Hasil Dan Pembahasan KP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MSY

Citation preview

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Lokasi Kerja Praktek, Sejarah dan Struktur Organisasi4.1.1 Lokasi kerja praktekPelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus terletak dikelurahan Bungus Barat Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis, PPS Bungus berada pada koordinat 01-02 15 LS dan 100 23 34 BT. Letak geografis PPS Bungus sangat strategis karena berada di pertengahan pulau Sumatera, berada dekat dengan daerah penangkapan ikan, sehingga mutu ikan hasil tangkapan dapat dipertahankan karena hari penangkapan (catching day) menjadi lebih pendek. Kondisi perairan PPS Bungus sangat tenang dan dengan kolam pelabuhan yang sangat dalam tanpa pernah mengalami pendangkalan (pengerukan). Kondisi perairan disekitar PPS Bungus juga cukup tenang karena terlindung dan dikelilingi oleh peraiaran Kepulauan Mentawai. Keadaan cuaca secara umum sama dengan cuaca disekeliling equator, angin beraturan, dan curah hujan yang cukup tinggi. Jarak dari PPS Bungus dengan pusat Kota Padang sekitar 16 km dan 30 km dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Keberadaan PPS Bungus di Kota Padang juga sangat memberikan kemudahan bagi nelayan dalam memperoleh kebutuhan melaut seperti BBM, air tawar, es, ransum maupun logistik lainnya. Kondisi jalan dari dan menuju lokasi pelabuhan cukup baik sehingga mudah dijangkau oleh sarana transportasi yang ada.

Gambar 3. Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

4.1.2 Sejarah Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus adalah Unit Pelaksana Teknis Kementrian Kelautan dan Perikanan yang bertanggung jawab langsung dengan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus diawali proyek pembangunan dan pengembangan perikanan sumatera atau lebih dikenal dengan nama Sumatera Fisheries Development Project (SFDP) yang dimulai sejak tahun 1981 dan selesai pada tahun 1989 dengan sumber dana berasal dari pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB Loan 474-INO) sebesar US$ 9,3 juta dan dana pendamping setiap tahun anggaran dari APBN. Periode ini SFDP telah berhasil membebaskan tanah luas 14 ha dan membangun beberapa fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Periode berikutnya 1990-2001 kegiatan SFDP berakhir dan dilanjutkan oleh UPT Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap yang disebut dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Bungus berdasarkan SK. Mentan Nomor : 558/Kpts/OT.210/8/90 tanggal 4 Agustus 1990 (Vide Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : B.590/I/90 tanggal 2 Juli 1990) dengan status eselon III/b. Perkembangan selanjutnya terhitung mulai tanggal 1 Mei 2001 Pelabuhan Perikanan Nusantara Bungus ditingkatkan statusnya menjadi eselon II/b dengan klasifikasi Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus (PPSB) berdasarkan SK. Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 26.I/men/tahun 2001 (Vide Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 86/M.PAN/4/2001 tanggal 4 April 2001).

4.2 Struktur Organisasi Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus4.2.1 Organisasi dan Tata Kerja PPS BungusBerdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.19/MEN/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan menetapkan sebagai berikut :1. Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus adalah unit pelaksana teknis di bidang pelabuhan perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan.2. Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus dipimpin oleh seorang Kepala.3. Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya, pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk pelestariannya, dan kelancaran kegiatan kapal perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.

4.2.2 Struktur OrganisasiBerdasarkan Permen KP No. PER.19/MEN/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri KP No. PER.06/MEN/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, maka Struktur Organisasi Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus adalah sebagai berikut :1. Kepala Pelabuhan2. Kepala Bidang Pengembangan2.1. Kepala Seksi Sarana2.2. Kepala Seksi Pelayanan dan Pengembangan Usaha3. Kepala Bidang Tata Operasional3.1. Kepala Seksi Kesyahbandaran Perikanan3.2. Kepala Seksi Pemasaran dan Informasi4. Kepala Bagian Tata Usaha4.1. Kepala Subbagian Keuangan4.2. Kepala Subbgaian Umum5. Kelompok Jabatan Fungsional5.1. Pemangku Jabatan Fungsional di bidang Pengawasan Sumberdaya Perikanan5.2. Pemangku Jabatan Fungsional lainnya yang diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlakuStruktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapamelapor ke siapa.Empat elemen dalam struktur organisasi yaitu :1. Adanya spesialisasi kegiatan kerja ;2. Adanya standarisasi kegiatan kerja ;3. Adanya koordinasi kegiatan kerja ;4. Besaran seluruh organisasi.Selanjutnya dari uraian di atas, maka dapat digambarkan bagan organisasi di PPS Bungus seperti gambar sebagai berikut :

Kepala Pelabuhan

Kabag Tata Usaha

Kasubbag Umum

Kasubbag Keuangan

Kabid Tata OperasionalKabid Pengembangan

Kasi Kesyahbandaran Perikanan

Kasi Sarana

Kasi Pemasaran dan Informasi

Kasi Pelayanan & Pengembangan Usaha

Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 4. Bagan Struktur Organisasi PPS Bungus (Sumber : Laporan Tahunan PPS Bungus, 2011)4.2.3 Tugas pokok dan fungsi PPS Bungus Mengingat kekuasaan dan tanggung jawabnya PPS Bungus memiliki visi, misi, tujuan pokok dan fungsi sebagai berikut. Visi dari PPS Bungus adalah Menjadikan PPS Bungus sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Perikanan Indonesia Bagian Barat. Sedangkan Misi dari PPS Bungus adalah :(1) Meningkatkan investasi penangkapan dan pengolahan hasil perikanan; (2) Menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha perikanan; (3) Pembinaan usaha masyarakat perikanan, peningkatan kemampuan SDM perikanan serta pembinaan keselamatan pelayaran; (4) Meningkatkan peran pusat informasi pelabuhan perikanan (PIPP); (5) Mensejahhterakan masyarakat nelayan sekitar pelabuhan perikanan dan nelayan Sumatera Barat pada umumnya. Dalam pelaksanaan tugasnya sesuai UU Nomor 45 Tahun 2009, PPS Bungus dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya berupa : (1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; (2) Pelayanan bongkar muat; (3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; (4) Pemasaran dan distribusi ikan; (5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; (6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; (7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; (8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; (9) Pelaksanaan kesyahbandaran; (10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; (11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan; (12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; (13) Pemantauan wilayah pesisir dan Pengendalian lingkungan.4.3 Fasilitas di PPS Bungus PPS Bungus memberikan pelayanan dan kemudahan kepada masyarakat nelayan mulai dari persiapan penangkapan ikan sampai proses pemasarannya dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan umumnya meliputi fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang, namun tidak semua fasilitas tersebut harus dimiliki oleh pelabuhan perikanan, tergantung dari tipe dan tingkat kebutuhan dari pelabuhan tersebut. Fasilitas yang dimiliki oleh PPS Bungus dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Jenis fasilitas di PPS BungusJenis Fasilitas SatuanKondisi

FASILITAS POKOK

Fasilitas Tambat

a. Dermaga Bongkar (100 m x 11,5 m)1.150 m2Baik

b. Dermaga Bungker (35 m x 10 m)350 m2Baik

c. Dermaga Labuh/Tambat (180 m x 4)720 m2Baik

d. Dermaga Jetty (8 m x 100 m)800 m2Baik

Fasilitas Perairan

a. Kolam Pelabuhan4 Ha

b. Alur Pelayaran

Fasilitas Penghubung

a. Jalan

Jalan Utama6.220 m2Baik

Jalan Kompleks464 m2Baik

Jalan Lingkungan I621 m2Baik

Jalan Lingkungan II254 m2Baik

b. Drainase di belakang kantor administrasi220 m2Baik

Drainase di gedung dry ice200 m2Baik

c. Gorong-gorong1 PktBaik

Tanah146.591 m2

a. Tanah bangunan kantor permanen55.190 m2

b. Tanah hasil reklamasi7,5 m2

c. Lahan industri1,4 Ha

Dimanfaatkan pihak ke-36,1 Ha

Sisa yang masih dapat dimanfaatkan

FASILITAS FUNGSIONAL

Fasilitas Pemasaran Ikan

a. Receiving Hall dan Tempat Processing3.342 m2Baik

b. Gedung Processing Tuna450 m2Baik

c. Transit Sheed200 m2Baik

d. Keranjang Ikan Kapasitas 50 Kg200 UnitBaik

e. Fish Boxes6 UnitBaik

@ Kapasitas 2 ton

f. Ice Cruiser1 UnitBaik

g. Kereta Dorong2 UnitBaik

h. Mesin Packing Box1 UnitBaik

i. Abrik Dry Ice1 UnitBaik

Fasilitas Navigasi Pelayaran dan Komunikasi

a. Lampu Suar2 UnitBaik

b. Rambu-RambuBaik

Papan Pengumuman7 Unit

Papan Petunjuk4 Unit

Papan Perhatian3 Unit

Portal2 Unit

c. CCTV2 UnitBaik

d. SSB1 UnitBaik

e. Netware Interface External/LAN1 UnitBaik

Peningkatan kapasitas LAN dengan Hotspot

f. Telepon3 UnitBaik

Fasilitas Pemeliharaan Kapal dan Alat Penangkap Ikan

a. Areal Docking

Galangan Kapal/Hanggar Terbuka

Vessel Lift2.500 m2Baik

Hanggar Vessel Lift1 UnitBaik

b. Bengkel80 m2Baik

Forklift1 UnitBaik

c. Tempat perbaikan jaring/Net loft525 m2Rusak

d. Gedung dry Ice825 m2Alih fungsi dari gedung pengepakan

FASILITAS PENUNJANG

Fasilitas Pembinaan Nelayan

a. Balai Pertemuan Nelayan243 m2Baik

(Dialihfungsikan untuk gedung Satker BRKP)

Fasilitas Pengelolaan Pelabuhan

a. Mess Tamu1 UnitBaik

b. Pos Jaga Pintu Gerbang1 UnitBaik

c. Pos Jaga Depan1 UnitBaik

d. Pos Jaga Pas Masuk1 UnitBaik

e. Pos Jaga depan kantor administrasi1 UnitBaik

Sumber : PPS Bungus. 2011 4.4 Status Sumberdaya Perikanan Tuna 4.4.1 Potensi sumberdaya perikanan tunaSamudera Hindia barat sumatera yang meliputi perairan Sumatera Barat termasuk perairan kota padang menurut Food and Agriculture Organization (FAO) termasuk dalam wilayah pengelolaan area 7 mempunyai potensi ikan tuna yang sangat besar, Seperti di kemukakan oleh Uktolseja et al.,(1998) dalam Lutfi (2005) khusus perairan Samudera Hindia barat sumatera dengan luas area 915,0 x 103 Km2 mempunyai potansi ikan tuna seperti Madidihang (Thunnus albacores) Tuna mata besar (Thunnus obesus) dan Albakora (Thunnus alalunga).

4.4.2 Produksi Menurut Alat TangkapProduksi merupakan kegiatan dalam menciptakan atau menambah suatu benda baik itu dari guna, tujuan dan manfaat benda yang dihasilkan. Produksi merupakan kegiatan yang dilihat sebagai tingkat output per unit periode atau waktu. Berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan nelayan Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus jenis ikan yang ditangkap didominasi oleh jenis ikan tuna. Peningkatan produktivitas dipengaruhi oleh kemampuan armada penangkapan dan komponen-komponen yang ada didalamnya. Pengetahuan tentang faktor-faktor produksi atau variabel-variabel yang mempengaruhi dalam kegiatan penangkapan ikan dengan kapal motor dapat menghasilkan efisiensi pada komponen-komponen tertentu. Faktor-faktor produksi terpilih tersebut dapat mengoptimalkan hasil tangkapan (output).Kenaikan rata-rata produksi ikan pada tahun 2008-2009 Adalah 280 %, pada tahun 2010 Mengalami penurunan yaitu 14 % dan pada tahun 2011 Mengalami kenaikan 4 %. Pada tahun 2012 mengalami kenaikan 60 %. Kenaikan rata-rata produksi dapat dilihat pada Gambar 5.Produksi hasil tangkapan ikan di PPS Bungus terutama untuk ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) terus mengalami peningakatan tiap tahunnya kecuali pada tahun 2010. Peningkatan terjadi dikarenakan terus bertambahnya jumlah armada penangkapan di PPS Bungus kecuali yang terjadi pada tahun 2010 dimana terjadi penurunan. Hal ini disebabkan karena di penghujung tahun 2009 terjadi gempa yang besar sehingga pihak PPS Bungus perlu menata kembali kegiatan operasional penangkapan yang berdampak kepada menurunya jumlah armada penangkapan. Namun di tahun 2010 sampai 2012 situasi kembali normal sehingga produksi hasil tangkapan kembali mengalami peningkatan.

Gambar 5 .Produksi Menurut Alat Tangkap Tahun 2008-2012

Alat tangkap yang umumnya digunakan oleh nelayan di Pelabuhan Perikanan Bungus adalah : Long line, Pancing Tonda dan Purse seine. Produksi Ikan berdasarkan alat tangkap dapat dilihat pada Gambar 5. Alat tangkap yang paling produktif berdasarkan Gambar 5 adalah Tuna long line. Hal ini disebabkan karena pencarian para nelayan di PPS Bungus mengutamakan menangkap Ikan Tuna, terutama Ikan Tuna Mata besar (Thunnus obesus) karena nilai jual Ikan Tuna Mata Besar lebih tinggi di bandingkan dengan Ikan Tuna lainnya seperti Ikan Tuna Sirip Kuning (Madidihang), Pancing Tonda tidak terlalu siknifikan dikarenakan penangkapan dilakukan hanya pada waktu sengang saja namun untuk Purse seine tujuan utama penangkapannya bukan Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) melainkan Ikan Tuna Sirip Kuning (Madidihang).

4.4.3 Upaya Penangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tuna Long line, Pancing tonda dan Purse seine.Trip penangkapan ikan adalah kegiatan operasional penangkapan ikan mulai dari kapal penangkapan meninggalkan pangkalan menuju daerah operasi, mencari daerah penangkapan ikan, melakukan penangkapan ikan, sampai kembali lagi ke tempat pendaratan ikan.

Gambar 6.Trip Penangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tuna Long line,Pancing tonda dan Purse seine Tahun 2008-2012

Berdasarkan Gambar 6 kita dapat lihat setiap kenaikan dan penurunan trip penangkapan yang dilakukan. Kapal dengan mengunakan Alat tangkap Long Line merupakan kapal yang paling banyak melakukan penangkapan, Hal ini karena jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan kapal-kapal yang lain yang ada di PPS Bungus. Kemudian kapal yang mengunakan alat pancing Tonda dan Purse seine merupakan kapal yang paling sedikit melakukan penangkapan.Kenaikan rata-rata trip penangkapan dapat dilihat pada Gambar 6 . Pada tahun 2008-2009 Mengalami kenaikan 62 % sedangkan pada tahun 2010 mengalami kenaikan 4,9 % kemudian pada tahun 2011 mengalami penurunan sekitar 29 % dan pada tahun 2012 terjadi kenaikan 0 % dengan mengunakan alat tangkap Long line. Trip Penangkapan dengan mengunkan Pancing Tonda pada tahun 2008-2009 mengalami kenaikan 35 % kemudian pada tahun 2010 mengalami penurunan 8 % tahun 2011 mengalami penurunan 85 % dan 2012 tidak ada penangkapan mengunakan pancing tonda. Trip penangkapan dengan mengunakan alat tangkap Purse seine pada tahun 2008, 2009, 2010 mengalami penurunan 36 % dan 91 % kemudian pada tahun 2011 ada kenaikan sebesar 1800 % tahun 2012 terjadi lagi kenaikan sebesar 50 %.

4.4.4 Jumlah Unit Penangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tiap TahunUnit penangkapan ikan adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan peralatan operasional dalam penangkapan. Peralatan operasional ini terdiri dari satu kapal penangkap ikan beserta nelayannya dan satu jenis alat penangkap ikan yang dilengkapi dengan alat bantu penangkap ikan atau unit penangkap ikan sering juga disebut dengan kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan, yang terdiri dari nelayan dan satu jenis alat penangkapan ikan yang dapat dilengkapi dengan alat bantu penangkapan ikan tanpa menggunakan kapal penangkapan ikan.Jumlah unit penangkapan ikan dihitung berdasarkan jenis alat penangkapan ikan yang dipergunakan. Hal ini mengandung pengertian bahwa apabila pada suatu kapal dalam satu tahun beroperasi menggunakan dua jenis alat penangkapan ikan yang berbeda, maka unit penangkapan tersebut dihitung dua unit. Sedangkan apabila satu jenis alat penangkapan ikan dioperasikan oleh dua kapal penangkap ikan, maka dihitung sebagai satu unir penangkap ikan.Perlu diketahui bahwa dalam satu kapal ikan mengoperasikan beberapa jenis alat penangkapan ikan secara bersamaan dalam satu trip penangkapan, maka unit penangkapannya dihitung sebagai satu unit penangkapan berdasarkan alat utama.Operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap. Upaya pemanfaatan alat tangkap diharapkan dapat memberikan hasil yang efektif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan.Alat penangkapan ikan dari tahun ke tahun bisa berbeda, hal ini berkembang seiring dengan perkembangan jaman teknologi yang ada dengan berbagai macam teknik pengoperasian dan sarana apungnya. Gambaran utama perkembangan alat dan cara penangkapan ikan yaitu penyempurnaan bentuk alat, khususnya makin besarnya ukuran alat peningkatan keefektifan dan keefisiensi dalam pengoperasiannya.

Gambar 7. Unit Penangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tuna Long line,Pancing tonda dan Purse seine Tahun 2008-2012

4.4.5 Fishing Power Index (FPI)Alat tangkap yang digunakan nelayan di PPS Bungus ada 3 alat tangkap yaitu Long line, Pancing Tonda dan Purse seine. Sebelum melakukan perhitungan stok ikan secara lebih lanjut makan dilakukan suatu standarisasi upaya penangkapan. Alat yang dijadikan standart adalah alat tangkap yang mempunyai faktor daya tangkap atau Fishing Power Index terbesar dengan nilai 1. dari tabel produksi jenis ikan per-jenis alat tangkap dapat dihitung hasil tangkapan per-unit alat (C/A) untuk tahun tertentu. Alat tangkap yang mempunyai angka C/A yang tertinggi dinyatakan sebagai alat tangkap standar, dimana nilai FPI = 1,00. Nilai FPI alat tangkap lainnya dikonversi ke nilai FPI yang tertinggi tersebut.

Tabel 3. Penentuan Fishing Power Index (FPI)Produksi (Ton) trip (A)C/AFPI Keterangan

1907,0964364,3740733941C/A tertinggi FPI = 1

5,385670,0803731340,018374894

44,1961590,2779622640,063547691

Pengelolaan data yang sudah dilakukan diperoleh bahwa nilai dari FPI pada alat tangkap Tuna long line 1, pada alat tangkap pancing tonda 0,018374894 dan alat tangkap Purse seine 0,063547691. Berdasarkan nilai nilai tersebut alat tangkap Tuna long line mendapat nilai 1 (tabel 3) yang berarti bahwa alat tangkap ini adalah alat tangkap baku.

4.4.6 Hubungan antara upaya tangkap (fishing effort) dengan hasil tangkapan per upayaSecara biologis, sumberdaya perikanan memiiki kemampuan bertambah banyak maupun berkurang. Ketika penangkapan ikan diperairan dilakukan, maka akan terjadi perubahan stok ikan atau potensi sumberdaya perikanan. Besarnya perubahan persediaan umberdaya perikanan dapat dilakukan dengan pendugaan sediaan (stock assessment). Metode yang menghasilkan pendugaan yang baik dan efisien adalah denggan menganalisis hubungan antara upaya tangkap (fishing effort) dengan hasil tangkapan per upaya (Catch Per Unit Effort = CPUE). Dari analisis tersebut diperoleh nilai sediaan (stock) dan potensi tangkapan lestari (MSY) yaitu jumlah tangkapan maksimum yang tidak membahayakan kelestarian sumberdaya perikanan (Sparre dan Venema, 1999).Untuk mellihat hubungan antara upaya tangkap (fishing effort) dengan hasil tangkapan per upaya adalah dengan menentukan total effort terlebih dahulu. Dimana total effort diperoleh melalui pengkalian Fishing effort index dengan jumlah Trip penangkapan. Hasil perkalian antara Fishing Effort Index dengan jumlah unit alat penangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Penentuan Total Effort StandartJenis AlatFPITotal upaya

20082009201020112012

AFAFAFAFAF

Tuna Long line1505081818585110110110110

Pancing tonda0,018170,312230,423210,38630,05530,055

Purse seine 0,064382,415241,52520,127382,415573,622

Total effort standard (x)1,08252,72782,94885,513112,470113,677

Keterangan; A: Jumlah Trip Penangkapan F: Effort standart = FPI x ADari tabel tersebut dapat dihitung Fishing Power Index (FPI) dan jumlah upaya (total effort) tahunan.

4.4.7 Hasil Tangkapan per Unit Upaya (Catch per Unit Effort)Perlu diketahui Catch Per Unit Effort (CPUE) adalah laju tangkap perikanan pertahun yang diperoleh dengan menggunakan data time series, Minimal selama lima tahun,. Semakin panjang series waktu yang digunakan semakin tajam prediksi yang diperoleh. Cara perhitungannya adalah dengan cara membagi total hasil tangkapan dengan total effort standart.

Tabel 5. Nilai CPUE Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus Obesus)TahunProduksi (Ton)Total effort (X)CPUE (Y)

2008112,57352,7272,135

2009428,11482,9485,161

2010370,01485,5134,327

2011383,684112,4703,411

2012612,711113,6775,390

Jumlah1907,096447,33520,425

Secara teoritis produksi total perikanan pada suatu wilayah ditentukan oleh stock sumberdaya ikan pada daerah tersebut dan juga seberapa besar upaya penangkapan yang dilakukan untuk memperoleh hasil tangkapan. Produktivitas sumberdaya ikan akan ditentukan oleh tangkapan per unit upaya (CPUE). Semakin besar CPUE berarti produktivitas sumberdaya ikan meningkat, sebaliknya menurun CPUE berarti produktivitas sumberdaya ikan semakin menurun.Pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan secara optimal apabila sediaan (stock) dan sebaran sumberdaya ikan tersebut diketahui secara pasti sehingga langkah-langkah kebijakan eksploitasi dapat dilakukan dengan tepat tanpa membahayakan kelestariannya. Keseimbangan antara sediaan (stock) sumberdaya ikan dengan upaya penangkapan (effort) merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan.Hampir semua ahli perikanan di dunia menggunakan data hasil tangkap per unit usaha dalam menduga status stok ikan. Di asumsikan bahwa ketika stok ikan mengalami penurunan, hasil tangkapan nelayan akan menurun secara bertahap. Penangkapan berlebihan diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi dimana stok ikan tidak mempunyai kesempatan untuk berkembang, sehingga total hasil tangkapan lebih rendah dibandingkan pada jumlah usaha yang tinggi.Pendugaan parameter biologi ini dilakukan menggunakan metode surplus produksi. Metode surplus produksi adalah metode yang digunakan untuk menghitung potensi lestari (MSY) dan upaya optimum dengan cara menganalisa hubungan upaya tangkap (effort) dengan hasil tangkap per unit upaya tangkap (CPUE) pada suatu perairan dengan data time series. Data yang digunakan beruppa data hasil tangkap (catch) dan upaya tangkap (effort).Analisa hubungan upaya tangkap dengan hasil tangkap per unit upaya tangkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan nilai total effort dan CPUETahunTotal effort (X)CPUE (Y)XXXY

200852,7272,1352780,156112,573

200982,9485,1616880,332428,114

201085,5134,3277312,468370,014

2011112,4703,41112649,487383,684

2012113,6775,39012922,538612,711

Jumlah447,33520,42542544,9811907,096

Jika dihubungkan antara CPUE dan effort maka semakin besar effort maka CPUE semakin berkurang, sehingga produksi semakin berkurang, artinya bahwa CPUE berbanding lurus dengan effort dimana dengan setiap penambahan effort maka makin rendah hasil tangkapan per unit usaha (CPUE).Perhitungan MSY berdasarkan Schaefer bisa dilakukan dengan asumsi bahwa stok ikan berada ada kondisi keseimbangan, artinya jika usaha atau effort dibidang penangkapan dipertahankan konstan, hasil tangkap dan populasi spesies yang dieksploitasi juga akan tetap konstan. Namun pada kondisi dimana perikanan tangkap berkembang secara bertahap, populasi ikan membutuhkan waktu penyesuaian terhadap tekanan alat tangkap yang lebih banyak (Wiadnya et al, 2004).Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan, terkait dengan perhitungan niai MSY. Pertama, hasil perhitungan sangat tergantung dari kualitas statistik perikanan yang digunakan sebagai input. Kedua, metode perhitungan dalam kondisi keseimbangan serta hasil tangkapan per unit usaha, dan yang terakhir adalah hasil dari perhitungan.Analisis terhadap MSY dan Fmsy menggunakan model surplus produksi untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di PPS Bungus, Padang, Untuk menganalisis hasil tangkapan menjadi lestari (MSY) di Pelabuhan Perikanan Bungus menggunakan data time series produksi dan effort selama 5 tahun (2008-2012) PPS Bungus. Dalam menganalisis MSY ikan menggunakan data yang diperoleh dari PPS Bungus. Data tersebut akan menjadi data sekunder. Ikan di perairan Bungus ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yaitu Long line, Pancing tonda dan Purse seine.Perhitungan sederhana yang dilakukan dalam Kerja Praktek ini bisa dihasilkan suatu penduga potensi hasil tangkap dan jumlah alat yang beroperasi untuk menghasilkan potensi tersebut. Terkait dengan kebijakan perikanan tangkap indonesia sasaran pengelolaan ditentukan dari nilai MSY. Sasaran pengelolaan perikanan tangkap Indonesia telah ditetapkan 80% dari nilai MSY (DKP,2005).

Tabel 7. Perhitungan persentase CPUETahunCPUE (Y)% CPUE

20082,13510

20095,16125

20104,32721

20113,41117

20125,39026

Jumlah20,425100

Sebelum potensi sumberdaya didapatkan, hasil tangkapan per upaya harus dibuktikan terlebih dahulu. Pembuktian dilakukan dengan cara membagi total CPUE masing-masing tahun dengan jumlah total CPUE kemudian dikalikan dengan 100%.

4.4.8 Nilai cactch Optimum (MSY) dan Effort Optimum (FMSY)Data hasil tangkapan yang di dapat lalu di gunakan untuk melakukan pendugaan nilai MSY . Interpretasi dari data tersebut dapt kita lihat pada perhitungan di bawah ini.

= 447,335 = 89,467 5

= 20,425 = 4,084 5

b = b = 1827,328395 -198201,6858

b = -0,00931954

a = - . = 5,122003

MSY = -(a) 2 = 653,660 ton 4 bFMSY = -( a) = 266 trip per tahun 2b

Tingkat Pemanfaatan SDI tahun ke-i = Ci x 100 % MSY

Tingkat Pengusahaan SDI tahun ke-i = fi x 100 % fopt

Tabel 8.Tingkat Pemanfaatan dan Pengusahaan Sumber Daya Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)TahunTingkat Pemanfaatan SDI (%)Tingkat Pengusahaan SDI (%)

200821,539,4

200981,948,1

201070,840,6

201173,456,7

2012117,263,8

Grafik di bawah ini mengambarkan hubungan antara total hasil tangkapan terhadap upaya penangkapan Ikan Tuna Mata Besar dengan Mengunakan alat tangkap Tuna long line, Pancing Tonda dan Purse seine di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus pada kurun waktu 2008-2012.

Gambar 8 .Grafik Dugaan maximum sustainable yield Tuna long line, Pancing Tonda dan Purse seine di PPS Bungus

Titik puncak kurva yang menunjukan perkiraan hasil tangkapan maksimum lestari, merupakan hasil dugaan MSY. Jumlah upaya penangkapan pada saat dicapainya MSY , menunjukan jumlah upaya penangkapan optimum (fopt ) menurut gambar di atas besarnya potensi maksimum lestari (MSY) dan upaya penangkapan optimum (fopt ) sumberdaya perikanan Tuna Mata Besar di PPS Bungus adalah 653,660 ton. Tingkat Pemanfaatan maksimum SDI peraturan yang di tetapkan oleh DKP adalah 80 % dari keseluruhan Potensi Ikan Tuna Mata besar. Setelah di lakukan perhitungan maka didapati 80 % dari nilai MSY adalah 522,928 ton. Apabila penangkapan ikan melebihi 80 % tersebut maka hasil tangkapan akan melebihi batas kelestarian yang sudah ada dan akan terjadi overfishing bahkan akan terjadi kepunahan akibat penangkapan yang berlebihan dimana perkembangan ikan khususnya Ikan Tuna Mata besar tidak secepat penangkapan potensi ikan yang di lakukan oleh manusia.Peningkatan optimal pada keseimbangan kelestarian ini memiliki asumsi bahwa ikan yang menjadi target penangkapan tidak mendapatkan tekanan ekploitasi yang berlebih sehingga kelestarian sumberdaya tetap terjaga. Walaupun stok ikan sumber daya ikan melimpah , variasi locasi dan waktu penangkapan , stok ikan dalam jangka pendek di asumsikan tetap. Jumlah tangkapan ikan diasumsikan sama dengan pertumbuhan alami dari stok ikan yang tetap atau tidak berubah selama upaya (effort) juga tetap.