Download doc - Hasil dan pembahasan

Transcript
Page 1: Hasil dan pembahasan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1.1 MODEL

Gambar 1.1 Blok Diagram Model

IV.1.2 PENJABARAN MODEL (BANGUNAN PEMIKIRAN)

Vegetasi bertambah jika intensitas replantasi bertambah, juga bertambahnya jumlah

vegetasi akan menambah intensitas replantasi. Intensitas replantasi dapat dipengaruhi

beberapa faktor di antaranya adalah periode penanaman dan luas lahan secara

keseluruhan yang ditinjau dan asumsi dari pengamatan di lapangan beberapa Vegetasi

per Area (km2). Hal inilah yang akan mempengaruhi intensitas replantasi yang akan

menambah jumlah vegetasi dari tahun ke tahun. Vegetasi juga tidak hanya

40

Page 2: Hasil dan pembahasan

berkembang biak tetapi juga mengalami kematian yang disebabkan oleh campur

tangan manusia itu sendiri dan seberapa besar pengikisan tanah (erosi) juga akan

menggangu kehidupan vegetasi. Dari kondisi seperti itulah vegetasi akan mengalami

pertumbuhan atau perkembangan. Banyaknya vegetasi juga ditentukan berapa yang

hidup kurang berapa yang mati.

Jumlah peningkatan vegetasi dari tahun ke tahun akan memberikan dampak

pengurangan erosi jika hujan turun atau sebaliknya berkurangnya vegetasi akan

menimbulkan erosi yang meningkat. Tidak hanya itu erosi juga akan dipengaruhi oleh

Slope (kemiringan lahan), type tanah dan RunOff (debit Limpasan).

RunOff (debit limpasan) dapat ditentukan secara rasional yaitu merupakan pengaruh

Intensitas curah hujan disilang dengan berapa luas area yang kita tentukan kemudian

dikali dengan konstanta dan dikali lagi dengan koefesien Runoff (debit limpasan).

tentunya koefesien Runoff selalu berubah rubah nilainya sesuai dengan berapa

kemiringan lahan yang ada.

Slope, Type tanah kemudian dampak vegetasi merupakan kondisi tanah yang

bercampur dengan air. Kehilangan tanah akan memberikan manfaat pada tanah per

unit air. Kondisi tanah tadi akan mempengaruhi juga tanah per unit air.

Tanah per unit air ini jika dipertemukan dengan Runoff (debit limpasan) akan

menghasilkan erosi.

Terjadinya pengikisan tanah (erosi) akan mengurami volume tanah sebelumnya dan

akan membawa endapan-endapan hasil pengikisan tanah tersebut ke sungai-sungai

sehingga terjadilah sedimentasi di dalam waduk.

41

Page 3: Hasil dan pembahasan

Curah hujan yang masuk kemudian berapa luas sungai akan menentukan berapa debit

air yang masuk per satuan waktu. Dari sini lah kita dapat memperkirakan berapa

tinggi air di waduk persatuan waktu. Debit air yang keluar sebanding dengan

ketinggian waduk

Air yang ada di waduk Bili-Bili akan di alirkan ke penampungan untuk di saring

menjadi air bersih. Air bersih tersbut disimpan dalam tempat penampungan. Air yang

keluar dikonsumsi(dipakai) dipengaruhi oleh pertambahan penduduk Kota Makassar

dan Kabupaten Gowa di kali dengan berapa banyak pemakian air per orang per satuan

waktu.

Jumlah Penduduk akan dipengaruhi oleh angka pertumbuhan penduduk.

Pertambahan penduduk akan dipengaruhi laju kelahiran dan laju kematian. Laju

kelahiran dikurang dengan laju kematian pada tahun itu sama dengan jumlah

penduduk pada tahun itu.

Laju kelahiran dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dan pertambahan penduduk.

Begitu juga dengan laju kematian dipengaruhi oleh angka kematian dan pertambahan

penduduk.

IV.2 KONDISI FISIOGRAFI DAS JENEBERANG

Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang merupakan daerah yang mengalirkan air

yang jatuh diatas daerah tersebut ke aliran sungai Jeneberang. Sungai Jeneberang

sendiri memilki hulu sungai di sekitar puncak Gunung Bawakaraeng dan

42

Page 4: Hasil dan pembahasan

Lompobattang pada ketinggian sekitar 1900 meter diatas permukaan laut (mdpl).

Sungai ini mengalir dari tengah pulau Sulawesi bagian Selatan kearah pantai Barat

Sulawesi Selatan, melalui waduk Bili-Bili dan bermuara di bagian selatan Kota

Makassar. Hal ini menyebabkan DAS Jeneberang seluas 60.762 ha ini membentang

dari timur ke barat diapit oleh DAS Tallo dan DAS Tangka dibagian utaranya, serta

DAS Jenelata dibagian selatannya. Bentuk pola aliran sungai yang dendritik dengan

dua cabang sungai besar yaitu Salo Malino di bagian utara dan Salo Kausisi di bagian

Selatan, menyebabkan bentuk DAS Jeneberang memanjang dari timur ke barat

dengan bagian hulu yang lebih luas dan mengerucut kearah waduk Bili-Bili setelah

percabangan Salo Malino dan Salo Kausisi (Rahman Kurniawan,2004).

Bentuk morfologi yang menonjol di sekitar hulu DAS Jeneberang adalah kerucut

gunungapi Lompobattang, yang menjulang mencapai ketinggian 2876 mdpl yang

tersusun oleh batuan gunung api Plistosen (Sukamto & Supriatna, 1982). Sementara

bagian hilir DAS Jeneberang yang merupakan pesisir pantai barat Sulawesi Selatan

merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah

pasang surut. Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar yang membentuk

dataran di daerah ini.

IV.3 SLOPE (KEMIRINGAN), TANAH (SOIL) DAN VEGETASI (LAND USE)

Ada beberapa macam nilai Slope yang ada di DAS Jenebeang. Klasifikasi yang

paling mendasar dalam 5 kategori adalah jelas dengan kemiringan (Slope) 0 ~ 8 %,

43

Page 5: Hasil dan pembahasan

dangkal kemiringan (Slope) 8 ~ 15 %, bergelombang kemiringan (Slope) 15 ~ 25 %,

berbukit-bukit kemiringan (Slope) 25 ~ 40 % dan pegunungan kemiringan ( > 40% ).

Kemringan lahan yang paling banyak adalah yang berbukit-bukit (25~40%) dengan

persentase 38.48 % dan luas wilayah 147.93 Km2 seperti terlihat pada tabel 4.3.1

dibawah ini.

Tabel 4.3.1 Beberapa Slope DAS Jeneberang

No. Slope Class (%) Area (Km2) Percentage (%)1.2.3.4.5.

0 ~ 8 (A)8 ~ 15 (B)16 ~ 25 (C)26 ~ 40 (D)>40 (E)

48.3043.2958.73

147.9386.15

12.5711.2615.2838.4822.41

Total 384.40 100.00Sumber : Zubair (1994)

Ada 5 macam type tanah yang ada di DAS Jeneberang yaitu : Lithic Ustorthents

(Entisols) 34.42 km2, Lithic Haplustults (Ultisols) 143.99 Km2, Typic Haplustults

(Ultisols) 72.88 Km2, Typic Hapludults (Ultisols) 105.67 Km2 dan Typic Paleudults

(Ultisols) 31.44 Km2. Jika kita memprensentasekan maka Lithic Ustorthents

(Entisols) 8.95 %, Lithic Haplustults (Ultisols) 36.94 %, Typic Haplustults (Ultisols)

18.96 %, Typic Hapludults (Ultisols) 26.97 %, Typic Paleudults (Ultisols) 8.18 %.

44

Page 6: Hasil dan pembahasan

Tabel 4.3.2 Type Tanah Sekitar DAS Jeneberang

No Soil Type (sub-group) Area (km2)Nilai

Erodibilitas1 Lithic Ustorthents (Entisols) 34.42 0.252 Lithic Haplustults (Ultisols) 143.99 0.303 Typic Haplustults (Ultisols) 72.88 0.324 Typic Hapludults (Ultisols) 105.67 0.275 Typic Paleudults (Ultisols) 31.44 0.28

Total 384.40 --Sumber : zubair (1994)

Lahan di sekitar DAS Jeneberang banyak didominasi lahan pertanian seperti sawah,

berbagai macam tanaman, lahan tandus (kering) serta perkebunan dan lain-lain.

Selain itu juga lahan juga ada penduduk yang bermukim disitu, Sungai dan Dam Bili-

Bili untuk lebih jelasnya terlihat dalam Tabel 4.3.3 (terlampir)

Vegetasi yang tersebar disekitar Sungai Jeneberang terdiri dari 19 macam jenis

vegetasi dengan luas lahan sekitar 380.40 km2. terlihat dari tabel (terlampir) luas

semak-belukar (Bush) 12.40 %, Semak belukar tanaman (Bush/Arable) 3.28 %,

Hutan rimba (Forest) 24.20 %, Hutan cemara (Pine Forest) 1.71 %, Hutan yang

ditanami ( Crop Forest ) 3.30 %, Perkebunan (Plantation) 6.95 %, Perkebunan/semak-

blukar (Plantation/Bush) 1.43 %, Perkebunan Kopi (Coffee Plantation ) 0.42 %,

tanaman (Arable Land) 0.93 %, tanaman/perkebunan (Arable Land/Plantation) 0.94

%, Lahan tidur (Idle Land) 4.66 %, kelompok penduduk (Settlement) 0.27 %, rumput

(Grass) 1.93 %, rumput/semak-belukar (Grass/Bush) 1.48 %, Sawah (Rice Field)

14.79 %, Lahan Kering (Dry Field) 5.06 %, lahan kering/semak-belukar (Dry

field/bush) 2.88 %, perkebunan teh (plantation teh) 0.14 %, Sungai (River) 3.73 %

dan Dam 3.22 %.

45

Page 7: Hasil dan pembahasan

Tabel 4.3.3 Jenis Vegetasi

No. Vegetasi Area (km2) Persentase (%)1. Bush(semak-semak belukar) 47.65 12.402. Bush/Arable Land (semak belukar yang di

tanam)12.61 3.28

3. Forest (Hutan, rimba) 93.04 24.204. Forest/Grass (Hutan rimba/rumput) 24.15 6.285. Pine Forest (hutan cemara) 6.58 1.716. Crop Forest (Hutan yang di tanami) 12.71 3.30

7. Plantation (penanaman,perkebunan) 26.71 6.95

8. Plantation /Bush (perkebunan/semak belukar

5.50 1.43

9. Coffee Plantation (perkebunan kopi) 1.60 0.42

10. Arable Land (tanaman) 3.59 0.9311. Arable Land /Plantation

(tanaman/perkebunan)3.61 0.94

12. Idle Land (lahan tidur) 17.91 4.6613. Settlement (kelompok penduduk) 1.05 0.2714. Grass (rumput) 7.40 1.9315. Grass/Bush (rumput/semak-belukar) 5.68 1.48

16. Rice Field (Padi) 56.87 14.7917. Dry Field (lahan kering) 19.44 5.0618. Dry Field/Bush (Lahan kering/ Semak-

belukar)11.08 2.88

19. Tea Plantation (Perkebunan teh) 0.55 0.1420 River (Sungai) 14.34 3.7321. Dam (DAM ) 12.33 3.22

Total 384.4 100.00Sumber : Zubair (1994)

46

Page 8: Hasil dan pembahasan

IV.4 CURAH HUJAN

Berdasarkan Tabel menunjukan bahwa di daerah sekitar DAS Jeneberang mengalami

curah hujan yang cukup tinggi. Curah hujan pada tahun 1999 rata-rata 3099 mm,

pada tahun 2000 rata-rata 3029 mm, sedangkan pada tahun 2001 curah hujannya

cukup tinggi yaitu 3741 mm, pada tahun 2002 yaitu 2929 mm, pada tahun 2003 yaitu

3184 mm dan pada tahun 2004 curah hujan rata-rata yaitu 2912 mm.

Tabel 4.4.1 Curah Hujan

No Tahun Mm1 1999 30992 2000 30293 2001 37414 2002 29295 2003 31846 2004 2912

Sumber : BMG Makassar

Terlihat pada grafik diatas curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu

mencapai 3741 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2004 rata

curah adalah 2912 mm.

Data curah hujan ini di pantau dari 8 stasiun yaitu : Malino, Kampili, Mangempang,

Majannang, Mardekaya, Bt Langkasa, dan Bili-Bili. Semua data yang terpantau

perbulan kemudian kita total di rata-ratakan pertahun sehingga di dapat seperti pola

hujan pada grafik dibawah ini.

47

Page 9: Hasil dan pembahasan

Gambar 4.4.1 Hasil Simulasi Curah hujan tahunan 1999 – 2004 dalam (mm)

IV.5 EROSI

Erosi merupakan faktor sangat penting. Karena erosi akan mengakibatkan

pertumbuhan tanaman akan terganggu, kemudian penumpukan di Waduk (sediment)

akan mengganggu kualitas air yang akan di konsumsi oleh penduduk Gowa dan

Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabek 4.5.1 dibawah ini.

48

Page 10: Hasil dan pembahasan

Tabel 4.5.1 Erosi

No Tahun Erosi (ton/Area) Erosi (ton/km2)1 1999 248 621.87 646.82 2000 188 301.21 489.93 2001 183 039.61 476.24 2002 126 745.56 329.75 2003 121 957.47 317.36 2004 98 687.34 256.77 2005 88 788.04 230.98 2006 79 704.61 207.49 2007 71 749.06 186.610 2008 65 506.60 170.411 2009 61 187.74 159.112 2010 57 249.04 148.9

Sumber : Hasil Simulasi

Secara umum erosi dari tahun ke tahun mengalami penurunan dari 248 621.87 ton

pada tahun 1999 sedangkan pada tahun 2004 erosi mencapai 98 687.34 ton dan pada

tahun 2010 dapat di prediksi erosi mengalami penurunan mencapai 57 249.04

ton/area. Jika melihat melihat tabel 4.5.1 maka pada tahun 1999 erosi 646.8 ton per

Kilometer persegi, juga mengalami penurunan pada tahun 2004 erosi 256.7 ton per

kilometer persegi sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan erosi mencapai

148.9 ton per kilometer persegi. Angka erosi yang cendrung menurun dari tahun ke

tahun disebabkan oleh jumlah vegetasi yang dari tahun ketahun juga terus meningkat.

49

Page 11: Hasil dan pembahasan

Gambar 4.5.2 Hasil Simulasi Erosi DAS Jeneberang

Gambar 4.5.3 Hasil Simulasi Vegetasi

50

Page 12: Hasil dan pembahasan

Adanya pola grafik seperti diatas adalah tidak terlepas dari pola curah hujan yang

cendrung tinggi pada tahun 2001 sehingga akan meningkatkan erosi walaupun

vegetasi terus meningkat. Tetapi secara umum dapat dilihat dari grafik diatas erosi

yang awalnya pada tahun 1999 adalah 248 621.87 ton dan pada tahun 2004 adalah

98 687.34 ton dan pada tahun 2010 adalah 57 249.04 ton.

Data curah hujan yang di input adalah mulai tahun 1999 sampai 2004 sedangkan

untuk tahun 2005 sampai 2010 hanya sifatnya prediksi saja.

IV.6 SEDIMEN

Proses sidementasi yang terjadi pada waduk Bili-Bili dapat berdampak buruk pada

daya tahan Waduk Bili-Bili itu sendiri. Hal ini terjadi karena proses pengangkutan

sedimen pasca longsoran yang terjadi pada tanggal 26 Maret 2004 di bagian hulu

DAS Jeneberang sampai waduk Bili-Bili dapat menyebabkan terjadinya pergerakan

massa longsoran yang tidak sedikit apabila dihubungkan dengan curah hujan yang

tinggi dan kondisi fisiografis daerah sekitarnya. Sehingga akan menyebabkan tinggi

permukaan air dan pendangkalan waduk serta aliran akan mencari alur baru sendiri

yang akan memperpendek umur waduk dan menurunkan kualitas air baku yang

diolah PDAM, menghambat sistem irigasi serta pembangkit tenaga listrik

Sedimentasi adalah hasil penumpukan dari erosi yang diangkut oleh air hujan dan air

sungai ke hilir sungai. Pada tahun 1999 sedimen masih 0 karena pada tahun ini baru

51

Page 13: Hasil dan pembahasan

proses awal penghitungan erosi sehingga belum ada sidemen yang dapat di ukur.

Untuk lebih jelasnya pada tabel 4.6.1 dibawah ini.

Tabel 4.6.1 Hasil Simulasi Sidemen

Tahun Sedimen (ton)1999 02000 227 116.682001 396 940.612002 571 863.202003 693 034.762004 809 369.642005 904 288.342006 989 589.242007 1 066 225.292008 1 135 295.452009 1 199 144.702010 1 258 819.00

Terlihat pada tahun 2000 sidemen adalah 227 116.68 ton, pada tahun 2001 dengan

pola curah hujan yang cukup tinggi sedimen nya adalah 571 863.20 ton, pada tahun

2002 sedimen adalah 571 863.20 ton, tahun 2003 sedimen adalah 693 034.76 ton,

sedangkan pada tahun 2004 sedimen adalah 809 369.64, tahun 2005 sedimen adalah

904 288.34 ton, pada tahun 2006 sedimen adalah 989 589.24 ton, pada tahun 2007

sedimen adalah 1 066 225.29 ton, pada tahun 2008 sedimen adalah 1 135 295.45 ton,

tahun 2009 sedimen adalah 1 199 144.70 ton dan pada tahun 2010 sedimen mencapai

1 258 819.00 ton. Nilai sedimen yang terus meningkat dari tahun ke tahun disebabkan

oleh terus-menerusnya terjadi erosi dari tahun ke tahun. Walaupun secara kuantitatif

erosi tiap tahun, dari tahun 1999 sampai tahun 2010 mengalami penurunan.

52

Page 14: Hasil dan pembahasan

IV.7 WADUK BILI-BILI

Waduk Bili-Bili merupakan salah satu wilayah dengan peranan yang sangat penting

bagi masyarakat dan pembangunan di daerah Sulawesi Selatan. Waduk Bili-bili

memiliki luas genangan air sekitar 1850 ha dan kedalaman sekitar 50 meter dibangun

untuk kepentingan irigasi sawah dan tambak seluas sekitar 30.000 ha, pembangkit

tenaga air dengan kapasitas 25 MW, perikanan, dan penyedian air minum bagi kota

Makassar dan Kabupaten Gowa.

Waduk Bili-Bili merupakan sumber energi, ekonomi masyarakat Gowa dan

Makassar. Air waduk Bili-Bili digunakan untuk keperluan air minum dan sebagian

lagi digunakan lagi untuk persawahan dan perkebunan yang ada di kabupaten Gowa

dan kota Makassar. Oleh sebab itu sangat penting mengatahui secara pasti debit air

masuk, volume waduk dan Debit air yang keluar dari waduk. Untuk lebih jelasnya

terlihat pada tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.7.1 Hasil Simulasi Debit air masuk,Isi Waduk dan Debit air keluar

Tahun Debit masuk (m3/s) Volume Air (m3) Debit keluar (m3/s)1999 671.71 1000 802000 603.76 1519.83 126.792001 745.68 1980.95 168.292002 583.83 2537.19 223.722003 634.65 2884.02 258.402004 580.44 3247.53 289.802005 580.44 3529.56 312.362006 580.44 3789.70 333.182007 580.44 4029.64 352.372008 580.44 4250.96 370.082009 580.44 4455.09 386.412010 580.44 4643.38 401.47

53

Page 15: Hasil dan pembahasan

Debit air yang masuk pada tabel diatas pada tahun 1999 adalah 671.71 m3/s, tahun

2000 debit air masuk Waduk Bili-Bili adalah 603.76 m3/s agak turun dari tahun

1999 , tahun 2001 curah hujan yang cukup tinggi debit air yang masuk adalah 745.68

m3/s, sedangkan pada tahun 2002 debit air masuk ke Waduk Bili-Bili adalah 583.83

m3/s, pada tahun 2003 debit air yang masuk Waduk Bili-Bili adalah 634.65 m3/s, dan

pada tahun 2004 debit air yang masuk di waduk Bili-Bili adalah 580.44 m3/s. Begitu

juga pada tahun 2005 sampai 2010 debit air yang masuk pada Waduk Bili-Bili adalah

580.44 m3/s. Hal ini disebabkan data curah hujan yang di input hanya tahun 1999

sampai tahun 2004 untuk tahun 2005 sampai 2010 tidak di input. Sehingga debit air

yang masuk pada waduk Bili-Bili tidak mengalami perubahan yaitu 580.44 m3/s.

Gambar 4.7.1 Hasil Simulasi Debit air Masuk

Terlihat dari grafik air masuk ke waduk bili-bili sepentas sama dengan pola grafik

curah hujan. Itu artinya Debit air yang masuk pada dam bili-bili sangat di tentukan

pola curah hujan. Terlihat juga pola yang muncul hanya pada tahun 1999 sampai

tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2005 sampai tahun 2010 tidak ada pola yang

terlihat sama sekali.

54

Page 16: Hasil dan pembahasan

Volume air dalam Waduk dari tahun ke tahun terus bertambah, tercatat pada tahun

2004 volume waduk adalah 3247.53 m3, terlihat terus mangalami kenaikan dan pada

tahun 2010 volume air dapat diprediksi 4643.38 m3. Air dalam waduk terakumulasi

dari tahun ke tahun inilah yang menyebabkan terus meningkatnya volume air tersebut

Sedang volume air keluar (debit air keluar) sebanding dengan volume air dalam

waduk.volume air yang keluar pada tahun 1999 adalah 80 m3/s ini volume pertama

yang keluar dari hasil simulasi yang dilakukan. Sedangkan pada tahun 2004 debit air

yang keluar mencapai 289.80 m3/s, dan pada tahun 2010 di prediksi mencapai 401.47

m3/s. Tentunnya debit air yang keluar dari waduk Bili-Bili akan di manfaatkan untuk

lahan perkebunan, sawah dan pemanfaatan untuk keperluan PDAM.

Tabel 4.7.2 Komparasi antara RunOff (debit air masuk) secara simulasi dengan

Debit Air masuk (PWS Jeneberang) Ke Dam Bili-Bili

Tahun Debit Air MasukSIM (m3/s) DAM(m3/s)

1999 671.71 609.22000 603.76 5622001 745.68 471.62002 583.83 392.42003 634.65 646.22004 580.44 640.52005 580.44 -2006 580.44 -2007 580.44 -2008 580.44 -2009 580.44 -2010 580.44 -

Ket : Sim = adalah hasil simulasi dan DAM = Data sumber PWS Jeneberang

55

Page 17: Hasil dan pembahasan

Terlihat dari komparasi simulasi dengan data sesungguhnya nyaris benar,

perbedaannya hampir tidak ada. Ini menunjukan bahwa simulasi yang dilakukakan

sangat akurat. Pada tahun 2001 curah hujan yang cukup tinggi hasil simulasi

memprediksi debit air masuk adalah 745.68 m3/s sedang Data dam Bili-bili adalah

471.6 m3/s. Tahun 2002 hasil simulasi adalah 583.83 m3/s sedangkan pada Data dam

Bilibili adalah 392.4 m3/s. Hanya tahun 2001 dan 2002 saja yang ada sedikit

perbedaan. Untuk tahun 1999,2000,2003,2004 Tidak terlalu jauh berbeda. Untuk

tahun 2005 sampai tahun 2010 tidak dapat di komparasikan sebab data dam yang

tidak ada.

IV.8 PENDUDUK MAKASSAR DAN GOWA

Penduduk Kota Makassar tahun 2006 tercatat sebanyak 1.223.540 jiwa yang terdiri

dari 611.049 laki-laki dan 612.491 perempuan. Sementara itu jumlah penduduk kota

Makassar tahun 2005 tercatat sebanyak 1.193.434 jiwa.

Penyebaran penduduk kota Makassar di rinci menurut kecamatan, menunjukan bahwa

penduduk masih terkonsentrasi diwilayah kecamatan tamalate, yaitu sebanyak

148,589 atau 12,14 persen dari total penduduk, disusul kecamatan rappocini sebanyak

139.491 jiwa (11.40 persen).

Kecamatan panakkukang sebanyak 131,229 jiwa (10,73 persen), dan yang terendah

adalah kecamatan ujung pandang sebanyak 27.941 jiwa (2,28 persen).

56

Page 18: Hasil dan pembahasan

Di tinjau dari kepadatan penduduk kecamatan Makassar adalah terpadat yaitu 32.093

jiwa per km2, disusul kecamatan Mariso (29.293 per km2). Sedang kecamatan

Biringkanaya merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah yaitu

sekitar 2.605 jiwa per km2. kemudian kecamatan Tamalanrea 2.732 per km2,

Manggala (4.003 per km2), kecamatan Panakkukang 10.071 jiwa per Km2 (Tabel

terlampir).

Dilihat dari jumlah penduduknya, Kabupaten gowa termasuk kabupaten terbesar

ketiga di Sulawesi Selatan setelah kota Makassar dan Kabupaten Bone. Berdasarkan

hasil suspenas 2006, penduduk kabupaten gowa tercatat sebesar 586.069 jiwa. Pada

tahun 2005 jumlah penduduk mencapai 575.295 jiwa, sehingga penduduk pada tahun

2006 bertambah sebesar 1,87 persen.

Persebaran penduduk di kabupaten Gowa pada 18 kecamatan bervariasi. Hal ini

terlihat dari kepadatan penduduk per kecamatan yang masih sangat timpang. Untuk

wilayah Somba Opu, Pallangga, Bontonompo, Bontonompo Selatan, Bajeng, Bajeng

Barat, yang wilayahnya hanya 12.52 persen dari seluruh wilayah kabupaten Gowa,

dihuni sekitar 59.56 persen penduduk Gowa. Sedangkan wilayah kecamatan

Bontomarannu, Pattalasang, Parangloe, Manuju, Barombong, Tinggimoncong,

Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu, yang

meliputi sekitar 80.18 persen wilayah Gowa hanya dihunni oleh sekitar 40.44 persen

penduduk Gowa. Keadaan ini Tampaknya sangat dipengaruhi oleh factor keadaan

Geografis daerah tersebut.

57

Page 19: Hasil dan pembahasan

Bila dilihat dari kelompok umur, penduduk anak-anak (usia 0-14 tahun ) jumlahnya

mencapai 30.37 persen sedangkan penduduk usia produktif mencapai 64.76 persen

dan penduduk usia lanjut terdapat 4,87 persen dari jumlah penduduk kabupaten gowa.

Secara keseluruhan penduduk laki-laki di Kabupaten Gowa jumlahnya sedikit dari

jumlah penduduk wanita seperti yang tampak pada rasio jenis kelamin penduduk

yang mencapai 96 artinya ada 96 jumlah penduduk laki-laki di anatar 100 penduduk

perempuan (tabel terlampir).

Tabel 4.8.1 Perbandingan Data penduduk Versus Data simulasi Penduduk

Tahun Makassar Gowa Makassar & GowaBPS Sim BPS Sim BPS Sim

1999 1,049,165 1,049,165 494,942 494,942 1,544,107 1,544,1072000 1,076,398 1,072,757 504,786 503,409 1,581,184 1,576,1672001 1,101,145 1,096,881 517,285 512,022 1,618,430 1,608,9032002 1,127,785 1,121,546 523,313 520,782 1,651,098 1,642,3292003 1,145,406 1,146,767 552,293 529,692 1,697,699 1,676,4592004 1,164,380 1,172,554 565,252 538,754 1,729,632 1,711,3092005 1,193,343 1,198,922 574,845 547,972 1,768,188 1,746,8942006 1,223,540 1,225,882 586,069 557,347 1,809,609 1,783,2292007 - 1,253,449 - 566,882 - 1,820,3312008 - 1,281,635 - 576,581 - 1,858,2172009 - 1,310,456 - 586,445 - 1,896,9022010 - 1,339,924 - 596,479 - 1,936,403

Sumber : BPS dan Hasil Simulasi

Terlihat dari tabel diatas bahwa data BPS dengan hasil simulasi mulai dari tahun 1999

sampai dengan tahun 2006 hasilnya tidak terlalu jauh artinya hampir benar untuk kota

Makassar. Sedangkan prediksi untuk tahun 2010 penduduk Makassar adalah

1,339,924 jiwa. Untuk kabupaten Gowa dari tahun 1999 sampai tahun 2002 terlihat

data BPS dengan hasil simulasi tidak terlalu jauh berbeda. Sedangkan untuk tahun

58

Page 20: Hasil dan pembahasan

2003 sampai 2006 terlihat ada perbedaan yang signifikan yaitu sekitar puluhan ribu

setiap tahun. Untuk tahun 2010 penduduk kabupaten Gowa dapat diprediksi mencapai

596,479 jiwa.

Gambar 4.8.1 Hasil Simulasi Pertumbuhan Penduduk Kota Makassar Terlihat dari grafik di atas bahwa jumlah penduduk kota Makassar dari tahun 1999

sampai tahun 2010 terus mengalami kenaikan dengan pertumbuhan penduduk yang

terkendali. Pertumbuhan penduduk kota Makassar mencapai 1.4 % setiap tahun.

Dengan demikian pertambahan penduduk kota Makassar masih terkendali.

Gambar 4.8.2 Hasil Simulasi Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Gowa

59

Page 21: Hasil dan pembahasan

Terlihat Grafik petumbuhan penduduk kabupaten Gowa cendrung stabil dan

terkendali dengan petumbuhan penduduk pada 2010 mencapai 1.7 %.

Dengan demikian jumlah penduduk untuk kabupaten Gowa dan Kota Makassar untuk

tahun 2010 diprediksi mencapai 1,936,403 jiwa. Jumlah penduduk Makassar dan

Gowa inilah yang mengkonsumsi Air bersih yang labih banyak bersumber Waduk

Bili-Bili. Bertambahnya jumlah penduduk Makassar Gowa akan mengurangi Stok air

bersih.

Gambar 4.8.3 Hasil Simulasi Pertambahan Penduduk Makassar Gowa

IV.9 KEBUTUHAN AIR BERSIH MAKASSAR DAN GOWA

Air bersih adalah sumber energi yang sangat vital bagi umat manusia. Terlebih bagi

penduduk kota Makassar dan kabupaten Gowa. Air adalah sumber kehidupan umat

manusia. Makan, mencuci, mandi, minum dan lain sebagainya semua membutuhkan

air.

60

Page 22: Hasil dan pembahasan

Produksi air bersih (ledeng) di kota Makassar tahun 2006 yang di salurkan oleh

PDAM sebanyak 32.411.407 m3 dengan jumlah pelanggan sebanyak 130.483

Jumlah pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Gowa dari

tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2006 jumlah pelanggan tercatat sebanyak

10.172 dengan nilai air mimum yang disalurkan sebesar 4.021 miliar Rupiah. Jumlah

pelanggan ini terjadi kenaikan disbanding tahun 2005, dan nilai air minum yang

disalurkan juga meningkat sebesar 25.68 persen.

Dari jumlah pelanggan yang tercatat pada tahun 2006, terlihat bahwa distribusi air

minum yang disalurkan oleh PDAM sebagian besar digunakan untuk keperluan

rumah tangga mencapai 91 persen.

Tabel 4.9.1 Hasil Simulasi Air Bersih

Tahun Air Bersih(m3/s)

Stok Air Bersih(m3)

Kebutuhan Air

(m3/s)1999 90.40 500.00 128.682000 120.25 475.23 131.352001 137.68 469.77 134.082002 178.04 483.08 136.862003 217.58 538.34 139.702004 253.37 629.65 142.612005 274.89 748.42 145.572006 291.54 882.95 148.602007 306.90 1030.59 151.692008 321.06 1190.01 154.852009 334.14 1360.00 158.082010 345.74 1539.42 161.37

Sumber : Hasil Simulasi

Pada tahun 1999 debit air bersih yang masuk adalah 90.40 m3/s, pada tahun 2004 air

bersih yang masuk akan menjadi 253.37 m3/s dan pada tahun 2010 debit air bersih

61

Page 23: Hasil dan pembahasan

akan mengalami kenaikan mencapai 345.74 m3/s. terlihat dari tabel diatas debit air

bersih mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya terlihat pada grapik di bawah

ini.

Gambar 4.9.1 Hasil Simulasi Air Bersih Yang Masuk Kepenampungan

Terlihat dari grafik diatas debit air bersih yang masuk mengalami kenaikan dari tahun

ketahun. Hal ini disebabkan oleh kenaikan debit air yang keluar dari waduk bili-bili.

Berikut ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 4.9.2 Hasil Simulasi Debit air Keluar Dari Waduk Bili-Bili

62

Page 24: Hasil dan pembahasan

Debit air kelur pada tahun 1999 adalah 80 m3/s maka debit air bersih yang masuk ke

penampungan adalah 91.40 m3/s. pada tahun 2004 debit air keluar dari waduk adalah

289.80 m3/s maka debit air bersih yang masuk kepenampungan adalah 253.37 m3/s.

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel perbebandingan dibawah ini

Tabel 4.9.2 Hasil Simulasi Debit air keluar dari waduk dan Debit Air masuk

Kepenampungan

Tahun Debit Air Keluar(dari Waduk) m3/s

Debit Air Masuk( Air Bersih) m3/s

1999 80 90.402000 126.79 120.252001 168.29 137.682002 223.72 178.042003 258.40 217.582004 289.80 253.372005 312.36 274.892006 333.18 291.542007 352.37 306.902008 370.08 321.062009 386.41 334.142010 401.47 345.74

Dari tabel perbandingan diatas terbaca bahwa debit air keluar dari Waduk Bili-Bili

akan berbanding lurus dengan debit air bersih yang masuk kepenampungan air bersih.

Volume debit air yang keluar dari waduk tidak sepenuh sama masuk ke penampungan

air bersih. Tetapi debit air yang keluar dari waduk tersebut akan disaring terlebih

dahulu menjadi air bersih. Hal ini terlihat jelas dari tabel misalnya pada tahun 2004

debit air keluar dari waduk adalah 289.80 m3/s sedangkan debit air masuk ke

penampungan air bersih adalah 253.37 m3/s. jadi ada selisih sekitar 36.43 m3/s hal ini

terbuang menjadi kotoran juga ada saluran pipa yang bocor, juga untuk pengairan

sawah.

63

Page 25: Hasil dan pembahasan

IV.10 STOK AIR BERSIH

Jika kita melihat dari porelahan data simulasi diatas pada tabel (lampiran), maka

dapat diprediksi stok air bersih kota Makassar akan terus meningkat dari tahun 1999

sampai tahun 2010. itu artinya penduduk Makassar dan Gowa tidak perlu takut

kekurangan air bersih sampai tahun 2010. Stok air terus meningkat ini disebabkan

oleh peningkatan debit air bersih yang masuk ke penampungan lebih besar dari

kebutuhan air bersih penduduk kota Makassar dan kabupaten gowa.

Kebutuha air bersih Makassar dan Gowa pada tahun 1999 adalah 128.68 m3/s, pada

tahun 2004 adalah 142.61 m3/s dan pada tahun 2010 adalah 161.37 m3/. itu artinya

dari tahun 1999 sampai tahun 2010 terus meningkat kebutuhan air bersih di

kabupaten gowa dan kota Makassar. Tetapi kebutuhan itu tidak lebih besar dari debit

air bersih yang masuk kepenampungan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik di

bawah ini.

Gambar 4.10.1 Hasil Simulasi Kebutuhan Air Bersih Kota Makassar dan Gowa

64


Recommended