Upload
sarinur
View
255
Download
13
Embed Size (px)
Skenario 2
BATUK DARAH
Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk darah.
Pada pemeriksaan di dapatkan habitus athenikus dan ronkhi basah halus yang nyaring pada apeks
paru kanan.
Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan di
temukan adanya infiltrate di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah
dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebgai pengawas
minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan.
1
Kata-kata sulit
1. habitus asthenikus adalah bentuk tubuh tinggi, kurus dadanya rata/ cekung, angunus kostedan
otot-otot tidak bertumbuh dengan baik.
2. ronkhi adalah suara tambahan pada pemeriksaan paru (basah, kering).
3. bakteri tahan asam adalah bakteri yang tahan asam terhadap dekolorisasi dengan alkhol asam.
4. infiltrate adalah gambaran akibat adanya dahak di paru.
5. obat anti tuberculosis adalah obat untuk tuberculosis.
6. pengawas minum obat adalah seseorang yang mengawasi pasien untuk minum obat secara
teratur.
Pertanyaan
1.kenapa terjadi ronkhi pada pemeriksaan paru?
2. kenapa pada pemeriksaan laboratorium pasien terdapat LED meningkat dan anemia?
3. jenis bakteri apa yang menyebabkan tuberculosis?
4. kenapa terjadi batuk darah?
5. jenis obat anti tuberculosis apa yang di gunakan untuk penyakit tuberculosis?
6. faktor apa saja seseorang bisa terinfeksi tuberculosis?
7. kapan pemeriksaan sputum terbaik?
8. Apakah ada hubungannya penyakit tuberculosis dengan postur tubuh?
9. berapa lama pemberian obat tuberculosis?
10. apa penyebab munculnya infiltrat?
11. bagaimana pencegahan tuberculosis?
2
Jawaban
1. karena adanya infiltrat pada pemeriksaan.
2. LED meningkat karena adanya infeksi bakteri dan terjadi anemia karena adanya batuk
berdarah.
3. mycobareterium tuberculosis.
4. karena batuk terus-menerus, sehingga terjadi kontraksi di saluran nafas kemudian pembuluh
darah pecah.
5. isoniazid, pirazinamid, streptromisin.
6. faktor- faktor tuberculosis:
-faktor lingkungan
- faktor social
- faktor ekonomi
- faktor kurangnya pengetahuan tentang tuberculosis
7. s= sewaktu kunjungan ke dokter.
P= pagi hari setelah bangun tidur, sebelum makan dan minum.
S= sewaktu datang kembali kedokter.
8. terinfeksi belum tentu habitus asthenikus tetapi jika terdiagnosis tuberculosis terdapat habitus
asthenikus.
9. selama 6 bulan dan tidak boleh berhenti.
10. karena adanya bakteri.
3
11. - menjaga kebersihan.
- edukasi imunisasi BCG.
- penyuluhan tentang tuberculosis terutama di daerah endemis.
Hepotesis
Terinfeksi bakteri
↓
gejala→berat badan menurun, batuk ≥ 3 minggu dan batuk darah.
↓
Pemeriksaan fisik → habitus athenikus dan ronkhi basah halus
↓
Pemeriksaan penunjang → LED ↑, anemia, foto toraks adanya infiltrat di apeks paru kanan.
↓
Diagnosis → tuberculosis
↓
Pengobatan → isoniazid, pirazinamid, streptromisin.
↓
Pencegahan → menjaga kebersihan, penyuluhan tuberculosis, hindari faktor resiko.
4
Sasaran belajar
LO1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pernafasan bawah
1.1. makrokospis
2.2. mikrokospis
LO2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pernafasan
1.1. mekanisme pernafasan
2.2. cara kerja nafas
3.3. pengaturan pernafasan
LO3. Memahami dan menjelaskan mycobacterium tuberculosis
1.1. klasifikasi mycobacterium tuberculosis
2.2. morfologi mycobacterium tuberculosis
3.3. sifat mycobacterium tuberculosis
4.4. replikasi atau daur hidup mycobacterium tuberculosis
LO4. Memahami dan menjelaskan tuberculosis
1.1. definisi tuberculosis
2.2. etiologi tuberculosis
3.3. epidemilogi tuberculosis
4.4. faktor resiko tuberculosis
5.5. klasifikasi tuberculosis
6.6. patofisiologi tuberculosis
7.7. manifestasi klinis tuberculosis
5
8.8. diagnosis dan diagnosis banding tuberculosis
9.9. penatalaksanaan tuberculosis
10.10. komplikasi tuberculosis
11.11. prognosis tuberculosis
12.12 pencegahan tuberculosis
LO5. Memahami dan mejelaskan tindakan promotif, prefentif tuberculosis
5.1. faktor predisposisi
5.2. preventif dan promotif
5.3. sumber dan cara penularan
5.4. prinsip dasar program p2m
5.5. cara menemukan kasus TB paru
5.6. tujuan kunjungan petugas puskesmas
LO6. Memahami dan menjelaskan tugas dan peran pengawas minum obat (PMO)
LO7. Memahami dan menjelaskan etika batuk menurut kaidah islam
6
LO1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pernafasan bawah
1) TracheaTrachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 13 cm dan berdiameter
2,5 cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balok-balok cartilago hialin yang berbentuk huruf C yang mempertahankan lumen trachea tetap terbuka. Trachea berpangkal di leher, di bawah cartilago cricoidea larynx setinggi corpus vertebrae cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) membelah menjadi bronchus principalis dexter dan bronchus principales sinister. Bifurcatio tracheae ini disebut carina. Pada inspirasi dalam, carina turun sampai setinggi vertebra thoracica VI.
Persarafan trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi trachea.
2. Bronchi Principalisronchus principalis (primer) dexter lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal dibandingkan dengan bronchus principalis sinister (Gambar 1-1). Panjangnya + 2,5 cm. Sebelum masuk ke dalam
hilum pulmonis dexter, bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dexter.
BBronchus principalis sinister berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada masuk ke hilum pulmonis sinister, bronchus principalis sinister bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris inferior sinister (Gambar 1-1).
3. PulmoParu (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya; hanya diletakkan pada mediastinum oleh radix pulmonis.Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula. Basis pulmonis yang konkaf merupakan tempat yang terdapat diaphragma. Facies costalis yang konveks disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf. Facies mediastinalis yang konkaf merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya. Di sekitar pertengahan facies mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru.
Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung. Pada margo anterior pulmo sinister, terdapat incisura cardiaca pulmonis sinistri. Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di samping columna vertebralis.Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus: lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior (Gambar 1-2). Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus: lobus superior dan lobus inferior (Gambar 1-2). Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura horizontalis.
7
SEGMENTA BRONCHIOPULMONALIASegmenta bronchiopulmonalia merupakan unit paru secara anatomi, fungsi, dan
pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta bronchiopulmonalia, dan dikelilingi oleh jaringan ikat.
Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentalis segera membelah. Pada saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilago yang berbentuk huruf C yang ditemui mulai dari trachea perlahan-lahan diganti oleh cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli, yang diameternya <1 mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel silindris bercilia. Jaringan submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh.
Bronchioli kemudian membelah menjadi bronchioli terminales yang mempunyai kantong-kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi pada dinding kantong-kantong tersebut. Oleh karena itu, kantong-kantong lembut dinamakan bronchiolus respiratorius. Bronchioli respiratorius berakhir dengan cabang sebagai ductus alveolaris yang menuju ke arah pembuluh-pembuluh membentuk kantong dengan dinding yang tipis, yang disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui dinding alveoli ke dalam darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.
Radix pulmonis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru. Alat-alat tersebut adalah bronchi, arteriae dan venae pulmonalis, pembuluh limfatik, arteriae dan venae bronchialis, serta saraf-saraf. Radix pulmonis dikelilingi oleh pleura yang menghubungkan pleura parietalis pars mediastinalis dengan pleura visceralis yang membungkus paru.
Pendarahan ParuBronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan ParuPada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan
aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.
Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.
8
1.2 Mikroskopik
a. Pulmo
Trachea akan bercabang dua menjadi bronchus primer kiri dan kanan. Sebelum memasuki
parenkim paru, bronchus primer bercabang menjadi bronchus sekunder (bronchus lobaris) yang
masuk kedalam lobus. Didalam lobus paru, bronchus lobaris bercabang menjadi bronchus tersier
dan turut menyusun segmen brochopulmonar. Bronchus tersier bercabang lagi, menjadi cabang
yang lebih kecil, dan setelah 9 – 11 percabangan terbentuk saluran dengan diameter lebih kurang
1mm, tanpa tulang rawan pada dindingnya. Saluran ini disebut bronchiolus. Bronchiolus turut
menyusun lobus paru. Setiap segmen bronchopulmonar mempunyai 30-60 lobuli. Didalam setiap
lobulus, bronchiolus bercabang membentuk 4-7 bronchioli terminalis. Setiap bronchioli
terminalis bercabang menjadi 2 bronchiolus respiratorius yang kemudian akan bercabang lagi
sekitar 3 kali manjadi ductus alveolaris. Ductus alveolaris akan bercanang dua sebelum bermuara
kedalam atria. Atria akan bermuara ke saccus alveolaris yang kemudian akan bermuara ke
alveoli. Makin kecil saluran nafas dindingnya semakin tipis dan lamina propianya tidak lagi
mengandung kelenjar, akan tetapi masih dilengkapi otot polos, sel epitel bersilia dan sel goblet.
Sel goblet tidak terdapat lagi pada bronchiolus respiratorius.
b. Bronchus
Bronchus extra pulmonal sangat mirio dengan trachea, hanya diameternya lebih kecil. Gambaran
bronchus intra pulmonal berbeda karena tidak terdapat rangka tulang rawan yang berbentuk
huruf C, melainkan berupa lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak beraturan
melingkari lumen. Pada potongan melintang rangka ini akan terlihat seperti potongan-potongan
tulang rawan pada dinding bronchus. Mucosa tidak rata, terdapat lipatan-lipatan longitudinal
karena kontraksi oto polos. Mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat thorak dengan silia dan sel
goblet. Pada lamina propia terdapat berkas-berkas otot polos. Dibawah lapisan otot polos ini
terdapat kelenjar campur. Pada dinding bronchus yang terkecil kerangka tulang rawannya sedikit
dan tidak lagi membentuk lingkaran penuh mengelilingi lumen.
9
c. Bronchiolus
Dinding bronchilus tidak lagi mempunyai kerangka tulang rawan dan pada lamina propia tidak
lagi terdapat kelenjar. Lamina propia terutama diisi oleh serat otot polos dan serat elastin. Pada
bronchiolus besar, mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet. Makin
keujung sel bersilia makin jarang, sejalan dengan itu sel goblet pun menghilang. Sel epitel
semakin rendah. Pada bronchiolus kecil, mucosa dilapisi oleh sel-sel kuboid atau torak rendah,
terdapat sel tanpa silia, tidak terdapat sel goblet. Diantara sel epitel terdapat sel torak tidak
bersilia, berbentuk kubah. Sel-sel ini adalah sel clara.
d. Bronchiolus Terminalis
Pendek, sehingga hanya dapat dikenali pada potongan melintang ditempat percabangannya
menjadi bronchiolus respiratorius. Mucosa dilapisi oleh selapis sel kuboid, pada dinding tidak
terdapat alveolus. Pada lamina dapat dilihat serat-serat otot polos.
e. Bronchiolus respiratorius
10
Cabang dari bronchiolus terminalis, epitel terdiri dari sel torak rendah atau kuboid. Epitel
terputus-putus, karena pada dinding terdapat alveolus. Sel epitel bersilia kadang-kadang masih
ada, yang akan menghilang semakin keujung saluran. Tidak terdapat sel goblet. Pada lamina
propia dapat terlihat serat otot polos, kolagen dan elastin.
f. Ductus Alveolaris
Cabang dari bronciolus repiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari alveolus. Pada
setiap pintu ke alveolus terdapat sel-sel epitel berbentuk gepeng. Didalam lamina propia masih
dapat terlihat serat-serat otot polos, biasanya terpotong melintang.
g. Atria, Saccus alveolaris, dan alveoli
Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang berhubungan dengan
alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau lebih saccus alveolaris. Dari saccus
alveolaris terbuka pintu yang menuju ke setiap alveolus. Alveolus berupa kantung dilapisi epitel
selapis gepeng yang sangat tipis. Pada septum inter alveolare terdapat serat retikuler dan serat
elastin. Disini terlihat 3 macam sel, yaitu sel gepeng pada permukaan disebut pneumosit tipe I,
sel alveolar besar, sel septal (pneumosit tipe II) berbentuk kuboid menonjol kedalam ruang
alveolus. Selain kedua sel tersebut terdapat sel endothelial kapiler.
11
LO2.Memahami dan menjelaskan fisiologi pernafasan
2.1. Mekanisme Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan
meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.
2.2. Kerja Nafas (Spirometri)Sistem respirasi secara fisiologis meliputi : pernafasan luar dan pernafasan dalam.
a. Pernafasan luar (eksternal) : pertukaran O2 – CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar.b.Pernafasan dalam (internal) : respirasi sel didalam mitokondria intrasel, dimana
metabolisme ini membutuhkan O2 dari kapiler jaringan dan menyuplai metabolit CO2 ke kapiler.
Proses pernafasan luar meliputi beberapa tahapan :
1. Ventilasi : pertukaran udara luar dengan alveol paru. Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi.2. Difusi : pertukaran O2 – CO2 antara udara alveol dengan kapiler paru.
- Fase gas : pertukaran gas antara udara luar dengan udara alveol. Semakin berat molekul gas, semakin cepat proses difusinya. (O2 > CO2)
- Fase membran : pertukaran O2 – CO2 antara alveol dengan darah dalam kapiler paru melewati membran kapiler. Semakin tipis membran, semakin cepat difusinya.
- Fase cairan : pertukaran O2 – CO2 dalam sirkulasi darah dengan hemoglobin dalam eritrosit. Semakin mudah larut, difusi semakin cepat. (CO2 > O2 , karena daya larut CO2 24,3x > O2)
3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh pembuluh darah paru ke kapiler jaringan atau sebaliknya.
4. Pertukaran O2 – CO2 antara darah di kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan.Pengaturan pernafasan
12
2.3. Pengaturan PernafasanTiga pusat pengaturan pernapasan normal yaitu:1) Pusat RespirasiTerletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.2) Pusat ApneustikTerletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagus dari reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi apneustik.3) Pusat PneumotaksisTerletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat apneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini merangsang pusat respirasi.
Aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non-kimia. penurunan PO2 , peningkatan PCO2 atau konsentrasi ion H darah akan meningkatkan aktivitas pusat respirasi. Perubahan yang berlawanan mempunyai efek hambatan terhadap aktivitas respirasi.Secara non-kimia, pengaturan aktivitas pernapasan adalah melalui suhu tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan aktivitas pernafasan.
LO.3.Memahami dan menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis
3.1 Klasifikasi
Kingdom: bacteria, Phylum: Actinobcteria, Ordo: Actinobacteria, SubOrdo: Corynebacterineae,
Family:Mycobacteriaceae, Genus: Mycobacterium, Species: Mycobacterium Tuberculosis,
Binomial name: Mycobacterium Tuberculosis Zopf 1883
3.2 Struktur/ Morfologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok, berukuran
panjang 1 sampai 4 µ dan lebar 0,2 sampai 0,8 µ, dapat ditemukan bentuk sendiri maupun
berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak,
tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti manik-
manik atau tidak terwarnai secara merata.
13
3.3 sifat mycobacterium tuberculosis
M. tuberculosa cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri lainnya
karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang berkelompok. Bahan celup
( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin) yang bersifat bakteriostatik
terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa mengganggu pertumbuhan
M.tuberculosis . M.tuberculosis juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu yang lama
dalam sputum yang dikeringkan.
Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3
µm. pada medium atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang
bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Basil tuberculosis sejati ditandai dengan
“tahan asam” yaitu 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan
cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan sam ini
tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Tekhnik pewarnaan Ziehl-neelsen
digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus seputum atau potongan
jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluorosensi kuning-orange setelah pewarnaan
dengan fluorokom (misalnya : auramin, rodamin).
Uji laboratorium Diagnostik :
Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil
tuberkel. Isolasi basi tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti.
a. Specimen
Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan
serebrospinal, cairan sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai.
b. Dekontaminasi dan konsentrasi specimen
Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan N-asetil-L-sistein,
didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi lainnya), dinetralisir
dengan buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen yang diproses dengan cara ini
14
dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam dan untuk biakan. Specimen dari tempat yang
steril, seperti cairan serebrospinal, tidak memerlukan prosedur dekontaminasi tetapi dapat
langsung disentrifugasi, diperiksa, dan dibiakkan.
c. Sediaan apus
Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan pewarnaan
zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum tidak
direkomendasikan, karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan menunjukkan
pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan yang positif. Mikroskopi
fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin lebih snsitif daripada pewarnaan tahan asama.
Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang sesuai, hal ini merupakan bukti
presumtif adanya infeksi mikobakterium.
d. Biakan, identifikasidan uji sensitifitas
e. Deteksi DNA, serologi, dan deteksi antigen
Imunoassay enzim telah digunakan untuk mendeteksi antigen mikobakteriumn tetapi sensitifitas
dan spesifisitasnya lebih rendah daripada metode lainnya. Masalahg yang sama timbul pada
aplikasi EIA untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen M tuberculosis. Tidak satupun
metode-metode ini yang adekuat untuk penggunaan diagnostic rutin.
3.4.Daur Hidup
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC
biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat energi
dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju
pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks
dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap
kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali sulit untuk mendiagnostik
tuberculosis dengan cepat. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembangbiak
dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari
15
pada bentuk yang pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.Bakteri ini biasanya
berpindah dari tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran pernafasan, keluar melalui
udara yang dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap masuk saat seseorang menarik nafas.
Habitat asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah paru-paru manusia. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus,
dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman
tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di dalam paru-paru.
LO4.Memahami dan menjelaskan tuberculosis
4.1. Definisi tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni
kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet,
karena itu penularannya terjadipada malam hari. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur,
baik di paru maupun diluar paru.
Sedangkan tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia
yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberculosis
ekstrapulmonal. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman
M.tuberculosis
16
4.2.Etiologi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.
Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh
bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun. TB paru disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive
terhadap panas dan sinar UV.Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah
M. Bovis dan M.Avium.
4.3 Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan
TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang
penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis.
Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.
Indonesia adalah negri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah cina dan india. Pada
tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000,
591.000 kasus. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional
2001, TB menempati rangking no 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi
nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Berikut survey mengenai prevalensi TB yang
dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1979-1982.
17
4.4. Faktor resiko
Terdapatnya beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi tb maupun timbulnya
tb pada anak. Faktor tsb dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan resiko penyakit.
1. Resiko Infeksi tb
antara lain adalah anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan tb aktif,
daerah endemis, penggunaan obat-obatan intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang
tidak sehat ( tempat penampungan atau panti perawatan)
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak lebih tinggi jika
pasien dewasa memiliki BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas
atau kavitas, produksi sputum yang banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta
terdapat faktor lingkungan yang tidak sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.
Pasien tb anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya.
Hal ini disebabkan karena kuman tb sangat jarang ditemukan dalam sekret endobrokial
dan jarang terdapat batuk.
2. Resiko Penyakit tb.
Orang yang telah terinfeksi kuman tb, tidak selalu akan mengalami sakit tb.
18
Faktor resiko yang pertama adalah usia. Anak <5 tahun mempunyai lebih besar
mengalami progresi infeksi menjadi sakit tb, mungkin karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna.
Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromais ( misal pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi
organ , pengobatan imunosupresi), diabetes mellitus, gagal ginjal kronik dan silikosis.
Faktor yang tidak kalah penting pada epidomiologi tb adalah status sosioekonomi yang
rendah, penghasilan yang kurang . kepadatan hunian , pengangguran, dan pendidikan
yang rendah, kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. Keadaan imunokompramais
merupakan salah satu faktor ressiko penyakit tuberculosis.
4.5. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan
suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2.Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
19
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yangmenyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak
termasuk pleura (selaputparu) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuhlain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian,kulit, usus, ginjal,saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTApositif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TBpositif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negative. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru
BTA positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Minimal3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positifdibagi berdasarkan tingkatkeparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk beratbila gambaran foto toraks
20
memperlihatkan gambaran kerusakan paruyang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TBusus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TBparu.
•Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB
ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat
D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien,
yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
21
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,gagal, default maupun
menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik
(biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
4.6. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama
1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya.
Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi
oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya
22
dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan
memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit
akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20
hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah
nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring,
telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat
dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge
menjadi peradangan aktif.
23
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat
menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ
lainnya.
4.7. Manifestasi klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
24
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak
yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
4.8. Diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis tuberculosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:
a.Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
25
Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras,
status pernikahan, agama dan pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (keluhan yang menyertai)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok,
obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.
Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu ataulebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.Gejala-gejala tersebut diatas dapat
26
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiaporang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilaikeberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untukpenegakan diagnosis
pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu- Pagi - Sewaktu (SPS):
• S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
over diagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Indikasi Pemeriksaan Foto
27
Toraks pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosisdan sering digunakan dalam
“Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih
dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai
sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian
uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi:
28
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm,uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi
BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >=10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang
bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak
bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan
apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan
NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika
pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus
29
dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahandahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong
yang terbuka denganmenggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-
lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
30
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluhparu . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulituntuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses
penyakitLuas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasusBTA negatif) :
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosusdari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untukpembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini
ada beberapa teknik yang lebihbaru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih
cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan
biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
31
2. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar
internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan
dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa
proses antigen antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk
mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)
disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan
warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis
kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
c. Mycodot
32
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan
antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam
menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
4.9.Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadapOAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3bulan) dan lanjutan (4-7 bulan)
- Tahap intensif: obat diberikan setiap hari, dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi obat.
Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular dalam kurun
waktu2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan
33
- Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktuyang lama. Tahap ini penting
untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin, Kapreomisin,
Kanamisin
1. Isoniazid (INH)
a. Efek antibakteri
bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang
sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.
Mekanisme kerja
menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium.
b. Farmakokinetik
mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan
semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir
seluruhnya dalam bentuk metabolit.
c. Efek samping
reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling
banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus,
dan retensiurin.
d.Sediaan dan posologi
terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet
kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap
hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan
10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih
34
efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara
intermiten 2 kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari.
2. Rifampisin
a. Aktivitas antibakteri
menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.
b. Mekanisme kerja
terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA dependent RNA
polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mulai terbentuknya
(bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.
c.Farmakokinetik
pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap
dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi
enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar
efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin
dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.
d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang palingsering ialah ruam
kulit, demam, mual, dan muntah.
Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet
450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan
telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum
makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari
50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-
anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
3. Etambutol
a. Aktivitas antibakteri
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif
terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
b. Farmakokinetik
35
pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar
darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
c. Efek samping
jarang Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang
merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya
kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun
lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien.
d. Sediaan dan posologi
tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk
kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang
menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.
4. Pirazinamid
a. Aktivitas antibakteri
mekanisme kerja belum diketahui.
b.Farmakokinetik
mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus.
c. Efek samping
yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek
samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
d.Sediaan dan posologi
bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan
dalam satu atau beberapa kal isehari.
5. Streptomisin
a. Aktivitas antibakteri
bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif
sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b.Farmakokinetik
36
setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya
sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel.
Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping
umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau
malaise. Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya
terganggu.
d. Sediaan dan posologi
bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari
selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
6. Etionamid
a.Aktivitas antibakteri
in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi
bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam
bentuk utama metabolit 1%aktif.
b.Efek samping
paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental,
mengantuk dan asthenia
c.Sediaan dan posologi
dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis
125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.
7. Paraaminosalisilat
a. Aktivitas bakteri
in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL.
Farmakokinetik : mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di
ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
37
b.Efek samping
gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain
leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik,
trombositopenia.
c.Sediaan dan posologi
dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12g sehari.
8.Sikloserin
a. Aktifitas bakteri
in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik
baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelahpemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke
seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam
bentuk utuh.
c. Efek samping
SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo,
konvulsi, dll.
d. Sediaan dan posologi
bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 g/mL.
Kanamisin dan Amikasin Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat
supresif.
e. Farmakokinetik
melalui suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena
selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4
bulan.
38
9. Kapreomisin
a. Efek samping
nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria.
Selain itu bisa terjadi hipokalemia, ujifungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan
trombositopenia.
Pengobatan kombinasi
Kategori I 2RHZE/ 4R3H3
TB paru BTA (+) kasus baru
TB paru BTA(-), foto thorax (+), Kasus baru
TB ekstra paru ringan dan berat
Kategori II (2RHZES/1RHZE)/ 5R3H3E3
Pasien kambuh
Pasien default
Pasien gagal pengobatan
Kategori IV TB MDR (TB multidrug resistant)
2.Non-Farmako
POM (pengawas minum obat)
WHO telah memperkenalkan srategi DOTS (Directly Observed Treatment Short
Course) sebagai pendekatan terbaik untuk penanggulangan TB.Sistem DOTS terdiri dari 5
komponen, yaitu perlunya komitmen politik penentu kebijakan, diagnosis dengan
mikroskopi yang baik, pemberian obat yang dan diawasi secara baik, jaminan ketersediaan
obat serta pencatatan dan pelaporan yang akurat.
Komponen ketiga, yakni pemberian obat yang dan diawasi secara baik, untuk
menjamin seseorang menyelesaikan pengobatannya, maka perlu ditunjuk seorang pengawas
minum obat (PMO). PMO ini dari masyarakat atau petuga kesehatan yang sudah dilatih.
39
4.10. Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif)
masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus
kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup
diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit
spesialistik.
Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncet’s
arthropathy
2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas → SOFT (Sindrom Pasca Tuberkulosis),
kerusakan perenkim berat → SOPT/ fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis
karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB
milier dan kavitas TB
4.11. Prognosis
Bila tidak menerima pengobatan spesifik (Grzybowsky, 1976) :
40
- 25% meninggal dunia dalam 18 bulan
- 50% meninggal dalam 5 tahun
- 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB dalam
sputumnya (sumber penularan)
Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan
perkapuran
Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :
Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang sudah ada pada
saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-keluhan yang
disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik selesai, bahkan dapat
bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak memenuhi syarat) penderita
tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten terhadap obat-obatan yang dipakai akan
menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten
pada sekelilingnya.
4.12. Pencegahan
A. Pencegahan TB pada orang dewasa
TB pada orang dewasa lebih sering ditemukan oleh reinfeksi endogen (80%) dari pada eksogen
(20%). Sistem pertahanan tubuh terhadap TB didasarkan atas fungsi imunitas seluler. Untuk
mencegah TB pada orang dewasa ialah mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan
optimal ,dengan sedapat dapatnya menghindari faktoryang dapat melemahkannya seperti
kortikosteroid dan kurang gizi.
B. Pencegahan TB pada anak anak
Yang terbaik adalah mencegah infeksi basil TB. Mencegah kontak dengan penderita TB yang
menular. Gizi juga (terutama protein dan Fe yang cukup) akan memegang peranan penting dan
juga kortikoterapi yang berperan dama sistem imunitas seluler.
41
LO5.Memahami dan menjelaskanProgram P2M TB Paru di Puskesmas
5.1. Faktor Predisposisi
1. Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia
atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis
sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan
kondisi Host.
2. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar
dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada
kasus TBC. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya
pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan
epidemi penyakit ini.
3. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian
berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi
berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.
4.Prevalensi dan Sebaran geografik
Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakit
tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka
42
tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut
dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita
tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita
tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi
insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan
61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic
terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi
HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi
prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan
sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di
Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru
adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari
estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.
Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban
penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country
(HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi
kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah
sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari
169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008
mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program
pengendalian TB nasional yang utama.
5.2. Preventif dan promotif
43
a. Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja
melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja,
penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan
kerja,peningkatan gizi kerja
b. Upaya preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TB.
1.Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah
timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.
Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :
Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan
Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):
Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
Pencatatan pelaporan
Monitoring dan evaluasi
Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :
Sistem ventilasi yang baik
Pengendalian lingkungan keja
Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan
kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat
dll.
44
Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan
fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)-
Peningkatan gizi pekerja
2.Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini
mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit,
diantaranya:
Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada
pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat”
atau juru TBC
Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja-
Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai
danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas
penanggulangan TBC bagi pekerja
Pengelolaan logistic
5.3. Sumber dan cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman.Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara danlamaya meng
hirup udara tersebut.
45
5.4 Prinsip dasar program P2M
a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas
Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM,
PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.
b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara
mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan
dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positif disebut
kasus BTA(+).
c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada
pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.
d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.
e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen
f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan dahak
dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).
g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan
sekali).
h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short-
Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.
5.5. Cara menemukan kasus Tb paru
Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.
46
Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB,
terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB
lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian
TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan
karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi.
5.6. Tujuan kunjungan petugas Puskesmas
Kunjungan Rumah (Home Visit) kepada pasien TB yang tidak memeriksakan diri pada waktu
yang telah ditentukan. Tujuannya adalah untuk memantau keberadaan pasien D.O (Drop-
Out/putus pengobatan), melihat kelanjutan pengobatan dan mengetahui kendala pasien
menghentikan pengobatan.
LO 6.Tugas dan Peran Pengawas Minum Obat (PMO)
Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur,
mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member
penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan.
Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :
a) Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.
b) Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari.
c) Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali
47
d) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :
1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak
dilakukan untuk menentukan obat tambahan.
2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan
ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.
3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan
ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.
e) Memberikan penyuluhan
f) Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita.
g) Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat
Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :
a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.
b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.
c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.
e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan
obat.
f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.
g) Melakukan kunjungan rumah
h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang mempunyai
gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.
48
LO7. Memahami dan menjelaskan etika batuk menurut kaidah islam
Cara batuk yang benar Langkah 1 Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.Langkah 2 Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.Langkah 3 Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil kesempatan untuk pergi cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan gel pembersih tangan.
Langkah 4 - Gunakan masker - Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu mengurangi
penyebaran penyakit udara di seluruh dunia. - Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan mencuci
tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.
Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Islam
“..menyuruh mengerjakan ma’ruf dan melarang perbuatan mungkar, dan menghalalkan segala cara yang baik dan mengharamkan segala yang buruk…” (QS. 7:157).
49
Daftar pustaka
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi
Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC
Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11.Jakarta : EGC
Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54.
Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart:
Thieme; 2003. p. 340-51.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic
Indonenesia. Bakti Husada.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI
Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran
Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta
50