedangkan nitrat organik mengurangi beban hulu. Kombinasi ini dianjurkan
untuk pasien gagal jantung, the sinus sick syndrome, gangguan konduksi AV,
yang tidak tepat untuk diobati dengan CCB dan BB. Efek hemodinamik yang
dapat terjadi akibat kombinasi ini adalah hipotensi berat dan takikardia.5
4. CCB, BB dan nitrat organik
Bila serangan angina tidak membaik pada pemberian kombinasi 2 macam
antiangina, maka dapat diberikan kombinasi 3 jenis obat. Tetapi efek samping
akan meningkat secara bermakna.5
b. Anti Trombotik
Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama faskan dan
mempertahankan awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratories bahwa
trombsis mempunyai peran penting dalam pathogenesis. Tujuan primer
pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri
koroner yang terkat infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien
menjadi thrombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.
Manfaat antiplatelet terutama aspirin pada STEMI dapat dilihat pada Antiplatelet
Trialists’ collaborations. Data dari hampr 20.000 pasien denan infark miokard
yang berasal dari 15 randomized trial dikumpulkan dan menunjukkan penurunan
relative laju mortalitas sebesar 27 %, dari 14, 2 % pasien pada kelompk control
dibandingkan 10,4 % pada pasien yang mendapat antiplatelet.2
Obat antirombin yang standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractional heparin. Pemberian UFH IV segera ssebgai tambahan terapi regimen
aspirin dan obat antitrombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK),
membantu trombolisis dan memantapkan dan memperthankan patensi arteri yang
terkena infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum
4000U) dilanjutkan infuse inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).
APTT selama terapi pemeliharaan harus mencpai 1,5 – 2 kali.2
Antikoagualan alternative pada pasien STEMI adlah LMWH. Pada
penelitian ASSENT-3 enoksapirin dengan tenekplase dosis penuh memperbaiki
mortalitas, reinfark di Rumah Sakit dan iskemia refrakter di Rumah Sakit.2
30
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, thrombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau
fibrilasi atrial merupakan resiko tinggi tromboemboli paru sistemik. Pada keadaan
ini harus mendapat terapi antitrombin kadar terapeutik penuh (UFH atau LMWH)
selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan.2
c. Anti Fibrinolitik
d. Terapi Reperfusi
II.2.4 Tatalaksana pasca Rumah Sakit
1. Edukasi Diet6
Bahan Makanan yang dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
a) Sumber karbohidrat
a. Dianjurkan:
Beras ditim atau disaring, roti, mi, kentang, macaroni, biscuit, tepung
beras/terigu/sagu/aren/sagu ambon, kentang, gula pasir, gula merah, madu, dan
sirup.
b. Tidak dianjurkan:
Makanan yang mengandung gas atau alcohol, seperti: ubi, singkong, tape
singkong, dan tape ketan
b) Sumber protein hewani
a. Dianjurkan:
Daging sapi,ayam dengan lemak rendah, ikan, telur, susu rendah lemak dalam
jumlah yang telah ditentukan
b. Tidak dianjurkan
Daging sapi dan ayam yang berlemak , gajih, sosis, ham, hati, limpa, babat, otak,
kepiting dan kerang-kerangan, keju, dan susu penuh
c) Sumber protein nabati
a. Dianjurkan
Kacang-kacangan kering, seperti: kacang kedelai dan hasil olahnya , seperti tahu
dan tempe
31
b. Tidak dianjurakan
Kacang-kacangan kering yang mengandung lemak cukup tinggi seperti kacang
tanah, kacang tanah dan kacang bogor.
d) Sayuran
a. Dianjurkan
Sayuran yang tidak mengandung gas, seperti: bayam, kangkung, kavcang buncis,
kacang panjang, wortel, tomat, labu siam, dan tauge
b. Tidak dianjurkan
Semua sayuran yang mengandung gas, seperti kol, kembang kol, lobak, sawi,
dan nagka muda
e) Buah-buahan
a. Dianjurkan
Semua buah-buahan segar, seperti: pisang, papaya, jeruk, apel, melon, semangka,
dan sawo
b. Tidak dianjurkan
Buah-buahan segar yang mengandung alcohol atau gas, seperti: durian dan nagka
muda
f) Lemak
a. Dianjurkan
Minyak jagung, minyak kedelai, margarine, mentega dalam jumlah terbatas dan
tidak untuk menggoreng tetapi untuk menumis, kelapa tau santan encer dalam
jumlah terbatas
b. Tidak dianjurkan
Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, santan kental
g) Minuman
a. Dianjurkan
Teh encer, coklat, sirup
b. Tidak dianjurkan
Teh/kopi kental, minuman yang mengandung soda dan alkohol, seperti bird an
wiski
h) Bumbu
32
a. Dianjurkan
Semua bumbu selain bumbu tajam dalam jumlah terbatas
b. Tidak dianjurkan
Lombok, cabe rawit, dan bumu lain yang tajam
2. Rehabilitasi Jantung
Rehabilitasi Jantung, seperti yang didefinisikan oleh American Heart Association
dan The task Force on Cardiovaskular Rehabilitation of the National Heart, Lung and
Blood Institute, adalah proses untuk memelihara potensi fisik, psikologis, social,
pendidikan dan pekerjaan pasien.2
Pasien harus dibantu meneruskan kembali tingkat kegiatan mereka sesuai batas
kemampuan fisik mereka dan tidak dihambat oleh tekanan psikologis. Setiap pasien dan
keluarga membutuhkan bimbingan dan edukasi selama masa peralihan, yaitu dari
keadaan sakit saat mereka bergantung pada orang lain ke keadaan sehat saat mereka tidak
bergantung pada orang lain. 2
33
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri coroner. Terjadinya
thrombus disebabkan oleh rupture plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang
oklusi dan aliran darah kolateral.4
Infark miokard jenis STEMI adalah infark miokard yang terjadi pada pasien
dengan Typical Chest Pain dan menetap (>20 menit) dengan gambaran EKG adanya ST
elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan dari ditemukannya Chest Pain, ST segmen elevasi
atau diperkirakan adanya LBBB yang baru pada gambaran EKG ( kompleks QRS pada
sadapan yang merekan ventrikel kiri (I,AVL,V5,V6), gelombang R akan melebar pada
puncak atau berlekuk dan pada sadapan yang merekam ventrikel kanan akan
menunjukkan gelombang S yang dalam, lebar dan terbalik) serta ditemukannya
peningkatan enzim yang menunjukan terjadinya nekrosis miokard (troponin T, CKMB).4
Diagnosis infark miokard jenis NSTEMI adalah nyeri dada berupa perasaan
terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan di substernal atau epigastrium.
Pada EKG didapatkan ST segmen depression dan T wave inverted. Selanjutnya juga
didapatkan peningkatan biomarker kerusakan miokard yaitu peningkatan troponin dalam
3-4 jam dan CK-MB.
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin diakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplateet, pemverian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST
yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walupun demikian perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana / fasilitas di tempat masing-masing center dan
kemampuan ahli yang ada.2
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi, Idrus.2006.Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku
Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Brown.T.Carol.2003.Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi Konsep
Kinis Proses-proses Penyakit.Jakarta: EGC
3. Irmalia.1996.Infark Miokard dalam Buku Ajar Kardiologi.Jakarta: fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Mansjoer.Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius Fakutas
kedokteran Universitas Indonesia.
5. Setiawati,Arini dan Suyatna.Obat Anti Angina dalam Farmakologi dan Terapi Edisi
4.Jakarta: Bagian farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
35
Recommended