66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil-hasil dan temuan-temuan penelitian berdasarkan analisis data pertanyaan sosiometri, angket, wawancara, observasi, dan yang didasarkan pada analisis data menggunakan teknik-teknik statistik. 1. Pola-pola Sosiometri Untuk mengetahui interaksi sosial siswa dalam pergaulan di kelas dipergunakan teknik sosiometri. Teknik sosiometri memudahkan untuk menilai penyesuain diri seseorang dalam kelompok dan menemukan pola-pola sosiometri yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan anggota kelompok untuk mengadakan interaksi terhadap anggota lainnya. Pertanyaan sosiometri dalam penelitian ini, meminta siswa memilih sahabatnya sekelas sebagai teman yang disukai sekelompok belajar, cocok sebagai teman belajar di sekolah dan sebagai teman belajar bersama untuk mengeijakan pekeijaan rumah yang diberikan guru atau kalau ada tugas lain dari guru, serta sebagai teman yang disukai dalam bermain pada waktu jam istirahat atau setelah jam pelajaran sekolah. Berdasarkan jawaban dari pertanyaan tersebut dapat dibuat sosiogram sebagaimana dikemukakan dalam Gambar 4.1 berikut ini. 160

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil-hasil Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil-hasil dan temuan-temuan

penelitian berdasarkan analisis data pertanyaan sosiometri, angket, wawancara,

observasi, dan yang didasarkan pada analisis data menggunakan teknik-teknik

statistik.

1. Pola-pola Sosiometri

Untuk mengetahui interaksi sosial siswa dalam pergaulan di kelas

dipergunakan teknik sosiometri. Teknik sosiometri memudahkan untuk menilai

penyesuain diri seseorang dalam kelompok dan menemukan pola-pola sosiometri

yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan anggota kelompok untuk

mengadakan interaksi terhadap anggota lainnya.

Pertanyaan sosiometri dalam penelitian ini, meminta siswa memilih

sahabatnya sekelas sebagai teman yang disukai sekelompok belajar, cocok

sebagai teman belajar di sekolah dan sebagai teman belajar bersama untuk

mengeijakan pekeijaan rumah yang diberikan guru atau kalau ada tugas lain dari

guru, serta sebagai teman yang disukai dalam bermain pada waktu jam istirahat

atau setelah jam pelajaran sekolah. Berdasarkan jawaban dari pertanyaan tersebut

dapat dibuat sosiogram sebagaimana dikemukakan dalam Gambar 4.1 berikut ini.

160

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

Gambar 4.1 Pola-pola Sosiometri Siswa Kelas II A

SLTP KORPRI UNIT UPI

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'162

Keterangan:

a. Siswa laki-laki ditandai dengan lambang segi tiga, sedangkan perempuan

ditandai dengan lambang lingkaran.

b. Angka di dalam lambang segi tiga dan lingkaran menunjukkan kode nama

siswa.

a. Garis panah dipakai untuk menunjukkan arah pilihan.

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dari 48 siswa yang ada di dalam kelas II

A dapat dikemukakan beberapa pola sosiometri yang diistilahkan sebagai berikut:

a. Pilihan cross-sex (dengan nomor kode 40 — 39, 38 — 40, 48 — 27). Pada

dasarnya pilihan yang dilakukan siswa ada juga kepada lawan jenisnya,

misalnya laki-laki memilih perempuan dan perempuan memilih laki-laki, yang

diistilahkan dengan pilihan cross-sex.

b. Chain atau rantai (dengan nomor kode 31 — 33 — 32) menggambarkan siswa

pertama memilih siswa kedua dan siswa kedua memilih siswa ketiga,

kemudian siswa ketiga memilih siswa pertama. Tampak di sini, siswa pertama

intim (suka) dengan siswa kedua dan siswa kedua intim dengan siswa ketiga,

kemudian siswa ketiga intim dengan siswa pertama.

c. Triangle (dengan nomor kode 43 — 44 — 45) menggambarkan segi tiga.

Mereka bertiga saling berpilihan dan merupakan satu kelompok tersendiri.

d. Star atau bintang (dengan nomor kode 1) yang menggambarkan seorang siswa

yang mendapat pilihan terbanyak dalam teknik sosiometri. Berdasarkan

wawancara dengan siswa yang lain, siswa yang termasuk kategori

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'163

bintang di samping memiliki hasil belajar yang relatif tinggi juga memiliki

sifat-sifat yang positif, seperti mengetahui caranya membuat siswa lain merasa

senang: jujur, sabar, ramah, mudah bergaul dan akrab dengan siswa yang lain,

solidaritas terhadap siswa lain tinggi, dan suka berkomunikasi untuk

menceritakan sesuatu, suka memberi bantuan belajar.

e. Neglekti (neglegtee), (dengan nomor kode 29) yang menggambarkan seorang

siswa yang menerima pilihan paling sedikit dalam teknik sosiometri. Siswa ini

mempunyai interaksi yang minimal dengan siswa lainnya dalam kelas

tersebut. Berdasarkan wawancara dengan siswa yang lain, penyebabnya

karena kurang motivasi belajar, sering absen di kelas dan pendiam. Menurut

siswa pada umumnya siswa yang kurang diterima dalam pergaulan adalah

yang punya kepribadian angkuh, kasar, tamak, tidak terbuka, mementingkan

diri sendiri, suka berbicara keras, minder dalam pergaulan, tidak percaya diri,

pembohong, pengganggu, pemarah, pura-pura sakit, tidak ramah.

f. Pair atau pasangan (dengan nomor kode 30-32, 31 - 33, 34 - 35, 36 - 37, 46 -

47, 38 - 39, 40 - 41, 41 - 42), menggambarkan dua siswa saling tertarik

(memilih) melakukan interaksi yang akrab.

g. Kelompok yang memilki interaksi berbentuk jala, menggambarkan kelompok

saling memilih memiliki intensitas keintiman yang kuat. Terdapat tujuh

kelompok siswa yang terdiri dari 4 orang yang saling memilih. Kelompok

yang terdiri dari empat orang saling memilih sebagai teman saling menyukai

untuk bekeijasama dalam kelompok masing-masing mempunyai jenis

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'164

kelamin yang sama. Kelompok yang memiliki interaksi berbentuk jala ini

ternyata terdiri dari jenis kelamin yang sama. Siswa laki-laki memilih

siswa laki-laki dalam satu kelompok, siswa perempuan memilih temannya

yang perempuan pula.

Berdasarkan data sosiogram tersebut di atas, diketahui bahwa dari 48

siswa yang ada dalam kelas II A diperoleh tujuh kelompok siswa yang saling

memilih yang terdiiri dari empat orang. Dari tujuh kelompok yang saling memilih

terdapat tiga kelompok laki-laki, dan empat kelompok perempuan. Adapun

ketujuh kelompok siswa yang saling memilih yaitu: Pertama, kelompok satu yaitu

dengan kode nomor responden 1, 2, 3, dan 4. Kedua, kelompok dua yaitu dengan

kode nomor responden 5, 6, 7, dan 8. Ketiga, kelompok tiga yaitu dengan kode

nomor responden 9, 10, 11, 12. Keempat, kelompok empat yaitu dengan kode

nomor responden 13, 14, 15 dan 16. Kelima, kelompok lima yaitu dengan kode

nomor responden 17, 18, 19 dan 20. Keenam, kelompok enam yaitu dengan kode

nomor responden 21, 22,23, dan 24. Ketujuh, kelompok tujuh yaitu dengan kode

nomor responden 25, 26, 27 dan 28. Dalam proses belajar mengajar siswa yang

lain dikelompokkan pula empat-empat orang dan tetap mengikuti kegiatan

bersama di kelas tersebut.

Ketika ditanyakan kepada siswa yang saling memilih terdiri dari empat

orang tersebut, apakah faktor latar belakang keluarga, faktor kecerdasan dan

faktor ekonomi keluarga ada hubungannya dengan status pilihan sosiometri

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'165

siswa? Ternyata mereka mengatakan tidak harus demikian. Mereka berteman

dengan siapa saja, yang penting ada kecocokan.

Menurut siswa kelompok yang anggotanya saling memilih terdiri dari

teman yang disukai sekelompok belajar, cocok sebagai teman belajar di sekolah

dan sebagai teman belajar bersama untuk mengeijakan pekeijaan rumah yang

diberikan guru atau kalau ada tugas lain dari guru, serta sebagai teman yang

disukai dalam bermain pada waktu jam istirahat atau setelah jam pelajaran

sekolah. Kecocokan itu antara lain karena merasa ada perasaan dekat antara satu

dengan lainnya yang ditunjukkan dengan rasa peduli terhadap kawan, setia kawan,

tidak saling menjatuhkan, dapat saling menyesuaikan diri dan merasa terdorong

untuk berada dalam kelompok bercerita secara terbuka tentang isi hati dan

berbagai pengalaman.

Berdasarkan wawancara dengan siswa, kelompok-kelompok yang

terbentuk atas dasar saling memilih tersebut, pada dasarnya berinteraksi juga

dengan anggota-anggota kelompok lain. Sebab setiap siswa mempunyai teman

lain untuk diperkenalkan kepada teman sekelompoknya. Adanya kemauan siswa

berinteraksi dengan siswa anggota kelompok yang lain ini, menjadi penghubung,

membagi informasi/pesan-pesan antara kelompoknya dengan kelompok lain,

menerima informasi/pesan-pesan dari anggota kelompok yang lain dan

menyampaikan informasi tersebut kepada temannya dalam kelompok.

Berdasarkan hasil analisis data pola sosiometri seperti diutarakan di atas,

ditemukan bahwa pola interaksi pergaulan siswa di SLTP beragam. Setiap siswa

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'166

senantiasa mempunyai selera dalam memilih temannya. Siswa sebagai anggota

kelompok mempunyai pendapat mengenai anggota tertentu yang lebih

disukainya dari yang lain untuk kondisi tertentu. Pola-pola sosiometri siswa

SLTP dapat berupa: (1) Pilihan cross-sex. Pada dasarnya pilihan yang

dilakukan siswa ada juga kepada lawan jenisnya, misalnya laki-laki memilih

perempuan dan perempuan memilih laki-laki, yang diistilahkan dengan pilihan

cross-sex. (2) Chain atau rantai, menggambarkan siswa pertama memilih siswa

kedua dan siswa kedua memilih siswa ketiga, kemudian siswa ketiga memilih

siswa pertama. Pada kelompok ini interaksi dan komunikasi sosial teijadi

secara berantai. Aksessibilitas komunikasi melalui saluran individu yang

berantai dan bersifat satu arah. (3) Triangle menggambarkan segi tiga. Mereka

bertiga saling berpilihan dan merupakan satu kelompok tersendiri.

Terbentuknya kelompok di antara mereka menunjukkan intensitas interaksi

sosialnya dikatakan cukup kuat dalam hubungan yang lebih intim. (4) Star atau

bintang menggambarkan seorang siswa yang mendapat pilihan terbanyak

dalam teknik sosiom^tri. (5) Neglekti (neglegtee), menggambarkan seorang

siswa yang menerima pilihan paling sedikit dalam teknik sosiometri. Siswa ini

mempunyai interaksi yang minimal dengan siswa lainnya daiam kelas tersebut.

Kesulitan penyesuaian sosial dikarenakan siswa ini memiliki orientasi pribadi

yang berbeda bahkan bertolak belakang dengan siswa lain. (6) Pair atau

pasangan, menggambarkan dua siswa saling tertarik melakukan interaksi yang

akrab. Komunikasi interpersonal pada kelompok ini lebih tinggi frekuensinya

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'167

dan lebih intensional dibandingkan dengan kelompok lainnya sehingga

pertukaran informasi lebih lancar dan menguntungkan kedua belah pihak. (7)

Kelompok yang memilki interaksi berbentuk jala, menggambarkan kelompok

yang saling memilih yang memiliki intensitas keintiman yang kuat.

Ada kecenderungan gejala siswa laki-laki mengarahkan mayoritas

pilihan mereka kepada siswa laki-laki. Begitu pula, yang perempuan

mempunyai kecenderungan menetapkan mayoritas pilihan mereka kepada

perempuan untuk satu kelompok. Kelompok-kelompok yang terbentuk di

antara siswa tidaklah secara ideal mutlak terpisah dari siswa yang lain, karena

menurut mereka masih terdapat interaksi anggota-anggota kelompok tersebut

dengan anggota/kelompok lain yang menghu-bungkan anggota tersebut dengan

kelompoknya, akhirnya memungkinkan meluasnya pergaulan.

2. Derajat Kerjasama, Persaingan, dan Konflik

Sebelum dikemukakan derajat keijasama, persaingan, dan konflik

berikut ini dikemukakan hasil pengujian normalitas sebaran distribusinya

memakai rumus chi kuadrat (%*). Uji normalitas mengandaikan bahwa dalam

populasi yang tak terhingga, variat variabel yang dianalisis akan mengikuti

ciri-ciri sebaran normal baku. Perhitungannya menggunakan jasa komputer

program SPSS for Vindow Release 6.0 seperti pada lampiran. Berdasarkan

perhitungan terhadap nilai tersebut, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1

berikut ini.

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Normalitas Distribusi Skor Keijasama, Persaingan,

dan Konflik Kelompok Kontrol dan Eksperimen

'168

Data yang Diuji

Sebarannya

SCelom pok Kontrol Kelompok Eksperimen Data yang Diuji

Sebarannya t

hitung DF t

tabel Kete-

rangan t

hitung DF X2

tabel Kete-

rangan

Keijasama.

Persaingan.

Konflik.

5,1429

3,4286

2,0000

7

7

5

14,067

14,067

11,071

Normal

Normal

Normal

2,8571

4,0000

5,9286

8

7

4

15,507

14,067

9,488

Normal

Normal

Normal

Berdasarkan hasil perhitungangan X1 seperti tampak dalam Tabel 4.1 nilai

X2 hitung < nilai yj tabel pada tingkat kepercayaan 95% jadi hasil pengujian

normalitas distribusi skor keijasama, persaingan, dan konflik terhadap kelompok

kontrol dan eksperimen tidak signifikan. Ini berarti bahwa data skor keijasama,

persaingan, dan konflik berdistribusi normal.

Untuk mengetahui tingkat derajat keijasama, persaingan, dan konflik

dilakukan dengan analisis deskriptif. "Tingkat-tingkat suatu kegiatan dapat

dikategorikan menjadi sangat efektif, efektif, kurang efektif, tidak efektif, dan

sangat tidak efektif' (Ametembun, 1981.112). Untuk keperluan itu maka skor-

skor jawaban untuk data keijasama terlebih dahulu dikategorisasi ke dalam

tingkat-tingkat tertentu dengan rentangan nilai (range) dihitung dengan

mengurangkan skor ideal tertinggi jawaban responden dengan skor ideal

terendahnya, dibagi dengan jumlah rentangan.

7 5 - 2 5 = 10

5

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'169

Dengan demikian, penyusunan rentangan kategori dibuat sebagaimana

dikemukakan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Derajat Keijasama Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Berdasarkan Hasil Angket

Ting- Kelompok Kontrol Kelompok Eksper. kat Kategori Skor Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi

Kate- Absolut Relatif (%) Absolut Relatif (%) gori

1. Sangat efektif 66 - 75 3 10,71 14 50,00 2. Efektif 5 6 - 6 5 8 28,57 5 17,86 3. Kurang efektif 4 6 - 5 5 6 21,43 6 21,43 4. Tidak efektif 3 6 - 4 5 7 25,00 3 10,71 5. Sangat tak Ef. 2 5 - 3 5 4 14,29 - -

Jumlah 28 100 28 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan derajat keijasama

antara siswa model kelompok belajar konvensional dengan kelompok belajar

kooperatif. Derajat keijasama siswa model kelompok belajar kooperatif lebih

efektif daripada kelompok belajar konvensional. Dari perhitungan skor rata-rata

keijasama, untuk siswa kelompok belajar kooperatif rata-rata sebesar 64,46

termasuk kategori efektif dengan skor terendah 36 dan tertinggi 75, sedangkan

untuk siswa kelompok belajar konvensional sebesar 52,82 termasuk kategori

kurang efektif dengan skor terendah 30 dan tertinggi 72.

Selanjutnya untuk data persaingan, skor-skor jawaban responden dikate-

gorisasi ke dalam tingkat-tingkat tertentu pula dengan rentangan nilai (rartge)

dihitung dengan mengurangkan skor ideal tertinggi jawaban responden

dengan skor ideal terendahnya, dibagi dengan jumlah rentangan =

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'170

1 8 - 6 = 2,4 dibulatkan = 2.

5

Dengan demikian, penyusunan rentangan kategori dibuat sebagaimana

dikemukakan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Derajat Persaingan Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Berdasarkan Hasil Angket

Ting- Kelompok Kontroi Kelompok Eksper. kat Kategori Skor Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi

Kate- Absolut Relatif (%) Absolut Relatif (%) gon

1. Sangat tinggi 1 7 - 18 6 21,43 2. Tinggi 1 5 - 1 6 4 14,28 7 25,00 3. Sedang 1 3 - 1 4 8 28,57 8 28,57 4. Rendah 1 1 - 1 2 10 35,72 5 17,86 5. Sangat Rendah < 10 6 21,43 2 7,14

Jumlah 28 100 28 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan derajat persaingan

siswa model kelompok belajar konvensional dengan kelompok belaiar kooperatif.

Derajat persaingan siswa model kelompok belajar kooperatif lebih tinggi daripada

kelompok belajar konvensional. Dari perhitungan skor rata-rata persaingan, untuk

siswa kelompok kontrol sebesar 11,71 termasuk kategori rendah dengan skor

terendah 6 dan tertinggi 16, sedangkan untuk siswa kelompok eksperimen rata-

rata sebesar 14,11 termasuk kategori sedang dengan skor terendah 8 dan skor

tertinggi 18.

Munculnya persaingan dalam arti positif ini digambarkan oleh adanya

keaktifan untuk mengeluarkan pendapat/saran karena ada perasaan bersaing,

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'171

keinginan sama dan mencontoh cara belajar teman yang pandai, keinginan untuk

belajar menghapal agar menyamai teman yang nilainya tinggi, menyadari

kekurangan diri dan keinginan memperbaikinya, keinginan mencontoh sifat teman

yang baik.

Selanjutnya untuk data konflik, skor-skor jawaban responden

dikategorisasi pula ke dalam tingkat-tingkat tertentu dengan rentangan nilai

dihitung dengan mengurangkan skor ideal tertinggi jawaban responden dengan

skor ideal terendahnya, dibagi dengan jumlah rentangan =

1 2 - 4 = 1,6 dibulatkan = 2.

5

Dengan demikian penyusunan rentangan kategori dibuat sebagaimana

dikemukakan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Derajat Konflik Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Berdasarkan Hasil Angket Ting- Kelompok Kontrol Kelompo c Eksper. kat Kategori Skor Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi

Kate- Absolut Relatif (%) Absolut Relatif (%) gori

1. Sangat tinggi 1 1 - 1 2 2 7,14 m

2. Tinggi 9 - 1 0 5 17,86 3 10,72 3. Sedang 7 - 8 9 32,14 9 32,14 4. Rendah 5 - 6 8 28,57 9 32,14 5. Sangat rendah < 4 4 14,29 7 25

Jumlah 28 100 28 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan derajat konflik siswa

model kelompok belajar konvensional dengan kelompok belajar kooperatif.

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'172

Derajat konflik siswa model kelompok belajar kooperatif lebih rendah daripada

kelompok belajar konvensional. Dari perhitungan skor rata-rata konflik, untuk

siswa kelompok kontrol sebesar 7,00 termasuk kategori sedang dengan skor

terendah 4 dan tertingp1' 12, sedangkan untuk siswa kelompok eksperimen rata-rata

sebesar 6,14 termasuk kategori rendah dengan skor terendah 4 dan tertinggi 9.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa tingkatan kategori rata-rata

derajat keijasama lebih tinggi daripada tingkatan kategori rata-rata derajat

persaingan dan konflik. Menurut guru dan siswa pada umumnya keijasama antar

siswa dapat teijadi baik di dalam kelas pada saat proses belajar mengajar maupun

di luar proses belajar mengajar. Keijasama di dalam proses belajar mengajar antara

lain tergambar dari kesediaan untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan tugas

kelompok, saling menghargai pendapat dan saran, solideritas dalam saling belajar

membelajarkan, adanya partisipasi dalam merencanakan dan mengambil keputusan

kelompok.

Keijasama yang ditunjukkan dalam kepedulian sosial khususnya kesediaan

membantu/meminjamkan alat pelajaran atau buku-buku dan lain-lain, dan kalaupun

siswa tersebut tidak memilikinya akan menyarankannya meminjam pada teman

yang lain. Dengan demikian, siswa punya kepedulian sosial terhadap temannya.

Demikian pula, apabila ada anggota kelompok siswa yang mendapat musibah

(kemalangan/ kematian anggota keluarganya/sakit keras atau musibah yang lain),

tindakan siswa cenderung membantu/menyumbang uang seadanya atau mereka

siap siaga membantu tenaga.

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'173

Dari keterangan orang siswa keijasama di luar proses belajar mengajar

terjadi pada waktu mereka mengejakan tugas-tugas latihan membahas soal-soal

yang diberikan guru, pada waktu melaksanakan piket membersihkan kelas,

pada waktu kerja bakti membersihkan halaman sekolah dan lain-lain. Menurut

siswa pada umumnya saling membantu antar siswa, bukan saja dalam bidang

mental spiritual melainkan juga dalam bidang fisik material yang dilakukan atas

dasar kekeluargaan. Keakraban interaksi antar siswa diwujudkan oleh kebiasaan

saling membantu. Sudah biasa mereka saling meminjamkan alat pelajaran,

buku-buku, uang, saling berbagi makanan jajanan dan bahkan memberi uang

jika kebetulan teman sedang kehabisan uang untuk angkot dan jajan.

Kehidupan siswa dalam suatu sekolah seluruhnya berinteraksi, sehingga

dalam kondisi seperti itu siswa sulit untuk menyendiri. Pendapat tersebut

didukung pula oleh guru yang mengemukakan bahwa siswa selalu berinteraksi

dengan siswa lainnya dengan penuh persahabatan, jika teijadi konflik

(perselisihan) karena salah paham mereka membiasakan diri untuk segera

saling memaafkan, atau ada siswa yang mendahului meminta maaf. Begitu

pula, apabila ada siswa yang melecehkan siswa lain, biasanya guru melakukan

teguran atau mengingatkannya secara kekeluargaan dengan baik-baik. Menurut

siswa, usaha yang paling baik dilakukan untuk mengurangi konflik adalah

toleransi, dalam arti mengurangi konflik dengan cara menghindarkan diri dari

konflik. Konflik pertengkaran yang teijadi antar siswa dikatakan sangat jarang.

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'174

Dominannya keijasama antar siswa di sekolah bukan saja diakui siswa,

tetapi juga oleh guru. Menurut guru, sebagai suatu lembaga sosial sekolah

mempunyai peran sebagai lembaga tempat siswa belajar bergaul dan menyesuaikan

diri dengan teman-teman sebayanya. Guru berperan dalam meningkatkan

keijasama antar siswa sehingga interaksi siswa beijalan baik dan lancar serta

terhindar dari konflik di sekolah. Kerjasama antar siswa sangat dipupuk di sekolah.

Keija kelompok sebagai metode mengajar sering dilakukan guru-guru. Keijasama

antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa adalah melalui kegiatan tukar

pikiran mengenai masalah yang dihadapi siswa dalam proses belajar mengajar.

Guru memotivasi siswa dengan cara memberikan perhatian yang sama pada semua

siswa, menciptakan iklim persaingan yang sehat antar siswa, membebaskan siswa

untuk berdiskusi secara terarah, dan memberi sesungging senyum atau usapan

sayang pada siswa yang aktif dalam berdiskusi. Selanjutnya, dalam meningkatkan

moral keija siswa, guru menyadarkan siswa tentang kewajiban sebagai seorang

siswa untuk belajar dan menegakkan peraturan yang ada. Penjelasan di atas,

kesemuanya merupakan indikator mendukung terwujudnya keijasama yang baik di

sekolah.

Berdasarkan uraian di atas, hasil penelitian ini menemukan bahwa

keijasama merupakan bentuk interaksi sosial yang dominan antar siswa di SLTP

KORPRI Unit UPI. Tingkatan kategori rata-rata derajat keijasama lebih tinggi

daripada tingkatan kategori rata-rata derajat persaingan dan konflik. Skor rata-rata

derajat kerjasama yang mereka lakukan di sekolah termasuk kategori efektif,

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'175

sedangkan skor rata-rata untuk derajat persaingan dan konflik termasuk kategori

sedang dan cukup rendah. Keijasama ditunjukkan siswa dalam (a) kekompakan

kerja, diukur dari kesediaan untuk mufakat dalam menyelesaikan tugas kelompok,

saling menghargai pendapat/saran, keijasama sebagai teman di sekolah dan luar

sekolah, ketaatan terhadap waktu belajar, dan hubungan keijasama yang akrab; (b)

ada tanggung jawab bersama yang dilihat dari solideritas dalam saling belajar

membelajarkan, fleksibel dalam melaksanakan rencana kegiatan, partisipasi dalam

proses pengambilan keputusan kelompok, tindakan terhadap keputusan kelompok,

kepemimpinan bergilir, dan penilaian yang kontinu; (c) ada semangat kebersamaan,

diukur dari adanya perasaan aman karena ada pengalaman belajar/bekeija dan

bermain bersama, ada kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan,

partisipasi dalam merencanakan kegiatan belajar berkelompok, anggota kelompok

saling memotivasi dalam setiap usaha kelompok, ada suasana kelompok yang

mendukung (suasana persahabatan, sifat keterbukaan, penyesuaian dalam

kelompok, suasana yang memberi kesan setaraf), ada kepedulian sosial (kesediaan

membantu, menjenguk teman yang sakit dan menyumbang uang dan tenaga); dan

(d) ada tujuan bersama, yang diukur dari tujuan/alasan berkecimpung dalam

kelompok dan pengakuan pada keberhasilan akademik untuk kelompok.

3. Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi

Gambaran skor kemampuan awal, tes awal dan akhir hasil belajar siswa

kelompok kontrol dan eksperimen disajikan pada Tabel 4.5 berikut ini.

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'176

Tabel 4.5 Skor Kemampuan Awal, Tes Awal, dan Akhir Hasil Belajar Geografi

Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Ke ompok Kontrol Kelompok Eksperimen Keterangan Kemampu- Tes Tes Kemampu- Tes Tes

an Awal Awal Akhir an Awal Awai Akhir

Rata-rata 62,61 25,11 65,25 62,96 25,07 78

Simpangan Baku 7,17 9,40 7,96 7,42 8,37 9,11

Nilai Terendah 50 10 50 50 10 55

Nilai Tertinggi 75 42,5 79 75 42,5 92,5

Jumlah Sampel 28 28 28 28 28 28

Kemampuan awal siswa kelompok kontrol dan eksperimen dicerminkan oleh

skor tes hasil belajar geografi pada akhir catur wulan I tahun ajaran 1999/2000.

Berdasarkan uji perbedaan (perhitungan terlampir) dengan menggunakan Anava,

diperoleh F hitung = 0,032 < F tabel = 4,02, berarti ternyata tidak terdapat perbedaan

antara skor kemampuan awal siswa kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.

Demikian pula, pengujian perbedaan (perhitungan terlampir) dengan menggunakan

Anava, diperoleh F hitung = 0,00176 < F tabel = 4,02, berarti ternyata tidak terdapat

perbedaan antara kemampuan tes awal siswa kelompok kontrol dengan kelompok

eksperimen.

Tabel 4.5 di atas, menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, simpangan

baku kemampuan awal siswa sebesar 7,17 dengan rata-rata 62,61 memberikan

gambaran bahwa apabila distribusi skor ini didekati dengan distribusi normal, maka

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'177

sekitar 53,57% siswa memiliki skor antara 55,44 < X > 69,78. Berarti, sebelum

diselenggarakan model kelompok belajar konvensional sekitar 53,71% dari 28 siswa

berada pada rentang skor antara 55,44 < X > 69,78 dengan rata-rata 62,61, skor

terendah 10, dan terttingi 75. Keadaan tes akhir memperlihatkan bahwa simpangan

baku tes akhir sebesar 7,96 dengan rata-rata 65,25 memberikan gambaran bahwa

apabila distribusi skor ini didekati dengan distribusi normal, maka sekitar 53,57%

siswa memiliki skor antara 57,29 < X > 73,21. Kal ini menunjukkan, pada akhir

proses belajar mengajar melalui model kelompok belajar konvensional sekitar

53,57% dari 28 siswa berada pada rentang skor 57,29 < X > 73,21, dengan rata-rata

65,25, skor terendah 50, dan terttingi 79.

Sebaliknya, pada kelompok eksperimen, simpangan baku kemampuan awal

siswa sebesar 7,42 dengan rata-rata 62,96 memberikan gambaran bahwa apabila

distribusi skor ini didekati dengan distribusi normal, maka sekitar 60,71% siswa

memiliki skor antara 55,54 < X > 70,38. Berarti, sebelum diselenggarakan model

kelompok belajar kooperatif sekitar 60,71% dari 28 siswa berada pada rentang skor

antara 55,54 < X > 70,38 dengan rata-rata 62,96, skor terendah 50, dan skor

tertinggi 75. Keadaan tes akhir memperlihatkan bahwa simpangan baku tes akhir

sebesar 9,11 dengan rata-rata 78 memberikan gambaran bahwa apabila distribusi skor

ini didekati dengan distribusi normal, maka sekitar 60,71% siswa memiliki skor

antara 68,89 < X > 87,11. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada akhir proses

belajar mengajar melalui kelompok belajar kooperatif sekitar 60,71% dari 28 siswa

berada pada rentang skor 68,89 < X > 87,11, dengan rata-rata 78, skor terendah 55,

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'178

dan tertinggi 92,5. Dilihat dari peningkatan skor kemampuan awal siswa terhadap

hasil tes akhir, pada kelompok kontrol maupun pada kelompok eksperimen terdapat

peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan rata-rata skor tes akhir hasil belajar

siswa model kelompok belajar kooperatif lebih tinggi daripada kelompok belajar

konvensional. Dengan demikian, terdapat peningkatan hasil belajar yang tinggi

melalui model kelompok belajar kooperatif dibandingkan dengan peningkatan hasil

belajar siswa melalui model kelompok belajar konvensional.

Tabel 4.5 di atas, menunjukkan pula bahwa pada kelompok kontrol,

simpangan baku tes awal sebesar 8,37 dengan rata-rata 25,11 memberikan gambaran

bahwa apabila distribusi skor ini didekati dengan distribusi normal, maka sekitar

53,57% siswa memiliki skor antara 15,71 < X > 34,51. Berarti, sebelum

diselenggarakan model kelompok belajar konvensional sekitar 53,71% dari 28 siswa

berada pada rentang skor antara 15,71 < X > 34,51 dengan rata-rata 25,11, skor

terendah 10, dan terttingi 42,5. Keadaan tes akhir memperlihatkan bahwa simpangan

baku tes akhir sebesar 7,96 dengan rata-rata 65,25 memberikan gambaran bahwa

apabila distribusi skor ini didekati dengan distribusi normal, maka berarti sekitar

53,57% siswa memiliki skor antara 57,29 < X > 73,21. Hal ini menunjukkan, pada

akhir proses belajar mengajar melalui model kelompok belajar konvensional sekitar

53,57% dari 28 siswa berada pada rentang skor 57,29 < X > 73,21, dengan rata-rata

65,25, skor terendah 50, dan terttingi 79. Sebaliknya, pada kelompok eksperimen,

simpangan baku tes awal sebesar 8,37 dengan rata-rata 25,07 memberikan gambaran

bahwa apabila distribusi skor ini didekati dengan distribusi normal, maka sekitar

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'179

60,71% siswa memiliki skor antara 16,70 < X > 33,44. Dengan demikian, sebelum

diselenggarakan model kelompok belajar kooperatif sekitar 60,71% dari 28 siswa

berada pada rentang skor antara 16,70 < X > 33,44 dengan rata-rata 25,07, skor

terendah 10, dan tertinggi 42,5. Keadaan tes akhir memperlihatkan bahwa simpangan

baku tes akhir sebesar 9,11 dengan rata-rata 78 memberikan gambaran bahwa apabila

distribusi skor ini didekati dengan distribusi normal, maka sekitar 60,71% siswa

memiliki skor antara 68,89 < X > 87,11. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada

akhir proses belajar mengajar melalui kelompok belajar kooperatif sekitar 60,71%

dari 28 siswa berada pada rentang skor 68,89 < X > 87,11, dengan rata-rata 78, skor

terendah 55, dan tertinggi 92,5. Dilihat dari peningkatan hasil tes awal terhadap hasil

tes akhir, pada kelompok kontrol maupun eksperimen terdapat peningkatan hasil

belajar siswa. Peningkatan rata-rata skor tes akhir siswa model kelompok belajar

kooperatif lebih tinggi daripada peningkatan rata-rata skor tes akhir siswa model

kelompok belajar konvensional. Dengan demikian, terdapat peningkatan hasil belajar

tes awal siswa teijadi lebih tinggi sebagai akibat diselenggarakannya model

kelompok belajar kooperatif dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar siswa

melalui model kelompok belajar konvensional.

Selanjutnya, skor hasil belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kategori tinggi, sedang dan rendah tersebut

didasarkan pada asumsi bahwa setiap populasi yang heterogen, tentu terdapat

kelompok tinggi, sedang, dan rendah (Arikunto, 1993:242). Batas-batas kelompok

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'180

ditentukan dengan cara sebagai berikut: (1) kelompok atas (tinggi), semua siswa yang

mempunyai skor sebanyak skor rata-rata plus satu standar deviasi ke atas, (2)

kelompok sedang, semua siswa yang mempunyai skor antara -1 SD (standar deviasi)

dan +1 SD, dan (3) kelompok kurang (rendah), semua siswa yang mempunyai skor -

1 SD dan yang kurang dari itu (Arikunto, 1993:269).

Berdasarkan kategori di atas, skor kemampuan awal, tes awal dan akhir hasil

belajar siswa secara berturut-turut dikelompokkan sebagai berikut. Skor kemampuan

awal siswa kelompok kontrol dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu

tinggi (X > 69,78), sedang (55,44 < X > 69,78) dan rendah (X < 55,54). skor

kemampuan awal siswa kelompok eksperimen dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kategori yaitu tinggi (X > 70,38), sedang (55,54 < X > 70,38) dan rendah (X <

55,54).

Skor tes awal hasil belajar siswa kelompok kontrol dapat dikelompokkan ke

dalam tiga kategori yaitu tinggi (X > 34,51), sedang (15,71 < X > 34,51) dan rendah

(X < 15,71). Skor tes awal hasil belajar siswa kelompok eksperimen dapat

dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi (X > 33,44), sedang (16,70 < X >

33,44) dan rendah (X < 16,70).

Skor tes akhir ha ,1 belajar siswa kelompok kontrol dapat dikelompokkan ke

dalam tiga kategori yaitu tinggi (X > 73,21), sedang (57,29 < X > 73,21) dan

rendah (X < 57,29). Skor tes akhir hasil belajar siswa kelompok eksperimen dapat

dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi (X > 87,11), sedang (68,89 < X >

87,11) dan rendah (X < 68,89). Atas dasar kriteria pengelompokkan di atas, tampilan

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'181

skor kemampuan awal, tes awal, dan akhir hasil belajar siswa berdasarkan kategori

tinggi, sedang, dan rendah dirangkum pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Awal, Tes Awal, dan Akhir

Hasil Belajar Geografi Berdasarkan Kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah Siswa Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Kate-Gori

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Kate-Gori

Kemampu-an Awal

Tes Awal

1 A

"es chir

Kemampu-an Awal

Tes Awal

1 A

"es chir

Kate-Gori

F % F % F % F % F % F %

Tinggi

Sedang

Rendah

4

15

9

14,29

53,57

32,14

4

15

9

14,29

53,57

32,14

5

15

8

17,86

53,57

28,57

4

17

7

14,29

60,71

25

4

17

7

14,29

60,71

25

7

17

4

25

60,71

14,29

Jumlah 28 100 28 100 28 100 28 100 28 100 28 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dilihat dari peningkatan kemampuan awal

siswa terhadap hasil tes akhir, terdapat peningkatan frekuensi (persentase) jumlah

siswa berdasarkan kategori tinggi, sedang, dan rendah pada kelompok eksperimen

lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatannya pada kelompok kontrol. Pada

kelompok kontrol peningkatan frekuensi siswa kelompok tinggi hanya sebesar 3,57%

(dari 14,29%, menjadi 17,86%). Hal ini dapat dilihat dari prosentase siswa kelompok

kategori rendah hanya mengalami penurunan sebesar 3,57% (dari 32,14% menjadi

28,57%). Pada kelompok eksperimen peningkatan frekuensi siswa kelompok tinggi

sebesar 10,71 % (dari 14,29%, menjadi 25%). Hal ini dapat dilihat dari prosentase

siswa kelompok kategori rendah mengalami penurunan sebesar 10:71% (dari 25%

menjadi 14,29%).

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'182

Dilihat dari peningkatan hasil tes awal terhadap hasil tes akhir, terdapat

peningkatan frekuensi (persentase) jumlah siswa berdasarkan kategori tinggi,

sedang, dan rendah pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan

peningkatannya pada kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol peningkatan

frekuensi siswa kelompok tinggi hanya sebesar 3,57% (dari 14.,29%, menjadi

17,86%). Hal ini dapat dilihat dari prosentase siswa kelompok kategori rendah

hanya mengalami penurunan sebesar 3,57% (dari 32,14% menjadi 28,57%). Pada

kelompok eksperimen peningkatan frekuensi siswa kelompok tinggi sebesar

10,71% (dari 14,29%, menjadi 25%). Hal ini dapat dilihat dari prosentase siswa

kelompok kategori rendah mengalami penurunan sebesar 10,71% (dari 25%

menjadi 14,29%),

Berdasarkan uraian di atas, hasil penelitian ini menemukan bahwa dilihat

dari peningkatan skor kemampuan awal siswa terhadap hasil tes akhir, pada

kelompok kontrol maupun pada kelompok eksperimen terdapat peningkatan hasil

belajar siswa. Peningkatan rata-rata skor tes akhir hasil belajar siswa model

kelompok belajar kooperatif lebih tinggi daripada kelompok belajar konvensional.

Ditinjau dari peningkatan kemampuan awal siswa terhadap hasil tes akhir,

terdapat peningkatan frekuensi (persentase) jumlah siswa berdasarkan kategori

tinggi, sedang, dan rendah pada kelompok eksperimen lebih tinggi diban-

dingkan dengan peningkatannya pada kelompok kontrol. Selanjutnya,

dilihat dari peningkatan hasil tes awal terhadap hasil tes akhir,

terdapat frekuensi (persentase) jumlah siswa berdasarkan kategori tinggi,

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'183

sedang dan rendah pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan

peningkatannya pada kelompok kontrol. Dengan demikian, dapat disimpulkan hasil

penelitian ini menemukan bahwa model kelompok belajar kooperatif lebih efektif

daripada kelompok belajar konvensional dalam meningkatkan hasil belajar geografi

siswa SLTP kategori tinggi, sedang, dan rendah. Untuk membuktikan model

kelompok belajar kooperatif lebih efektif meningkatkan hasil belajar geografi siswa

SLTP daripada model kelompok belajar konvensional, maka dilakukan pengujian

hipotesis dengan menggunakan rumus statistik.

4. Analisis Pengujian Hipotesis

Deskripsi data hasil penelitian yang berhubungan dengan pengujian hipotesis

yang telah disajikan di atas, pada dasarnya berupa sajian data apa adanya.

Kesimpulan-kesimpulan yang telah diambil hanyalah merupakan kesimpulan yang

bersifat sementara. Agar kesimpulan yang diambil dapat dipercaya, maka perlu

dilakukan pengujian hipotesis secara statistik. Sebelum menganalisis data statistik

terlebih dahulu dipenuhi persayatan analisis berikuti ini.

a. Pengujian Persyaratan Analisis

1) Pengujian Normalitas Data

Dalam penelitian ini pengujian normalitas sebaran data hasil belajar suatu

kelompok memakai rumus chi kuadrat (z2). Perhitungannya menggunakan jasa

komputer program SPSS for Window Release 6.0 seperti pada lampiran. Hasil

perhitungannya dirangkum dalam Tabel 4.7 berikut ini.

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'184

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Normalitas Data Hasil Belajar Geografi

Siswa Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Data yang kelompok Kontro Kelompol < Eksperimen Diuji X2 t Kete- t X2 Kete-

Sebarannya hitung DF tabel rangan hitung DF tabel rangan 1.Kemampuan

Awal. 8,9286 10 18307 Normal 9,857 9 16,919 Normal 2. Tes Awal. 9,7143 7 14,067 Normal 19,357 12 21,026 Normal 3. Tes Akhir. 14,857 9 16,919 Normal 12,714 14 23,684 Normal

Berdasarkan hasil perhitungangan chi kuadrat seperti tampak dalam Tabel 4,7,

ternyata nilai x2 hitung < x2 tabel pada tingkat kepercayaan 95% jadi tidak signifikan.

Ini berarti bahwa sebaran data skor hasil belajar berdistribusi normal.

2) Pengujian Homogenitas Variansi antar Kelompok Data

Perhitungan untuk pengujian homogenitas dua kelompok data penelitian dapat

diperiksa pada lampiran, sedangkan hasilnya dilaporkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal, Tes Awal,dan Akhir

Hasil Belajar Geografi Siswa Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Data yang Diuji Homogenitasnya F hitung F tabel Keterangan

1. Kemampuan Awal. 1,0710 1,88 Homogen 2. Tes Awal 0,7929 1,88 Homogen 3. Tes Akhir 1,3098 1,88 Homogen

Dari Tabel 4.8 tampak nilai F hitung c F tabel pada tingkat kepercayaan

95%, jadi tidak signifikan. Ini berarti bahwa populasi dari kedua kelompok data

skor hasil belajar memiliki varian yang sama (homogen).

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'185

3) Pengajian Linieritas antar Kelompok Data

Pengujian linieritas antara dua kelompok data hasil belajar dilakukan dengan

cara membuat scatter (diagram pancaran) probabilitas normal dengan standar residual

dari skor-skor variabel yang satu dengan skor-skor variabel yang lain, kemudian

ditarik garis lurus pada pancaran titik-titik kedua variabel tersebut. Untuk menguji

linieritas data menggunakan jasa komputer program SPSS for Window Release 6.0

seperti pada lampiran, nampak diagram pancaran dari skor-skor variabel-variabel

dapat ditarik garis lurus pada titik-titik kedua variabel tersebut. Berarti, uji linieritas

hubungan antara dua kelompok data menunjukkan hubungan (korelasi) yang linier.

Dengan demikian, sesuai dengan pengujian persyaratan analisis.

Korelasi antara kemampuan awal (XI) dan tes awal (X2) dengan hasil belajar

geografi/tes akhir (Yl) siswa model kelompok belajar kooperatif diungkap melalui

analisis korelasi (menggunakan jasa komputer program SPSS for Window Release

6.0). Hasil perhitungan korelasi antara kemampuan awal dengan hasil belajar geografi

(tes akhir) model kelompok belajar kooperatif menunjukkan koefisien korelasi (r) =

0,87674 sedangkan nilai r tabel dengan tingkat kepercayaan 95% = 0,374; jadi r

hitung >r tabel (signifikan). Koefisien determinasinya (r2 atau R) sebesar 0,76867

atau 76,87%. Berdasarkan koefisien determinasi tersebut, berarti bahwa 76,87% dari

variansi dalam variabel hasil belajar diterangkan (dijelaskan) oleh model kelompok

belajar kooperatif ditinjau dari kemampuan awal siswa, sedangkan prosentase

selebihnya (23,13%) diterangkan oleh variansi dari faktor-faktor lain. Untuk

mengetahui kontribusi model kelompok belajar kooperatif terhadap hasil belajar

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'186

geografi siswa mengikuti langkah sebagai berikut (Kerlingen F. N. dan Pedhazur E.,

1993:1993:25): pertama dihitung koefisien beta (p) dan kedua menentukan kontribusi

variabel yang satu dengan yang lainnya melalui rumus 3(rxy)(100%). Hasil

perhitungan (3l sebesar 0,876737. Dengan demikian, kontribusi model kelompok

belajar kooperatif ditinjau dari kemampuan awal terhadap hasil belajar geografi (tes

akhir) adalah pl(rxlyl)(100%) = 0,876737(0,87674)(100%) = 76,87%, sedangkan

prosentase selebihnya (23,13%) merupakan kontribusi faktor-faktor lain.

Perhitungan korelasi antara tes awal dengan hasil belajar geografi (tes akhir)

model kelompok belajar kooperatif menunjukkan koefisien korelasi (r) = 0,77882

sedangkan nilai r tabel dengan tingkat kepercayaan 95% = 0,374, jadi r hitung >r

tabel (signifikan). Koefisien determinasinya (r2 atau R) sebesar 0,60656 atau 60,66%.

Berdasarkan koefisien determinasi tersebut, berarti bahwa 60,66% dari variansi dalam

variabel hasil belajar diterangkan oleh model kelompok belajar kooperatif ditinjau

dari tes awal siswa, sedangkan prosentase selebihnya (39,34%) diterangkan oleh

variansi dari faktor-faktor lain. Hasil perhitungan sebesar 0,778822. Jadi,

kontribusi model kelompok belajar kooperatif ditinjau dari tes awal terhadap hasil

belajar geografi (tes akhir) adalah 02(rx2yi)(lOO%) = 0,778822(0,77882)(100%) =

60,66%, sedangkan prosentase selebihnya (39,34%) merupakan kontribusi faktor-

faktor lain.

Selanjutnya, korelasi antara kemampuan awal (X3) dan tes awal (X4) dengan

hasil belajar geografi/tes akhir (Y2) siswa model kelompok belajar konvensional

diungkap melalui analisis korelasi. Dari hasil perhitungan korelasi antara kemampuan

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

awal dengan hasil belajar geografi (tes akhir) model kelompok bela)

menunjukkan koefisien korelasi (r) = 0,94131 sedangkan nilai r tabel dengan tingkat

kepercayaan 95% = 0,374, jadi r hitung >r tabel (signifikan). Koefisien

determinasinya (r2 atau R) sebesar 0,88606 atau 88,61%. Berdasarkan koefisien

determinasi tersebut, berarti bahwa 88,61% dari variansi dalam variabel hasil belajar

diterangkan oleh model kelompok belajar konvensional ditinjau dari kemampuan

awal siswa, sedangkan prosentase selebihnya (11,39%) diterangkan oleh variansi dari

faktor-faktor lain. Hasil perhitungan 03 sebesar 0,941305. Dengan demikian,

kontribusi model kelompok belajar konvensional ditinjau dari kemampuan awal

terhadap hasil belajar geografi (tes akhir) adalah P3(rx3y2)(100%) =

0,941305(0,94131)(100%) = 88,61%, sedangkan prosentase selebihnya (11,39%)

merupakan kontribusi faktor-faktor lain.

Perhitungan korelasi antara tes awal dengan hasil belajar geografi (tes akhir)

model kelompok belajar konvensional menunjukkan koefisien korelasi (r) = 0,77351

sedangkan nilai r tabel dengan tingkat kepercayaan 95% = 0,374, jadi r hitung >r

tabel (signifikan). Koefisien determinasinya (r2 atau R) sebesar 0,59832 atau 59,83%.

Berdasarkan koefisien determinasi tersebut, berarti bahwa 59,83% dari variansi dalam

variabel hasil belajar diterangkan oleh model kelompok belajar konvensional ditinjau

dari tes awal siswa, sedangkan prosentase selebihnya (40,17%) diterangkan oleh

variansi dari faktor-faktor lain. Hasil perhitungan 04 sebesar 0,773514. Jadi,

kontribusi model kelompok belajar konvensional ditinjau dari tes awal terhadap hasil

belajar geografi (tes akhir) adalah p4(rx4y2)(100%) = 0,773514(0,77351)( 100%) =

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'188 59,83%, sedangkan prosentase selebihnya (40,17%) merupakan kontribusi faktor-

faktor lain.

b. Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berbunyi "Model kelompok

belajar kooperatif lebih efektif daripada model kelompok belajar konvensional dalam

meningkatkan hasil belajar geografi siswa SLTP". Sebagaimana dikemukakan pada

bab III, menyadari bahwa pengaruh variabel sertaan perlu dihilangkan, maka

pengujian terhadap hipotesis di atas dilakukan melalui analisis kcvariansi. Dalam

analisis ini sebagai variabel terikat adalah skor tes akhir hasil belajar, sedangkan

variabel sertaan (covariabel) adalah skor kemampuan awal, skor tes awal hasil belajar

yang masing-masing sebagai variabel sertaan pertama dan kedua. Hasil uji

normalitas, homogenitas dan linieritas untuk variabel-variabel tersebut telah

dikemukakan di atas dan telah teruji memenuhi persyaratan. Dengan demikian,

pemakaian analisis kovariansi untuk pengujian hipotesis tersebut di atas adalah sahih.

Perhitungan untuk analisis kovariansi dalam rangka pengujian hipotesis

disajikan pada lampiran, dan hasilnya dirangkum pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Analisis Kovariansi Perbedaan Hasil Belajar Geografi

antara Siswa Model Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional

Sumba" Variasi dk JK RJK Fo Ft = a 0,05 Perlakuan 1 2231,96 2231,96

30,85 72,35 4,03 Ralat 51 1573,15 30,85 72,35 4,03

Total 52 3805,11

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'189

Keterangan:

dk derajat kebebasan,

JK = Jumlah Kuadrat,

RJK = Rerata Jumlah Kuadrat,

Fo = Harga F amatan (hitungan),

Ft = Harga F dari tabel.

Dari data hasil analisis kovariansi pada Tabel 4.9, memberikan kesimpulan

bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam hasil belajar siswa yang

belajar melalui model kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar

konvensional. Selanjutnya, untuk menentukan model kelompok belajar mana yang

mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara lebih efektif di antara kedua model

tersebut, maka dilakukan analisis dengan uji-t Dunnet. Perhitungan uji-t Dunnet

terhadap hipotesis dikemukakan dalam lampiran, sedangkan hasilnya dilaporkan pada

Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Uji-t Dunnet Perbedaan Rerata Residu Hasil Belajar Geografi

Siswa Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Kelompok Rerata Residu t hitung t tabel = a 0,05 Kontrol Eksperimen

63,31 77,95 8,54 1,67

Berdasarkan perhitungan dengan uji - t Dunnet diketahui bahwa t amatan

(hitung) > t tabel, jadi signifikan. Kesimpulannya bahwa hasil belajar siswa model

kelompok belajar kooperatif lebih efektif daripada model kelompok belajar

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'190

konvensional. Berarti hipotesis yang telah diajukan dapat diterima. Dengan demikian,

penelitian ini menemukan bahwa model kelompok belajar kooperatif lebih efektif

daripada model kelompok belajar konvensional dalam meningkatkan hasil belajar

geografi siswa SLTP.

5. Hasil Observasi Proses Belajar Siswa Melalui Model Kelompok Belajar

Kooperatif

Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar diamati dan dinilai oleh tiga

orang guru IPS. Guru selain sebagai pemimpin, fasilitator, motivator, dan moderator

belajar, juga sebagai evaluator. Sebagai pemimpin belajar guru merencanakan,

mengorganisasikan, melaksanakan dan mengontrol kegiatan belajar siswa. Sebagai

fasilitator guru memberikan kemudahan kepada siswa dalam melakukan kegiatan

belajarnya. Sebagai moderator guru mengatur arus kegiatan belajar siswa. Guru

menampung persoalan yang diajukan oleh siswa dan mengembalikan lagi persoalan

tersebut kepada siswa lain untuk dijawab dan dipecahkannya. Jawaban siswa tersebut

dikembalikan kepada penanya atau kelompok untuk dinilai bersama benar tidaknya

pernyataan siswa. Sebagai evaluator artinya sebagai penilai yang obyektif dan

komprehensif terhadap proses dan produk aktivitas siswa. Pada waktu proses diskusi

nilai A dengan skor tiga diberikan untuk pernyataan siswa yang setara dengan

kategori baik/tinggi, nilai B dengan skor dua karena setara dengan kategori sedang

yang cenderung tengah-tengah, sedangkan nilai C dengan skor satu diberikan karena

setara dengan kategori kurang/rendah. Rekapitulasi rata-rata penilaian terhadap

aktivitas setiap siswa tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini.

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

Tabel 4.11

Rekapitulasi Rata-rata Hasil Penilaian terhadap Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol dan Eksperimen Pada Waktu Proses Belajar Mengajar

No. Hasil Penilaian Aktivitas Siswa Hasil Penilaian Aktivitas Siswa Res Kelompok Kontrol Kelompok Eks perimen

1 11 m IV V VI Jib. I 11 111 IV V VI Jlh.

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (?) (8) (9) (10 (M (12 (13 (14 (15

I 3 2 i 3 I 2 12 3 3 ' 3 3 3 3 18 2 3 1 2 2 2 2 12 3 3 i J 3 3 3 18 3 2 1 1 2 1 1 8 3 3 i 3 3 3 3 18 4 3 1 1 3 1 3 8 3 3 ' 3 3 3 3 18 5 3 3 3 3 2 3 17 3 2 i 2 2 3 2 12 6 3 3 3 3 3 3 18 3 3 ; 3 2 1 2 14 7 3 2 2 2 2 3 15 3 2 , 3 2 2 2 14 8 1 1 1 1 1 1 6 3 2 2 2 1 2 12 9 3 1 2 2 2 2 12 3 3 3 2 2 2 15 10 3 1 1 2 1 3 13 3 3 ' 3 2 2 2 15 II I 1 2 2 1 I 8 3 3 '' 3 2 2 3 16 12 1 1 I 1 1 I 6 3 3 > 3 2 2 3 16 13 3 1 2 3 2 2 13 3 3 ! 3 3 3 3 18 14 3 2 3 2 3 1 14 3 2 i 3 2 2 2 14 15 2 2 3 2 3 3 15 3 2 i 3 2 2 2 14 16 1 1 1 1 1 1 6 3 J i 3 2 2 3 16 17 3 2 2 3 2 2 14 3 3 ; 3 2 2 3 16 18 2 2 3 2 3 2 14 3 3 ; 3 2 2 3 16 19 3 1 2 3 2 2 13 3 3 3 2 2 3 16 20 3 2 2 2 2 3 14 3 2 : 3 2 2 2 14 21 2 3 2 2 2 3 14 3 3 ' 3 2 3 16 22 3 I 2 3 2 1 12 3 3 1 3 2 2 3 16 23 3 3 2 3 2 2 15 2 2 : 2 3 2 3 14 24 3 1 2 3 2 2 13 3 2 : 2 3 2 3 15 25 3 3 3 2 3 3 17 3 3 ; 2 3 2 3 16 26 3 3 3 3 3 3 18 3 j J J 3 3 3 18 27 3 3 3 3 3 3 18 3 2 ; 3 3 2 3 16 28 2 3 3 3 3 3 17 3 3 3

3 3 3 18

Keterangan;

I = Menyampaikan pendapat dan saran dalam merespon setiap pernyataan

persoalan yang disampaikan oleh anggota lain.

II = Toleransi siswa terhadap siswa lain.

III = Rasionalitas pernyataan yang dikemukakan siswa.

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'192

IV = Kreativitas.

V = Kecakapan berargumentasi.

VI = Partisipasi siswa dalam menulis laporan diskusi (nilai ini diperoleh

dari wawancara).

Untuk mengetahui tingkatan derajat ativitas siswa pada waktu proses belajar

mengajar maka data nilai aktivitas siswa pada Tabel 4.11 di atas, dikategorisasi ke

dalam tingkat-tingkat tertentu. Rentangan nilai (range) dihitung sebagai berikut:

mengurangkan skor ideal tertinggi dengan skor ideal terendahnya, dibagi jumlah

rentangan = (18 — 6) : 3 = 4 . Dengan demikian, penyusunan rentangan kategori

derajat ativitas siswa dapat dibuat sebagaimana dikemukakan dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Tingkatan Derajat Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol dan

Eksperimen Berdasarkan Hasil Observasi Pada Waktu Proses Belajar Mengajar

Ting- K d o m p o c Kontrol Kelompok Eksper. kat Kategori Nilai/ Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi

Kate-Kategori

Skor Absolut Relatif Absolut Relatif gori (%) (%)

1. Tinggi 15 — 18 9 32,14 20 71,43 2. Sedang 1 1 - 1 4 13 46,43 8 28,57 3. Rendah < 10 6 21,43 - -

Jumlah 28 100 28 100

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan derajat aktivitas siswa

antara model kelompok belajar konvensional dengan model kelompok belajar

kooperatif. Derajat aktivitas siswa model kelompok belajar kooperatif lebih tinggi

daripada kelompok belajar konvensional.

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'193

Tabel 4.12 di atas menunjukkan bahwa model kelompok belajar kooperatif

dapat mendorong siswa untuk belajar lebih aktif, hal ini disebabkan karena dalam

bekerja secara berpasang-pasangan siswa yang berperan baik sebagai tutor (pemimpin

kelompok) maupun tutee dituntut untuk dapat menjelaskan persoalan yang sedang

dibahas. Tutor baru akan memberikan jawaban pemecahan persoalan bilamana tutee

tidak dapat menjelaskan jawaban dengan benar. Siswa yang berperan sebagai tutee

didorong untuk aktif menuliskan jawabannya di buku dan membacanya sebanyak tiga

kali. Akibatnya melalui model kelompok belajar kooperatif keterampilan komunikasi

siswa menjadi meningkat.

Disamping itu, keaktifan siswa muncul karena adanya tantangan yang

dihadapi oleh setiap siswa dalam kelompok untuk mempertahankan penampilan

kelompok yang lebih baik. Kondisi ini dapat diketahui dari hasil pengamatan

terhadap diskusi bahwa ada kesungguhan siswa dalam memberi dorongan yang

konstruktif berupa memperjelas keterangan siswa lain, memberikan saran/alternatif

pemecahan, meminta pendapat siswa lain untuk mengomentarinya. Disamping itu,

siswa selalu menyampaikan pendapat dalam merespon setiap pernyataan persoalan

yang disampaikan siswa lain. Di lain pihak, diketahui pula bahwa setiap siswa

berlomba mendahului temannya atau kelompok lain untuk menyampaikan pendapat

dan dengan berbagai cara mempertahankan pendapat kelompoknya. Dengan

demikian, setiap siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi itu muncul

karena adanya dorongan untuk belajar lebih baik guna mempertahankan prestasi

kelompoknya, mereka merasa malu kalau kelompoknya kurang baik.

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'194

Pengajaran geografi melalui model kelompok belajar kooperatif juga dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis, sebab melalui aktivitas diskusi kelompok

memungkinkan timbulnya konflik kognitif dalam diri siswa. Dengan adanya

bantahan-bantahan dari temannya mengakibatkan keseimbangan kognitif yang ada

sebelumnya terganggu. Konsep-konsep yang ada dalam benak diri siswa selanjutnya

akan disusun kembali berdasarkan argumentasi dari kelompok. Akhirnya siswa dapat

memunculkan kualitas pemahaman yang lebih baik. Kecakapan berargumentasi siswa

muncul dalam memberi keterangan dengan kalimat/istilah yang mudah dipahami,

memberi penjelasan dengan rinci, mengemukakan persoalan yang sama dengan cara

yang lebih jelas; cepat tanggap (cepat mengerti terhadap pernyataan/pertanyaan orang

lain yang ditunjukkan dengan cepat mengomentarinya), hal ini terutama pada saat

siswa mempertahankan prestasi kelompoknya; pernyataan/pertanyaan siswa

mengarah kepada pemahaman materi; dan kreativitas yang ditandai dengan

bermunculan pendapat melalui bantahan-bantahan kelompok mereka.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, melalui pengamatan diketahui bahwa

model kelompok belajar kooperatif dapat (a) mendorong siswa untuk belajar lebih

aktif, (b) meningkatkan motivasi belajar, keterampilan-keterampilan sosial, komuni-

kasi, dan berpikir kritis.

6. Persepsi Guru Mengenai Model Kelompok Belajar Kooperatif

Menurut persepsi guru model kelompok belajar kooperatif mempunyai

kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan-kelebihannya yaitu: Pertama, model

kelompok belajar kooperatif melatih siswa memecahkan persoalan dengan

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'195 bekerjasama dalam kelompok demokratis. Kedua, jn'odel kelompok belajar kooperatif

sangat membantu guru dalam mengajarkan geografi yaitu mengkondisikan dan

melatih siswa untuk memiliki sifat-sifat positif dalam mengembangkan konsep-

konsep yang mempunyai nilai-nilai praktis bagi kehidupan masyarakat dengan tidak

menghilangkan nilai-nilai teoritis. Sifat-sifat positif seperti (a) rasa ingin tahu siswa

yang terlihat dari semangat siswa untuk memecahkan persoalan dengan mengajukan

berbagai alternatif pemecahan; (b) rasa solideritas antar siswa yang terlihat dari

adanya memenuhi kebutuhan peralatan belajar sahabatnya, adanya tutorial sebaya

dalam saling belajar membelajarkan dan adanya saling pengertian serta kekompakan

anggota; (c) kritis, terlihat dari keaktifan siswa dalam mengeluarkan pendapat dan

saran pemecahan baik diminta maupun tidak, mengajukan pertanyaan, dan melakukan

berbagai koreksi terhadap berbagai pendapat; (d) kemandirian yang terlihat dari

kemauan siswa untuk menemukan sendiri materi pelajaran sebagai wujud tanggung

jawabnya terhadap kelompok; (e) kecerdasan emosional yang terlihat dari

kemampuan memantau perasaan dan emosi seperti mengendalikan marah dan

percakapan yang melecehkan, peduli terhadap pendapat siswa lain, mau mengerti dan

memahami siswa lain, mampu menyesuaikan diri, dan kesetiakawanan; (f)

kemampuan siswa dalam berkomunikasi yang teijadi karena siswa di dalam

kelompoknya aktif berdiskusi; dan (g) kecermatan mengambil keputusan yang terlihat

dari keaktifan siswa melakukan diskusi kelompok. Ketiga, memudahkan siswa

memahami pelajaran IPS termasuk geografi secara mantap dan tahan lama, karena

proses pengambilan keputusan siswa menggunakan berbagai kemampuannya dalam

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'196

mengorganisasikan pengetahuan dan pemahamannya terhadap bahan pelajaran.

Keempat, tujuan pengajaran dapat dengan mudah dicapai sesuai dengan yang

direncanakan. Siswa terkesan sangat senang mempelajari geografi karena dalam

proses belajar mengajar yang mereka alami tidak hanya menghapal atau

membayangkan sesuatu melainkan melalui pengalaman berdiskusi secara aktif dalam

proses pengambilan keputusan secara kelompok. Kelima, adanya kepemimpinan yang

bergilir bagi setiap anggota kelompok memberikan gambaran kepada setiap anggota

punya pengalaman ada tanggung jawab yang sama baik sebagai pemimpin maupun

anggota kelompok. Keenam, model kelompok belajar kooperatif tepat dilakukan

dalam proses belajar mengajar geografi dan memungkinkan pula diterapkan dalam

proses belajar mengajar mata pelajaran lain.

Menurut guru, model kelompok belajar kooperatif juga memiliki kelemahan-

kelemahan, yaitu (1) pembicaraan berkecenderungan meluas, (2) aktivitas diskusi

cenderung mempergunakan waktu relatif banyak, dan (3) memerlukan biaya yang

relatif banyak terutama untuk penyediaan fasilitas penunjang seperti buku-buku dan

sumber bacaan lainnya, lembaran tugas kelompok, serta media pengajaran.

4. Pengalaman Siswa Setelah Belajar Melalui Model Kelompok Belajar

Kooperatif

Menurut siswa pelaksanaan model kelompok belajar kooperatif baik di

sekolah maupun di luar sekolah memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

model kelompok belajar kooperatif di sekolah meliputi: Per\

berbagai pengalaman dalam kelompok demokratis uantuk mendapatkan kesempatan

berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan memantau perasaan emosi yang secara

umum mengembangkan kebiasaan baik. Kedua, meningkatkan motivasi dalam

melakukan kegiatan belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan guru. Belajar

geografi menjadi lebih menarik, menyenangkan, tidak membosankan dan

bersemangat untuk mempelajari bahan pelajaran karena anggota bekerja dalam

suasana bersahabat, ada kekompakan kerja, dan tanggung jawab bersama untuk

meraih hasil belajar yang tinggi yang menjadi daya tarik anggota. Ketiga,

meningkatkan keberanian dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapat/saran,

karena baik sebagai pemimpin maupun anggota kelompok berusaha mengemukakan

pendapat dan saran. Segala persoalan dapat dipecahkan, karena dibahas melalui suatu

proses yang matang. Keempat, dengan adanya kepemimpinan yang bergilir maka

kepercayaan diri meningkat dan ada perasaan senasib sepenanggungan. Di samping

itu, kepemimpinan bergilir membuat siswa mau tidak mau berani memimpin

kelompok, akibatnya membuat siswa semua aktif mengeluarkan pendapat baik

diminta maupun tidak karena merasa bertanggung jawab dan memberi

peluang/kesempatan yang sama kepada semua anggota mencapai keberhasilan.

Kondisi semacam ini menyebabkan kesimpulan yang diperoleh dapat

dipertanggungjawabkan dan usaha kerja kelompok menjadi optimal. Kelima,

meningkatkan keterampilan berpikir kritis, sehingga pemahaman dan pembahasan

oleh semua anggota dapat dicapai dengan tuntas dan mudah. Keenam, kerjasama

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'198

dengan teman yang akrab membuat siswa merasa senang dalam kelompoknya saling

berbagi pengalaman tentang upaya-upaya mencapai keberhasilan belajar, saling

memperhatikan, dan saling memberi bantuan yang dibutuhkan dalam belajar.

Ketujuh, kualitas kesimpulan bahan pelajaran yang diperoleh sangat baik karena

semua persoalan dibahas secara bersama dan dapat dipecahkan secara tuntas dan

jelas. Kedelepan, belajar tidak merasa tertekan, dalam arti tidak ada saling megancam

dan curiga, mengurangi rasa cemas, takut dan malu dalam pergaulan, sehingga dapat

lebih banyak mengungkapkan bahan yang dipelajari.

Dattipak negatif model kelompok belajar kooperatif di sekolah yaitu (1)

membiarkan siswa menemukan sendiri jawaban masalah biasanya memerlukan waktu

lama; (2) pembicaraan berkecenderungan berkembang; (3) kemungkinan teijadi hal-

hal yang tidak diinginkan seperti siswa terlalu emosional atau kehilangan kontrol; dan

(4) memberikan peluang terjadinya persaingan antar kelompok yang memungkinan

teijadi klik-klik untuk sementara.

Model kelompok belajar kooperatif di luar sekolah juga memiliki dampak

positif dan negatif. Dampak positifnya meliputi: Pertama, siswa lebih punya

kemauan untuk menemukan sendiri bahan pelajaran yang dibahas. Kedua, saling

belajar membelajarkan. Siswa yang belum tahu menjadi tahu dan siswa yang sudah

tahu bertambah pengalamannya. Ketiga, meningkatkan kemampuan mengingat

kembali pelajaran, dengan kata lain siswa merasa lebih mudah mempelajari dan

memahami pelajaran, sehingga memudahkan mengingat kembali bahan pelajaran.

Keempat, saling membantu saling mengoreksi kesalahan, ada toleransi satu sama lain

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'199

dan saling membangkitkan minat. Setiap orang tentu ada kekurangannya dan dalam

kelompok belajar hal ini terlihat, tetapi dalam kelompok belajar pula kekurangan itu

dapat diatasi. Kelima, mengembangkan perasaan sosial dan pergaulan sosial yang

baik. Siswa-siswi saling mengenai tentang hak dan kewajiban, kelemahan dan

kekuatan masing-masing. Keenam, dapat mengetahui tempat tinggal dan mengenal

keluarga siswa. Ketujuh, meningkatkan interaksi antar siswa dan dengan keluarganya

sehingga pergaulan menjadi semakin akrab.

Dampak negatif model kelompok belajar kooperatif di luar sekolah meliputi:

(1) memerlukan banyak waktu untuk berkunjung ke rumah siswa yang lain yang

tempat tinggalnya relatif jauh; (2) waktu istirahat dan bermian menjadi berkurang

atau tidak ada; seita (3) biasanya dapat menambah beban orang tua seperti

penambahan biaya, perasaan curiga terhadapanaknya di peijalanan dan yang pulang

tidak tepat waktunya.

Menurut siswa melalui model kelompok belajar kooperatif cost (biaya atau

pengorbanan yang dikeluarkan) tidak menjadi persoalan (lebih kecil) bila dibanding-

kan dengan benefit (kelebihan-kelebihan yang diperoleh). Siswa menyayangkan

bahwa kenapa model belajar semacam ini tidak dari dulu kami alami dan berharap

agar model kelompok belajar kooperatif secara terus menerus diterapkan di sekolah.

B. Pembahasan

Untuk memberikan gambaran tentang temuan-temuan penelitian, dilakukan

pembahasan dengan hasil telaahan literatur dan temuan-temuan penelitian sebelumnya

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'200

1. Pola-pola Sosiometri

Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa pola-pola interaksi pergaulan

siswa di kelas bermacam-macam. Pertama, pilihan cross-sex. Dari sosiogram

diketahui pada dasarnya pilihan yang dilakukan siswa ada juga kepada lawan

jenisnya, misalnya laki-laki memilih perempuan dan perempuan memilih laki-laki,

yang diistilahkan dengan pilihan cross-sex. Akan tetapi, kelompok yang terdiri dari

empat orang saling memilih sebagai teman saling menyukai untuk beketjasama yang

baik dalam kelompok masing-masing mempunyai jenis kelamin yang sama. Dengan

demikian, ternyata ada kecenderungan gejala siswa laki-laki mengarahkan mayoritas

pilihan mereka kepada siswa laki-laki. Begitu pula, siswi perempuan mempunyai

kecenderungan menetapkan mayoritas pilihan mereka kepada siswi perempuan untuk

satu kelompok. Temuan ini sejalan dengan temuan penelitian Kandel (1978) tentang

persahabatan 2.000 siswa sekolah menengah. Ternyata sebagian besar teman paling

baik mempunyai kesamaan dalam jenis kelamin, tingkat kelas, usia, dan ras.

Kedua, chain atau rantai menggambarkan siswa pertama memilih siswa

kedua dan siswa kedua memilih siswa ketiga, kemudian siswa ketiga memilih siswa

pertama. Tampak di sini, siswa pertama intim (suka) dengan siswa kedua dan siswa

kedua suka dengan siswa ketiga, kemudian siswa ketiga suka dengan siswa pertama.

Kondisi ini disebabkan karena setiap siswa ingin mempunyai teman yang lain untuk

diperkenalkan kepada teman yang memilihnya, dengan begitu memungkinkan

meluasnya pergaulan. Akan tetapi, pada suatu waktu mereka secara bersama-sama

berinteraksi.

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'201

Ketiga, triangle menggambarkan segi tiga. Mereka bertiga saling berpilihan

dan merupakan satu kelompok tersendiri. Terbentuknya kelompok di antara mereka

menunjukkan intensitas interaksinya dikatakan cukup kuat dalam hubungan yang

lebih intim.

Keempat, diistilahkan dengan star atau bintang yang menggambarkan seorang

siswa yang mendapat pilihan terbanyak dalam teknik sosiometri. Berdasarkan

wawancara dengan siswa-siswi yang lain, siswa kategori bintang di samping

memiliki hasil belajar yang relatif tinggi, kritis, kreatif juga memiliki sifat-sifat yang

positif seperti mengetahui caranya membuat siswa lain merasa senang, jujur, sabar,

ramah, mudah membina keijasama, akrab dengan siswa lain, solideritas terhadap

siswa lain tinggi, bertanggung jawab dan suka berkomunikasi untuk menceritakan

sesuatu, pandai berolahraga dan terampil memainkan alat musik. Ini berarti siswa

yang dikatakan star memiliki sifat-sifat positif, sesuai dengan pendapat Hartop

(1967:75) sifat-sifat siswa yang diterima oleh kelompok yaitu (1) memiliki

kepribadian ceria atau gembira, ramah jujur, murah hati, sabar, mudah membina

keijasama, dan memiliki keyakinan diri; (2) memiliki keterampilan misalnya

membuat bermacam-macam alat permainan, memainkan alat musik, melukis, dan

terampil berolahraga; (3) berprestasi dalam bidang akademis yaitu siswa yang

mendapat hasil belajar tinggi dalam mempelajari berbagai mata pelajaran. Menurut

Hamsire (Shapiro, 1998:5) kualitas-kualitas emosional yang penting bagi

keberhasilan pergaulan yaitu: "empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,

mengendalikan marah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai,

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

202

kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan,

keramahan, sikap hormat". Dengan demikian, tampilan perilaku yang baik dari siswa

membuat diterima dan disukai oleh siswa lain.

Kelima, neglekti (neglegtee), yang menggambarkan seorang siswa yang

menerima pilihan paling sedikit dalam teknik sosiometri. Siswa ini mempunyai

interaksi yang minimal dengan siswa lainnya dalam kelas tersebut. Berdasarkan

wawancara dengan siswa yang lain, penyebabnya karena sering acuh tak acuh

terhadap pekeijaan teman sekelompok, kadang-kadang absen di kelas dan pendiam.

Menurut Goleman (1999:174-175) "Dua kesalahan besar yang hampir selalu

menimbulkan penolakan adalah terlampau cepat mencoba menunjukkan keberadaan

diri dan tidak menyelaraskan diri dengan kerangka acuan kelompok". Dengan

demikian, dapat ditafsirkan bahwa siswa yang dikatakan neglekti mengalami

kesulitan dalam penyesuaian dirinya berhubung dengan kurang diterimanya oleh

kawan anggota kelasnya. Penolakan atau pengasingan terhadap siswa tersebut teijadi

bukan karena terlalu cepat mencoba menunjukkan keberadaan diri (dalam arti mau

menang sendiri, angkuh) tetapi lebih disebabkan karena tidak menyelaraskan diri

dengan kerangka acuan kelompok.

Keenam, pair atau pasangan, menggambarkan dua siswa saling tertarik

melakukan interaksi yang akrab. Komunikasi interpersonal pada kelompok ini lebih

tinggi frekuensinya dan lebih intensional dibandingkan dengan kelompok lainnya

sehingga pertukaran informasi lebih lancar dan menguntungkan kedua belah pihak.

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'203

Ketujuh, kelompok yang memilki interaksi berbentuk jala, menggambarkan

kelompok saling memilih memiliki intensitas keintiman yang kuat. Menurut siswa

kelompok yang anggotanya saling memilih terdiri dari teman yang disukai

sekelompok belajar, cocok sebagai teman belajar di sekolah dan sebagai teman

belajar bersama untuk mengerjakan pekeijaan rumah yang diberikan guru atau kalau

ada tugas lain dari guru, serta sebagai teman yang disukai dalam bermain pada waktu

jam istirahat atau setelah jam pelajaran sekolah. Kecocokan itu didukung antara lain

karena tempat tinggal relatif berdekatan, merasa ada perasaan dekat antara satu

dengan lainnya yang ditunjukkan dengan rasa peduli terhadap kawan, setia kawan,

tidak saling menjatuhkan, dapat saling menyesuaikan diri dan merasa terdorong

berada dalam kelompok yang mempunyai jenis kelamin yang sama sehinggga dapat

bercerita tentang berbagai pengalaman. Dengan demikian, intensitas interaksi sosial

kelompok saling memilih dikatakan cukup kuat dalam hubungan yang lebih intim.

Menurut Sukardi (1988:122) istilah kelompok yang memiliki 'interaksi yang

berbentuk jala" dimaksudkan suatu kelompok memiliki interaksi sosial yang

menampakkan intensitas keintiman lebih kuat, menyeluruh, di mana individu yang

satu dengan yang lain saling memilih. "Menurut Festinger dan Back (Seras,

1999:230) "semakin dekat jarak tempat tinggal dua individu, bila diukur dengan

jarak fisik atau jarak fungsional, semakin besar kemungkinan bahwa mereka

merupakan teman". Menurut Thibout dan Kelley (Sears, 1999:239-242) teori

pertukaran sosial mengungkapkan bahwa interaksi dalam suatu kelompok terjadi

dalam proses tukar menukar antara imbalan dengan ongkos. Sedangkan menurut

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'204

Marvin E.S. (Sears, 1999:239-242) dalam teori kesamaan sikap seseorang cenderung

tertarik kepada orang lain yang dianggapnya mempunyai sikap sama dengannya.

2. Kerjasama Sebagai Bentuk Interaksi Sosial Siswa yang Dominan di SLTP

Bentuk interaksi sosial yang dominan antar siswa di Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) KORPRI UNIT UPI adalah keijasama. Bentuk-bentuk

interaksi sosial yang lain adalah persaingan dan konflik. Berdasarkan data empirik

dari seluruh responden penelitian, diketahui bahwa skor rata-rata derajat keijasama

lebih tinggi daripada skor rata-rata derajat persaingan dan konflik. Skor rata-rata

derajat kerjasama yang mereka lakukan di sekolah termasuk kategori efektif,

sedangkan skor rata-rata untuk derajat persaingan termasuk kategori sedang dan

derajat konflik termasuk kategori cukup rendah.

Dari data angket, ditinjau dari segi derajat kerjasama yang diukur dengan

melihat kekompakan kerja, semangat kebersamaan, dan tanggung jawab bersama

untuk mencapai tujuan, diketahui bahwa terdapat 30,35% siswa mengatakan

melaksanakan keijasama yang dikategorikan sangat efektif, 23,21% kategori efektif,

21,43% kategori kurang efektif, dan 17,86% termasuk kategori tidak

efektif, dan 7,15% termasuk kategori sangat tidak efektif. Keijasama yang

ditunjukkan siswa dalam (a) kekompakan keija, diukur dari kesediaan untuk

mufakat dalam menyelesaikan tugas kelompok, saling menghargai pendapat/saran,

keijasama sebagai teman di sekolah dan luar sekolah, ketaatan terhadap waktu

belajar, dan hubungan keijasama yang akrab> (b) .ada tanggung jawab bersama yang

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'205

dilihat dari solideritas dalam saling belajar membelajarkan, fleksibel dalam

melaksanakan rencana kegiatan, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan

kelompok, tindakan terhadap keputusan kelompok, kepemimpinan bergilir, dan

penilaian yang kontinu,- (c) ada semangat kebersamaan, diukur dari adanya perasaan

aman karena ada pengagunan belajar/bekeija dan bermain bersama, ada kesempatan

yang sama untuk mencapai keberhasilan, partisipasi dalam merencanakan kegiatan

belajar berkelompok, anggota kelompok saling memotivasi dalam setiap usaha

kelompok, ada suasana kelompok yang mendukung (suasana persahabatan, sifat

keterbukaan, penyesuaian dalam kelompok, suasana yang memberi kesan setaraf),

ada kepedulian sosial (kesediaan membantu, menjenguk teman yang sakit dan

menyumbang uang dan tenaga); d) ;ada tujuan, yang diukur dari tujuan/alasan

berkecimpung dalam kelompok dan pengakuan pada keberhasilan akademik untuk

kelompok.

Tingginya derajat keijasama yang baik antar siswa mengandung implikasi

pentingnya peran bantuan rekan sebaya untuk keberhasilan belajar siswa. Siswa

membutuhkan bantuan tertentu dari temannya yang diaggap memiliki gaya atau cara

belajar yang lebih baik. Pemberdayaan kelompok sebaya siswa, dapat dipandang

sebagai upaya guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Potensi sosio-kultural yang

dimiliki kelompok digali dan dimanfaatkan siswa sehingga dapat membantu dirinya

sendiri dan orang lain. Memberikan kesempatan kepada siswa sekelompok dengan

teman yang disukainya, berarti memberi peluang kepada mereka untuk mengalami

penguatan interaksi sosial dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar bermanfaat

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'206

pula bagi perkembangan kemampuan siswa. Interaksi sosial seperti itu menurut

AIfred Adler (Suryabrata, 1973:39) menimbulkan rasa senang dan puas pada

anak-anak, karena setiap anak sebagai individu yang berkemauan dan mempunyai

tujuan dalam kehidupannya, merasa motif-motif, sifat-sifat dan nilai-nilai yang khas

di dalam kepribadiaannya dapat dilaksanakan atau terpenuhi melalui persahabatan

yang akrab dengan teman sebaya. Drurnmod (1995:59) mengemukakan "interaksi

menghasilkan pertukaran perasaan dan rangsangan". Dengan demikian,

mengembangkan kesadaran para anggota satu sama lain. Para anggota menjadi sadar

ketergantungan mereka dan mulai melihat diri mereka sebagai sebuah kelompok.

Dominannya keijasama di sekolah dapat dipahami dari segi teori motivasi.

Keberadaan motivasi siswa umumnya terkait dengan kebutuhan. Siswa mempunyai

motivasi sosial, kebutuhan untuk diterima dalam suatu kelompok atau masyarakat,

sehingga menyebabkan siswa terdorong untuk mengaktualisasikan diri. Aktualisasi

diri tersebut diwujudkan siswa dalam perilaku yang hasilnya dapat memberi

sumbangan berarti pada kelompok. Sejalan dengan pendapat Piaget dan Vygorsky

yang mengemukakan bahwa "pengetahuan yang diperoleh siswa sebenarnya adalah

hasil interaksi siswa dengan lingkungannya" Slavin (1995:329). Perbuatan tolong

menolong antar siswa diwujudkan dalam kemauan siswa untuk berkeijasama dengan

siswa lain, dan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan kelompok. Sesuai

^engan pendapat guru dan siswa, bahwa model kelompok belajar kooperatif dapat

meningkatkan keijasama antar siswa.

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'207

Situasi kondusif dalam belajar mendorong siswa untuk selalu meningkatkan

kemampuan akademiknya, karena kemajuan yang dibuat siswa mempengaruhi

penilaian kelompok. Menurut Slavin (1995:27) "terciptanya situasi yang mendukung

pencapaian keberhasilan dalam belajar kooperatif membuat siswa merasa bahwa

lingkungan menghendakinya belajar". Suasana kondusif dalam model kelompok

belajar kooperatif didukung oleh interaksi yang baik antar guru dan siswa, antara

siswa yang satu dengan yang lainnya, memperhatikan karakteristik fisik kelas,

besarnya jumlah anggota kelompok, pemanfaatan kelompok dalam belajar, dan

penekanan keijasama daripada persaingan.

Terbentuknya kelompok berdasarkan saling memilih membuat komunikasi

interpersonal pada kelompok ini lebih tinggi frekuensinya dan lebih intensif

dibandingkan dengan kelompok lainnya yang dibentuk bukan atas keinginannya, dan

karena kekhasannya inilah pertukaran informasi lebih lancar dan menguntungkan

anggota. Rasa persahabatan yang akrab dapat memudahkan adaptasi dalam

kelompok. Kondisi tersebut, sesuai dengan pendapat Backman (1974:113) yang

mengemukakan bahwa "kualitas relasi interpersonal cenderung meningkatkan akses

komunikasi yang memungkinkan anggota kelompok untuk membentuk tata hubungan

peran yang seimbang". Menurut siswa melalui keijasama dengan teman yang akrab

membuat merasa senang bersama-sama dengan sesamanya, saling berbagi

pengalaman tentang upaya-upaya mencapai keberhasilan belajar, saling

memperhatikan, dan saling memberi bantuan yang dibutuhkan dalam belajar.

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'208

Berdasarkan pendapat guru model kelompok belajar kooperatif

mengkondisikan dan melatih siswa memiliki sifat-sifat positif seperti rasa solidaritas,

adanya tutorial sebaya dengan saling belajar membelajarkan, kecerdasan emosi,

toleransi, dan sifat kritis. Sehubungan dengan itu, temuan penelitian Whyte dan

Lippite (Sentosa, 1983:77) terhadap "kelompok yang bersuasana demokratis

terdapat rasa solideritas antar anggota kelompok sehingga kelompok tersebut ada rasa

kesatuan". Eksperimen Festinger, Schachter dan Black (1950) menemukan bahwa

keterpaduan kelompok igroup cohesiveness) diawali oleh ketertarikan terhadap

kelompok dan anggota kelompok, dilanjutkan dengan interaksi sosial serta tujuan-

tujuan pribadi yang menuntut saling ketergantungan. Selanjutnya, kekuatan-kekuatan

di lapangan itu akan menimbulkan perilaku kelompok yang berupa kesinambungan

keanggotaaan dan penyesuaian terhadap standar kelompok.

Mengelompokkan siswa dengan teman yang saling memilih sebagai teman

yang disukai dapat bekeijasama mengurangi terjadinya konflik antar anggota dalam

kelompok. Terbukti berdasarkan data angket menunjukkan, bahwa pada model

kelompok belajar kooperatif, 10,72% siswa mengatakan ada konflik yang

dikategorikan tinggi, 32,14% termasuk kategori sedang, 32,14% termasuk kategori

rendah dan 25% termasuk kategori sangat rendah, sedangkan pada model kelompok

belajar konvensional terdapat 7,14% mengatakan merasakan ada konflik yang

dikategorikan sangat tinggi, 17,86% termasuk kategori tinggi, 32,14% termasuk

kategori sedang, 28,57% termasuk kategori rendah, dan 14,29% termasuk kategori

sangat rendah. Di lain segi, dari perhitungan skor rata-rata konflik, untuk siswa

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'209

kelompok belajar kooperatif rata-rata sebesar 6,14 termasuk kategori rendah dengan

skor terendah 4 dan tertinggi 9, sedangkan untuk siswa kelompok belajar

konvensional sebesar 7,75 termasuk kategori sedang dengan skor terendah 4 dan

tertinggi 12.

Berdasarkan data cupirik, adanya keijasama antar siswa memberi kesempatan

lebih besar kepada anggota berdiskusi saling belajar membelajarkan dalam kelompok

untuk mencapai tujuan bersama. Betapa pentingnya peranan tujuan bersama, terbukti

dari temuan penelitian Sherif pada tahun 1952 yang dikutif Hammer dan Organ

(1975:131) bahwa selama ada tujuan bersama walaupun dalam suatu kelompok selalu

terjadi ketegangan dan konflik, para anggotanya tetap dapat menciptakan

keharmonisan dan integrasi. Dalam eksperimen Sherif (1966) terbukti bahwa ada

faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi hubungan antara dua kelompok,

yaitu: (1) Musuh bersama. (2) Tujuan bersama, Musuh bersama dapat digantikan

dengan tujuan bersama, tujuan yang lebih tinggi, dan lebih utama daripada tujuan

kelompok masing-masing. (3) Mempelajari sesuatu secara bersama.

3. Model Kelompok Belajar Kooperatif Lebih Efektif daripada Model

Kelompok Belajar Konvensional dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Geografi Siswa SLTP

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa "model kelompok belajar

kooperatif lebih efektif daripada model kelompok belajar konvensional dalam

meningkatkan hasil belajar geografi siswa SLTP". Ini dapat diketahui dari hasil

pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis kovariansi menunjukkan bahwa

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'210

terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam hasil belajar siswa yang belajar

melalui model kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar konvensional.

Selanjutnya, dari hasil pengujian dengan menggunakan uji-t Dunnet membuktikan

bahwa hasil belajar siswa melalui model kelompok belajar kooperatif lebih tinggi

daripada model kelompok belajar konvensional.

Kemampuan awal siswa model kelompok belajar kooperatif dan kelompok

belajar konvensional yang dicerminkan oleh skor tes hasil belajar geografi pada

akhir catur wulan I tahun ajaran 1999/2000 menunjukkan tidak terdapat

perbedaan. Terbukti dari uji perbedaan (terlampir) dengan menggunakan Anava,

diperoleh F hitung = 0,032 < F tabel = 4,02. Demikian pula, tidak terdapat

perbedaan skor tes awal siswa antara siswa model kelompok belajar dengan

model kelompok belajar konvensional. Terbukti dari uji perbedaan (terlampir)

dengan menggunakan Anava, diperoleh F hitung = 0,00176 < F tabel = 4,02.

Dengan demikian, terdapat peningkatan hasil belajar siswa terjadi lebih tinggi

diakibatkan oleh diselenggarakannya model kelompok belajar kooperatif.

Data penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dan tes awal siswa

terhadap hasil tes akhir, terdapat peningkatan frekuensi (prosentase) jumlah siswa

berdasarkan kategori tinggi, sedang, dan rendah pada model kelompok belajar

kooperatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok belajar konvensional. Di

lain segi, derajat keijasama siswa model kelompok belajar kooperatif lebih efektif

daripada derajat keijasama model kelompok belajar konvensional. Dari

perhitungan skor rata-rata keijasama, untuk siswa kelompok belajar kooperatif

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'211

rata-rata sebesar 64,46 termasuk kategori efektif dengan skor terendah 36 dan

tertinggi 75, sedangkan untuk siswa kelompok belajar konvensional sebesar 52,82

termasuk kategori kurang efektif dengan skor terendah 30 dan tertinggi 72.

Penelitian-penelitian yang melihat pengaruh model kelompok belajar

kooperatif yang dihubungkan dengan perolehan pengetahuan siswa dilakukan oleh

Edwards & De Vries (1972), Johnson & Woxman (1985), Van Oudenhoven

(1987), semuanya menunjukkan bahwa siswa dari berbagai tingkat kemampuan

akademik memperoleh keuntungan dari penggunaan model model kelompok

belajar kooperatif. Dikatakan juga, bahwa siswa yang belajar dalam model ini

ternyata memiliki perolehan pengetahuan yang lebih baik dibandingkan siswa

yang belajar secara tradisional (Edwards & Talbot (1994). Temuan penelitian

yang dilaksanakan selama dua tahun di sekolah dasar menunjukkan bahwa model

kelompok belajar kooperatif terbukti secara siginifikan berpengaruh positif pada

kemampuan dan sikap siswa dalam membaca, bahasa dan matematika, serta

interaksi sosial siswa dalam kelas (Stevens & Slavin, 1995:321-351). Selanjutnya,

penelitian yang menerapkan model kelompok belajar kooperatif menunjukkan

hasil yang positif pada (a) pencapaian sukses akademik, (b) penghargaan dan

kepercayaan diri siswa, (c) penerimaan siswa secara sosial dalam lingkungannya

(Davidson, 1990:7). Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Slavin (1992),

Stahl (1994) yang mengemukakan model kelompok belajar kooperatif benar-

benar dapat mencapai semua kontent akademik, sosial dan tujuan afektif.

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

212

Huber, Bogatzki, dan Winter (Slavin, 1995:43) meneliti perbandingan

antara model kelompok belajar kooperatif dengan kelompok keija tradisional

yang tidak memiliki tujuan kelompok dan pertanggungjawaban individu. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa model kelompok belajar kooperatif

mendapatkan skor yang lebih baik, serta pengaruh tujuan kelompok dan

pertanggungjawaban individu terhadap hasil belajar siswa memberikan efek

median yang lebih tinggi dibanding kelompok keija tradisional. Sejalan dengan

hasil penelitian Oickle (Slavin, 1995:60) yang menemukan bahwa model

kelompok belajar kooperatif yang menggunakan teknik penghargaan kelompok

memberi pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

4. Persepsi Guru Mengenai Model Kelompok Belajar Kooperatif

Persepsi guru-guru mengenai model kelompok belajar kooperatif

cenderung lebih dominan adanya kelebihan-kelebihan model kelompok belajar

kooperatif dibandingkan dengan model kelompok belajar konvensional yang

secara garis besar antara lain yaitu: (a) menciptakan kondisi dan situasi yang

kondusif untuk melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan

kreatif, (b) melatih dan mengkondisikan siswa untuk memiliki sifat-sifat positif,

(c) memberikan kemudahan kepada siswa untuk memahami pelajaran secara

mantap, tahan lama, da/i memudahkan pencapaian tujuan pengajaran sesuai

dengan yang direncanakan, (d) melatih memecahkan permasalahan dengan

bekeijasama dalam kelompok demokratis yang memiliki kekompakan kerja,

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'213

semangat kebersamaan, dan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan

bersama.

Adanya persepsi guru bahwa model kelompok belajar kooperatif dapat

memudahkan siswa dalam mempelajari materi pelajaran, sesuai dengan pendapat

Rogoff (1990:112-113) bahwa belajar dalam situasi keijasama dipermudah oleh

konflik di antara bentuk-bentuk pemikiran antagonistik. Pemecahan konflik ini

dicapai bila individu-individu yang bekeija sama berusaha mencapai kembali

keseimbangan kognitif dalam pemahaman mereka melalui pertimbangan timbal

balik terhadap berbagai pandangan alternatif. Hartono dan Inagaki (1991:112-

113) mengemukakan bahwa ketika para siswa harus menjelaskan atau

mempertahankan pendapat sendiri, siswa lain mulai mengkaji pemahaman mereka

secara rinci. Dalam hal ini, mereka sering dibantu oleh para kolaborator yang

menambahkan atau menguraikan lebih lanjut apa yang telah dikatakan, akhirnya

siswa menjadi sadar kekurangan-kekurangan pernyataannya, dan mendorong

siswa membentuk kembali kerangka konsep yang baru.

Dalam kontek peningkatan kemampuan berpikir Polya (1977:112)

mengajukan enam tipe kemampuan berpikir yang menjadi pengaruh metode

pemecahan masalah dalam pengajaran matematika yaitu kemampuan-kemampuan

berpikir tertib (berpikir komunikatif, sistematis, logis), kreatif, analitis inovatif,

menemukan, dan transfer serta fleksibelitas berpikir. Bilamana ditinjau lebih

lanjut, kemampuan berpikir siswa yang terungkap melalui angket dan observasi

adalah adanya peningkatan keterampilan komunikasi dan kritis yang terwujud

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'214

dalam peningkatan keaktifan melakukan diskusi-diskusi: (1) menyampaikan

pendapat dan saran/alternatif pemecahan dalam merespon setiap pernyataan

persoalan, (2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada

pemahaman dan penjelasan materi seperti bertanya apa, bagaimana dan mengapa,

bertanya meminta penjelasan, dan bertanya berlatar belakang hipotesis; yang

akhirnya membuat mereka terlibat dalam adu pendapat yang serius terarah pada

pembahasan materi; (3) melakukan berbagai koreksi pernyataan persoalan dari

berbagai siswa untuk memperjelas keterangan siswa lain, seperti memberi

keterangan dengan kalimat atau istilah yang mudah dipahami/terinci,

mengemukakan persoalan yang sama dengan cara yang lebih jelas; (4) cepat

tanggap dalam arti cepat mengerti terhadap pernyataan/pertanyaan siswa lain yang

ditunjukkan dengan cepat mengomentarinya; (5) peningkatan kemauan siswa

untuk menemukan sendiri materi7jawaban dari permasalahan yang diajukan, dan

(6) peningkatan kualitas kesimpulan materi pelajaran.

Adanya kreativitas siswa yang ditandai dengan: bermunculan pendapat

melalui berbagai bantahan dan saran-saran siswa, kemampuan siswa

memunculkan suatu masalah, mencari informasi, mengemukakan penyelesaian

masalah, merangkai kata-kata yang jelas. Kesemuanya ini menunjang peningkatan

keterampilan berpikir siswa. Kondisi tersebut dapat teijadi karena siswa sebelum

belajar di sekolah sudah mendapat penugasan mempelajari bahan pelajaran

sehingga sebelum pelaksanaan proses belajar mengajar siswa sudah mempunyai

pengetahuan yang akan dikembangkan dalam diskusi-diskusi. Siswa berlatih

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'215

mendengarkan dan berkomunikasi atau siswa belajar mengungkap ide yang

disampaikan oleh temannya dan mengungkapkannya kembali dalam kata-katanya

sendiri. Dengan demikian, model kelompok belajar kooperatif dalam pengajaran

geografi profil kemampuan hasil belajar yang ditemukan dalam penelitian ini

sebagian besar berada pada peningkatan kemampuan berpikir komunikatif di

samping kemampuan berpikir kritis. Menurut Meyers (1986:116) "visualisasi

proses berpikir kritis dimulai dengan identifikasi masalah, yang dikaitkan dengan

informasi yang berasal dari input dan pe-ngalaman untuk mendapatkan alternatif

pemecahan berdasarkan peluang yang ada".

Ada persepsi guru bahwa model kelompok belajar kooperatif menciptakan

suasana demokratis. Suasana akrab, bersahabat dan terbuka di dalam suatu

kelompok menjiwai diskusi yang konstruktif. Dengan keadaan demikian siswa

dapat leluasa mengemukakan pendapatnya secara bebas. Siswa dianggap sebagai

pribadi, dihargai hak dan kewajibannya untuk menerima dan mengeluarkan

pendapat dalam belajar berkelompok, tanpa tekanan dan paksaan. Melalui

kelompok belajar kooperatif siswa diberi peluang yang lebih besar untuk

berinteraksi dan berdiskusi. Dengan demikian, melalui interaksi yang kontinu dapat

memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan tranmisi sosial yang sangat

penting bagi peningkatan keterampilan berpikir siswa. Ahmadi (1988:98)

setelah memperhatikan beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa,

"pada umumnya sikap-sikap pendidikan yang otoriter, sikap overprotection dan

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'216

sikap penolakan anak-anaknya daripada orang tua dapat menjadi suatu handikap

bagi perkembangan sosial anak-anak".

Mengenai adanya beberapa kelamahan dalam penerapan model kelompok

belajar kooperatif, wajar teijadi. Hal ini merupakan sesuatu yang alami karena

tidak ada suatu model yang paling sempurna. Kecenderungan bahwa pembicaraan

berkecenderungan berkembang merupakan sesuatu yang mungkin dapat teijadi.

Dalam kaitan ini kemampuan guru menerapkan model kelompok belajar

kooperatif merupakan kata kunci. Kemampuan tersebut adalah kemampuan

merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengontrol kegiatan siswa

dalam diskusi. Ruang gerak guru dalam kelas tidaklah terbatas, melainkan bebas

bergerak dari satu siswa ke siswa lain, dari kelompok satu ke kelompok lain. Guru

berkeliling dalam ruangan untuk memonitor aktivitas siswa dan berusaha

mengarahkan serta memotivasi siswa untuk mengemukakan pendapat/gagasan

masing-masing dalam menanggapi persoalan yang dibahas, sehingga kelompok

yang melakukan pembicaraan berkecenderungan berkembang dapat diarahkan.

Dengan demikian, guru dapat memonitor stiap kemajuan atau kesulitan yang

ditemuai siswa, sehingga guru akan mudah memberikan bimbingan agar

kelompok dapat bekeija dengan efektif. Dalam mengarahkan siswa, guru

membatasi diri, tidak terlalu banyak berbicara, sebaliknya mendorong siswa untuk

meningkatkan komunikasinya.

Mengingat masih adanya kelompok siswa yang berkemampuan kategori

rendah, maka soyogyanya diperhatikan secara khusus dan mendapat bantuan yang

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

217

diperlukan. Melakukan pengajaran remedial dan meningkatkan frekuensi

pemberian tugas latihan. Dalam hal ini, penerapan model kelompok belajar

kooperatif dapat mengembangkan potensi-potensi belajar para siswa untuk

berperan aktif di dalam belajar bersama. Pemberdayaan kelompok sebaya

hendaknya dipandang guru sebagai bagian tak terpisahkan dari keseluruhan upaya

lembaga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Lingkungan sekitar seperti

teman yang disukai dan relatif pandai dapat dijadikan sebagai mediator

bimbingan. Keeratan hubungan yang akrab dan stabil antar siswa merupakan

kekuatan suatu kelompok untuk berpikir dan bertindak sebagai suatu kesatuan

untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, bagi kelompok ini rekan

sebaya dijadikan sebagai agen perubahan, dan situasi belajar dapat

mengembangkan interaksi sosial yang efektif. Sejalan dengan pendapat Soekanto

(1990:75) bahwa "Perkembangan jiwa seseorang banyak ditentukan oleh

pergaulannya dengan orang-orang lain". Tentu saja suasana belajar yang kondusif

mewujudkan suasana belajar yang aktif, artinya siswa menjadi pusat kegiatan

belajar di dalam proses belajar mengajar tersebut.

Bantuan rekan sebaya di samping merepleksikan kecocokan orientasi

pribadi antara kedua belah pihak juga merepleksikan adanya kesamaan dalam

peran yang diharapkan bersama. Dalam kaitan ini Slavin (1995:3) mengemukakan

bahwa "sering siswa mampu melakukan tugas untuk menjelaskan dengan

baik ide-ide matematika yang sulit kepada siswa lainnya, dengan mengubah

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

218

penyampaian dari bahasa guru menjadi bahasa yang dipahami siswa sebaya, akan

tetapi kegaduhan yanp diakibatkan biasa tidak disukai guru".

Selanjutnya, wali kelas dan guru bimbingan konseling (konselor)

hendaknya secara rutin memotivasi siswa yang berkemampuan rendah tersebut.

Bimbingan ditujukan untuk mengubah pola atau sikap dan kebiasaan belajarnya

ke arah yang tepat. Di samping itu, guru perlu menginformasikan siswa yang

berkemampuan rendah tersebut kepada orang tuanya agar meningkatkan perhatian

dan kontrol yang ketat terhadap kegiatan belajar anaknya di rumah dan bila

memungkinkan mencarikannya guru les.

5. Pengalaman Siswa Setelah Belajar Melalui Model Kelompok Belajar

Kooperatif

Pendidikan merupakan proses pemberian pengalaman belajar pada siswa.

Siswa merupakan faktor utama dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan

dalam pemberian pengalaman belajar siswa merupakan keberhasilan proses

belajar mengajar. Menurut siswa melalui model kelompok belajar kooperatif cost

(biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan) tidak menjadi persoalan (lebih kecil)

bila dibandingkan dengan benefit (kelebihan-kelebihan yang diperoleh). Adanya

pernyataan siswa bahwa "kenapa model belajar semacam ini tidak dari dulu kami

alami" menandakan siswa merasa puas belajar melalui model kelompok belajar

kooperatif. Oleh karena itu, siswa berharap agar model kelompok belajar

kooperatif secara terus menerus diterapkan di sekolah.

Page 60: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'219

Pengalaman siswa mengenai kelebihan model kelompok belajar kooperatif

adalah meningkatkan motivasi belajar, kemampuan berpikir kritis, mengembangkan

sifat kepemimpinan, memudahkan adaptasi dan belajar dalam suasana yang

menyenangkan. Dilihat dari segi tujuan mengajar, faktor motivasi belajar dan

kemampuan berpikir siswa merupakan aspek yang penting. Faktor-faktor ini tidak

hanya penting artinya bagi siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar, melainkan

juga menyangkut masalah mutu pendidikan pada umumnya. Tinggi rendahnya mutu

pendidikan tergantung pada tinggi rendahnya mutu faktor-faktor yang

mempengaruhinya termasuk motivasi dan kemampuan berpikir siswa.

Motif merupakan tenaga pendorong yang menggerakkan siswa untuk belajar.

Nasution (1978:58) menyatakan "motivasi ekstrinsik memang diperlukan, namun

motivasi instrinsik akan memberikan hasil lebih baik". Hal ini berarti, keinginan

yang kuat untuk belajar yang datang dari pihak siswa sendiri sangat penting untuk

keberhasilan belajar. Tanpa motif atau kemauan untuk belajar, para siswa tidak akan

belajar, karena itu mereka tidak akan memperoleh hasil yang baik. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa peranan siswa dalam mencapai hasil belajar sangat

menentukan. Sekalipun banyak faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar,

namun keberhasilan belajar ditentukan usaha nyata siswa yang melakukan kegiatan

belajar. Suatu prestasi (termasuk hasil belajar) adalah sesuatu yang harus diraih

dengan usaha, bahkan tidak jarang melalui perjuangan yang dicapai seseorang akan

banyak tergantung pada besar kecilnya usaha serta mutu pengetahuan dan

Page 61: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'220

keterampilan dalam melakukan usaha tersebut. Sejalan dengan pembahasan yang

telah dikemukakan di atas, Nasution (1982:53-54) mengemukakan:

Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kecakapan dan ketangkasan belajar berbeda secara individual. Walaupun demikian kita dapat membantu anak dengan memberi petunjuk-petunjuk umum tentang cara-cara belajar yang efisien. Ini tidak berarti bahwa mengenai petunjuk-petunjuk itu dengan sendirinya akan menjamin sukses anak belajar. Sukses hanya tercapai berkat usaha keras tanpa usaha tak akan tercapai sesuatu apapun.

Pendapat di atas lebih memperjelas bahwa peranan siswa sangat penting

dalam mencapai hasil belajar yang tinggi. Namun demikian, tanggung jawab

membina siswa secara efektif tetap berada pada guru. Berdasarkan data empiris,

pengalaman siswa melalui model kelompok belajar kooperatif menunjukkan bahwa

proses belajar mengajar tidak membosankan, tidak hanya mendengarkan saja,

melainkan juga aktif memecahkan masalah tertentu untuk mencapai tujuan bersama.

Melalui belajar bersama antara satu dengan yang lain dalam kelompoknya, siswa

dapat segera memperoleh bantuan pemecahan masalah melalui temannya. Siswa

dalam kelompok berusaha menemukan sendiri alternatif pemecahan persoalan yang

disampaikan kepadanya. Siswa yang sudah saling mengenal dengan baik dan akrab

dapat bekeijasama secara lancar antara satu dengan yang lain dalam kelompok.

Dengan demikian, hal ini dapat membantu guru untuk membuat interaksi efektif.

Dalam kaitan psikolog dengan pasiennya Goldstein (1975:112) mengemukakan

makin baik interaksi antar pribadi makin terbuka pasien mengungkapkan

perasaannya, makin cenderung ia meneliti perasaannya secara mendalam beserta

penolongnya (psikolog), dan makin cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian

Page 62: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'221

serta bertindak atas nasehat yang diberikan penolongnya. Berdasarkan pernyataan ini,

dari segi psikologi komunikasi dapat dikemukakan bahwa interaksi interpersonal

yang baik antar siswa, mendorong siswa untuk saling terbuka mengungkapkan

dirinya sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara mereka.

Anggota-anggota yang belajar dalam model kelompok belajar kooperatif

dituntut secara bergilir berperan menjadi pemimpin kelompok. Berdasarkan data

empiris, kondisi ini membuat kepercayaan diri anggota meningkat sehingga

ketergantungan terhadap anggota lain berkurang, ada kesempatan yang sama untuk

mencapai keberhasilan, menimbulkan suasana yang memberi kesan sejajar/setaraf

antar anggota dalam kegiatan belajar membelajarkan. Di samping itu, tidak ada

seorangpun merasa menggurui dan digurui tetapi tiap-tiap anggota adalah sekaligus

guru dan siswa, ada tanggung jawab bersama, membuat anggota menjadi berani dan

aktif mengeluarkan pendapat baik diminta maupun tidak, karena sebagai pemimpin

kelompok anggota dituntut untuk berbicara. Akibatnya, anggota merasa bahwa hasil

kelompok menapaskan sumbangan pemikiran bersama. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa kondisi semacam ini mengakibatkan tingginya pengakuan anggota

terhadap keberhasilan akademik perorangan untuk mengangkat nama baik kelompok.

Pengaruh lebih lanjut dapat meningkatkan motivasi untuk belajar. Siswa yang diberi

kepercayaan untuk memimpin kelompok berusaha untuk percaya diri, mandiri, dan

berani mengemukakan pendapat untuk memimpin putusan kelompok. Jadi konsep-

konsep cemerlang yang tercakup dalam model kelompok belajar kooperatif, seperti

meningkatkan kepercayaan diri, semangat belajar dan kemampuan berpikir dapat

Page 63: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'222

diwujudkan. Dengan demikian, siswa tidak terperangkap oleh mitos yang menakut-

kan bahwa pelajaran IPS sangat kompleks sulit untuk dihapalkan.

Bila dikaji secara mendalam maka temuan-temuan penelitian ini relevan,

konsisten dengan teori-teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Dengan diketahui

bukti empirik kondisi kemampuan hasil belajar siswa, efektivitas penerapan model

kelompok belajar kooperatif berikut kelebihan-kelebihannya dapat memperkaya dan

melengkapi strategi (model) pengajaran yang ada selama ini. Temuan ini

mengisyaratkan pentingnya mempertimbangkan model kelompok belajar kooperatif

sebagai suatu alternatif model pengajaran khususnya, dan dalam kegiatan-kegiatan

lain di dunia pendidikan pada umumnya.

Pentingnya menerapkan model kelompok belajar kooperatif sebagai suatu

alternatif model pengajaran IPS dalam melatih kemampuan berpikir dan membina

sikap mental siswa secara tidak langsung juga sikap mental masyarakat

dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat berkembang yang sangat memerlukan

orientasi manajemen terhadap nilai-nilai manusiawi. Dengan demikian, tidak hanya

aspek teknologi dan ekonomi yang menjadi perhatian dalam berbagai keadaan, akan

tetapi aspek manusia dapat diselaraskan secara proporsional dengan aspek ekonomi

dan teknologi. Penerapan model kelompok belajar kooperatif di sekolah-sekolah,

menjadi lebih penting dikaitkan dengan kondisi ketidakharmonisan sosial,

meletusnya kasus konflik yang selalu marak di Tanah Air, yang merupakan bukti

masih adanya kerenggangan dalam tali persaudaraan dan integrasi sosial masyarakat

Page 64: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

223

tertentu selama ini agak bersifat "artifisial" dan belum menyentuh kodrat manusia

sesungguhnya.

Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT untuk bertolong-

tolongan dengan sesamanya dalam berbuat kebaikan dan bertakwa, seperti firman-

Nya dalam surat Al Maidah ayat 2: "Bertolong-tolonglah dalam berbuat kebaikan dan

janganlah bekeijasama di dalam berbuat dosa dan permusuhan". Perbuatan tolong

menolong antar siswa dapat diwujudkan melalui model kelompok belajar kooperatif

dalam berbagai kegiatan di sekolah sehingga siswa sebagai makhluk sosial menyadari

kepentingan pribadi dan masyarakat yang tidak terpisah dari manusia lain di tengah-

tengah lingkungan sosial, budaya, fisik, dan keagamaan. Dalam konteks sosial

berbuat baik (keijasama) antar umat beragama itu boleh, yang tidak boleh adalah

mencampur-adukkan cara beribadah. Dengan demikian, unsur utama dalam

kepribadian Indonesia berupa gotong royong betul-betul meresapi kelakuan tiap

siswa.

Pada surat Al-Hujirat ayat 10 dikemukakan bahwa "Orang-orang mukmin

itu saling bersaudara, sebab itu perdamaikanlah antara dua orang saudaramu dan

takutlah kepada Allah, mudah-mudahan kamu mendapat rahmat". Sejalan dengan itu,

Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa "Berbaktilah kepada Allah dan hubungkanlah tali

kekeluargaan kalian, karena yang demikian itu lebih langgeng untuk di dunia dan

lebih baik bagi kalian di akhirat" (Hadis Riwayat Ahmad). Manusia pada hakikatnya

tidak dapat melepaskan diri dari pergaulan hidup. Manusia baru akan sempurna

kemanusiaannya apabila ia mampu menciptakan dan hidup dalam pergaulan tersebut.

Page 65: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

224

Berinteraksi dan bekeijasama secara harmonis merupakan tuntutan hidup

manusia. Hidup di era globalisasi perilaku yang berpegang teguh pada cara-cara

berpikir dan bertindak mengembangkan konflik-konflik, anarki, emosional, cepat

terhasut, kurang mampu memilah persoalan pribadi atau kelompok, bahkan tak

sanggup lagi berpikir secara jernih tentang dampak dari tindakan yang sedang dan

akan dilakukan tersebut, kesemuanya dapat merugikan masyarakat. Bagi masyarakat

yang sedang membangun keijasama yang baik sangat diperlukan guna mengejar

kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Perilaku yang perlu dikembangkan

adalah yang didasarkan pada cara-cara berpikir rasional, keijasama yang baik,

berbudi pekerti luhur, mandiri, cerdas, aktif, kritis, kreatif, inovatif, terampil, beretos

keija, profesional yang mampu membangun dirinya sendiri dan masyarakat,

bertanggung jawab atas pembangunan bangsa, serta beriman, dan bertakwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa. Perubahan perilaku dapat dilakukan melalui pendidikan.

Penerapan model kelompok belajar kooperatif sebagai suatu alternatif model

pengajaran mulai di SLTP sangat tepat dilakukan. Siswa SLTP adalah tergolong

siswa yang memasuki permulaan masa remaja (pra remaja). Pengalaman belajar

melalui model kelompok belajar kooperatif mulai masa pra remaja penting bagi

perkembangan sumber daya manusia yang akan datang. Masa pra remaja mengemban

tugas-tugas perkembangan untuk mencapai jati diri, kemandirian emosional,

kematangan interaksi sosial, dan mempersiapkan diri untuk meniti karir.

Model kelompok belajar kooperatif di samping mempunyai kelebihan-

kelebihan juga kelemahan-kelemahan. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu

Page 66: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil

'225

maka beberapa solusi yang dapat dilakukan yaitu: (1) sebelum menerapkan model

kelompok belajar kooperatif guru merencanakan, menyiapkan, dan memfungsikan

program pengajaran, sumber-sumber belajar serta alat/media pengajaran; (2) dalam

program pengajaran hendaknya dideskripsikan secara jelas kegiatan-kegiatan yang

dilakukan guru dan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengkondisikan agar

siswa siap melaksanakan model kelompok belajar kooperatif sesuai dengan waktu

yang direncanakan; (3) siswa sebelum diskusi hendaknya dituntut untuk menguasai

bahan pelajaran dengan baik, supaya pada waktu melakukan diskusi mereka tinggal

mengembangkan pengetahuannya; (4) guru hendaknya mampu mengorganisasikan,

menggerakkan dan mengontrol kegiatan belajar siswa dalam model kelompok belajar

kooperatif, sehingga waktu proses belajar mengajar yang ada dapat dimanfaatkan

dengan efisien dan efektif; (5) penerapan model kelompok belajar kooperatif

disarankan menggunakan diskusi terbimbing {guided inquiry) dengan maksud untuk

menghindari kemungkinan teijadi hal-hal yang tidak diinginkan dan lebih

mengaktifkan setiap siswa berdiskusi kelompok sesuai dengan tujuan pengajaran; (6)

usahakan agar siswa dalam kelompoknya menemukan sendiri jawaban terhadap

persoalan yang diajukan guru. Peran guru sebagai sumber informasi hendaknya

dikurangi. Dalam pengajaran guru hendaknya dengan sungguh-sungguh

menempatkan diri sebagai fasilitator, pemimpin, moderator, motivator, dan evaluator

belajar, serta (7) orang tua perlu meningkatkan perhatian terhadap anak-anaknya

untuk menunjang kegiatan belajar kelompok dan melakukan kontrol yang ketat serta

melaporkan hasilnya kepada guru dengan menandatangani lembaran tugas siswa.