Tugas Tinjauan Pustaka Apendisitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

app

Citation preview

REFERATAPENDISITIS

OLEH:Iwan Kurniawan, S. Ked J500080088

PEMBIMBING:dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTATAHUN 2014REFERATAPENDISITIS

OLEH:Iwan Kurniawan, S.Ked J500090088

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fkultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurakartaPada hari tanggal

Pembimbing:dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B()

Dipresentasikan dihadapan:dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B()

Disyahkan Ka. Program Profesi :dr. Dona Dewi Nirlawati()

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................... iHALAMAN PERSERTUJUAN ............................................................. iiDAFTAR ISI ......................................................................................... iiiBABI I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1B. Tujuan Penulisan ................................................................... 2BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi ................................................................................. 3B. Anatomi ............................................................................... 3C. Etiologi .................................................................................. 5D. Patofisiologi. .......................................................................... 5E. Perjalanan Penyakit ............................................................ 6F. Gejala Klinis ........................................................................... 8G. Diagnosis ............................................................................... 10H. Diagnosis Banding ............................................................... 18I. Penatalaksanaan ................................................................... 19J. Prognosis ............................................................................... 23K. Komplikasi ............................................................................. 24BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 27DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 28

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahApendiks merupakan struktur berujung tubular yang timbul dari sekum. Apendisitis karena adanya peradangan akut merupakan kedaruratan bedah yang paling umum.1 Apendisitis merupakan infeksi polymicrobial, dengan lebih dari 14 organisme berbeda pada pasien dengan perforasi.2Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.3Apendektomi untuk apendisitis merupakan operasi darurat yang paling sering ditemukandi seluruh dunia. Namun, dalam tiga dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.3Studi dari The American Journal of Epidemiology menemukan bahwa apendisitis merupakan kondisi umum yang terjadi pada 6,7% sampai 8,6% populasi. Di Amerika Serikat sekitar 250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahun4.Semua usia dapat terkena, tetapi insidensi puncak pada dekade kedua dan ketiga, walaupun puncak kedua yang lebih kecil ditemukan pada orang berusia lanjut (Kumar, Cotran,Robins). Kejadian pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.3Berdasarkan World Health Organization (2002), angka mortalitas akibat appendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas appendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 10.000 jiwa. Appendisitis perforata sering terjadi pada umur di bawah 18 tahun ataupun di atas 50 tahun. Insidensi appendisitis pada laki-laki lebih besar 1,4 kali dari perempuan. Rasio laki-laki dan perempuan sekitar 2:1.5

B. Tujuan PenulisanTujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah:1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, patogensis dan cara mendiagnosis penyakit apendisitis2. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis penyakit apendisitis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiApendisitis adalah peradangan pada apendiks vemiformis.5

B. Anatomi Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisarab 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dsn melebar di bagian distal. Namun demikian, pasa bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidensi apendisitis pada usia itu, pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.3 Letak apendiks dapat berubah-ubah, tetapi biasanya apendiks terletak retrosekal.6

Menurut letaknya apendiks dibagi menjadi beberapa macam:7a. Apendiks retrocecalis, terletak dibelakang sekum.b. Apendiks pelvicum, terletak menyilang a.iliaca ekterna dan masuk ke dalam pelvis.c. Apendiks antececalisd. Apendiks retroileale. Apendiks descenden, terletak descenden ke caudal.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a. Mesenterika superior dan a. Apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. Torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.3Perdarahan apendiks berasal dari a. Apendikularis yang merupakan arteri tanpa koleteral. Jila arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.3Letak pangkal apendiks dapat ditentukan dengan menarik garis Monroe Richter yang ditarik dari spinna iliaca anterior superior (SIAS) kanan ke umbilicus. Letak apendiks adalah pada titik Mc Burney (pangkal apendiks). Titik Mc Burney ditentukan pada garis Monroe, 1/3 lateral. Ujung apendiks terletakpada 1/6 lateral kanan garis LANS (garis yang ditarik dari SIAS kanan dan kiri).7

C. EtiologiObstruksi lumen apendiks diikuti dengan kongesti vaskular, inflamasi dan edema, penyebab obstruksi pada umumnya berupa:3,81. FekolitPada 30% hingga 35% kasus (paling banyak terjadi pada orang dewasa).2. Benda asing4% (misalnya biji bah-buahan, cacing kermi, cacing pita, cacing tambang, kakulus)3. InflamasiPada 50% hingga 60% kasus (hiperplasi jaringan limfoid submukosa merupakan etilogi yang paling sering pada anak-anak dan remaja)4. Neoplasma1% (karsinoma, penyakit metastasis, karsinoma)

D. PatofisiologiApendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

E. Perjalanan penyakitPada kebanyakan pasien khususnya kelompok yang lebih muda, apendisitis karena hiperplasia folikel limfoid submukosa, yang menyebabkan obstruksi lumen appendix veriformis. Sekresi mukosa kontinum walopun ada lumen tersumbat dan tekanan di dalam apendiks meningkat. Karena tekanan intralumen meningkat, maka aliran limfe tersumbat yang menyebabkan edema apendiks. Ini merupakan stadium apendisitis fokal akuta yang ditandai oleh ekstravasasi bakteri yang dini. Karena apendiks vermiformis dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka mula-mula nyeri visera diterima sebagai nyeri tumpul samar-samar dalam area periumbilicus.Stadium kedua apendisitis (apendisitis supurativa akuta) ditandai oleh peningkatan lebih lanjut tekanan intralumen, obstruksi vena, iskemik fokal dan iritasi serosa. Bila tunica serosa apendiks yang meradang dekat dengan peritoneum parietalis, maka pasien mengalami perpindahan nyeri periumbilicus ke kuadran kanan bawah. Nyeri somatik terlokalisasi baik ini menunjukkan ancaman penyediaan darah arteri dan iskemik menyebabkan infark kecil sepanjang batas arteri mesenterica apendiks. Stadium apendisitis gangrenosa ini disertai dengan peningkatan ekstravasasi bakteri dan kontaminasi lokalisasi cavitas peritonealis. Progresivitas menyebabkan perforasi dan massa periapendiks lokalisata atau peritonitis generalisata. Sehingga apendisitis berlanjut melalui stadium peradangan, stadium obstruktif, stadium iskemi dan stadium perforatif, semuanya mencerminkan tanda dan gejala fisik berbeda.11Perjalanan penyakit apensitis akut:3

Apendisitis gangrenosa (kematian jaringan)Apendisitis dengan nekrosis setempatApendisitis mukosaApendisitis flegmentosa (radang akut jaringan mukosa)Sembuh Apendisitis supurativa (radang dengan pembentukan nanah)Perforasi

F. Gejala Klinis2,3,9Apendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau paling sulit. Kasus klasik ditandai dengan :a. Rasa tidak nyaman ringan didaerah periumbilikusVariasi lokasi anatomi apendiks memberikan banyak variasi lokasi utama fase somatik dari rasa sakit. Misalnya, apendiks yang panjang dengan inflamasi di ujung kuadran kiri bawah menyebabkan nyeri pada daerah itu. Apendiks retrocecal dapat menyebabkan nyeri pinggul atau sakit punggung, apendiks pelvis, terutama nyeri suprapubik, dan apendiks retroileal, nyeri testis, mungkin karena iritasi arteri spermatika dan ureter. Malrotasi usus juga bertanggung jawab pada pola nyeri pada apendisitis.b. Anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diareAnoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Hal ini begitu konstan sehingga diagnosis apendisitis perlu dipertanyakan jika pasien tidak anoreksia. Walaupun hampir 75% pasien mengalami muntah, tetapi ini tidak menonjol dan kebanyakan pasien hanya muntah sekali atau dua kali. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan adanya ileus. Kebanyakan pasien biasanya juga mengeluhkan kesuliatan buang air besar sebelum timbul sakit perut, dan banyak yang merasa bahwa dengan buang air besar akan menghilangkan rasa sakit perut mereka.Diare terjadi pada beberapa pasien, terutama pada anak-anak, sehingga pola fungsi usus memberikan sedikit nilai diagnosis. Urutan timbulnya gejala memberikan arti yang besar untuk diagnosis banding. Pada 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala utama. Kemudian diikuti dengan nyeri perut lalu muntah-muntah. Jika muntah timbul sebelum rasa sakit, diagnosis apendisits perlu dipertanyakan.c. Nyeri tekan kuadran kanan bawah yang dalam beberapa jam berubah menjadi rasa pegal dalam atau nyeri di kuadran kanan bawah. d. Demam dan leukosistosis terjadi pada awal perjalanan penyakit.Penyakit mungkin silent terutama pada usia lanjut, atau tidak memperlihatkan tanda lokal di kuadran kanan bawah, seperti bila apendiks terletakdi retrosekal atau terdapat malrotasi usus. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5 oC. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1oC. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bida dilihat pada massa atau abses periapendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pasa regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut Rovsing sign.Pada apendisitis retrosekal atau retroileal.diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks.Peristalsis usus sering normal: peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjukm misalnya pada apendisitis pelvika.Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan psoas test dan obturator test merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui etak apendiks. Psoas test dilakukan dengan rangsangan otot psoasdilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Obturator test digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakandinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.

G. Diagnosis3Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, Foto polos abdomen, USG ataupun CT-Scan, dan sebagainya.Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Pada appendisitis akut biasanya ditemukan distensi perut. Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari appendisitis). Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk appendisitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendisitisterdapat nyeri di titik Mc Burney tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang tipe Reccurent Appendicular Colicditemukannyeri tekan di appendiks. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.Uji obturator digunakan untuk melihat apakah appendiks yang meradang, kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika. Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12.Maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendisitis pelvika kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis appendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip appendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apenddicitis akut. Pada pasien dengan appendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan appendisitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik appendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Pada metode lain dikatakan penderita appendisitis akut bila ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Ada juga metode yang menyatakan bahwa kombinasi antara kenaikan angka lekosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendisitis akut.Tes laboratorium untuk appendisitis bersifat kurang spesifik, sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkan diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mm3 dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendisitis akut. Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendisitis akut memiliki jumlah lekosit dan granulosit tetap normal.Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis appendisitis akut adalah C-reactive protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase response) dengan menggunakan CRR telah secara luas digunakan di negara maju. Pada appendisitis ditemukan kadar CRP yang meningkat yaitu > 1 mg/dl. Nilai senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah.Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing. Appendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang.2. Foto Polos abdomenPada appendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi appendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita appendisitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Untuk appendisitis kronis dapat dilakukan appendikogram, dimana hasil positif bisa berupa Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, mouse tail.Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fekalit (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan appendiks) yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendiks. Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang menyertai appendisitis. Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar appendiks dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan gagalnya barium memasuki appendiks (20% tak terisi). Terisinya sebagian dengan distorsi bentuk kalibernya tanda appendisitis akut, terutama bila ada impresi sekum. Sebaliknya lumen appendiks yang paten menyingkirkan diagnosa appendisitis akut. Bila barium mengisi ujung appendiks yang bundar dan ada kompresi dari luar yang besar di basis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya appendiks tanda abses appendiks. Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chron, inverted appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna.3. UltrasonografiUltrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis appendisitis akut maupun appendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis appendisitis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Appendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Appendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal. Keadaan awal appendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan appendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 11 mm. Keadaan appendiks supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding appendiks dengan atau tanpa appendikolit. Keadaan appendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding appendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel.Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter appendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding appendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila appendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses appendiks dapat diidentifikasi.USG dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya appendiks selama USG tidak menyingkirkan adanya appendisitis. USG juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi dan uterus yang gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil USG dapat dikatagorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus. Hasil USG dikatakan kemungkinan appendiks jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi appendiks di daerah fossa iliakakanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala klinik dimana kecurigaan appendisitis.4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)Pada keadaan normal appendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan ini. Gambaran penebalan dinding appendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan appendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90100% dan 9697%, serta akurasi 94100%. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi appendiks dengan abses atau flegmon. Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis.

5. Laparoskopi (Laparoscopy)Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis appendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada appendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.6. HistopatologiPemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi appendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Dari hasil penelitian variasi diagnosis histopatologi appendisitis akut diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya.Definisi histopatologi appendisitis akut: Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel. Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel. Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel. Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukosa. Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan appendisitis akut tetapi periappendisitis.7. Skor AlvaradoSemua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor Alvaradodan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor 6. Selanjutnya dilakukan appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan appendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu:radang akut dan radang bukan akut.Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosisManifestasi Skor

GejalaAdanya migrasi nyeri1

Anoreksia1

Mual/muntah1

TandaNyeri RLQ2

Nyeri lepas1

Febris1

LaboratoriumLeukositosis2

Shift to the left1

Total poin10

Keterangan :0-4 : kemungkinan appendisitis kecil5-6 : bukan diagnosis appendisitis7-8 : kemungkinan besar appendisitis9-10 :hampir pasti menderita appendisitisBila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya di lakukan.

H. Diagnosis Banding3Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, yaitu:1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringandan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik ering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.2. Demam dengueDemam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpl Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.3. Limfadenitis mesenterikaLimfadeniris mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan4. Kelainan ovulasiFolikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu selama dua hari.5. Infeksi panggulSalpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu.6. Kehamilan di luar kandunganHampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri pada penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosintesis didapatkan darah.7. Kista ovarium terpuntirTimbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonograafi dapat menentukan diagnosis.8. Endometriosis eksternaEndometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.9. Urolitiasis pielum/ ureter kananBatu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosuria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, mengigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria.

I. Penatalaksanaan2Meskipun telah ditemukan modalitas diagnostik yang lebih canggih, tetapi intervensi operatif tidak boleh ditinggalkan. Setelah diagnosis apendisitis akut ditegakkan, pasien perlu dipersiapkan untuk menjalani operasi. Hidrasi pasien harus dipastikan mencukupi kebutuhan pasien, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi jantung, paru serta ginjal harus diperhatikan. Sebuah meta-analisis menunjukkan manfaat pemberian antibiotik praoperasi dalam menurunkan komplikasi dari apendisitis. Kebanyakan ahli bedah secara rutin memberikan antibiotik pada semua pasienyang dicurigai menderita apendisitis. Jika didapatkan apendisitis akut simpel, tidak ada manfaat dalam memperluas cakupan antibiotik di luar 24 jam. Jika apendisitis mengalami perforasi atau ditemukan gangren, antibiotik diteruskan sampai pasien tidak demam dan memiliki jumlah sel darah putih yang normal. Pada infeksi intraabdominal dari traktus gastrointestinal yang ringan sampai berat, para ahli bedah merekomendasikan satu agen terapi dengan cefoxitin, cefotetan, atau tikarsilin-asam klavulanat. Pada infeksi yang lebih parah, satu agen terapi dengan carbapenem atau terapi kombinasi dengan cephalosporin generasi ketiga, monobactam, aminoglycoside ditambah antibiotik anaerob dengan klindamisin atau metronidazole. Rekomendasi tersebut juga berlaku untuk anak-anak. Apendektomi terbukaUntuk apendektomi terbuka, sebagian ahli bedah menggunakan salah satu insisi, McBurney (miring) atau Rocky-Davis (melintang) pada otot-otot di kuadran kanan bawah pada pasien yang dicurigai menderita apendisitis. Sayatan harus pada kedua titik nyeri maksimal atau teraba massa. Jika dicurigai abses, sayatan ditempatkan di lateral, penting untuk memungkinkan drainase retroperitoneal dan untuk menghindari kontaminasi dari rongga peritoneum. Jika diagnosis diragukan, dianjurkan insisi lebih rendah pada garis tengah untuk memungkinkan pemeriksaan yang lebih luas dari rongga peritoneal. Hal ini terutama berkaitan dengan usia tua atau dengan keganasaan atau divertikulitis.Beberapa teknik dapat digunakan untuk menemukan lokasi apendisitis. Karena sekum biasanya terlihat pada sayatan tersebut, konvergensi taenia dapat dilihat sampai ke dasar apendiks. Gerakan dari sebelah lateral ke medial dapat membantu menunjukkan lokasi ujung apendiks ke dalam medan operasi. Sesekali, mobilisasi terbatas diperlukan untuk visualisasi yang cukup. Apendiks dapat digerakkan oleh mesoapendiks, dengan meligasi arteri apendikularis secara aman.Pangkal apendiks dapat dikelola dengan ligasi sederhana atau dengan ligasi dan inversi dengan baik atau jahitan Z. Selama pangkal apendiks jelas dan dasar sekum tidak terlibat proses inflamasi, pangkal apendiks dapat diligasi dengan aman dan diikat dengan jahitan nonabsorbable. Mukosa sekitar apendiks sering diambil untuk mencegah pembentukan mucocele. Rongga peritoneum dirigasi dan luka ditutup lapis demi lapis. Jika terjadi perforasi atau gangren pada orang dewasa, kulit dan jaringan subkutan harus dibiarkan terbuka dan dibiarkan sembuh dengan penyembuhan sekunder atau ditutup dalam sampai 5 hari sebagai penutupan primer yang tertunda. Pada anak-anak, yang pada umumnya memiliki sedikit lemak subkutan, penyembuhan primer tidak menyebabkan peningkatan insidensi infeksi pada luka.Jika tidak ditemukan adanya apendisitis, pencarian secara metodis harus dilakukan untuk diagnosis alternatif. Sekum da mesenterium harus diperiksa pertama kali. Kemudian, usus kecil diperiksa secara retrograde dari awal pada katup ileocecal dan meluas sekitar 2 kaki. Pada wanita, harus diberikan perhatian khusus pada organ panggul. Isi perut bagian atas juga perlu diperiksa. Cairan peritoneal harus diperiksa dengan pewarnaan gram dan kultur. Jika cairan purulen, sangat penting untuk mengidentifikasi penyebabnya. Perpanjangan ke medial (Fowler-Weir), dengan pembagian selaput rektus anterior dan posterior, dapat dilakukan untuk mengevaluasi perut bagian bawah. Jika terdapat gangguan pada perut bagian atas, insisi kuadran kanan bawah harus ditutup dan harus dibuat insisi tepat pada garis tengah.Apendektomi LaparoskopiApendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Tabung nasogastrik dan kateter urin ditempatkan sebelum terjadi pneumoperitoneum. Laparoskopi apendisitis biasanya membutuhkan tiga port. Kadang-kadang empat port untuk memobilisasi apendisitis retrocecal. Dokter bedah biasanya berdiri di sebelah kiri pasien. Satu asisten diperlukan untuk mengoperasikan kamera. Satu trocar diletakkan di umbilikus (10mm), dan trocar kedua diletakkan pada posisi suprapubik. Beberapa ahli bedah menempatkan port kedua di kuadran kiri bawah. Trocar suprapubik yaitu 10 atau 12 mm, tergantung pada apakah ada atau tidak stapler linier yang digunakan. Penempatan trocar ketiga (5 mm) bervariasi dan biasanya di kuadran kiri bawah, epigatrium atau kuadran kanan atas. Penempatan ini berdasarkan lokasi dari laporan dan pilihan ahli bedah. Awalnya, perut dieksplorasi sepenuhnya untuk menghilangkan penyakit lainnya. Apendiks dapat diidentifikasi dengan mengikuti taenia anterior. Diseksi di dasar apendiks memungkinkan ahi bedah untuk membuat jendela antara mesentrium sampai pada pangkal apendiks. Mesentrium dan basis apendik kemudian diamankan dan dibagi secara terpisah. Saat mesoapendiks terlibat pada proses inflamasi, hal ini baik untuk membagi apendiks pertama dengan linier staplerdan kemudian membagi mesoapendiks yang berdekatan dengan apendiks dengan klip, elektrokauter, harmonic scalpel, atau staples. Basis apendiks tidak terbalik. Apendiks akan diangkat dari cavum abdomen melalui situs trocar. Basis apendiks dan mesoapendik perlu dievaluasi mengenai hemostasisnya. Kuadran kanan bawah harus diirigasi juga. Trocar kemudian diangkat secara langsung.Natural Orifice Transluminal Endoscopic SurgeryNatural orifice transluminal endoscopic surgery (NOTES) merupakan prosedur bedah baru dengan menggunakan endoskopi dalam rongga abdomen. Pada prosedur ini, akses diperoleh dengan cara mencapai organ secara alami, yang sudah ada pada orificium eksterna. Cara ini diharapkan memberikan keuntungan termasuk pengurangan nyeri pada luka bekas operasi, pemulihan pasca operasi yang lebih cepat, menghindari infeksi luka dan hernia pada dinding perut, dan mencegah adanya luka bekas operasi.Terapi Antibiotik Antibiotik digunakan sebagai terapi definitif. Manajemen tradisional apendisitis akut telah menekan manajemen bedah. Pendekatan ini didasarkan pada teori bahwa, apendisitis sederhana akan berkembang menjadi perforasi, dengan mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Akibatnya, tingkat apendektomi negatif relatif lebih tinggi untuk menghindari kemungkinanan terjadinya perforasi. Sebuah studi menganalisis waktu untuk operasi dan terjadinya perforasi, menunjukkan bahwa risiko waktu pecah apendisitis minimal adalah 36 jam dari onset gejala. Di luar titik ini, risiko sekitar 5% dari pecah dalam setiap periode 12 jam berikutnya. Namun, pada banyak pasien penyakit ini memiliki onset yang lambat. Banyak kondisi akut abdomen seperti diverticulitis dan kolesistitis akut dikelola dengan cepat tetapi tidak dengan operasi. Meskipun demikian, operasi masih menjadi gold standart untuk penanganan apendisitis akut.

Interval ApendektomiPendekatan terapi untuk apendisitis yang berhubungan dengan massa yang teraba atau yang terlihat secara radiografi (abses atau phlegmon) adalah terapi konservatif dengan interval apendektomi 6 sampai 10 minggu kemudian. Teknik ini cukup berhasil untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dibandingkan dengan apendektomi segera. Tetapi, biaya untuk pengobatan seperti ini lebih besar dan waktu rawat inap pasien lebih lama ( 8 sampai 13 hari dibanding 3 sampai 5 hari).Pengobatan awal terdiri dari antibiotik IV dan mengistirahatkan usus. Meskipun terapi ini pada awalnya efektif, ada tingkat kegagalan sebesar 9 sampai 15%, dengan intervensi operasi dibutuhkan dalam 3 sampai 5 hari berikutnya. Operasi perkutan atau operasi drainase abses tidak dianggap sebagai kegagalan terapi konservatif.

J. Prognosis2Mortalitas dari apendisitis di Amerika Serikat terus menurun dari 9,9 per 100.000 pada tahun 1929 menjadi 0,2 per 100.000 saat ini. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain kemajuan dalam bidang anestesi, antibiotik, cairan intravena, serta produk darah. Faktor utama yang mempengaruhi kematian adalah apakah terjadi ruptur sebelum operasi dan usia pasien. Secara keseluruhan, mortalitas apendisitis akut dengan ruptur sekitar 1%. Mortalitas apendisitis yang ruptur pada usia tua sekitar 5%, meningkat lima kali lipat dari tingkat keseluruhan.Kematian biasanya disebabkan tidak terkendali sepsis, peritonitis, abses intraabdomen, atau septikemiagram negatif. Emboli parumenjelaskan beberapa kematian. Tingkat morbiditas sebanding dengan mortalitas, dan secara signifikan meningkat karena pecahnya apendisitis dan, pada tingkat lebih rendah, dengantua usia. Dalam satu laporan, komplikasi terjadi pada 3% pasien dengan apendisitis tanpa perforasi dan 47% pasien dengan perforasi. Sebagian besar komplikasi awal adalah septik dan termasuk abses dan infeksi luka. Infeksi luka sering terjaadi tetapi hampir selalu terbatas pada jaringan subkutan dan merespon segera saat drainase luka, yang dilakukan dengan membuka kembali sayatan kulit. Insideni abses intra abdominal sekunder terhadap kontaminasi peritoneal dari gangren apendisitis atau perforasi telah menurun tajam sejak diperkenalkannya antibiotik. Kecenderungan untuk abses adalah apendisitis fosa, cavum Douglas, ruang subhepatic, dan antara bagian dari usus. Pada abses yang terakhir itu biasanya ganda. Drainase transrektal lebih disukai untuk abses yang menonjol ke dalam rektum.Fistula fecalmerupakan komplikasi yang mengganggu, tetapi tidak terlalu berbahaya, komplikasi dari apendektomi yang mungkin disebabkan oleh peluruhan bagian sekum saat kontriksi jahitan.Obstruksi usus, awalnya terjadi paralisis tapi kadang-kadang berkembang menjadi obstruksi mekanik, mungkin terjadi dengan perlahan sampai terjadi peritonitis dengan abses loculated dan pembentukan adhesi. Komplikasi akhir yang cukup jarang. Adhesi obstruksi usus setelah apendektomi, tetapi jauh lebih jarang daripada setelah bedah pelvis. Insiden hernia inguinalis adalah tiga kali lebih tinggi pada pasien yang pernah menjalani apendektomi.

K. Komplikasi3Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.Massa periapendikulerMassa apendiks terjadi apabila apendisitis ganrenosa atau miroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuket yang pendinginannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas disarankan segera untuk dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada anak selama-lamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan pendinginan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambah nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.Riwayat klasik apendisitis akutm yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyalit Crohn, dan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendik.Apendisitis perforataAdanya fekalitdi dalam lumen, umur (orang tua atau kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidensi perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidensi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis. Insidensi tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin mungkin dengan punctum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragman. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Apendisitis rekurens Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut, kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena karena terjadi fibrosis ddan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidensi apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara patologik.Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.Apendisitis kronikDiagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat, yaitu nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendik secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi.Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidensi apendisitis kronil antara 1-5%.

BAB IIIKESIMPULAN

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks veriformis. Obstruksi lumen apendiks diikuti dengan kongesti vaskular, inflamasi dan edema, penyebab obstruksi pada umumnya dapat berupa fekolit, benda asing, inflamasi, neoplasma. Perjalanan penyakit dari apendisitis akut dimulai dari apendisitis mukosa yang kemudian berkembang menjadi apendisitis flegmonosa. Sampai berkembang menjadi apendisitis dengan nekrosis setempat yang berlanjut menjadi apendisitis supurativ kemudian apendisitis gangrenosa hingga menyebabkan terjadinya perforasi usus. Dari semua perjalanan alamiah apendisitis akut mempunyai tanda dan gejala fisik yang berbeda.Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai mual dan anoreksia. Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local dititik McBurney: Nyeri tekan, Nyeri lepas dan Defans muskuler. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung: Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign), Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign), Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam, berjalan, batuk, mengejan.Setelah diagnosis apendisitis akut ditegakkan, pasien perlu dipersiapkan untuk menjalani operasi. Hidrasi pasien harus dipastikan mencukupi kebutuhan pasien, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi jantung, paru serta ginjal harus diperhatikan. Selain itu diberikan juga terapi antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Incesu, L. 2011. Appendicitis Imaging. Diakses pada tanggal 24 Januari 2014 2. Brunicardi, F.C., Anderson, D.K., Billiar, T.R., Dum, D.L., Hunter, J.G., Mathews, J.B., Podlock, R.E., 2010. The Appendix dalam Schwartz's Principles of Surgery9th Ed. USA:The McGraw Hill Companies. p: 2043-74. 3. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2004. Usus Halus, Apendiks, Kolom, dan Anorektum dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. h: 639-45.4. Cunha, J.P. 2012.Appendicitis. Diakses pada tanggal 28 Januari 2014 5. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.6. Grace, P.A., Borley, N.R. Apendisitis Akut dalam At A Glance. Jakarta: Erlangga; 2006. p:106.7. Moore, K.L., Anne, M.R. 2002. Abdomen dalam Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. h:109.8. Saputra, L. 2002. Mulut dan Gastrointestinal dalam Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara. h:380.9. Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, A.L., 2007. Rongga Perut dan Saluran Gastrointestinal dalam Buku Ajar Patologi Ed.7. Jakarta: EGC. h:660-61.10. Tjandra, J.J., 2006. The Appendix and Meckels Diverticulum dalam Textbook of Surgery 3rd Ed. UK: Blackwell Publishing Ltd. p:179.11. Morris, J.A., Sawyer. J.L. 1995.Abdomen Akuta dalam Buku Ajar Bedah (Sabistons Essential Surgery). Jakarta:EGC. h:497.12. Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

29