Upload
asepmukhlas17
View
25
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
public healt
Citation preview
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 BALITA
Tabel 2.1
Jumlah balita yang ditimbang setiap bulan
Ditimbang setiap bulan
Frekuensi Presentase
Ya 10 71.4Tidak 4 28.6
Total 14 100.0
71.4
28.6
Balita Ditimbang Setiap Bulan
YaTidak
Cakupan penimbangan balita (D/S) di posyandu merupakan indikator
tinggi/rendahnya partisipasi masyarakat di posyandu. (D/S) merupakan
persentase balita yang ditimbang di posyandu dibanding seluruh balita
yang ada di wilayah kerja posyandu).2
Dari hasil dapat yang diperoleh, dari 52 responden, terdapat 14 KK
yang memiliki anggota keluarga balita. 10 Orang balita di antaranya rutin
ditimbang setiap bulan, sedangkan 4 orang balita lainnya tidak selalu
ditimbang setiap bulannya. Hal ini tentuk akan mempengaruhi cakupan
partisipasi masyarakat di posyandu (D/S).
Bila dihitung dari 14 responden yang memiliki anggota keluarga
balita, maka cakupan D/S nya adalah sebagai berikut :
D/S= Jumlah balita yang ditimbang x 100% = 10 x 100% = 71,4 %Jumlah sasaran balita 14
Dari perhitungan diatas didapatkan nilai D/S adalah sebesar 71,4 %.
Sedangkan Standar pelayanan minimal (SPM) menargetkan tingkat
partisipasi masyarakat untuk datang ke posyandu (D/S) sebesar 80%.3
Adanya balita yang tidak ditimbang setiap bulannya akan menurunkan
cakupan D/S. Masalah yang berkaitan dengan kunjungan Posyandu antara
lain: dana operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan
Posyandu; tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugas dalam
pemantauan pertumbuhan dan konseling; tingkat pemahaman keluarga
dan masyarakat akan manfaat Posyandu; serta pelaksanaan pembinaan
kader.4
2.2 Keluarga Berencana (KB)
Tabel 2.2Jumlah PUS
PUS Frekuensi PresentaseAda 30 57.7Tidak ada 22 42.3
Total 52 100.0
Tabel 2.3Peserta KB Aktif
Peserta KB
Frekuensi Presentase
Ada 11 21.2Tidak ada 41 78.8
Total 52 100
21.2
78.8
Peserta KB Aktif
AdaTidak Ada
Peserta KB aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang salah satu
pasangannya masih menggunakan alat kontrasepsi dan terlindungi oleh alat
kontrasepsi tersebut.5
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-isteri, yang istrinya
berusia 15 – 49 tahun. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan
lama yang masih aktif memakai alat dan obat kontrasepsi terus menerus
hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan kehamilan atau mengakhiri
kesuburannya.5
Cakupan Peserta KB aktif dapat dihitung dengan rumus :
Jumlah Peserta KB Aktif X 100 %Jumlah Pasangan Usia Subur dalam 1 tahun
= 11 x 100 % = 36, 67 % 30
Target pencapaian cakupan KB aktif di Puskesmas Cipedes adalah 82,5
% sedangkan cakupannya hanya sebesar 36,67%, itu berarti masih rendahnya
pencapaian cakupan peserta KB aktif dari responden yang memiliki PUS
dengan peserta KB aktif.
2.3 Lingkungan Fisik (Rumah)
Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan
penyakit berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat
akhir-akhir ini.
Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan
oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap
struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung
yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah
satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan,
keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja
dengan produktif.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992,
rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan Sehat
menurut World Health Organization (WHO) “Sehat adalah suatu keadaan
yang sempurna baik fisik, mental, maupun Sosial Budaya, bukan hanya
keadaan yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan)”. Berdasarkan
pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sehat sebagai
tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial
budaya.
Persyaratan
Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut : (Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)
1. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah,
adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur), bagi masing-
masing penghuni;
2. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian
yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup;
3. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan
garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran
dan kecelakaan di dalam rumah; Beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam kaitan dengan hal tersebut antara lain :
a. Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat;
b. Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api;
c. Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari
bahaya racun dan gas;
d. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh
dan kecelakaan mekanis dapat dihindari;
4. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan
dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang
mengganggu.
Menurut data dari Profil UPTD Puskesmas Cipedes tahun 2011, cakupan
pemakaian rumah yang memenuhi syarat kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas adalah sebesar 33,3%.
Terdapat beberapa indikator penilaian rumah sehat yaitu :
1. Komponen Rumah
2. Sarana Sanitasi
3. Perilaku Penghuni
1. Indikator penilaian komponen rumah meliputi beberapa parameter
sebagai berikut :
a. Langit-langit
Tabel 2.4 Data Jenis Langit-langit Rumah
Jenis Langit-langit
Frekuensi Presentase
Enternit 47 90.4Kayu 2 3.8Bambu 3 5.8
Total 52 100.0
90.8
3.8 5.8
Langit-langit Rumah
EnternitKayuBambu
Berdasarkan data yang diambil dari responden, sebagian besar
responden (90.4%) menggunakan enternit sebagai langit-langit
rumahnya, sebagian kecilnya menggunakan Bambu (5.8%) dan kayu
(3.8%).
b. Lantai
Tabel 2.5Data Jenis Lantai Rumah
Jenis Lantai Frekuensi PresentaseUbin/Keramik 52 100.0
Total 52 100.0
100
Lantai Rumah
Ubin/Keramik
Dari data diatas 100% responden menggunakan lantai yang terbuat
dari ubin, semen atau keramik. Tidak ada responden yang rumahnya
menggunakan lantai yang terbuat dari tanah. Syarat yang penting
disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada
musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit.
c. Ventilasi, Pencahayaan, dan Penghawaan
Ventilasi
Tabel 2.6 Jendela
Jendela Frekuensi PresentaseAda, Sering dibuka 2 3.8
Ada, Jarang dibuka 49 94.2
Tidak ada Jendela 1 1.9
Total 52 100.0
3.8
94.2
1.9
Jendela
Ada, sering dibukaAda, jarang dibukaTidak ada
Tabel 2.7Ventilasi
Ventilasi Frekuensi PresentaseAda, sesuai standar 4 7.7
Ada tidak sesuai standar 48 92.3
Total 52 100.0
7.7
92.3
Ventilasi
Ada, sesuai standarAda, tidak sesuai standar
Dari data diatas didapatkan hasil sebagian besar responden
keadaan ventilasi rumahnya tidak sesuai dengan standar. Hampir
semua responden memiliki jendela rumah tetapi jarang dibuka dengan
berbagai alasan (94.2%), ventilasi yang dimilikipun tidak sebagian
besar tidak sesuai dengan standar/kecil (90.4%).
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan
pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah
maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan
amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak
mempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan
menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan. Standart luas
ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999, adalah
minimal 10% luas lantai. Ruangan yang ventilasinya kurang baik akan
membahayakan kesehatan khususnya saluran pernapasan.
Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya debu dan uap air.
Jumlah bakteri udara akan bertambah jika penghuni ada yang
menderita penyakit saluran pernapasan, seperti TBC, Influenza, dan
ISPA. Dalam pengertian ventilasi ini dari aspek fungsi juga tercakup
jendela. Luas ventilasi atau jendela adalah luas lubang untuk proses
penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor baik secara alami
atau mekanis. Ventilasi atau jendela mempunyai peran dalam rumah
untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai.
Pencahayaan
Penerangan ada dua macam, yaitu penerangan alami dan buatan.
Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah untuk
mengurangi kelembaban. Penerangan alami diperoleh dengan
masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah
maupun bagian lain dari rumah yang terbuka, selain berguna untuk
penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir
nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab
penyakit tertentu.
Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut
dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat
seperti ventilasi, kepadatan penghuni, penerangan dan pencemaran
udara dalam rumah.
Tabel 2.8Cahaya Matahari
Cahaya Matahari
Frekuensi Presentase
Cukup 22 42.3Kurang 30 57.7
Total 52 100.0
42.3
57.7
Cahaya Matahari
CukupKurang
Data yang didapatkan dari responden lebih banyak rumah
responden yang mendapatkan cahaya matahari yang kurang (57.7 %)
dibandingkan dengan yang mendapatkan cahaya matahari cukup (42.3
%).
Cahaya matahari disamping berguna untuk menerangi ruangan,
mengusir serangga (nyamuk) dan tikus, juga dapat membunuh
beberapa penyakit menular misalnya TBC, cacar, influenza, penyakit
kulit atau mata, terutama matahari langsung.
Penghawaan
Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara.
Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di
luar rumah. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula
berasal dari sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap
dapur, dan pemakaian obat nyamuk bakar.
Salah satu yang sering menjadi masalah adalah merokok dalam
rumah yang termasuk dalam salah satu indikator Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Berikut ini data yang diperoleh dari
responden :
Tabel 2.9Merokok di Dalam Rumah
Merokok dalam rumah
Frekuensi Presentase
Ada 34 65.4Tidak ada 18 34.6
Total 52 100.0
Sebagian besar responsen mengatakan ada anggota keluarganya
yang berprilaku merokok di dalam rumah (65,4%). Hal ini
dikarenakan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya
rokok terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.
d. Kandang
Dari data didapatkan dari responden terdapat 13 KK yang
memiliki hewan ternak. Semua KK yang memiliki hewan ternak
memiliki kandang sendiri.
Letak bangunan kandang harus jauh dari pemukiman penduduk.
Kandang di dalam rumah tertutup dapat menarik nyamuk vektor An.
aconitus (zoophilic), sehingga memungkinkan kontak dengan manusia
makin besar. Jarak kandang ari rumah minimal 10 sehingga dapat
mengurangi kepadatan vektor An. aconitus secara signifikan.6
Tabel 2.10Jarak Kandang ke Rumah
Jarak Kandang ke rumah
Frekuensi Persentase
Menempel ke rumah 3 23.1
< 10 m 5 38.5> 10 m 5 38.5
Total 13 100.0
23.1
38.5
38.5
Jarak Kandang ke Rumah
Menempel<10m>10 m
Dari data diatas terdapat 3 (23.1%) yang memiliki kandang
menempel dalam rumah, 38.5% nya memiliki kandang dengan jarak
<10 m dari rumah, sedangkan yang jarak kandang ke rumahnya
sesuai dengan standar (>10 m) terdapat 38.5%.
Kandang yang baik juga harus memperhatikan faktor hygiene.
Faktor higiene lingkungan penting untuk ternak maupun peternak,
antara lain untuk menjamin kesehatan ternak dan lingkungan sekitar.6
Tabel 2.11Kebersihan Kandang
Kebersihan Kandang
Frekuensi Presentase
Cukup 9 69.2Kurang 4 30.8
Total 13 100.0
Dari data diatas didapatkan bahwa tidak ada kandang yang
kebersihannya baik. Kandang yang kebersihannya cukup 62.2%
sedangkan yang kotor atau kurang bersih sebesar 30.8%.
e. Pekarangan
f. Kepadatan penghuni
Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi
dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut, kebutuhan
ruangan untuk tempat tinggal tergantung pada kondisi keluarga yang
bersangkutan.
Tabel 2.12Kesesuaian Luas Rumah dengan Penghuni
Kesesuaian Frekuensi PresentaseSesuai standar 44 84.6Tidak sesuai standar 8 15.4
Total 52 100.0
84.6
15.4
Kesesuaian Luas Rumah dengan Penghuni
Sesuai standarTidak sesuai standar
Dari data diatas didapatkan sebagian besar (84.6%) rumah sesuai
dengan banyaknya penghuni, sedangkan 15.4% nya memiliki rumah
dengan luas yang tidak sesuai dengan standar.
Menurut Kepmenkes RI (1999) luas ruangan tidur minimal 8 m2
dan tidak dianjurkan lebih dari 2 orang. Bangunan yang sempit dan
tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak
kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh
penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran
pernafasan seperti ISPA.
Semakin banyak jumlah penghuni rumah maka semakin cepat
udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan
banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun
dan diikuti oleh peningkatan CO 2 ruangan dan dampak dari
peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam
rumah.
Bahan bangunan dan kondisi rumah serta lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor resiko dan sumber
penularan berbagai jenis penyakit. Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) dan tuberkulosis yang erat kaitannya dengan
kondisi hygiene bangunan perumahan. (Pedoman Teknis Penilaian
Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)
2. Indikator penilaian Sarana Sanitasi rumah meliputi beberapa
parameter sebagai berikut :
a. Sarana air bersih
b. Jamban
c. Sarana pembuangan air limbah
d. Sarana pembuangan sampah
Menurut laporan MDGs tahun 2007 terdapat beberapa kendala
yang menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum
terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Di antaranya adalah
cakupan pembangunan yang sangat besar, sebaran penduduk yang tak
merata dan beragamnya wilayah Indonesia, serta keterbatasan sumber
pendanaan. Faktor lain yang juga menjadi kendala adalah kualitas dan
kuantitas sumber air baku sendiri terus menurun akibat perubahan tata
guna lahan (termasuk hutan) yang mengganggu sistem siklus air.
Selain itu, meningkatnya kepadatan dan jumlah penduduk di
perkotaan akibat urbanisasi.
Sedangkan dari sisi sanitasi, selain masih rendahnya kesadaran
penduduk tentang lingkungan, kendala lain untuk terjadinya perbaikan
adalah karena belum adanya kebijakan komprehensif yang sifatnya
lintas sektoral, rendahnya kualitas bangunan septic tank, dan masih
buruknya sistem pembuangan limbah.
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare
dan cacingan. Disamping itu juga menyebabkan masih tingginya
penyakit yang dibawa vektor seperti DBD, malaria, pes, dan filariasis
(Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)
Sarana air bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Tabel 2.13 Tabel
Sumber Air Bersih
Sumber Ferekuensi PresentasePDAM 19 36.5Sumur Gali 8 15.4Sumur Gali+Sanyo
24 46.2
Sumur Pompa Tangan
1 1.9
Total 52 100.0
36.5
15.4
46.2
1.9
Sumber Air BersihPDAMSumur GaliSumur Gali+SanyoSumur Pompa Tangan
Tabel 2.14
Ketersediaan Air
Ketersediaan Air
Frekuensi Presentase
Cukup 45 86.5Sulit di musim kemarau
7 13.5
Total 52 100.0
86.5
13.5
Ketersediaan Air
CukupSulit di musim kemarau
Secara keseluruhan responden mengatakan bahwa mereka tidak
kesulitan untuk memperoleh air bersih, hanya beberapa respon den
yang mengeluh kesulitan untuk memperoleh air bersih di saat musim
kemarau.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
b. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan
0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
c. Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0
per 100 ml air)
Dari penelitian yang dilakukan hanya dikaji syarat secara fisik,
karena keterbatasan sumber daya.
Tabel 2.15Kualitas Air (Bau)
Jamban
Angka kesakitan penyakit diare di Indonesia masih tinggi. Salah
satu penyebab tingginya angka kejadian diare adalah rendahnya
cakupan penduduk yang memanfaatkan sarana air bersih dan jamban
serta PHBS yang belum memadai. Menurut data dari 200.000 anak
balita yang meninggal karena diare setiap tahun di Asia, separuh di
antaranya adalah di Indonesia.
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan
syarat antara lain sebagai berikut :
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
memasuki mata air atau sumur
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang
benar benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap
dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan
tidak mahal
Sarana Pembuangan Air Limbah
Buruknya kualitas sanitasi juga tercermin dari rendahnya
persentase penduduk yang terkoneksi dengan sistem pembuangan
limbah (sewerage system).
Sarana Pembuangan Sampah
Sampah merupakan sisa hasil kegiatan manusia, yang
keberadaannya banyak menimbulkan masalah apabila tidak dikelola
dengan baik. Apabila dibuang dengan cara ditumpuk saja maka akan
menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Apabila dibakar akan menimbulkan pengotoran udara. Kebiasaan
membuang sampah disungai dapat mengakibatkan pendangkalan
sehingga menimbulkan banjir. Dengan demikian sampah yang tidak
dikelola dengan baik dapat menjadi sumber pencemar pada tanah,
badan, air dan udara.
Berdasarkan asalnya, sampah digolongkan dalam dua bagian
yakni sampah organik ( sampah basah ) dan sampah anorganik
( sampah kering ). Pada tingkat rumah tangga dapat dihasilkan sampah
domestik yang pada umumnya terdiri dari sisa makanan, bahan dan
peralatan yang sudah tidak dipakai lagi, bahan pembungkus, kertas,
plastik, dan sebagainya.
Dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan, antara lain:
1. Dampak Terhadap Kesehatan
Pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan baik
merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan
menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat
menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya yang ditimbulkan, antara lain penyakit diare,
kolera, tifus yang dapat menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dapat bercampur dengan air minum. Penyakit
DBD dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai, demikian pula penyakit
jamur ( misalnya jamur kulit ).
2. Dampak Terhadap Lingkungan.
Cairan terhadap rembesan sampah yang masuk kedalam
drainase atau sungai akan mencemari air, berbagai organisme
termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap
dan hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan
biologis.
3. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi.
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat membentuk
lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau
yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk. Hal ini dapat
berpengaruh antara lain terhadap dunia pariwisata dan investasi.
Teknik pengelolaan sampah yang baik diantaranya harus
memperhatikan faktor-aktor sebagai berikut :
a. Penimbulan sampah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah
jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola
kehidupan/tingkat sosial ekonomi, letak geografis, iklim,
musim, dan kemajuan teknologi.
b. Penyimpanan sampah.
c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
d. Pengangkutan
e. Pembuangan
Pada tingkat rumah tangga juga sudah harus dimulai penerapan
prinsip-prinsip pengurangan volume sampah dengan menerapkan
prinsip 4 R yaitu (Reduce, Reuse, Recycle dan Replace ).
3. Indikator penilaian Perilaku Penghuni Rumah meliputi beberapa
parameter sebagai berikut :
a. Kebiasaan mencuci tangan
b. Keberadaan vektor tikus
c. Keberadaan Jentik
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota pada jenis pelayanan Penyuluhan Perilaku
Sehat pada indikator Rumah Tangga Sehat target pencapaian sebesar
65%.
Penanggulangan/pencegahan penyakit menular yang disebabkan oleh
vektor diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan
makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan
pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M
(menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk
mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah
atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-
usaha sanitasi.
Kebiasaan mencuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari tangan menggunakan air dan
sabun, agar bersih sekaligus memutuskan mata rantai kuman.
Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya
pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi
agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari
satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak
tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk,
gelas).
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan
binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman
yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan
bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya
sedang ditularkan.
Berdasarkan fakta diatas maka cuci tangan pakai sabun sangat penting
khususnya pada 5 (lima) waktu penting, yaitu sebelum makan, sesudah
buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan
sebelum menyiapkan makanan. Kegiatan ini menurut beberapa penelitian
akan dapat mengurangi hingga 47% angka kesakitan karena diare dan
30% infeksi saluran atas atau ISPA.
Ada, tidaknya jentik
Hasil diatas masih dibawah target sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan Ri Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota pada
Pelayanan pengendalian vektor, dimana Rumah/bangunan bebas jentik
nyamuk Aedes adalah >95%.