30

Click here to load reader

Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Infark Miokard Akut pada Pasien Diabetes : Patofisiologi,

Perjalanan Klinis dan Prognosis

Richard M. Jacoby, MD, Richard W. Nesto, MD, FACC

Walaupun terdapat banyak penanganan signifikan pada manifestasi

ekstrapankreatik diabetes, infark miokard akut berlanjut menjadi penyebab utama

morbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes. Faktor unik diabetes

meningkatkan pembentukan plak aterosklerosis dan trombosis, sehingga

berkontribusi pada infark miokard. Neuropati menjadi predisposisi infark dan

menyebabkan gejala tidak khas pada pasien diabetes, membuat diagnosis lebih

sulit dan menyebabkan tertundanya terapi. Perjalanan penyakit infark miokard

sering sulit dan membawa angka mortalitas lebih tinggi pada pasien diabetes

daripada pasien non diabetes. Walaupun perjalanan dan patofisiologi infark

miokard berbeda dalam beberapa bagian pada pasien diabetes dibandingkan

dengan pasien non diabetes, tetapi lebih banyak yang bisa ditentukan mengenai

terapi efektif pada pasien resiko tinggi ini.

(J Am Coll Cardiol 1992; 20:736-44)

Sejak adanya terapi insulin, kematian akibat diabetes melitus telah banyak

berkurang. Karena morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan ketoasidosis dan

infeksi telah menurun, penyakit arteri koronaria diasumsikan sebagai yang

bertanggungjawab besar dalam morbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes.

Pasien diabetes mengalami penyakit arteri koroner dan infark miokard akut sering

mengalami komplikasi pada kelompok ini. Terdapat hubungan signifikan antara

diabetes melitus dan penyakit pembuluh darah koroner yang membentuk

perbedaan penting antara perjalanan klinis infark miokard akut pada pasien ini dan

pasien tanpa diabetes. Pembahasan ini akan mendiskusikan perbedaannya dari

segi epidemiologi, patofisiologi, dan terapi dari infark miokard akut pada pasien

diabetes dibandingkan dengan pasien non diabetes.

Page 2: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Epidemiologi

Infark miokard dan mortalitas kardiovaskuler. Data epidemiologi

berasal dari Penelitian Jantung Framingham menunjukkan bahwa peningkatan

insiden penyakit jantung pada pasien diabetes dan prognosis buruknya. Angka

kematian kardiovaskuler lebih besar dua kali lipat pada pria dan lebih besar empat

kali lipat pada pasien dengan diabetes, dibandingkan dengan jumlah non diabetes

yang terhitung. Resiko relatif infark miokard adalah 50% lebih besar pada pria

diabetes dan 150% lebih besar pada wanita diabetes. Serupa dengan hal tersebut,

pria diabetes beresiko mengalami mati mendadak 50% lebih sering dan wanita

diabetes 300% lebih sering dibandingkan dengan pasien non diabetes pada umur

yang sama. Infark miokard akut terhitung sebanyak 30% pasien mengalami

kematian pada pasien diabetes. Di antara mereka dengan diabetes tergantung

insulin, jumlah kematian akibat penyakit arteri koroner adalah sebesar 35% pada

usia 55 tahun, jauh lebih tinggi daripada subjek penelitian 4% dan 8% pada pasien

tanpa diabetes berdasarkan penelitian Framingham.

Insidensi dan perluasan penyakit arteri koronaria. Diabetes merupakan

faktor resiko independen dalam perkembangan penyakit arteri koroner. Prevalensi

keseluruhan penyakit koroner, seperti yang dinilai oleh metode diagnostik yang

bervariasi, sebesar 55% di antara pasien dewasa dengan diabetes dibandingkan

dengan populasi umum, yaitu 2-4%. Aterosklerosis koroner tidak hanya lebih

umum, tetapi juga secara jelas lebih luas pada diabetes daripada pada pasien non

diabetes. Angiografi arteri koroner atau otopsi, pasien dengan diabetes memiliki

insiden lebih tinggi pada dua atau tiga pembuluh darah dan insiden lebih rendah

pada satu pembuluh darah daripada mereka tanpa diabetes. Insiden penyakit arteri

koroner kiri yang berat juga lebih tinggi secara signifikan (13% vs 6%) pada

diabetes daripada non diabetes. Pada otopsi besar, 91% pasien dengan onset

diabetes dewasa dan tidak diketahui adanya penyakit jantung koroner terjadi

pendangkalan sedikitnya satu arteri koroner utama dan 83% memiliki dua sampai

tiga pembuluh darah yang terlibat. Pada sekelompok orang dewasa dengan umur

sama tanpa diabetes pasti atau penyakit jantung koroner yang diketahui, hanya

Page 3: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

33% yang mengalami pendangkalan pembuluh darah koroner tunggal dan 17%

mengalami dua atau tiga penyakit pembuluh darah pada autopsi. Apakah

aterosklerosis koroner sebenarnya lebih difus atau hanya diekspresikan dalam

jumlah lebih besar dari stenosis berlainan menjadi subjek pada beberapa. Pada

penelitian otopsi disebutkan, pasien diabetes yang meninggal karena penyakit

jantung koroner mengalami stenosis dibandingkan dengan pasien non diabetes

tetapi tampilan segmen arteri lainnya hampir sama antara dua kelompok tersebut.

Namun, dalam penelitian otopsi lain ditemukan bahwa pasien dengan onset

diabetes juvenil mengalami bentuk penyakit jantung koroner lebih difus dengan

sedikitnya setengah dari panjang keseluruhan arteri koroner epikardium

mengalami pendangkalan ≥ 50% sedangkan pada pasien non diabetes < 1% dari

panjangnya yang sama-sama terlibat.

Faktor yang Mempengaruhi Infark Miokard pada Pasien Diabetes

Infark akut paling sering melibatkan terputusnya aliran darah miokard

akibat penyebab dasar plak aterosklerotik pada lumen oleh trombus. Progresi

aterosklerosis dapat terjadi melalui ruptur plak berulang dan trombosis dalam

siklus trauma berulang dan penyembuhannya menyebabkan pendangkalan lumen.

Diabetes berhubungan dengan peningkatan kecenderungan untuk terjadinya

pembentukan plak ateroskelrosis dan trombosis luminal, yang akan meningkatkan

resiko infark.

Percepatan aterosklerosis dan ruptur plak. Kenaikan kadar lipid serum

menyebabkan kerusakan vaskuler dan meningkatkan aterosklerosis. Penelitian

patologi pembuluh darah koroner pada pasien setelah infark mengindikasikan

bahwa plak kaya akan lipid akan lebih sering mengalami ruptur dibandingkan

plak fibrosis. Dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes, pasien dengan diabetes

atau hipertensi, atau keduanya, menunjukkan sejumlah besar fisura plak.

Berdasarkan abnormalitas lipid dalam jumlah cukup besar pada pasien diabetes,

kontribusi kolesterol total pada penyakit arteri koroner hampir sama dengan

pasien tanpa diabetes. Kadar kolesterol total rata-rata pada penelitian Framingham

Page 4: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

adalah 245 mg/dl dan hal ini serupa pada pasien dengan dan tanpa diabetes.

Pasien diabetes memiliki kadar VLDL, trigliserid, dan HDL lebih tinggi pada

pasien tanpa diabetes, sedangkan kadar kolesterol total dan LDL tidak begitu

berbeda pada dua kelompok. Perubahan signifikan dari profil lipid berkaitan

dengan resiko penyakit arteri koroner belum dapat didefinisikan.

Seperti yang telah disebutkan, hipertensi berhubungan dengan peningkatan

kecenderungan ke arah fisura plak, prekursor utama infark miokard dan hipertensi

lebih sering pada diabetes daripada pasien non diabetes. Hal ini ditemukan > 50%

pada pasien diabetes umur > 45 tahun. Prevalensinya tinggi pada wanita diabetes

dan sering disertai dengan nefropati diabetik. Mortalitas kardiovaskuler pada

pasien nefropati diabetik mencapai 37 kali pada populasi umum, mungkin

setidaknya sebagian karena berhubungan dengan hipertensi.

Hiperinsulinemia, terutama terjadi pada diabetes melitus non insulin

dependen dengan resistensi insulin, menjadi faktor resiko aterogenesis.

Hiperinsulinemia bahkan terdapat pada toleransi glukosa normal berhubungan

dengan peningkatan faktor resiko pada penyakit arteri koroner termasuk

rendahnya kadar HDL dan hipertensi. Hiperinsulinemia juga berperan penting

dalam meningkatkan terjadinya aterosklerosis dengan cara proliferasi sel otot

polos dan sintesis kolesterol dan meningkatkan kadar hormon pertumbuhan.

Hiperglikemi sendiri dianggap sebagai faktor resiko aterosklerosis, walaupun

kadar hiperglikemi itu sendiri bukan merupakan faktor resiko bebas untuk

perkembangan terjadinya penyakit arteri koroner.

Pasien diabetes mengalami peningkatan plasma dan viskositas darah

akibat tingginya kadar protein plasma dan peningkatan agregasi sel darah merah

dan kemungkinan penurunan formabilitias sel darah merah. Efek ini terutama

dibuktikan selama periode metabolik seperti ketoasidosis diabetik dan tampak

meningkat dengan glikemik yang terkontrol. Peningkatan arus berlawanan akibat

tingginya viskositas dapat meningkatkan kecenderungan ke arah ruptur plak.

Selain itu, efek reologi berkontribusi dalam terjadinya pemanjangan infark

Page 5: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

melalui aliran darah koroner kolateral yang akan terjadi, terutama pada area aliran

darah yang rendah.

Abnormalitas hematologi menyebabkan trombosis koroner.

Pembentukan trombus oklusi merupakan suatu proses dinamis yang bergantung

pada keseimbangan antara faktor-faktor yang menyebabkan pembekuan dan

faktor yang berlawanan dengan hal tersebut. Pada diabetes, abnormalitas berkaitan

dengan fungsi platelet, koagulasi, fibrinolisis dan fungsi endotel yang telah

dijelaskan dapat mengakibatkan trombosis intraluminal pada tempat fisura plak

atau ruptur.

Agregasi platelet merupakan langkah penting dalam pembentukan trombus

oklusi. Saat ini, agregasi platelet spontan dapat memprediksi infark berulang

setelah infark miokard. Agregasi platelet spontan dan yang terinduksi lebih tinggi

pada pasien diabetes dibandingkan pasien non diabetes dan berkaitan dengan

peningkatan kejadian kardiovaskuler. Platelet diabetes tampaknya untuk

mensintesis tromboksan A2 dalam jumlah abnormal, sebuah penelitian yang akan

menyebabkan agregasi platelet dan spasme vaskuler. Kenaikan kadar tromboksan

sering ditemukan pada pasien diabetes dengan glikemik tak terkontrol atau

komplikasi vaskuler. Konsumsi platelet lebih tinggi pada pasien diabetes dan dua

platelet protein spesifik, beta-tromboglobulin dan aktor platelet 4, diduga untuk

merefleksikan aktivasi platelet in vivo, mungkin mengalami kenaikan pada pasien

ini.

Onset infark miokard akut pada pasien diabetes dan non diabetes

ditunjukkan dalam variasi sirkadian reaktivitas platelet pada pasien ini. Sedangkan

pada populasi besar menampilkan peningkatan Q wave sesuai dengan periode

agregabilitas platelet terbesar mereka, di antara pasien diabetes infark Q wave

dapat terjadi lebih datar sepanjang hari. Reaktivitas platelet pada pasien diabetes

mengalami kenaikan secara konsisten sepanjang hari, sebuah observasi

mendukung hipotesis bahwa peningkatan reaktivitas platelet dapat menjadi

penyebab peningkatan insiden infark miokard pada pasien diabetes.

Page 6: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Kadar fibrinogen plasma mengalami kenaikan pada pasien diabetes dan

menunjukkan sebuah korelasi dengan infark miokard dan kematian mendadak

pada pria diabetes. Faktor VIII dan faktor VIII ristosetin faktor antigen mengalami

peningkatan pada pasien diabetes. Fibrinopeptida A menggambarkan aktivitas

trombin in vivo dan dapat juga mengalami kenaikan pada pasien diabetes.

Disfungsi endotel atau kerusakan pada pasien diabetes menyebabkan kurangnya

produksi prostasiklin dan kenaikan kadar prokoagulan faktor von Willebrand.

Fibrinolisis endogen juga ditemukan kurang pada pasien.

Faktor metabolik. Beberapa penelitian telah menyelidiki hubungan tipe

terapi untuk diabetes baik pada penyakit arteri koroner dan hasil setelah infark

miokard akut. Sebagian besar penelitian mengindikasikan bahwa terapi dengan

obat hipoglikemik oral atau insulin berhubungan dengan prognosis buruk dan

lebih luasnya penyakit koroner dibandingkan pada diabetes terkontrol oleh diet

sendiri. Peningkatan kadar hemogloin terglikosilasi yang menggambarkan kontrol

glikemik yang tidak adekuat, juga menunjukkan adanya hubungan dengan angka

mortalitas yang lebih tinggi setelah infark. Walaupun bukti bahwa kontrol

glikemik jangka panjang yang buruk berhubungan dengan hasil negatif, tidak ada

penelitian meyakinkan yag menunjukkan peningkatan kontrol glikemik

mengarahkan pada hasil klinis yang lebih baik.

Peran neuropati autonom. Perkembangan simtomatik neuropati autonom

pada pasien diabetes berhubungan dengan mortalitas mencapai 50% 3 tahun

setelah onsetnya. Kematian mendadak kemungkinan akibat jantung

bertanggungjawab pada kematian ini hingga 33%. Saraf parasimpatis jantung

terpengaruhi sebelum saraf simpatis, menyebabkan terjadinya peningkatan tonus

simpatis sehingga terjadi takikardi saat istirahat dan pelaifan peningkatan

frekuensi jantung dan tekanan darah yang diharapkan dengan latihan. Adanya

tonus parasimpatis juga bertanggungjawab dalam melebih-lebihkan atau

vasokonstriksi koroner yang menyebabkan iskemi lebih buruk. Disfungsi sistem

saraf simpatis terbukti dalam 5 tahun diagnosis disfungsi parasimpatis.

Manifestasi klinis utama dari disfungsi simpatis adalah hipotensi postural.

Page 7: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Neuropati autonom mengarahkan terjadinya iskemia atau infakr melalui beberapa

rute : meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan jalan meningkatkan

frekuensi jantung saat istirahat, mengurangi aliran darah ke miokard melalui

peningkatan tonus pembuluh darah koroner pada bagian stenosis koroner,

menurunkan tekanan perfusi koroner selama hipotensi ortostatik dan

menghilangkan tanda awal iskemi.

Neuropati autonom dan morbiditas selama anestesi umum. Pentingnya

fungsi otonom utuh selama stres kardiovaskuler (seperti pada infark miokard)

ditunjukkan pada pasien diabetes yang mengalami anestesi umum. Burgos dkk.,

menemukan bahwa 35% pasien diabetes dibandingkan dengan hanya 5% pasien

non diabetes membutuhkan bantuan vasopresor (p<0.05). Peningkatan morbiditas

pada pasien diabetes dengan anestesi umum dapat disebabkan oleh

ketidakmampuan dalam meniadakan efek hemodinamik induksi anestesi karena

gangguan refleks kardiovaskuler. Pasien diabetes yang membutuhkan bantuan

vasopresor memiliki gangguan autonom yang lebih signifikan dibandingkan

pasien yang tidak diabetes.

Neuropati autonom dan mati mendadak. Selain itu, neuropati autonom

bertanggungjawab dalam mati mendadak pada pasien diabetes. Walaupun

beberapa kematian mendadak disebabkan oleh aritmia sekunder menjadi infark

miokard silent, penelitian otopsi menunjukkan adanya penyakit arteri koroner

signifikan pada pasien diabetes yang mengalami mati mendadak. Hubungan ini

dicatat antara diabetes neuropati autoom jantung dan pemanjangan interval QT

pada EKG yang menjadi predisposisi terjadinya aritmia ventrikel yang

membahayakan jiwa. Pasien diabetes dengan neuropati autonom memiliki

penurunan relatif pada tonus vagal (dengan demikian terjadi peningkatan relatif

tonus simpatis) pada saat yang bersamaan ketika adanya peningkatan frekuensi

mati mendadak. Telah diajukan bahwa kombinasi tonus simpatis yang meningkat

atau pemanjangan interval QT, atau keduanya, akan meningkatkan terjadinya

aritmia sehingga terjadi kematian mendadak.

Page 8: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Perubahan persepsi pada iskemi. Pasien diabetes merasakan nyeri

iskemik tumpul. Akibat dari penurunan sensasi ini, iskemi atau infark miokard

berkaitan dengan ringannya gejala dan gejala yang tidak dikenali atau seluruhnya

bersifat asimtomatis dan benar-benar tenang. Walaupun 25% infark miokard pada

penelitian Framingham tidak dikenali, gejala yang mengarahkan pada infark dapat

ditimbulkan pada 50% kasus. Infark yang tersisa (atau mendekati 12% dari jumlah

total) dianggap asimtomatik. Infark yang tidak dikenali lebih sering pada pasien

diabetes, dan 39% dari infark mereka dibandingkan dengan 22% pada pasien non

diabetes. Walaupun terdapat tren umum ke arah prevalensi yang lebih tinggi pada

infark tenang pada pasien diabetes, bukti kesimpulan dari fenomena ini telah

dirintangi oleh terbatasanya kekuatan statistik dari sebagian besar penelitian. Data

paralel observasi bahwa jaringan parut miokard yang ada pada riwayat ante

mortem dari infark tiga kali lebih sering ditemukan pada otopsi diabetes daripada

non diabetes.

Berdasarkan data terdahulu, pasien diabetes juga memiliki angina yang

kurang selama iskemi miokard. Insiden dari kurangnya rasa nyeri ST depresi

selama tes toleransi latihan ganda tampak pada pasien non diabetes (69% vs 35%)

dan berkaitan dengan neuropati autonom berat. Nesto dkk., menunjukkan bahwa

pasien diabetes mengalami angina lebih sedikit dibandingkan pasien non diabetes

selama iskemi pada uji latihan talium. Pasien diabetes yang merasakan angina

menjadi lebih perhatian dengan gejala mereka pada saat terjadinya iskemi

dibandingkan pada pasien non diabetes. Penundaan waktu dari onset depresi

segmen ST sampai terjadinya angina dua kali lebih lama pada pasien diabetes

dibandingkan pada pasien non diabetes berkorelasi dengan adanya disfungsi saraf

autonom. Neuropati jalur eferen autonom bertanggungjawab pada transmisi

impuls sensorik berhubungan dengan persepsi iskemi miokard. Kerusakan

histologi pada saraf eferen jantung, seperti bukti fisiologi kerusakan saraf aferen

dan eferen, ditunjukkan pada pasien diabetes, mengarahkan bahwa neuropati

melibatkan saraf dan berperan dalam tumpulnya nyeri iskemi.

Page 9: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Peran dari gejala tidak khas. Persepsi abnormal iskemi miokard pada

pasien diabetes menyebabkan gejala infark miokard yang tidak khas atau kurang

impresif daripada yang terlihat pada pasien non diabetes. Diagnosis akurat infark

berdasarkan riwayat alasan-alasan akan lebih sulit. Gejala tidak khas seperti

bingung, dispnea, fatig atau mual dan muntah menjadi keluhan utama pada 32%-

42% pasien diabetes dengan infark miokard dibandingkan 6%-15% pada pasien

non diabetes. Pada beberapa kasus seperti gejala yang tampak berhubungan

dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, yang menyebabkan penundaan dalam

triase pasien. Gejala tidak khas yang tampak pada pasien diabetes dapat

merendahkan kecurigaan dokter terhadap infark, menyebabkan perawatan yang

kurang optimal. Soler dkk., menemukan bahwa 35% pasien diabetes dengan

infark miokard akut dikenali lebih awal pada bangsal umum dibandingkan pada

unit perawatan koroner. Lebih dari 75% pasien diabetes yang dirawat di bangsal

kurang merasakan nyeri dada khas, sedangkan pasien yang dirawat di unit

perawatan koroner mengalami nyeri dada berat. Perbandingan EKG pada saat

awal mungkin akan membantu dalam mendiagnosis saat pasien diduga mengalami

infark miokard akut tetapi tidak bergejala khas.

Gejala khas dapat mengubah persepsi pasien terhadap penyakit mereka

dan mengganggu keputusan mereka dalam mencari penanganan medis. Sebuh

hubungan telah tercatat antara infark miokard tanpa nyeri dan peningkatan

morbiditas dan mortalitas jantung. Uretsky dkk., memeriksa sekelompok pasien

diabetes dan non diabetes yang mengalami infark miokard akut dengan gejala

tidak khas. Pasien ini lebih tua jika dibandingkan dengan pasien bergejala klasik

dan sebagian besar tidak memiliki riwayat angina sebelumnya. Mereka tidak

mencari penanganan medis hingga 12 jam setelah onset gejala dan ≥33%

menunggu > 24 jam. Syok kardiogenik tampak pada 35% pasien dengan gejala

tidak khas dan mortalitas rumah sakit sebesar 50%. Tampaknya bahwa penundaan

dalam menerima penanganan tepat berkontribusi dalam peningkatan morbiditas

dan mortalitas.

Page 10: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Perjalanan Penyakit Infark Miokard Akut

Pada periode periinfark segera, mortalitas khususnya lebih tinggi pada

pasien diabetes. Pada sebuah penelitian, angka mortalitas rumah sakit pasien

diabetes dengan infark miokard sebesar 28%. Angka ini 18% dari mereka dengan

infark pertama kali tetapi meningkat secara substansial sebesr 41% pada mereka

dengan infark sebelumya. Sekitar 5% dengan infark miokard akut sebelumnya

tidak terdiagnosis diabetes melitus. Pasien-pasien ini mengalami prognosis buruk

sebelumnya terdiagnosis diabetes melitus dengan infark akut.

Wanita diabetes memiliki prognosis lebih buruk daripada pria diabetes

dan dua kali lebih dekat dengan angka kematian mortalitas di rumah sakit. Pada

sebuah penelitian, mortalitas telihat pada wanita ditunjukkan dengan tingginya

insiden gagal jantung kongestif berat dan syok kardiogenik. Etiologi peningkatan

frekuensi gagal jantung kongestif hingga syok di antara wanita tidak diketahui.

Wanita diabetes obes mungkin menjadi resiko utama; kelompok ini memiliki

angka kematian sebesar 43% pada suatu penelitian.

Berlawanan dengan pasien tanpa diabetes lebih muda yang umumnya

tampak mentoleransi infark lebih baik dibandingkan dengan yang lebih tua, pasien

diabetes muda merupakan resiko tinggi dalam kelompok; Czyzk dkk.,

menemukan bahwa pasien diabetes berumur antara 45 dan 64 tahun mengalami

peningkatan angka kematian dibandingkan dengan pasien non diabetes dengan

umur yang sama dengan infark miokard akut. Singer dkk., juga mendapatkan

pasien diabetes muda dengan profil resiko rendah memiliki resiko mortalitas

relatif terbesar dari infark miokard.

Komplikasi infark. Pasien diabetes menderita infark miokard lebih

mungkin daripada pasien non diabetes dalam mendapatkan komplikasi. Infark

berulang, syok kardiogenik, abnormalitas konduksi atrioventrikuler dan

intraventrikuler, gagal jantung kongestif kronik dan ruptur miokard sering terjadi

pada pasien diabetes daripada pasien non diabetes. Selain itu, beberapa penelitian

yang menemukan infark anterior lebih sering terjadi dan hal ini menjelaskan

Page 11: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

mengapa prognosis buruk. Infark miokard transmural anterior pada suatu

penelitian berhubungan dengan 46% 30 hari angka kematian pada pasien diabetes.

Pada penelitian tua, gagal jantung kongestif (kelas III atau IV) secara

klinis signifikan berkembang 44% pada wanita diabetes dan 25% pada pria

diabetes dan dianggap sebagai penyebab kematian pada 22% wanita diabetes dan

6% pada pria diabetes dengan infark miokard akut. Peningkatan insiden gagal

jantung kongestif pada pasien diabetes, dan pada wanita diabetes khususnya,

terlihat walaupun ukuran infark sama antara pasien dengan dan tanpa diabetes.

Penigkatan gagal jantung kongestif yang terjadi walaupun pasien diabetes dan non

diabetes juga memiliki nilai sama untuk fraksi ejeksi ventrikel kiri. Beberapa

faktor mungkin bertanggungjawab dalam observasi ini. Pasien diabetes memiliki

hipertensi yang mendahului, yang dapat mengganggu fungsi sistolik dan diastolik,

atau keduanya. Adanya disfungsi autonom juga dapat mengganggu reflek adaptasi

terhadap stres hemodinamik yang disebabkan oleh infark. Penyakit arteri koroner

yang lebih luas pada pasien diabetes juga dapat membatasi kemampuan aliran

darah kolateral ke zona infark, sehingga mengganggu beberapa fungsi usaha untuk

penyembuhan melalui aliran darah yang dipugar pada zona infark.

Kardiomiopati diabetik. Gagal jantung kongestif dari proporsi terhadap

ukuran infark miokard dapat juga menjadi bagian dalam konkomitan

kardiomiopati diabetik subklinis. Adanya penyakit koroner, pasien diabetes

mengalami abnormalitas fungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik sehingga

disebut kardiomiopati diabetik, yang berbeda dari kardiomiopati iskemik akibat

infark berulang. Penemuan patologi pada kardiomiopati diabetikum diantaranya

adalah pembesaran miokard, hipertrofi dan fibrosis seperti peningkatan penebalan

membran dasar dengan deposit asam Schiff positif periodik pada interstisium dan

pembentukan mikroaneurisma. Deposit interstisial, penyakit mikrovaskuler dan

ambilan kalsium abnormal oleh retikulum sarkoplasma memiliki potensi

menyebabkan abnormalitas fisiologi. Hipertensi yang berdampingan dengan

diabetes akan menghasilkan jaringan parut lebih banyak pada interstisial, dilatasi

Page 12: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

dan hipertrofi daripada yang ada pada kondisi lain. Dengan demikian penambahan

abnormalitas fungsi terlihat pada kardiomiopati diabetikum.

Karena kardiomiopati diabetikum terjadi pada penyakit koroner, hal ini

tidak mungkin secara langsung terlibat pada patogenesis infark miokard akut atau

berulang pada pasien diabetes. Kardiomiopati diabetikum secara tidak langsung

menjadi predisposisi infark miokard melalui peningkatan tekanan sekunder

dinding pada dilatasi miokard atau melalui gangguan perfusi miokard pada

mikrovaskuler di bagian distal dari stenosis epikardium koroner atau oklusi.

Infark miokard akut ditumpangkan pada substrat kardiomiopati diabetes yang

telah ada dapat kemudian meningkatkan stres pada dinding dan menjadi lebih

morbid setelah infark.

Metabolisme diabetes dan hasil setelah infark. Selain respon

metabolik terhadap iskemi aneh pada pasien diabetes dapat mempengaruhi

kontraksi. Dalam kondisi iskemi miokardium, kontrol glikemik menjadi hal yang

sangat penting. Selama iskemi jantung mengalami perubahan dari metabolisme

aerob dengan penggunaan primer asam lemak menjadi metabolisme anaerob, yang

bergantung pada glukosa sebagai sumber energi. Transpor glukosake dalam sel

menjadi krusial. Insulin mempengaruhi pengambilan glukosa, sedangkan keton,

kadar tinggi dari asam lemak dan produk oksidasi mereka, didapatkan selama

insulinopeni, menghambat pergerakan transmembran. Kelebihan katekolamin,

sering terjadi pada infark, hal ini dapat memperburuk metabolisme miokardium

pada pasien diabetes dengan cara menurunkan sekresi insulin dan mempengaruhi

lipolisis dan ambilan asam lemak bebas miokardium. Terdapat beberapa bukti

bahwa asam lemak bebas menjadi toksis pada sel miokardium. Penelitian

menunjukkan bahwa kenaikan kadar glukosa plasma selama infark miokard

berhubungan dengan hasil yang buruk pada infark miokard. Data ini harus

diinterpretasikan dengan seksama karena hiperglikemi atau ketoasidosis

merupakan suatu hasil dari peningkatan tonus adrenergik akibat infark yang luas.

Ketoasidosis diabetik terjadi sekitar 4% pada infark pasien diabetes dan mungkin

Page 13: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

menampakkan gejala. Saat ketoasidosis diabetik memperburuk infark, mortalitas

lebih tinggi dan mencapai 85%.

Faktor resiko utama. Peningkatan angka kematian pasien diabetes

dengan infark di rumah sakit pada sebuah penelitian ditemukan terjadi selama

perawatan 2-7 hari. Selama periode ini angka mortalitas sebear tiga kali lipat pada

pasien non diabetes dan terlihat lebih tinggi pada pasien diabetes insulin-

dependen. Banyaknya kematian selama interval ini akibat gagal jantung kongestif,

walaupun aritmia dan abnormalitas konduksi berkontribusi signifikan. Pada

penelitian ini, pasien diabetes dengan aritmia dan AV block derajat 1 dan 3 serta

LBBB dialami sekiatr 47% mortalitas di rumah sakit, tiga kali lipat dibandingkan

pasien non diabetes. Beberapa penelitian mendokumentasikan peningkatan

abnormalitas konduksi AV dan intraventrikuler pada pasien diabetes. Empat

variabel prognosis pada periode segera setelah infark miokard akut pada pasien

diabetes telah didapatkan menjadi prediktor bebas dari prognosis buruk. Menurut

urutan kepentingan yang menurun 1) infark miokard akut Q wave, 2) infark

miokard akut awal, 3) jenis kelamin perempuan, dan 4) terapi insulin sebelum

masuk rumah sakit. Obesitas dan lokasi infark di anterior juga berkaitan dengan

prognosis buruk pada pasien diabetes.

Komplikasi Akhir Jantung dan Mortalitas

Peran iskemi persisten. Adanya diabetes melitus sebagai prediktor

bebas dalam mortalitas jantung, dengan perkiraan antara 26%-62% pada tahun

pertama setelah infark miokard dan mencapai 7% dalam 5 tahun. Morbiditas dan

mortalitas postinfark segera biasanya akibat gagal jantung kongestif, syok

kardiogenik atau gangguan konduksi. Pasien yang bertahan dengan komplikasi ini

mengalami infark miokard berulang non fatal dan fatal menjadi derajat lebih besar

daripada pasien non diabetes. Satu penjelasan mengenai peningkatan morbiditas

dan mortalitas adalah adanya iskemi persisten atau kerusakan miokard yang terus

terjadi setelah infark. Technetium pirofosfat scintigrafi dilakukan pada pasien

Page 14: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

diabetes dan non diabetes saat fase akut dan 3 bulan setelah infark miokard. Enam

puluh dua persen pasien diabetes memiliki techtenium pirofosfat positif persisten

selama 3 bulan dibandingkan hanya 12% pada pasien non diabetes. Komplikasi

lebih serig setelah keluar dari rumah sakit adalah gagal jantung kongestif, infark

miokard berulang, dan kematian tampak pada pasien diabetes dan non diabetes

dengan ambilan technetium pirofosfat. Pasien diabetes dengan ambilan

technetium pirofosfat kronik menandai miositolisis miokardium saat otopsi,

memberikan hasil signifikan terjadi nekrosis miokardium.

Faktor resiko untuk kejadian gangguan jantung mendatang. Seperti

pada pasien non diabetes, beberapa karakteristik menandai pasien dalam resiko

tinggi untuk terjadinya gangguan jantung di masa depan. Indikator prognosis

berhubungan dengan hasil yang buruk setelah keluar dari rumah sakit pada pasien

yang bertahan pada unit perawatan koroner termasuk di antaranya : 1) gejala

kardiak setidaknya 1 bulan sebelum infark, 2) pulmonary rales selama fase awal

saat tinggal di rumah sakit, 3) denyut ventrikel prematur >10 kali per jam sebelu

keluar dari rumah sakit dan 4) terjadi penurunan sedang dari ejeksi fraksi ventrikel

kiri (<40%) melalui ventrikulografi radionuklida.

Pertimbangan Manajemen

Walaupun terdapat sedikit data yang menganalisis efikasi terapi pasien

diabetes sebagai subset, terdapat alasan teoritis untuk mengantisipasi terapi

tertentu yang khususnya dapat bermanfaat pada pasien diabetes. Manajemen

pasien diabetes dengan infark miokard akut adalah sebagian besar sama dengan

pasien non diabetes dengan beberapa pertimbangan khusus.

Trombolisis. Terapi trombolitik untuk infark miokard telah disepakati

digunakan segera setelah onset infark dengan gambaran elevasi segmen ST pada

EKG. Gejala tidak khas yang tampak pada pasien diabetes tidak hanya

mengakibatkan tertundanya pencarian terapi tetapi juga mempersulit dalam

menentukan onset infark. Faktor-faktor ini khususnya pada pasien diabetes dapat

Page 15: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

mempengaruhi keputusan dimulainya terapi trombolitik. Penolakan terapi dengan

agen trombolitik pada dasarnya tidak menguntungkan karena penurunan

mortalitas dengan trombolisis pada pasien setidaknya sama dengan yang tampak

pada pasien tanpa diabetes. Reanalisis data sebelumnya menunjukkan bahwa

manfaat terapi trombolitik dapat lebih besar pada kelompok resiko tinggi seperti

pasien dengan diabetes. Tingginya insiden komplikasi hemoragik berhubungan

dengan peningkatan mortalitas telah dilaporkan pada pasien diabetes dengan usia

> 75 tahun. Dengan demikian, trombolisis pada pasien diabetes yang lebih tua

mungkin harus dibatasi dengan ancaman jiwa infark miokard sampai data yang

lebih jauh lagi mengklarifikasi apakah manfaat pada kelompok pasien ini di luar

resiko. Walaupun ada data yang menyatakan bahwa adanya retinopati proliferasi

akan mewakili kontraindikasi relatif untuk menggunakan agen trombolitik pada

banyak pasien diabetes, perdarahan retina tidak tampak pada 121 pasien diabetes

yang diterapi dengan agen trombolitik pada percobaan Trombolisis dan

Angioplasti dalam Infark Miokard Akut (TAMI).

Manajemen invasif. Pasien diabetes dengan infark miokard akut yang

mengalami manifestasi tanda terjadinya iskemi meskipun terapi medis sebaiknya

dipertimbangkan pada revaskularisasi miokardium melalui bypass arteri koroner

atau angioplasti koroner transluminal perkutaneus. Bypass arteri koroner

merupakan terapi efektif dalam meringankan gejala angina pada pasien diabetes

seperti pada pasien non diabetes, walaupun angka harapan hidup jangka panjang

setelah operasi bypass masih menyisakan konsisten yang rendah pada pasien

diabetes daripada non diabetes. Pasien diabetes lebih banyak membutuhkan

bypass karena aterosklerosis yang luas. Namun, patensi graft yang terlambat pada

pasien ini sama dengan pasien non diabetes. Mortalitas perioperatif didapatkan

meningkat pada pasien diabetes 4,5% sampai 5,1% dibandingkan dengan 2,5%

pada pasien tanpa diabetes. Penyembuhan sternotomi yang buruk, gagal ginjal dan

lamanya rawat inap di rumah sakit lebih sering terjadi pada pasien diabetes.

Angioplasti koroner transluminal perkutaneus merupakan sarana efektif

untuk meringankan gejala iskemi pada pasien diabetes dengan anatomi koroner

Page 16: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

yang sesuai. Walaupun beberapa data berkaitan dengan angioplasti koroner pada

diabetes khususnya pada kondisi infark, tampak bahwa kadang-kadang pada

pasien diabetes cenderung lebih mudah mengalami restenosis setelah angioplasti

dibandingkan dengan pasien non diabetes. Diabetes juga merupakan variabel

bebas yang memprediksi restenosis setelah angioplasti koroner kedua pada tempat

dilakukannya tindakan tersebut. Pada angioplasti koroner multi pembuluh darah,

diabetes berkaitan dengan angka kesuksesan primer yang rendah dan tingginya

komplikasi. Meskipun kekurangan yang memungkinkan, angioplasti arteri

koroner merupakan pilihan terapi menarik berdasarkan morbiditasnya yang

rendah dan periode konvalesen utama serta menghindari masalah potensial yang

berkaitan dengan operasi bypass.

Pencegahan Sekunder Setelah Infark Miokard

Blokade beta-adrenoreseptor. Penggunaan beta blocker menunjukkan

adanya pengaruh mortalitas terhadap infark miokard. Dalam penelitian infark

miokard menggunakan timolol, penggunaan timolol (agen non beta-1 selektif)

berhubungan dengan pengurangan substansial dalam keseluruhan mortalitas

termasuk kematian total jantung, kematian mendadak, dan reinfark non fatal.

Besarnya resiko menurunnya kematian jantung dan reinfark non fatal sangat besar

pada pasien diabetes, menunjukkan manfaat lebih besar dari blokade beta pada

kelompok ini daripada pasien non diabetes. Timolol ditoleransi sama antara pasien

diabetes dan non diabetes. Penelitian lain mengamati penggunaan beta bloker

pada 281 pasien diabetes setelah infark miokard akut didapatkan penurunan

mortalitas dari 17% menjadi 10% dalam 1 tahun setelah keluar dari perawatan

rumah sakit. Pada analisis multivariat dalam penelitian yang sama, penggunaan

beta bloker didapatkan sebagai prediktor bebas keberlangsungan jantung selama 1

tahun pada pasien diabetes, apakah kongesti pulmoner didapatkan atau tidak pada

pemeriksaan foto rontgen.

Page 17: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

Manfaat potensial beta bloker mengimbangi efek berlawanan terutama

pada pasien diabetes. Obat ini akan mengurangi reflek takikardi, menutupi gejala

“warming” akibat hipoglikemi dan meningkatkan insulin menyebabkan

hipoglikemi melalui proses glikogenolisis. Berdasarkan alasan ini, banyak para

klinisi enggan menggunakan beta bloker pada pasien diabetes. Berlawanan

dengan hal tersebut, beta bloker ditoleransi baik dan bermanfaat khususnya untuk

pasien diabetes berdasarkan perhatian ini. Banyak komplikasi yang tampak pada

penggunaan beta bloker dalam dosis tinggi daripada yang dibutuhkan untuk

memperoleh perlindungan sekunder melawan kematian jantung.

Aspirin. Aspirin memiliki data signifikan bermanfaat setelah infark

miokard pada pasien non diabetes, mengurangi angka mortalitas jangka pendek

dan reinfark. Pasien diabetes memiliki reaktivitas platelet tinggi yang berperan

tidak hanya mempercepat progresi aterosklerosis, tetapi juga perkembangan oklusi

pembentukan trombus pada tempat terjadinya ruptur plak koroner. Dengan

demikian, sepertinya aspirin lebih berguna pada pasien diabetes dibandingkan

tanpa diabetes karena dasar ini meningkatkan aktivitas platelet. Penelitian

mengenai pencegahan primer atau sekunder infark miokard pada pasien diabetes

belum dilaksanakan dan dapat menjadi bermanfaat.

Terdapat banyak perhatian, bahwa aspirin dapat meningkatkan terjadinya

perdarahan retina pada pasien diabetes. Keamanan menggunakan aspirin jangka

panjang pada pasien diabetes dengan retinopati awal telah ditunjukkan dalam

penelitian DAMAD, di mana 267 pasien diabetes dengan retinopati awal dengan

penurunan mikroaneurisma retina tanpa kasus tunggal perburukan perdarahan

retina. Data ini tidak sesuai dengan pasien diabetes dengan derajat keparahan

retinopati lebih berat di mana keamanan aspirin belum ditentukan.

Modifikasi faktor resiko. Perhatian juga harus fokus pada modifikasi

faktor resiko untuk mengurangi progresifitas aterosklerosis dan resiko reinfark.

Hipertensi harus dikontrol, lebih dipilih menggunakan obat yang dapat

meningkatkan disfungsi ventrikel kiri sistolik maupun diastolik. Hiperlipidemia

Page 18: Infark Miokard Akut Pada Pasien Diabetes

dan obesitas harus ditangani dengan agresif. Usaha pencegahan sekunder dengan

modifikasi faktor resiko paling dibenarkan pada wanita diabetes yang mengalami

kematian jantung akhir setelah bertahan dari infark miokard.

Rokok sigaret merupakan faktor penting yang mendukung terjadinya

aterosklerosis koroner. Pasien diabetes seperti pada umumnya menjadi perokok.

Merokok sebagai prediktor bebas kematian pada pasien dengan diabetes insulin

dependen dan khususnya berbahaya pada wanita diabetes insulin dependen,

karena hal ini meningkatkan resiko kematian jantung dua kali lipat.

Kesimpulan

Diabetes melitus berkaitan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas

berhubungan dengan penyakit arteri koroner. Selain mempercepat aterosklerosis,

berbagai faktor dinamis lainnya berkaitan dengan diabetes tidak hanya sebagai

predisposisi infark miokard akut tetapi juga berkontribusi pada komplikasi post

infark. Pemahaman lebih lanjut mengenai akibat diabetes pada patofisiologi infark

miokard akut akan mengarahkan pada modalitas terapi yang lebih khusus untuk

kelompok beresiko tinggi.