37
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 BALITA Tabel 2.1 Jumlah balita yang ditimbang setiap bulan Ditimban g setiap bulan Frekuensi Presentase Ya 10 71.4 Tidak 4 28.6 Total 14 100.0 71.4 28.6 Balita Ditimbang Setiap Bulan Ya Tidak Cakupan penimbangan balita (D/S) di posyandu merupakan indikator tinggi/rendahnya partisipasi masyarakat di posyandu. (D/S) merupakan persentase balita yang ditimbang di posyandu

Hasil Dan Pembahasan PH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

public healt

Citation preview

Page 1: Hasil Dan Pembahasan PH

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 BALITA

Tabel 2.1

Jumlah balita yang ditimbang setiap bulan

Ditimbang setiap bulan

Frekuensi Presentase

Ya 10 71.4Tidak 4 28.6

Total 14 100.0

71.4

28.6

Balita Ditimbang Setiap Bulan

YaTidak

Cakupan penimbangan balita (D/S) di posyandu merupakan indikator

tinggi/rendahnya partisipasi masyarakat di posyandu. (D/S) merupakan

persentase balita yang ditimbang di posyandu dibanding seluruh balita

yang ada di wilayah kerja posyandu).2

Dari hasil dapat yang diperoleh, dari 52 responden, terdapat 14 KK

yang memiliki anggota keluarga balita. 10 Orang balita di antaranya rutin

ditimbang setiap bulan, sedangkan 4 orang balita lainnya tidak selalu

Page 2: Hasil Dan Pembahasan PH

ditimbang setiap bulannya. Hal ini tentuk akan mempengaruhi cakupan

partisipasi masyarakat di posyandu (D/S).

Bila dihitung dari 14 responden yang memiliki anggota keluarga

balita, maka cakupan D/S nya adalah sebagai berikut :

D/S= Jumlah balita yang ditimbang x 100% = 10 x 100% = 71,4 %Jumlah sasaran balita 14

Dari perhitungan diatas didapatkan nilai D/S adalah sebesar 71,4 %.

Sedangkan Standar pelayanan minimal (SPM) menargetkan tingkat

partisipasi masyarakat untuk datang ke posyandu (D/S) sebesar 80%.3

Adanya balita yang tidak ditimbang setiap bulannya akan menurunkan

cakupan D/S. Masalah yang berkaitan dengan kunjungan Posyandu antara

lain: dana operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan

Posyandu; tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugas dalam

pemantauan pertumbuhan dan konseling; tingkat pemahaman keluarga

dan masyarakat akan manfaat Posyandu; serta pelaksanaan pembinaan

kader.4

2.2 Keluarga Berencana (KB)

Tabel 2.2Jumlah PUS

PUS Frekuensi PresentaseAda 30 57.7Tidak ada 22 42.3

Total 52 100.0

Page 3: Hasil Dan Pembahasan PH

Tabel 2.3Peserta KB Aktif

Peserta KB

Frekuensi Presentase

Ada 11 21.2Tidak ada 41 78.8

Total 52 100

21.2

78.8

Peserta KB Aktif

AdaTidak Ada

Peserta KB aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang salah satu

pasangannya masih menggunakan alat kontrasepsi dan terlindungi oleh alat

kontrasepsi tersebut.5

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-isteri, yang istrinya

berusia 15 – 49 tahun. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan

lama yang masih aktif memakai alat dan obat kontrasepsi terus menerus

hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan kehamilan atau mengakhiri

kesuburannya.5

Cakupan Peserta KB aktif dapat dihitung dengan rumus :

Jumlah Peserta KB Aktif X 100 %Jumlah Pasangan Usia Subur dalam 1 tahun

= 11 x 100 % = 36, 67 % 30

Page 4: Hasil Dan Pembahasan PH

Target pencapaian cakupan KB aktif di Puskesmas Cipedes adalah 82,5

% sedangkan cakupannya hanya sebesar 36,67%, itu berarti masih rendahnya

pencapaian cakupan peserta KB aktif dari responden yang memiliki PUS

dengan peserta KB aktif.

2.3 Lingkungan Fisik (Rumah)

Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan

penyakit berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat

akhir-akhir ini.

Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan

oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha

kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap

struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung

yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah

satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan,

keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja

dengan produktif. 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992,

rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian

dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan Sehat

menurut World Health Organization (WHO) “Sehat adalah suatu keadaan

yang sempurna baik fisik, mental, maupun Sosial Budaya, bukan hanya

Page 5: Hasil Dan Pembahasan PH

keadaan yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan)”. Berdasarkan

pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sehat sebagai

tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga

menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial

budaya.

Persyaratan

Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai

berikut : (Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)

1. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup,

komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah,

adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur), bagi masing-

masing penghuni;

2. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni

rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah

rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian

yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya

makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan

penghawaan yang cukup;

3. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang

timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan

garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran

dan kecelakaan di dalam rumah; Beberapa aspek yang harus

diperhatikan dalam kaitan dengan hal tersebut antara lain :

Page 6: Hasil Dan Pembahasan PH

a. Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat;

b. Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api;

c. Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari

bahaya racun dan gas;

d. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh

dan kecelakaan mekanis dapat dihindari;

4. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan

dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang

mengganggu.

Menurut data dari Profil UPTD Puskesmas Cipedes tahun 2011, cakupan

pemakaian rumah yang memenuhi syarat kesehatan di wilayah kerja

Puskesmas adalah sebesar 33,3%.

Terdapat beberapa indikator penilaian rumah sehat yaitu :

1. Komponen Rumah

2. Sarana Sanitasi

3. Perilaku Penghuni

1. Indikator penilaian komponen rumah meliputi beberapa parameter

sebagai berikut :

a. Langit-langit

Page 7: Hasil Dan Pembahasan PH

Tabel 2.4 Data Jenis Langit-langit Rumah

Jenis Langit-langit

Frekuensi Presentase

Enternit 47 90.4Kayu 2 3.8Bambu 3 5.8

Total 52 100.0

90.8

3.8 5.8

Langit-langit Rumah

EnternitKayuBambu

Berdasarkan data yang diambil dari responden, sebagian besar

responden (90.4%) menggunakan enternit sebagai langit-langit

rumahnya, sebagian kecilnya menggunakan Bambu (5.8%) dan kayu

(3.8%).

b. Lantai

Tabel 2.5Data Jenis Lantai Rumah

Jenis Lantai Frekuensi PresentaseUbin/Keramik 52 100.0

Total 52 100.0

Page 8: Hasil Dan Pembahasan PH

100

Lantai Rumah

Ubin/Keramik

Dari data diatas 100% responden menggunakan lantai yang terbuat

dari ubin, semen atau keramik. Tidak ada responden yang rumahnya

menggunakan lantai yang terbuat dari tanah. Syarat yang penting

disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada

musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang

penyakit.

c. Ventilasi, Pencahayaan, dan Penghawaan

Ventilasi

Tabel 2.6 Jendela

Jendela Frekuensi PresentaseAda, Sering dibuka 2 3.8

Ada, Jarang dibuka 49 94.2

Tidak ada Jendela 1 1.9

Total 52 100.0

Page 9: Hasil Dan Pembahasan PH

3.8

94.2

1.9

Jendela

Ada, sering dibukaAda, jarang dibukaTidak ada

Tabel 2.7Ventilasi

Ventilasi Frekuensi PresentaseAda, sesuai standar 4 7.7

Ada tidak sesuai standar 48 92.3

Total 52 100.0

7.7

92.3

Ventilasi

Ada, sesuai standarAda, tidak sesuai standar

Dari data diatas didapatkan hasil sebagian besar responden

keadaan ventilasi rumahnya tidak sesuai dengan standar. Hampir

semua responden memiliki jendela rumah tetapi jarang dibuka dengan

berbagai alasan (94.2%), ventilasi yang dimilikipun tidak sebagian

besar tidak sesuai dengan standar/kecil (90.4%).

Page 10: Hasil Dan Pembahasan PH

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan

pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah

maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan

amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak

mempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan

menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan. Standart luas

ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999, adalah

minimal 10% luas lantai. Ruangan yang ventilasinya kurang baik akan

membahayakan kesehatan khususnya saluran pernapasan.

Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya debu dan uap air.

Jumlah bakteri udara akan bertambah jika penghuni ada yang

menderita penyakit saluran pernapasan, seperti TBC, Influenza, dan

ISPA. Dalam pengertian ventilasi ini dari aspek fungsi juga tercakup

jendela. Luas ventilasi atau jendela adalah luas lubang untuk proses

penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor baik secara alami

atau mekanis. Ventilasi atau jendela mempunyai peran dalam rumah

untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai.

Pencahayaan

Penerangan ada dua macam, yaitu penerangan alami dan buatan.

Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah untuk

mengurangi kelembaban. Penerangan alami diperoleh dengan

masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah

maupun bagian lain dari rumah yang terbuka, selain berguna untuk

Page 11: Hasil Dan Pembahasan PH

penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir

nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab

penyakit tertentu.

Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut

dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat

seperti ventilasi, kepadatan penghuni, penerangan dan pencemaran

udara dalam rumah.

Tabel 2.8Cahaya Matahari

Cahaya Matahari

Frekuensi Presentase

Cukup 22 42.3Kurang 30 57.7

Total 52 100.0

42.3

57.7

Cahaya Matahari

CukupKurang

Data yang didapatkan dari responden lebih banyak rumah

responden yang mendapatkan cahaya matahari yang kurang (57.7 %)

Page 12: Hasil Dan Pembahasan PH

dibandingkan dengan yang mendapatkan cahaya matahari cukup (42.3

%).

Cahaya matahari disamping berguna untuk menerangi ruangan,

mengusir serangga (nyamuk) dan tikus, juga dapat membunuh

beberapa penyakit menular misalnya TBC, cacar, influenza, penyakit

kulit atau mata, terutama matahari langsung.

Penghawaan

Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara.

Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di

luar rumah. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula

berasal dari sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap

dapur, dan pemakaian obat nyamuk bakar.

Salah satu yang sering menjadi masalah adalah merokok dalam

rumah yang termasuk dalam salah satu indikator Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS). Berikut ini data yang diperoleh dari

responden :

Tabel 2.9Merokok di Dalam Rumah

Merokok dalam rumah

Frekuensi Presentase

Ada 34 65.4Tidak ada 18 34.6

Total 52 100.0

Sebagian besar responsen mengatakan ada anggota keluarganya

yang berprilaku merokok di dalam rumah (65,4%). Hal ini

Page 13: Hasil Dan Pembahasan PH

dikarenakan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya

rokok terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.

d. Kandang

Dari data didapatkan dari responden terdapat 13 KK yang

memiliki hewan ternak. Semua KK yang memiliki hewan ternak

memiliki kandang sendiri.

Letak bangunan kandang harus jauh dari pemukiman penduduk.

Kandang di dalam rumah tertutup dapat menarik nyamuk vektor An.

aconitus (zoophilic), sehingga memungkinkan kontak dengan manusia

makin besar. Jarak kandang ari rumah minimal 10 sehingga dapat

mengurangi kepadatan vektor An. aconitus secara signifikan.6

Tabel 2.10Jarak Kandang ke Rumah

Jarak Kandang ke rumah

Frekuensi Persentase

Menempel ke rumah 3 23.1

< 10 m 5 38.5> 10 m 5 38.5

Total 13 100.0

23.1

38.5

38.5

Jarak Kandang ke Rumah

Menempel<10m>10 m

Page 14: Hasil Dan Pembahasan PH

Dari data diatas terdapat 3 (23.1%) yang memiliki kandang

menempel dalam rumah, 38.5% nya memiliki kandang dengan jarak

<10 m dari rumah, sedangkan yang jarak kandang ke rumahnya

sesuai dengan standar (>10 m) terdapat 38.5%.

Kandang yang baik juga harus memperhatikan faktor hygiene.

Faktor higiene lingkungan penting untuk ternak maupun peternak,

antara lain untuk menjamin kesehatan ternak dan lingkungan sekitar.6

Tabel 2.11Kebersihan Kandang

Kebersihan Kandang

Frekuensi Presentase

Cukup 9 69.2Kurang 4 30.8

Total 13 100.0

Dari data diatas didapatkan bahwa tidak ada kandang yang

kebersihannya baik. Kandang yang kebersihannya cukup 62.2%

sedangkan yang kotor atau kurang bersih sebesar 30.8%.

e. Pekarangan

f. Kepadatan penghuni

Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi

dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut, kebutuhan

ruangan untuk tempat tinggal tergantung pada kondisi keluarga yang

bersangkutan.

Page 15: Hasil Dan Pembahasan PH

Tabel 2.12Kesesuaian Luas Rumah dengan Penghuni

Kesesuaian Frekuensi PresentaseSesuai standar 44 84.6Tidak sesuai standar 8 15.4

Total 52 100.0

84.6

15.4

Kesesuaian Luas Rumah dengan Penghuni

Sesuai standarTidak sesuai standar

Dari data diatas didapatkan sebagian besar (84.6%) rumah sesuai

dengan banyaknya penghuni, sedangkan 15.4% nya memiliki rumah

dengan luas yang tidak sesuai dengan standar.

Menurut Kepmenkes RI (1999) luas ruangan tidur minimal 8 m2

dan tidak dianjurkan lebih dari 2 orang. Bangunan yang sempit dan

tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak

kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh

penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran

pernafasan seperti ISPA.

Semakin banyak jumlah penghuni rumah maka semakin cepat

udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan

banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun

Page 16: Hasil Dan Pembahasan PH

dan diikuti oleh peningkatan CO 2 ruangan dan dampak dari

peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam

rumah.

Bahan bangunan dan kondisi rumah serta lingkungan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor resiko dan sumber

penularan berbagai jenis penyakit. Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) dan tuberkulosis yang erat kaitannya dengan

kondisi hygiene bangunan perumahan. (Pedoman Teknis Penilaian

Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)

2. Indikator penilaian Sarana Sanitasi rumah meliputi beberapa

parameter sebagai berikut :

a. Sarana air bersih

b. Jamban

c. Sarana pembuangan air limbah

d. Sarana pembuangan sampah

Menurut laporan MDGs tahun 2007 terdapat beberapa kendala

yang menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum

terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Di antaranya adalah

cakupan pembangunan yang sangat besar, sebaran penduduk yang tak

merata dan beragamnya wilayah Indonesia, serta keterbatasan sumber

pendanaan. Faktor lain yang juga menjadi kendala adalah kualitas dan

kuantitas sumber air baku sendiri terus menurun akibat perubahan tata

Page 17: Hasil Dan Pembahasan PH

guna lahan (termasuk hutan) yang mengganggu sistem siklus air.

Selain itu, meningkatnya kepadatan dan jumlah penduduk di

perkotaan akibat urbanisasi.

Sedangkan dari sisi sanitasi, selain masih rendahnya kesadaran

penduduk tentang lingkungan, kendala lain untuk terjadinya perbaikan

adalah karena belum adanya kebijakan komprehensif yang sifatnya

lintas sektoral, rendahnya kualitas bangunan septic tank, dan masih

buruknya sistem pembuangan limbah.

Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak

memenuhi syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare

dan cacingan. Disamping itu juga menyebabkan masih tingginya

penyakit yang dibawa vektor seperti DBD, malaria, pes, dan filariasis

(Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)

Sarana air bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum

apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Page 18: Hasil Dan Pembahasan PH

Tabel 2.13 Tabel

Sumber Air Bersih

Sumber Ferekuensi PresentasePDAM 19 36.5Sumur Gali 8 15.4Sumur Gali+Sanyo

24 46.2

Sumur Pompa Tangan

1 1.9

Total 52 100.0

36.5

15.4

46.2

1.9

Sumber Air BersihPDAMSumur GaliSumur Gali+SanyoSumur Pompa Tangan

Tabel 2.14

Ketersediaan Air

Ketersediaan Air

Frekuensi Presentase

Cukup 45 86.5Sulit di musim kemarau

7 13.5

Total 52 100.0

Page 19: Hasil Dan Pembahasan PH

86.5

13.5

Ketersediaan Air

CukupSulit di musim kemarau

Secara keseluruhan responden mengatakan bahwa mereka tidak

kesulitan untuk memperoleh air bersih, hanya beberapa respon den

yang mengeluh kesulitan untuk memperoleh air bersih di saat musim

kemarau.

Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai

berikut :

a. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

b. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan

0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)

c. Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0

per 100 ml air)

Dari penelitian yang dilakukan hanya dikaji syarat secara fisik,

karena keterbatasan sumber daya.

Page 20: Hasil Dan Pembahasan PH

Tabel 2.15Kualitas Air (Bau)

Jamban

Angka kesakitan penyakit diare di Indonesia masih tinggi. Salah

satu penyebab tingginya angka kejadian diare adalah rendahnya

cakupan penduduk yang memanfaatkan sarana air bersih dan jamban

serta PHBS yang belum memadai. Menurut data dari 200.000 anak

balita yang meninggal karena diare setiap tahun di Asia, separuh di

antaranya adalah di Indonesia.

Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan

syarat antara lain sebagai berikut :

a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi

b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin

memasuki mata air atau sumur

c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain

e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang

benar benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin

Page 21: Hasil Dan Pembahasan PH

f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap

dipandang.

g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan

tidak mahal

Sarana Pembuangan Air Limbah

Buruknya kualitas sanitasi juga tercermin dari rendahnya

persentase penduduk yang terkoneksi dengan sistem pembuangan

limbah (sewerage system).

Sarana Pembuangan Sampah

Sampah merupakan sisa hasil kegiatan manusia, yang

keberadaannya banyak menimbulkan masalah apabila tidak dikelola

dengan baik. Apabila dibuang dengan cara ditumpuk saja maka akan

menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Apabila dibakar akan menimbulkan pengotoran udara. Kebiasaan

membuang sampah disungai dapat mengakibatkan pendangkalan

sehingga menimbulkan banjir. Dengan demikian sampah yang tidak

dikelola dengan baik dapat menjadi sumber pencemar pada tanah,

badan, air dan udara.

Berdasarkan asalnya, sampah digolongkan dalam dua bagian

yakni sampah organik ( sampah basah ) dan sampah anorganik

( sampah kering ). Pada tingkat rumah tangga dapat dihasilkan sampah

Page 22: Hasil Dan Pembahasan PH

domestik yang pada umumnya terdiri dari sisa makanan, bahan dan

peralatan yang sudah tidak dipakai lagi, bahan pembungkus, kertas,

plastik, dan sebagainya.

Dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan, antara lain:

1. Dampak Terhadap Kesehatan

Pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan baik

merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan

menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat

menimbulkan penyakit.

Potensi bahaya yang ditimbulkan, antara lain penyakit diare,

kolera, tifus yang dapat menyebar dengan cepat karena virus yang

berasal dari sampah dapat bercampur dengan air minum. Penyakit

DBD dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang

pengelolaan sampahnya kurang memadai, demikian pula penyakit

jamur ( misalnya jamur kulit ).

2. Dampak Terhadap Lingkungan.

Cairan terhadap rembesan sampah yang masuk kedalam

drainase atau sungai akan mencemari air, berbagai organisme

termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap

dan hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan

biologis.

Page 23: Hasil Dan Pembahasan PH

3. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi.

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat membentuk

lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau

yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk. Hal ini dapat

berpengaruh antara lain terhadap dunia pariwisata dan investasi.

Teknik pengelolaan sampah yang baik diantaranya harus

memperhatikan faktor-aktor sebagai berikut :

a. Penimbulan sampah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah

jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola

kehidupan/tingkat sosial ekonomi, letak geografis, iklim,

musim, dan kemajuan teknologi.

b. Penyimpanan sampah.

c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.

d. Pengangkutan

e. Pembuangan

Pada tingkat rumah tangga juga sudah harus dimulai penerapan

prinsip-prinsip pengurangan volume sampah dengan menerapkan

prinsip 4 R yaitu (Reduce, Reuse, Recycle dan Replace ).

Page 24: Hasil Dan Pembahasan PH

3. Indikator penilaian Perilaku Penghuni Rumah meliputi beberapa

parameter sebagai berikut :

a. Kebiasaan mencuci tangan

b. Keberadaan vektor tikus

c. Keberadaan Jentik

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Kesehatan di Kabupaten/Kota pada jenis pelayanan Penyuluhan Perilaku

Sehat pada indikator Rumah Tangga Sehat target pencapaian sebesar

65%.

Penanggulangan/pencegahan penyakit menular yang disebabkan oleh

vektor diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan

makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan

pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M

(menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk

mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah

atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-

usaha sanitasi.

Kebiasaan mencuci tangan

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihkan tangan dan jari tangan menggunakan air dan

sabun, agar bersih sekaligus memutuskan mata rantai kuman.

Page 25: Hasil Dan Pembahasan PH

Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya

pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi

agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari

satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak

tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk,

gelas).

Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan

binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman

yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan

bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya

sedang ditularkan.

Berdasarkan fakta diatas maka cuci tangan pakai sabun sangat penting

khususnya pada 5 (lima) waktu penting, yaitu sebelum makan, sesudah

buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan

sebelum menyiapkan makanan. Kegiatan ini menurut beberapa penelitian

akan dapat mengurangi hingga 47% angka kesakitan karena diare dan

30% infeksi saluran atas atau ISPA.

Ada, tidaknya jentik

Hasil diatas masih dibawah target sesuai Keputusan Menteri

Kesehatan Ri Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota pada

Page 26: Hasil Dan Pembahasan PH

Pelayanan pengendalian vektor, dimana Rumah/bangunan bebas jentik

nyamuk Aedes adalah >95%.