37
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 Pengertian Apendisitis Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Apendisitis dapat terjadi pada setiap usia. Namun, apendisitis paling sering terjadi pada remaja dan dewasa awal, angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik (Sylvia & Loraine, 2005). Menurut Mansjoer, Arif, dkk, (2001), penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering laki-laki yang berusia antara 10-30 tahun. 2.1.3 Patofisiologi Secara patogenesis faktor penting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi lumen apendiks merupakan faktor penyebab dominan pada apendisitis akut. Peradangan pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminal meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman didalam lumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

  • Upload
    dinhanh

  • View
    232

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Apendisitis

2.1.1 Pengertian Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau

peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran

kanan bawah (Smeltzer, 2002). Apendisitis dapat terjadi pada setiap usia. Namun,

apendisitis paling sering terjadi pada remaja dan dewasa awal, angka mortalitas

penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik (Sylvia & Loraine, 2005). Menurut

Mansjoer, Arif, dkk, (2001), penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki

maupun perempuan, tetapi lebih sering laki-laki yang berusia antara 10-30 tahun.

2.1.3 Patofisiologi

Secara patogenesis faktor penting terjadinya apendisitis adalah adanya

obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi lumen

apendiks merupakan faktor penyebab dominan pada apendisitis akut. Peradangan

pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan

dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada bagian yang lebih

proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mukus

yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan

menyebabkan tekanan intraluminal meningkat, kondisi ini akan memacu proses

translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman didalam lumen

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

9

apendiks. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan edema.

Kondisi ini memudahkan invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan

menyebabkan ulserasi mukosa apendiks maka terjadi keadaan yang disebut

apendiks fokal. (Pieter, 2005; Jaffe & Berger, 2005)

Obstruksi yang terus menerus menyebabkan tekanan intraluminer semakin

tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Keadaan ini akan

menyebabkan edema bertambah berat, terjadi iskemia, dan invasi bakteri semakin

berat sehingga terjadi penumpukan nanah pada dinding apendiks atau disebut

dengan apendisitis akut supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut, dimana tekanan

intraluminer semakin tinggi, edema menjadi lebih hebat, terjadi gangguan

sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan terjadi gangren. Gangren biasanya di

tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut apendisitis

gangrenosa. Bila tekanan terus meningkat, maka akan terjadi perforasi yang

mengakibatkan cairan rongga apendiks akan tercurah ke rongga peritoneum dan

terjadilah peritonitis lokal (Bedah UGM)

2.1.4 Manifestasi Klinis

Nyeri kuadran bawah terasa dan disertai oleh demam ringan, mual, muntah

dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan

tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan

dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah

terdapat atau tidaknya konstipasi dan diare tidak tergantung dari beratnya infeksi

dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

10

tekan dapat terasa di daerah lumbar bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini

dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan

ujung apendiks berada dekat dengan rektum. Sedangkan nyeri pada saat berkemih

menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.

Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus dapat terjadi.

Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi daerah kuadran

bawah kiri , yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran

kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar;

distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk.

Pada pasien lansia tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-

tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukan obstruksi usus atau penyakit

infeksi lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami

ruptur apendiks. Insiden perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena

banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat

pasien-pasien yang lebih muda (Brunner & Suddarth, 2002)

2.1.5 Evaluasi Diagnostik

Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium

dan sinar x. Hitung darah lengkap akan dilakukan dan akan menunjukkan

peningkatan jumlah darah putih. Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari

10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound dapat menunjukkan densitas kuadran

kanan bawah atau kadar aliran udara terlokalisasi.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

11

2.1.5 Penatalaksanaan

Menurut Brunner & Suddarth (2002) pembedahan diindikasikan bila

diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai

pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

Appendectomy (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera

mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Appendectomy dapat dilakukan

dibawah anastesi umum maupun spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan

laparoskopi, yang memberikan metode baru yang sangat efektif.

2.1.6 Komplikasi Apendisitis

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10%

sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara

umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu

37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri atau nyeri tekan abdomen

yang kontinyu (Brunner & Suddarth, 2002)

2.2 Konsep Perioperatif

Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan

pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan

yang mencangkup tiga fase pengalaman pembedahan yaitu pre operasi, intra

operasi, dan pasca operasi ( Keperawatan medikal-bedah, 2001)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

12

2.2.1 Fase Pre Operasi

a. Pengertian

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh. Fase

pre operasi adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau

pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi

(Smeltzer and Bare, 2002 ).

b. Tipe Pembedahan

Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:

1) Diagnostik : biopsi

2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendectomy

3) Reparatif : memperbaiki luka multiple

4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.

5) Paliatif : menghilangkan nyeri,

6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau

struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

13

c. Persiapan Pasien Sebelum Menjalani Tindakan Pembedahan

a) Persiapan Fisik

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum

operasi menurut Majid ( 2011 ), antara lain :

1) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status

kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,

antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi

ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.

2) Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat

badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan

globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus

dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk

perbaikan jaringan.

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan

output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang

normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal.

Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit

obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan

baik.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

14

4) Kebersihan lambung dan kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi

keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan. Lamanya

puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam, yang bertujuan untuk menghindari aspirasi

dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan

terjadinya infeksi pasca pembedahan. Pada pasien yang membutuhkan operasi

segera, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan

NGT (naso gastric tube).

5) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya

infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan. Tindakan harus dilakukan

dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka. Daerah yang dilakukan

pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.

6) Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena

tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan

infeksi pada daerah yang dioperasi.

7) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan

kateter. Selain untuk pengsongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan

untuk mengobservasi balance cairan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

15

b) Persiapan Mental/Psikis

Menurut Long B.C (2001), operasi merupakan ancaman yang potensial

maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi

fisiologis maupun psikologis. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan

pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :

1) Takut nyeri setelah pembedahan

2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi

normal.

3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti).

4) Takut mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai

penyakit yang sama.

5) Takut menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.

6) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.

7) Takut operasi gagal.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan pasien adalah:

1) Pengalaman operasi sebelumnya.

2) Pengertian pasien tentang tujuan operasi.

3) Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun

penunjang.

4) Pengetahuan pasien tentang situasi kamar operasi dan petugas kamar

operasi.

5) Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, dan pasca operasi)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

16

6) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi

dan harus dijalankan setelah operasi seperti latihan nafas dalam, batuk

efektif, range of motion(ROM) dan lain-lain.

d. Informed consent

Izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan

sebelum suatu pembedahan dilakukan. Izin tertulis seperti ini melindungi pasien

terhadap pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari

suatu lembaga hukum. Tanggung jawab perawat adalah memastikan bahwa

informed consent telah didapat secara sukarela dari pasien oleh dokter.

Sebelum menandatangani formulir consent, ahli bedah harus memberi

penjelasan yang jelas dan sederhana tentang apa yang diperlukan dalam

pembedahan. Ahli bedah juga harus menginformasikan tentang alternatif-

alternatif yang ada, kemungkinan risiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh,

kecacatan, ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian tubuh, juga tentang apa

yang diperkirakan terjadi pada periode pasca operasi awal dan lanjut.

Persetujuan tindakan medik diperlukan ketika :

1) Prosedur tindakan adalah invasif, seperti insisi, bedah, biopsi, sistoskopi,

atau parasentesis.

2) Menggunakan anastesi.

3) Prosedur non bedah yang dilakukan dimana risikonya pada pasien lebih

dari sekadar risiko ringan, seperti arteriogram.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

17

4) Prosedur yang dilakukan yang mencakup terapi radiasi atau kobalt. (Majid,

2011)

e. Pendidikan Pasien Pra Operasi (Preoperative Teaching)

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha

untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau

individu sehingga sasaran memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih

baik yang akan berpengaruh pada prilakunya (Notoatmodjo, 2007). Mubarak dan

Chayatin (2009) dalam Wartini (2011) menyatakan pendidikan kesehatan dapat

mendorong prilaku yang menunjang kesehatan, mencegah penyakit, mengobati

penyakit dan membantu pemulihan. Melalui pendidikan kesehatan akan terjadi

proses belajar untuk mengembangkan pengertian dan sikap yang benar dan positif

dari individu atau kelompok terhadap kesehatan agar yang bersangkutan

menerapkan cara hidup sehat sebagai bagian dari cara hidupnya sehari-hari atas

kemauannya sendiri

Secara teori perubahan perilaku dalam kehidupan melalui tiga tahap :

1) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indra manusia

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

2) Sikap (Attitude)

Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau obyek. Dengan kata lain bahwa sikap itu

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

18

merupakan penilaian (bias berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus

atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan

tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

3) Praktik atau tindakan (Practice)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, dan

sebagai proses selanjutnya diharapkan melaksanakan atau mempraktekkan

apa yang diketahui.

Lebih lanjut Notoatmodjo (2007) dalam Wartini (2011) menguraikan

bahwa terdapat beberapa teori lain mencoba mengungkap faktor penentu prilaku,

khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain teori

Snehandu B. Kar (1983) dan WHO (1984)

a. Teori Snehandu B. Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa

perilaku itu merupakan fungsi dari :

1) Niat untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention)

2) Dukungan sosial dari sekitarnya (social support)

3) Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan (accessibility of information).

4) Otonomi pribadi yang bersangkutan dengan pengambilan keputusan

(personal autonomy)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

19

5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak

(action situation)

b. Teori WHO

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku

tertentu karena adanya empat alasan pokok yaitu :

1) Pemikiran dan perasaan seseorang (thoughts and feeling)

2) Orang yang menjadi referensi (personal reference)

3) Sumber-sumber daya (resource)

4) Kebudayaan (culture)

a) Pengertian Preoperative Teaching

Preoperative teaching atau pendidikan pre operasi didefinisikan sebagai

tindakan suportif yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah dalam

meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah pembedahan. Tuntutan

klien akan bantuan keperawatan terletak pada area pengambilan keputusan,

tambahan pengetahuan, keterampilan,dan perubahan perilaku (Smith et al ;

Carpenito, 1995 dalam Ayu Ningsih, 2011).

Penyuluhan atau pendidikan kesehatan pada pasien yang akan dilakukan

tindakan pembedahan diberikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan

adaptasi pasien dalam menjalani rangkaian prosedur pembedahan sehingga klien

diharapkan lebih kooperatif dalam perawatan pasca operasi, dan mengurangi

resiko komplikasi pasca operasi (Ignativicius, 1996 dalam Ayu Ningsih, 2011).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

20

b) Tujuan

Menurut Effendy (1998) dalam Gustina (2010) tujuan penyuluhan

kesehatan adalah mengubah prilaku perorangan dan masyarakat dalam bidang

kesehatan sehingga masyarakat dapat menanamkan prinsip-prinsip hidup sehat

dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Preoperative teaching atau penyuluhan pre operasi bertujuan untuk

memberikan informasi dan menambah pengetahuan klien tentang mobilisasi dini

sehingga pasien mampu mengaplikasikan latihan-latihan yang diajarkan pada saat

pasca operasi. Hal ini berarti diharapkan terjadi perubahan pada prilaku atau

pelaksanaan mobilisasi dini pasien.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Mubarak dkk (2007)

menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan individu yaitu

umur, minat, lingkungan, social budaya, pendidikan, informasi, dan pengalaman

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2002) membagi prilaku manusia

dalam tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor Menurut Notoadmodjo

(2007), tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup enam

tingkatan, yaitu :

1) Tahu (know)

Merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat

mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa

seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, mneguraikan

mendefinisikan dan menyatakan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

21

2) Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

hanya sekedar menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan dan mengaplikasikan prinsip tersebut.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari komponen yang terdapat dalam suatu

masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang

itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah

dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat

diagram terhadap pengetahuan objek tersebut.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi sebelumnya.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

22

c) Manfaat Preoperative teaching

Menurut Potter Perry (2005) preoperative teaching atau penyuluhan pre

operasi yang terstruktur mempunyai pengaruh yang positif bagi pemulihan klien.

Pada penyuluhan ini diajarkan mengenai mobilisasi dini klien pasca operasi. Hal

ini bertujuan untuk mempersiapkan pasien sehingga siap untuk meningkatkan

proses kesehatannya sebelum, selama dan khusunya sesudah pembedahan.

Penyuluhan pre operasi yang terstruktur dapat mempengaruhi beberapa faktor

pasca operasi seperti :

1) Fungsi pernafasan. Penyuluhan meningkatkan kemampuan klien untuk

batuk dan nafas dalam secara efektif.

2) Kapasitas fungsi fisik. Penyuluhan meningkatkan kemampuan klien

melakukan ambulasi dan melaksanakan aktivitas sehari-hari secara lebih

awal.

3) Perasaan sehat. Klien yang telah dipersiapkan untuk mengalami

pembedahan memiliki kecemasan yang rendah dan menyatakan rasa sehat

secara psikologis yang lebih besar.

4) Lama rawat inap di rumah sakit. Penyuluhan pre operasi secara terstruktur

dapat mempersingkat waktu rawat inap klien di rumah sakit.

5) Ansietas tentang nyeri dan jumlah obat-obatan anti nyeri yang diperlukan

untuk kenyamanan. Klien yang telah diberikan penyuluhan tentang nyeri

dan cara untuk menghilangkannya memiliki kecemasan tentang nyeri yang

lebih rendah

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

23

Diskusi yang terperinci dan demonstrasi latihan merupakan hal yang vital.

Apabila klien memahami alasan pentingnya latihan untuk memulihkan kondisi

pada pasca operasi dan klien melakukannya dengan benar, maka komplikasi pada

tahap pemulihan akan berkurang.

d) Waktu Pemberian Preoperative Teaching

Sebuah penelitian menemukan bahwa klien lebih suka menerima informasi

perioperatif pada waktu antara kedatangan pasien ke rumah sakit sampai sebelum

klien menjalani pembedahan, walaupun rentang waktunya hanya beberapa jam

(Schoessler (1989) dalam Potter and Perry, 2006). Jika perawat memberi

penyuluhan pada klien sejak satu atau dua hari sebelum pembedahan, klien

mungkin akan mempelajarinya dengan lebih baik. Rasa cemas dan takut adalah

hambatan dalam belajar, dan kedua emosi ini akan meningkat jika waktu

pembedahan semakin dekat (Potter & Perry, 2006).

Anggota keluarga dianjurkan ikut terlibat dalam persiapan perioperatif.

Seringkali anggota keluarga menjadi pelatih klien dalam melakukan latihan pasca

operasi saat klien selesai menjalani pembedahan. Keluarga klien yang cemas

karena tidak memahami proses rutin yang terjadi pada masa pasca operasi,

tampaknya akan meningkatkan rasa takut atau khawatir klien. Persiapan

perioperatif bagi anggota keluarga sebelum pembedahan akan meminimalkan

kecemasan dan kesalahpahaman keluarga. Apabila klien mampu untuk menerima

pelajaran, perawat memberi informasi dengan cara yang logis, dimulai dari proses

pre operasi, intra operasi sampai pasca operasi. Penyuluhan pre operasi yang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

24

menyeluruh tidak hanya meningkatkan pemahaman klien tetapi juga mempercepat

kembalinya fungsi fisiologis yang normal (Potter & Perry, 2006).

e) Komponen Preoperative Teaching

Setiap program penyuluhan preoperatif terdiri dari penjelasan dan

demonstrasi latihan-latihan pasca operasi. Latihan-latihan ini akan sangat

berpengaruh pada pengetahuan dan kemampuan pasien untuk melaksanakan

mobilisasi dini pasca operasi. Klien juga perlu untuk mengetahui tentang

mobilisasi dini baik pengertian, manfaat, waktu untuk memulai serta latihan

mobilisasi yang harus mereka lakukan. Latihan tersebut sebaiknya diberikan

sebelum pasien menjalani pembedahan, sehingga pasien tahu dan mampu untuk

melaksanakan mobilisasi pasca operasi secara maksimal. Apabila pasien

memahami alasan pentingnya penyuluhan ini, maka komplikasi pada tahap

pemulihan akan berkurang. Latihan yang diberikan pada pasien pre operatif antara

lain latihan nafas dalam, latihan batuk efektif dan latihan tungkai (Potter and

Perry, 2006).

f) Metode dan Media Pendidikan Kesehatan

Metode merupakan cara untuk melaksanakan pendidikan kesehatan kepada

sasaran, sedangkan teknik adalah segala upaya tertentu agar cara yang

dilaksanakan dapat terwujud secara baik dan sempurna. Dalam Achjar (2010),

dikatakan perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh peran perawat dalam

menyampaikan pesan tersebut sampai pada pasien dengan memperhatikan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

25

berbagai aspek, diantaranya kesesuaian metode dan alat peraga/ alat bantu yang

digunakan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemilihan metode pendidikan kesehatan

disesuaikan dengan tujuan pendidikan, kemampuan sasaran, tingkat pendidikan

sasaran, serta waktu penyampaian pendidikan kesehatan. Berkaitan dengan tujuan

pendidikan kesehatan yaitu terjadinya perubahan prilaku. Berikut diuraikan

beberapa metode pendidikan kesehatan untuk merubah masing-masing unsure

prilaku yang diharapkan seperti :

1) Perubahan pengetahuan/ knowledge, dapat menggunakna metode ceramah,

seminar, studi kasus, curah pendapat, panel dan symposium.

2) Perubahan sikap/attitude, dapat menggunakan metode diskusi kelompok,

Tanya jawab, roleplay, pemutaran film, siaran terprogram

3) Perubahan tindakan/practice, dapat menggunakan metode demonstrasi,

bengkel kerja, latihan mandiri, dan eksperimen.

Dalam penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi proses pendidikan kesehatan salah satunya tergantung pada media

dan alat bantu/peraga yang digunakan. Alat peraga menurut Achjar (2010)

berfungsi untuk membantu agar pesan yang disampaikan lebih jelas dan pasien

dapat menerima pesan secara jelas pula dengan memanfaatkan panca indra

sehingga mempermudah menerima pesan yang disampaikan. Semakin banyak

indra yang digunakan, semakin banyak dan jelas pula pengertian/pengetahuan

yang diperoleh.

Manfaat alat peraga (Depkes, 2006) yaitu; menimbulkan minat sasaran,

mencapai sasaran lebih banyak, membantu dalam mengatasi hambatan, membantu

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

26

sasaran untuk belajar lebih banyak dan cepat, mempermudah penyampaian

informasi oleh sasaran, merangsang sasaran untuk menginformasikan pesan-pesan

yang didapat kepada orang lain. Ada berbagai macam jenis alat peraga (Achjar,

2010) antara lain adalah leaflet, poster, papan tulis, flipchart, buletin, flash card,

buku cerita bergambar, chart, diorama dan flannel graph. Dalam proses

pembelajaran media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian,

minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan

belajar (Santyasa, 2007:3). Dalam penyampaian pendidikan kesehatan, leaflet

merupakan alat peraga sederhana yang sering digunakan. Leaflet/Brosur adalah

media berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan (biasanya lebih

banyak tulisan) pada kedua sisi kertas serta dilipat sehingga berukuran kecil dan

praktis dibawa. Biasanya ukuran A4 dilipat tiga. Media ini berisikan suatu

gagasan secara langsung ke pokok persoalannya dan memaparkan cara melakukan

tindakan secara pendek dan lugas. Media ini yang banyak kita temui biasanya

bersifat memberikan langkah-langkah untuk melakukan sesuatu (instruksional).

Media ini sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang singkat dan padat

2.2.2 Fase Intra Operasi

Keperawatan intra operasi merupakan bagian dari tahap keperawatan

perioperatif. Aktivitas ini dilakukan oleh perawat di ruang operasi yang berfokus

pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau

menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien (Majid,2011).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

27

a. Prinsip-Prinsip Asepsis

Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk mencapai keadaan yang

memungkinkan untuk meminimalkan atau meniadakan kuman-kuman patogen,

baik secara kimiawi, mekanis maupun fisik.

Prinsip-prinsip asepsis yang harus diterapkan pada fase intra operasi

meliputi :

1) Prinsip asepsis ruangan : mencakup tindakan asepsis alat-alat bedah,

seluruh sarana kamar operasi, semua implantasi, alat-alat yang dipakai

personal operasi dan juga cara membersihkan atau melakukan desinfeksi

dari kulit dan tangan.

2) Prinsip asepsis personel : meliputi tiga tahap, yaitu scrubbing (teknik cuci

tangan steril), gowning (teknik memakai gaun operasi), dan gloving

(teknik memakai sarung tangan steril). Disamping sebagai cara

pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik tersebut juga diberikan

untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya

yang didapatkan akibat prosedur tindakan.

3) Prinsip asepsis pasien : pasien yang akan menjalani pembedahan harus

diasepsiskan. Prosedur tersebut antara lain adalah kebersihan pasien,

desinfeksi area operasi dan tindakan drapping.

4) Prinsip asepsis instrumen : instrumen bedah yang digunakan untuk

pembedahan pada pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril.

Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan

sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

28

dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak

bersinggungan dengan benda-benda non steril (Majid, 2011)

b. Peran dan Fungsi Perawat Intra Operasi

Peran perawat intra operasi adalah selain sebagai kepala advokat pasien

dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran jalannya operasi dan menjamin

keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Sedangkan fungsinya di dalam

kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi

dan scrub. Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operasi

meliputi empat hal yaitu :

1) Safety Management : merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi

pasien selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk

jaminan keamanan diantaranya adalah pengaturan posisi. Hal-hal yang

dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi

kesejajaran fungsional, pemajanan area pembedahan, mempertahankan

posisi sepanjang prosedur operasi, memasang alat grounding ke pasien,

memberikan dukungan fisik dan psikologis serta memastikan bahwa

semua peralatan yang dibutuhkan telah siap.

2) Monitoring fisiologis : pemantauan fisiologis yang dilakukan oleh perawat

melliputi memantau keseimbangan cairan, memantau kondisi

kardiopulmonal dan memantau perubahan tanda-tanda vital.

3) Monitoring dan dukungan psikologis.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

29

4) Pengaturan dan koordinasi nursing care: tindakan yang dilakukan meliputi

mengelola keamanan fisik, mempertahankan prinsip dan teknik aseptik

(Majid, 2011)

2.2.3 Fase Pasca Operasi

Keperawatan pasca operasi adalah periode akhir dari keperawatan

perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk

menstabilkan kondisi pasien pada keadaan keseimbangan fisiologis pasien,

menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Upaya yangdapat dilakukan

pada fase pasca operasi disarankan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah

yang kemungkinan muncul pada tahap ini. Pengkajian dan intervensi yang cepat

dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang dapat

memperpanjang lama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien

(Majid,2011)

a. Tahapan Keperawatan Pasca Operasi

Perawatan pasien pasca operasi meliputi beberapa tahapan, diantaranya

pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca operasi.

Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit

perawatan pasca operasi memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus.

Pertimbangan itu diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan

pemajanan. Letak insisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien

pasca bedah dipindahkan.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

30

Selanjutnya pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan. Ketika pasien

sudah mencapai ruang perawatan, maka hal yang harus dilakukan yaitu:

1) Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainase,

tube/selang, dan komplikasi

2) Manajemen luka. Pastikan luka tidak mengalami perdarahan yang

abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan

meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan.

3) Mobilisasi dini berupa nafas dalam, batuk efektif dan ROM yang penting

untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskular dan mengeluarkan

sekret serta lendir. Hampir semua pasien pasca bedah dianjurkan untuk

melakukan mobilsasi dini. Mobilisasi dini dapat mempertahankan fungsi

tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernapasan menjadi

lebih baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi BAB dan

BAK, mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali

normal dan memenuhi kebutuhan gerak harian. Fase pre operasi

memegang peranan penting dalam memaksimalkan pelaksaanaan

mobilisasi dini pasca operasi. Latihan-latihan tentang mobilisasi dini perlu

diajarkan sebelum pasien menjalani proses pembedahan sehingga pasien

tahu dan paham apa yang harus mereka lakukan pasca operasi.

4) Penanganan nyeri. Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan

analgetik intravena atau intratrakea utamanya untuk pembedahan abdomen

terbuka.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

31

5) Posisi tempat tidur. Biasanya pasien ditempatkan pada posisi miring untuk

mengurangi inhalasi muntah atau mukus.

6) Penggantian cairan. Pemberian cairan baik secara intravena maupun secara

oral sangat dibutuhkan. Penentuannya diambil berdasarkan faktor-faktor

jumlah seperti kehilangan cairan intra operasi, output urine, waktu

pembedahan dan jumlah cairan yang diterima pada waktu pemulihan.

7) Nutrisi. Tujuan pemberian nutrisi adalah untuk meningkatkan fungsi imun

dan mempercepat penyembuhan luka sehingga akan meminimalisir

ketidakseimbangan metabolik.

b. Komplikasi Pasca Operasi

Menurut Majid (2011), komplikasi pasca operasi yaitu : syok, perdarahan,

trombosis vena prufunda, retensi urine, infeksi luka operasi, sepsis, embolisme

pulmonal dan komplikasi gastrointestinal. Apabila pasien pasca operasi tidak

melaksanakan mobilisasi dini komplikasi yang didapat antara lain pemanjangan

waktu pemulihan peristaltik usus, pemanjangan waktu penyembuhan luka yang

akan berpengaruh pada pemanjangan lama rawat inap pasien di rumah sakit dan

tentunya akan berdampak pada bertambahnya biaya yang dikeluarkan pasien.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

32

2.3 Konsep Mobilisasi Dini

2.3.1 Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di

tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk peregangan atau belajar

berjalan (Soelaiman, 2000). Mobilisasi dini merupakan tahapan kegiatan yang

dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun duduk sampai

pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai

dengan kondisi pasien (Craven, 2000).

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan

menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, mendorong untuk

menggerakkan kaki tungkai bawah sesegera mungkin biasanya dalam waktu 6 jam

setelah pasien sadar dari pengaruh anastesi secara penuh / compos mentis

(Gallagher, 2004).

2.3.2 Prinsip dan Manfaat Mobilisasi

Menurut Dombovy ML dikutip oleh Rismalia (2010), mengemukakan

bahwa beberapa prinsip dalam melakukan mobilisasi yaitu mencegah dan

mengurangi komplikasi sekunder seminimal mungkin, menggantikan hilangnya

fungsi motorik, memberikan rangsangan lingkungan, memberi dorongan

bersosialisasi, memberi kesempatan untuk dapat berfungsi dan melakukan

aktivitas sehari-hari serta memungkinkan melakukan pekerjaan seperti

sebelumnya.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

33

Menurut Kozier, et.al. (2004) dalam buku Fundamentals of Nursing,

keuntungan yang dapat diperoleh dari mobilisasi bagi sistem tubuh adalah sebagai

berikut :

a. Sistem Muskuloskeletal

Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan rangka dan otot jantung dapat

dipertahankan dengan melakukan latihan yang ringan dan dapat ditingkatkan

dengan melakukan latihan yang berat. Dengan melakukan latihan, tonus otot dan

kemampuan kontraksi otot meningkat. Dengan melakukan latihan atau mobilisasi

dapat meningkatkan fleksibilitas tonus otot dan range of motion.

b. Sistem Kardiovaskular

Dengan melakukan latihan atau mobilisasi yang adekuat dapat

meningkatkan denyut jantung (heart rate), menguatkan kontraksi otot jantung,

dan menyuplai darah ke jantung dan otot. Jumlah darah yang dipompa oleh

jantung (cardiac output) meningkat karena aliran balik dari aliran darah. Jumlah

darah yang dipompa oleh jantung (cardiac output) normal adalah 5 liter/menit,

dengan mobilisasi dapat meningkatkan cardiac output sampai 30 liter/ menit.

c. Sistem Respirasi

Jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh paru (ventilasi)

meningkat. Ventilasi normal sekitar 5-6 liter/menit. Pada mobilisasi yang berat,

kebutuhan oksigen meningkat hingga mencapai 20x dari kebutuhan normal.

Aktivitas yang adekuat juga dapat mencegah penumpukan sekret pada bronkus

dan bronkiolus, menurunkan usaha pernapasan.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

34

d. Sistem Gastrointestinal

Dengan beraktivitas dapat memperbaiki nafsu makan dan meningkatkan

tonus saluran pencernaan, memperbaiki pencernaan dan eliminasi seperti

kembalinya mempercepat pemulihan peristaltik usus dan mencegah terjadinya

konstipasi serta menghilangkan distensi abdomen.

e. Sistem Metabolik

Dengan latihan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme, dengan

demikian peningkatan produksi dari panas tubuh dan hasil pembuangan. Selama

melakukan aktivitas berat, kecepatan metabolisme dapat meningkat sampai 20

kali dari kecepatan normal. Berbaring di tempat tidur dan makan diit dapat

mengeluarkan 1.850 kalori per hari. Dengan beraktivitas juga dapat meningkatkan

penggunaan trigliserid dan asam lemak, sehingga dapat mengurangi tingkat

trigliserid serum dan kolesterol dalam tubuh.

f. Sistem Urinary

Karena aktivitas yang adekuat dapat menaikkan aliran darah, tubuh dapat

memisahkan sampah dengan lebih efektif, dengan demikian dapat mencegah

terjadinya statis urin. Kejadian retensi urin juga dapat dicegah dengan melakukan

aktivitas.

2.3.3 Tahap-Tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi

Mobilisasi pasca operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernapasan,

latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

35

dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan keluar kamar (Smeltzer,

2001).

Tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca operasi meliputi (Cetrione, 2009

dalam Rismalia 2010) :

a. Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan fisik bisa

dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tungkai yang bisa

ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk juga

menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan.

b. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan

sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase

selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau

ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakkan.

c. Pada hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat di

kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan,

semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau

keluar kamar, misalnya ke toilet atau kamar mandi sendiri. Pasien harus

diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin, hal ini

perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca operasi untuk

mengembalikan fungsi pasien kembali normal.

Gerakan-gerakan tersebut antara lain:

1. Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk

mengurangi nyeri pasca operasi dan dapat membantu pasien relaksasi

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

36

sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat

meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan

melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien

dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan

kondisi dan kebutuhan pasien (Majid, 2011). Latihan nafas dalam dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Lakukan dalam posisi yang sama seperti posisi anda di tempat tidur nanti

setelah pembedahan: posisi semi-fowler, berbaring di tempat tidur dengan

punggung dan bahu tersangga baik dengan bantal

2) Dengan tangan dalam posisi genggaman kendur, biarkan tangan berada di

atas iga paling bawah, jari-jari tengan menghadap dada bagian bawah

untuk merasakan gerakan

3) Keluarkan nafas dengan perlahan dan penuh bersamaan dengan gerakan

iga menurun dan kedalam mengarah pada garis tengah

4) Kemudian ambil nafas dalam melalui hidung dan mulut anda, biarkan

abdomen mengembang bersamaan dengan paru-paru terisi oleh udara.

Tahan nafas ini dalam hitungan kelima.

5) Hembuskan dan keluarkan semua udara melalui hidung dan mulut anda

6) Ulangi 15 kali dengan istirahat singkat setelah setiap lima kali.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

37

Gambar 1. Pernafasan Diafragmatik

2. Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama

klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan

mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi.

Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada

tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan

batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien pasca operasi untuk

mengeluarkan lendir atau sekret tersebut (Majid, 2011). Pasien dapat

dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :

1) Condong sedikit kedepan dari posisi duduk di tempat tidur, jalinkan jari-

jari tangan, dan letakkan tangan melintang letak insisi untuk bertindak

sebagai bebat ketika batuk

2) Dengan mulut agak terbuka, hirup nafas dengan penuh

3) “Hak”-kan keluar dengan keras dengan tiga kali nafas pendek

4) Kemudian dengan mulut tetap terbuka, lakukan nafas dalam dengan cepat

dan dengan cepat batuk dengan kuat satu atau dua kali. Hal ini membantu

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

38

membersihkan sekresi dari dada. Hal ini dapat menyebabkan

ketidaknyamanan tetapi tidak akan membahayakan insisi.

Gambar 2. Latihan batuk

3. Latihan Gerak Sendi

Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien

sehingga pasca operasi pasien dapat segera melakukan berbagai

pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.

Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru

tentang pergerakan pasien pasca operasi. Banyak pasien yang tidak berani

menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka

operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru

jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih

cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat

kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir

pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya

dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah

stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

39

pada perubahan posisi tubuh dan juga range of motion (ROM). Latihan

perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif

namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka

pasien diminta melakukan secara mandiri.

Menurut Smeltzer and Bare (2002 ), latihan gerak sendi dilakukan

secara bertahap meliputi:

a) Latihan Tungkai

1. Berbaring dalam posisi semi-fowler dan lakukan latihan sederhana

berikut ini untuk memperbaiki sirkulasi

2. Bengkokkan lutut dan naikkan kaki – tahan selama beberapa detik,

kemudian luruskan tungkai dan turunkan ke tempat tidur

3. Lakukan lima kali untuk tiap tungkai, kemudian ulang pada tungkai

lainnya.

4. Kemudian buat lingkaran dengan kaki dengan membengkokkannya ke

bawah , kedalam mendekat satu sama lain, ke atas, dan kemudian

keluar

5. Ulangi gerakan ini lima kali

Gambar 3. Latihan tungkai

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

40

Gambar 4. Latihan kaki

b) Miring

1. Miring ke salah satu sisi dengan bagian paling atas tungkai fleksi dan

disangga di atas bantal.

2. Raih pagar tempat tidur sebagai alat bantu untuk manuver ke samping.

3. Lakukan pernafasan diafragmatik dan batuk ketika anda miring.

c) Turun dari Tempat Tidur

1. Miring ke salah satu sisi.

2. Dorong tubuh anda ke atas dengan satu tangan ketika mengayunkan

tungkai anda turun dari tempat tidur.

2.3.4 Rentang Gerak dalam Mobilisasi

Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi ada tiga rentang gerak, yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan

persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat

mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

41

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara

menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya pasien berbaring sambil

menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan

aktivitas yang diperlukan.

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

Menurut Lauro (1985) dalam Rismalia (2010), mobilisasi dini dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu ilmu tentang suatu bidang yang disusun secara

bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk

menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu (Kurnia, 2002 yang

dikutip oleh Purwanto tahun 2007). Pengetahuan individu terhadap sesuatu dan

yakin akan manfaat menyebabkan seseorang untuk mencoba menerapkan dalam

bentuk perilaku. Pengetahuan tersebut dapat didapatkan dari informasi, membaca,

dan melalui pendidikan formal. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh

terhadap perilaku individu tersebut.

Pengetahuan mengenai mobilisasi dini pasca operasi bisa didapatkan dari

informasi atau pendidikan kesehatan yang diberikan oleh seorang perawat kepada

pasien yang akan menjalani tindakan operasi seperti appendectomy. Pendidikan

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

42

kesehatan tersebut dapat diberikan sebelum tindakan operasi dilakukan yaitu pada

fase pre operasi. Sehingga setelah tindakan operasi selesai dilaksanakan, pasien

telah mengetahui manfaat dari mobilisasi dan hal itu dapat mempengaruhi pasien

tersebut untuk melakukan mobilisasi dini tanpa rasa takut.

b. Emosi

Menurut Goleman, 2000 yang dikutip oleh Hanum (2006) emosi merujuk

pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan

psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Berikut ini adalah

beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu, yaitu :

1) Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil

yang didapat.

2) Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan

sebagai puncak dari keadaan ini adalah timbulnya rasa putus asa (frustasi).

3) Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang

mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup

(nervous) dan gagap dalam berbicara.

4) Terganggu dalam penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri

hati.

5) Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecil akan

mempengaruhi sikapnya di kemudian hari, baik terhadap dirinya maupun

orang lain.

Hospitalisasi merupakan stressor bagi seseorang yang dirawat dirumah

sakit. Perasaan yang dialami pasien pasca operasi appendectomy terhadap luka

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

43

operasi yang belum sembuh akan menimbulkan rasa takut untuk melakukan

mobilisasi, sehingga rasatakut tersebut dapat menjadi penghambat bagi mereka

untuk melakukan mobilisasi.

c. Sosial

Sosial adalah hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat dan

kebersamaan, kekuatan masyarakat tersebut berada di sekitar individu tersebut

dalam berinteraksi (Yusuf, 2008). Adanya interaksi antara individu yang satu

dengan individu yang lain dapat memberikan kekuatan pada individu tersebut.

(Nurdin, 2006). Interaksi yang dilakukan pasien dengan keluarga dan orang-orang

di sekitar akan mempengaruhi pasien tersebut untuk melakukan mobilisasi pasca

operasi, sehingga dengan mobilisasi tersebut akan memotivasi pasien untuk

sembuh.

d. Fisik

Fisik adalah postur tubuh, kesehatan, keutuhan tubuh, keberfungsian organ

tubuh seseorang (Yusuf, 2008). Pada pasien yang baru saja menjalani operasi

seperti operasi appendectomy, keadaan fisik pasien tersebut belum kembali pulih

pada keadaan sebelumnya. Hal tersebut dapat membuat pasien merasa enggan

untuk melakukan mobilisasi, selain itu rasa nyeri yang dirasakan juga membuat

pasien merasa lemah dan hanya ingin berbaring di tempat tidur.

e. Stimulus Lingkungan

Stimulus lingkungan adalah rangsangan dari luar yang mempengaruhi dan

menggerakkan individu untuk berbuat (Handoko, 1997 dalam Rismalia, 2010).

Stimulus lingkungan tersebut dapat berupa dukungan perawat atau keluarga.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Apendisitis 2.1.1 ... II.pdf · berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah sampai 10% ... dari individu atau kelompok terhadap

44

Adanya dukungan dan dorongan dari perawat serta keluarga dapat menimbulkan

motivasi pada pasien yang dirawat untuk melakukan aktivitas, seperti pasien yang

baru saja menjalani operasi. Aktivitas yang dapat dilakukan yaitu berupa

mobilisasi sehingga dengan melakukan mobilisasi dapat mempercepat

penyembuhan pasien.

f. Sarana atau fasilitas ruang rawat

Peran serta perawat, peran serta keluarga yang mendukung dan tidak

mendukung agar pasien berinisiatif dan mau melakukan mobilisasi. Suasana

lingkungan yang nyaman juga dapat mendukung terhadap aktivitas seseorang

yang dilakukan.