Upload
andri-fardiansyah
View
240
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hghghghghghghaaaa
Citation preview
Nutrisi Untuk Remaja
Laju Pertumbuhan
Pertumbuan dan perkembangan pada manusia berlangsung dalam waktu yang lama. Mulai
konsepsi sampai akhir masa remaja. Selama masa kanak-kanak. Pertumbuhan rata-rata relatif konstan yaitu
2.5 kg dan 6 cm pertahun.
Selama pubertas rata – rata :
o Anak perempuan bertambah tinggi 20 cm dan bertambah berat 20 kg
o Anak laki-laki bertambah tinggi 30 cm dan bertambah berat 30 kg
Laju pertumbuhan anaik, baik perempuan maupun lelaki, hampir sama cepatnya sampai pada usia
9 tahun. Selanjutnya, antara 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan lebih
dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi, sementara anak lelaki baru
dapat menyusul dua tahun kemudian. Puncak pertambahan berat dan tinggi badan perempuan tercapai
pada usia masing-masing 12,9 dan 12,1 tahun; sementara lelaki pada 14,3 dan 134,1 tahun Menarche akan
terjadi sekitar 9-12 bulan setelah itu. Di negara maju pertumbuhan cepat ini tidak berlangsung lama,
biasanya selesai pada usia fisik berjalan lebih lama dan biasanya baru terselesaikan setelah berusia 19
tahun. Akibatnya, menarche muncul lebih larut.
Dengan demikian, perempuan akan lebih cepat dewasa dan wajar jika lebih dulu mengalami
ketertarikan seksual terhadap lawan jenis ketimbang lelaki pada usia setara. Dalam konteks budaya,
terutama dalam masyarakat tradisional, “kematangan” tersebut yang secara fisik ditandai dengan
kedatangan haid menyiratkan persiapan dan kesiapan untuk segera dinikahkan. Namun demikian, kini
kesempatan bersekolah semakin luas. Semakin terdidik seseorang, kesempatan untuk berusaha atau meniti
karier menjadi semakin luas pula. Dampaknya, meski tidak harus seiring, keingingan untuk segera menikah
biasanya ditunda. Sementara dari tingkat atas pemerintah menjegal kebiasaan kawin muda dengan
perangkat undang-undang (UU No. 1 tahun 1974)
Mana yang lebih berpengaruh di natara keduanya belum jelas benar. Dalam kehidupan nyata,
jumlah belia yang memasuki jenjang rumah tangga secra statistik menyusut. Namun pada sisi lain, perlu
pula disadari bahwa masa puber pada kedua jenis kelamin datang lebih cepat ketimbang remaja dua
dekade yang lampau. Di negara manju (baca: masyarakat yang berkecukupan), perbaikan status gizi
mendewasakan fisik anak lelaki dan perempuan lebih dini. Pada kelompok ini, rata-rata usia menarche kini
telah anjlok sampai ke titik 12,8 tahun. Dengan demikian, “jeda” antara puber lebih panjang. Sementara
kondisi lingkungan tempat mereka “berpuasa” dipenuhi oleh bacaan, tontonan, dna bisikanyang berpotensi
(besar) memicu ketegangan seksual.
Masa remaja “jalan panjang” yang menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang
berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun memang sebuah dunia yang “lengang” dan
rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi. Pertumbuhan yang disertai dengan perubahan fisik,
memicu berbagai kebingungan. Kehadiran tanda seksual sekunder yang terkadang mendadak, dirasakan
bagai “amukan puting beliung”. Seorang “bocah” perempuan murid kelas 5 atau 6 sekolah dasar, hanya
memberi contoh, terkejut ketika suatu hari sepulang sekolah mendapatkan celana dalamnya berubah corak
menjadi “bendera jepang”. Bocah lelaki pada suatu pagi tidak berani keluar kamar karena khawatir
ditertawakan lantaran tidak dapat menahan “ngompol”. Tanpa penjelasan dan kejelasan tentang “misteri”
itu, bukan tidak mungkin akan terjadi “riak” mental, seperti tertulis pada banyak surat kabar yang akan
berlanjut menjadi “gelombang sosial” yang meresahkan sekaligus merusuhkan masyarakat.
Kesehatan Remaja
Masalah kesehatan remaja boleh jadi berawal pada usia yang sangat dini. Gejala sisa infeksi dan
malnutrisi ketika kanak-kanak misalnya, akan menjadi beban pada usia remaja. Mereka yang dapat selamat
dari penyakit diare dan infeksi kronis saluran napas yang terkait dengan malnutrisi semasa bayi, tidak akan
mungkin tumbuh (termasuk perkembangan mental dan psikososial) sempurna menjadi remaja normal yang
akhirnya menjadi tenaga kerja yang kurang produktif. Penyakit lain, seperti penyakit jantung, rematik, dan
tuberkolosis yang pernah diderita semasa anak-anak, sering kambuh pada usia remaja.
Perempuan yang fisiknya tidak pernah tumbuh sempurna berisiko melahirkan bayi berberat badan
rendah. Jika janin yang mereka kandung tumbuh normal, jalan lahir kemudian menjadi masalah karena
panggul mereka sempit yang selanjutnya menyebabkan partus macet. Ditempat yang jauh dari fasilitas
kesehatan atau keluarga yang besangkutan memang tidak mampu mengakses fasilitas itu,
ketidakberhasilan janin melewati lorong kelahiran secara alami tak jarang menyebabkan kematian.
Kalaupun janin selamat sampai di “dunia baru”, masih ada ancaman lain yang menghantui baik ibu maupun
bayi. Salah satunya panggul sempit tersebut.
Gizi Remaja
Cukup banyak masalah yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan gizi remaja. Di samping
penyakit atau kondisi yang terbawa sejak lahir, penyalahgunaan obat, kecanduan alkohol dan rokok serta
hubungan seksual terlalu dini, terbukti menambah beban para remaja. Dalam beberapa hal masalah gizi
remaja serupa atau merupakan kelanjutan dari masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi
serta kelebihan dan kekurangan berat badan. Yang agak (sedikit) berbeda ialah cara menangani masalah
itu. Pada kelebihan berat, misalnya, penanganan obesitas remaja ditujukan pada pengurangan berat itu
sendiri.
Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan remaja. Meski asupan kalori dan protein sudah
tercukupi, elemen lain seperti besi, kalsium, dan beberapa vitamin ternyata masih kurang. Survei terhadap
mahasiswi kedokteran di Perancis, misalnya, membuktikan bahwa 16% mahasiswi kehabisan cadangan
besi, sementara 75% menderita kekurangan. Penelitian lain terhadap masyarakat miskin di Kairo
menunjukkan asupan besi sebagian besar remaja putri tidak mencukupi kebutuhan harian yang dianjurkan.
Di negara yang sedang berkembang, sekitar 27% remaja putra dan 26% remaja putri menderita anemia;
sementara di negara maju angka tersebut hanya berada pada bilangan 5% dan 7%. Secara garis besar,
sebanyak 44% wanita di negara berkembang (10 negara di Asia Tenggara, termasuk indonesia) mengalami
anemia kekurangan besi, sementara ibu hamil lebih besar lagi, yaitu 55%
Di Amerika Serikat, sebagian remaja tidak memperoleh kalsium sebanyak yang dianjurkan oleh RDA
18%. Remaja tidak setiap hari makan buah dan sayur, sementara kudapan asin dan manis (70%) dimakan
beberapa kali (sepertiga dari mereka) setiap hari. Survei Departemen Pertanian Amerika Serikat (1995)
membuktikan bahwa remaja putri yang berusia 12-19 tahun. Hanya mengonsumsi 777 mg kalsium sehari.
Salah satu masalah serius yang menghantui dunia kini adalah konsumsi makanan olahan. Seperti
yang ditayangkan dalam iklan televis secara berlebihan. Makanan ini, mesi dalam iklan diklaim kaya akan
vitamin dan mineral, sering terlalu banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi
makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada makanan
olahan yang mengandung zat (gula,lemak, dan aditif secara berlebihan) ini menyebabkan remaja
mengalami perubahan patologi yang terlalu dini.
Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada keseatan dalam fase
selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Kekurangan besi dapat menimbulkan anemia dan keletihan,
kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu merebut kesempatan bekerja. Remaja memerlukan lebih
banyak besi dan wanita membutuhkan lebih anyak lagi untuk mengganti besi yang hilang bersama darah
haid. Dampak negatif kekurangan mineral kerap tidak kelihatan sebelum mereka mencapai usia dewasa
muda. Kekurangan kalsium selagi muda merupakan penyebab osteoporosis di usia lanjut, dan keadaan ini
tidak dapat ditanggulangi dengan meningkatkan konsumsi zat ini ketika (tanda) penyakit ini tampak.
Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan.
Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan lansia. Sementara
obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif, seperti penyakit
kardiovaskular, diabeter melitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan
fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit.
Hampir separuh dari kematian akibat penyakit kardiovaskular dan sepertiga sampai setengah NIDD terkait
pada faktor diet. Penurunan kandungan lemak, gula, dan garam (ketiaka zat ini banyak terkandung dalam
makanan “modern”) dapat memeperbaiki penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan diabetes melitus. Selain
itu , penurunan tersebut yang disertai dengan peningkatan makanan berserat, berdamapak positif pada
pencegahan penyakit lain yang biasanya muncul di usia dewasa, misalnya kanker kolon.
Perilaku makan yang tidaksehat disertai kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabakan perusakan gigi
dan gusi. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan, tetapi juga penampilan. Mulut yang
tidak bersih menyebabkan penyakit gusi dan penanggalan gigi prematur di usia dewasa. Gigi berlubang dan
tanggal merupakan masalah yang lazim terjadi di negara maju ketimbang negara sedang berkembang.
Pendidikan tentang kebersihan mulut, penggunaan fluorida dalam air minum dan pasta gigi, penggunaan
pemanis alternatif dan perbaikan kesehatan mulut, sangat penting dalam penurunan kasus tersebut.
Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan
perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banya. Kedua, perubahan gaya hidup dan
kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan
dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, disamping itu,
tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas.
Dalam beberapa hal, masalah gizi remaja serupa dengan (merupakan kelanjutan dari) masalah gizi
pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, kelebihan dan kekurangan berat badan. Masalah ini
berpangkal pada (a) kegemaran yang tidak lazim, (b) “lupa makan”, dan (c) hamil.
Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Dalam masa pencarian
identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan
untuk menjadi vegetarian atau food fadism, merupakan sebagian contoh keterpengaruhan ini. Kecemasan
akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja tidak makan, tidak jarang berujung pada anoreksia nervosa.
Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau hanya menyatap kudapan. Lebih jauh,
kebiasaan ini dipengaruhi oelh keluarga, teman, dan media (terutama iklan di televisi). Teman (akrap)
sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap
teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya “terkucil”, dan itu akan merusak rasa percaya diri. Karena
itu, seorang remaja tidak akan memesan susu pada sebuah “pub” sementara temannya meminta bir.
Hampir 50% remaja (Daniel, 1977) terutama remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain
membuktikan masih banyak remaja (89%) yang meyakini kalau sarapan memang penting. Namun, mereka
yang sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan dan lebih
memilih kudapan. Sebagian besar kudapan bukan hanya hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali
mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu (menghilangkan) nafsu makan. Mengudap sebetulnya tidak
dilarang, asal mengetahui cara memilih kudapan yang kaya zat gizi.
“Makanan samapah” (junk food) kini semakin digemari oleh remaja, baik hanya sebagai kukdapan
maupun “makan besar”. Makanan ini mudah diperoleh, disamping “lebih bergengsi” karena terpengaruh
iklan. Disebut makanan sampah karena sangat sedikit (bahkan ada yang tidak ada sama sekali) mengandung
kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan vitamin C; sementara kandungan lemak jenuh, kolestrol,
dan natrium tinggi. Proporsi lemak sebagai penyedia kalori lebih dari 50% total kalori yang terkandung
dalam makanan itu.
Masalah lain yang mungkin dapat memengaruhi gizi ialah anoreksia nervosa, seperti telah
disinggung di atas yang sebetulnya merupakan masalah kejiwaan, namun terkait erat dengan masalah gizi.
Masalah lain ialah bolos sekolah, neurosis vegetatif psiosomatik (misalnya sakit kepala, dan perut), kelainan
haid, penyakit jiwa, dan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti hipertensi, obesitas, dan
hiperlipidemia.
Kebutuhan Gizi
Rekomendasi diet mencerminkan perubahan ukuran dan komposisi tubuh. Selama masa kanak-
kanak, kebutuhan nutrisi untuk sebagian besar nutrien adalah sama untuk anak laki-laki dan perempuan,
serta ana meningkat sedikit antara usia yang lebih muda (4-6 tahun) dan usia yang lebih tua (7-10 tahun).
Mengijak masa remaja, kebutuhan gizi ini jauh lebih besar seperti yang tercermin dalam
meningkatnya angka kecukupan gizi yang direkomendasikan, yang harus dipenuhi dengan cara
meningkakan asupan dari semua kelompok makanan (tabel 40.1).
Diet harus terdiri atas:
o Sumber karbohidrat dari pati – lima porsi setiap hari
o Buah dan sayuran – lima porsi setiap hari
o Susu dan produk penggantinya – tiga porsi setiap hari
o Daging dan penggantinya – dua porsi setiap hari
Makan berlemak dan bergula dalam diet harus dibatasi, dan hanya dikonsumsi setelah sekelompok
makanan lain tercukupi. Variasi makanan perlu diperhatikan untuk mengurangi resiko terlewatkannya
nutrien tertentu.
Tabel 40.1 Kebutuhan Nutrisi Utama Pada Masa Remaja
Nutrien Alasan meningkatnya kebutuhan Hal lain yang perlu diperhatikan
Energi Proses sintesis jaringan baru memerlukan
energi
Peningkatan ukuran tubuh menyebabkan
peningkatan laju metaboli, dan kebutuhan
energi untuk aktivitas
Kebutuhan pada anak laki-laki lebih besar
daripada anak perempuan karena ukuran
tubuh anak laki-laki lebih besar
Protein Sintesis jaringan baru Asupan umumnya tinggi di Inggris. Diet
terbatas (lihat dibawah) mungkin tidak
adekuat
Lemak Asam lemak tak jenuh diperlukan untuk
membran
Sintesis kolesterol meningkat untuk sintesis
hormon seks
Diet yang terdiri dari banyak makanan
cepat saji mungin tidak cukup kandungan
lemak tak jenuhnya
Vitamin B Kofaktor untuk reaksi metabolik dan proses
sintesis
Kebutuhan meningkat seiring dengan
kebutuhan energi (untuk tiamin dan niasin)
dan protein (untuk piridoksin)
Besi,
tembaga,
Diperlukan untuk pertambahan massa sel
darah untuk menunjang jaringan ekstra. Pada
Status zat besi yang buruk dapat
folat, dan
vitamin
B12
anak perempuan, mulainya menstruasi
meningkatkan kebutuhan zat besi
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
Kalsium
dan
vitamin D
Diperlukan untuk pertumbuhan rangka Nutrien tambahan lain yang juga
diperlukan untuk rangka meliputi vitamin
A, vitamin C, vitamin K, fosfor, magnesium,
kalium dan zink
Kebutuhan Akan Zat Gizi
Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secra umum didasarkan pada Recomended Daily
Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis bukan
kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti
bkebutuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan, berdasarkan data yang
diperoleh dari pemeriksaan klini, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.
Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel RDA. Secara garis besar,
remaja putra memerlukan lebih banyak energi dibandingkan remaja putri. Pada usia 16 taun remaja putra
membutuhkan sekitar 3.470 kkal per hari, dan menurun menjadi 2.900 pada usia 16-19 tahun. Kebutuhan
remaja putri memuncak pada usia 12 tahun ( 2.550 kkal), untuk kemudian menurun menjadi 2.200 kkal
pada usia 18 tahun. Perhitungan ini didasarkan pada stadium perkembangan fisiologis, bukan usia
kronologis. Wait dkk. Mengajurkan penggunaan kkal per cm tinggi badan sebagai penetu kebutuhan akan
energi yang lebih baik. Perkiraan energi untuk remaja putra berusia 11-18 tahun, yaitu 13-23 kkal/cm,
sementara remaja putri dengan usia yang sama, yaitu 10-19 kkal/cm.
Penghitungan besarnya kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola tumbuh, bukan usia
kronologi. Untuk remaja putra, kisaran besaranya kebutuhan ini ialah 0,29-0,32 gr/cm tinggi badan.
Sementara remaja putri hanya 0,27-0,29 gr/cm.
Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat. Peningkatan kebutuhan akan besi dan
kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentuk tulang dan
otot. Asupan kalsium yang dianjurkan sebesar 800 mg (praremaja) samapi 1.200 mg (remaja).
Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi sekaligur memerlukan tambahan vigtamin di atas
kebutuhan semasa bayi dan anak. Asupan thiamin, riboflavin, dan niacin harus ditambah sejajar dengan
pertambahan energi. Vitamin diketahui berperan dalam prose pelepasan energi dari karbohidrat.
Percepatan sintesis jaringan mengisyaratkan pertambahan asupan vitamin B6, B12, dan asam folat. Ketiga
jenis vitamin ini berperan dalam sintesis RNA dan DNA. Untuk menjaga agar sel dan jaringan baru tidak
cepat rusak, asupan vitamin A, C, dan E juga perlu ditingkatkan selain vitamin D karena perannya dalam
proses pembentukan tulang. Kadar vitamin C dalam serum remaja cukup rendah (Dep. Pertanian AS,
Guenter dkk,1986), terutama mereka yang memantangkan sayur dan buah, serta perokok.
Kehamilan Usia Remaja
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang berlangsung pada usia 11-18 tahun. Angka kejadian
kehamilan pada usia remaja cukup tinggi dan kini bahkan cenderung meningkat. Di Amerika Serikat (NCHS,
1985), ada sekitar 1 juta remaja hamil setiap tahun (dua pertiga, atau sekitar 60% hamil di luar nikah).
Sekitar 400 ribu orang hamil pada usia kurang dari 18 tahun, 30 ribu lainnya sebelum berumur 15 tahun.
Celakanya, 79% dari mereka baru beberapa kali (bahkan ada yang baru sekali) mengalami haid.
Kehamilan remaja terkait erat dengan ketergesaan para belia mempraktikan hubungan
(ekstramarital) seksual. Sekita 1,4 juta (30%) remaja putri (National Fertility Survey, 1989) yang berusia
antara 15-19 tahun telah melakukan hubungan seksual yang menyebabkan kehamilan. Sekitar 57% dari
kehamilan ini tidak terencana, kemudian dituntaskan melalui pengguguran sebanyak 40%. Sekitar 200 ribu
kasus (99% berlangsung di negara yang sedang berkembang) menjalani proses aborsi gelap yang ditangani
oleh tenaga tidak terlatih sehingga rediko kematian meningkat menjadi 100-500 kali . sementara sisanya
melahirkan dengan seksia sesarea (NCHS, 1985).
Kehamilan yang terjadi pada usia remaja bukan hanya “bermasalah” karena kematangan fisik dan
psikis belum sempurna, tetapi juga karena pendidikan rendah, sosialisasi kurang, konflik dengan keluarga
(termasuk mertua), kecemasan, dan “lenyapnya” sumber keuangan (terutama mereka yang lari dari
rumah).
Remaja putri yang mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk berisiko melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah sebesar 2-3 kali lebih besar dibanding mereak yang berstatus gizi baik, dan
kemungkinan bayi mati sebesar 1,5 kali (NCHS, 1986).
Angka kematian maternal yang berusia 10-14 tahun 5 kali lebih besar dari mereka yang berusia 20-
24 tahun. Remaja yang berumur 15-19 tahun menunjukkan angka kematian 2 kali lebih besar. Jika
dibandingkan dengan negara-negara yang sudah maju, angka kematian maternal di Indonesia 40-50 kali
lebih tinggi (Soejoenoes, 1992)
Bayi yang dilahirkan oleh remaja putri menunjukkan angka mortalitas 34 % lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh wanita yang telah berusia 25-34 tahun. Lebih rinci
dijelaskan bahwa angka kematian bayi yang dilahirkan oleh remaja yang belum berusia 18 tahun lebih tinggi
25-34%, sementara jika usia mereka telah mencapai 18-19 tahun, kasus kematian itu turun samapi angka
13%.
Diluar masalah tepat atau tidaknya angka yang dilaporkan oleh WHO ini, masih harus pula dicatat
angka kesakitan yang harus ditanggung seumur hidup. Dari sekitar 150 juta kehamilan ang terjadi setahun.
WHO memperkirakan 62 juta orang mengalami kecacatan seumur hidup, dan kecacatan itu lebih banyak
terjadi pada remaja. Terlalu muda menikah, dan hamil terlalu dini melemahkan kesehatan remaja putri.
Keadaan ini, di sebagian negara tidak jarang diperberat oleh perlakuan seksual yang menyimpang, tempat
aborsi tidak legal dan tidak aman, serta ketertularan penyakit kelamin.
Partus macet, yang lazim terjadi pada remaja yang hamil segera setelah mengalami menarche,
mengantarkan para remaja (hamil) ke gerbang penderitaan yang lebih memilukan. Trauma akibat partus
macet menimbulkan fistula vesicovaginale dan/atau rectovaginale; dan kedua kondisi ini bukan hanya
mengakibatkan inkontinensia urine serta feses dan iritasi, tetapi juga (ini yang paling ditakuti) penolakan
sosial. Para istri yang menderita penyakit ini tidak sedikit yang diceraikan oleh suami.
Angka perkawinan usia remaja di Indonesia memang tidak sebesar negara sedang berkembang
lainnya. Menurut data UNFPA (1991), persentase remaja yang menikah pada usia 15-19 tgahun hanya
sebesar 18,3%; jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Bangladesh (48,1%), apalagi Mali (71,5%). Namun
demikian, angka ini tidak menggambarkan kehamilan yang terjadi pada usia remaja.
Jika mengacu pada penelitian Muninjaya (1993) di Bali, 22-26% remaja putri tidak lagi menganggap
hubungan seksual pranikah sebagai perbuatan dosa; dan sekitar 26% remaja putri di Manado, Bali, serta
Yogyakarta pernah melakukan hubungan seksual (Yayasan Kusuma Buana dan BKKBN, 1993) tanpa
menggunakan alat kontrasepsi (90%); wajar saja jika kasus kehamilan remaja ini semakin marak.
Sebagian hasil konsepsi ini, sekitar 12 juta bayi kemudian terlahir dari rahim remaja setiap tahun.
Selebihnya, jumalh yang bahkan lebih banyak (kira-kira 20 juta), digugurkan oleh tenaga yang tidak ahli di
ruangan aborsi ilegal. Proses yang tidak higienis ini pada akhirnya membunuh sekitar 13% dari 600 ribu
kematian setiap tahun (UNDP/UNFPA/WHO/World Bank, 1998).
Proporsi remaja yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilan, bukan melanjutkan, juga
cenderung meningkat, terutama mereka yang baru berusia 15-17 tahun. Di negara yang menyetujui aborsi,
jumlah peserta aborsi antara 5 per 1000 (Belanda) sampai 44 per 1000 (USA). Di negara tempat aborsi
diharamkan, angka tersebut diperkirakan 25% (Malaysia) dan 10% (Thailand), sementara Indonesia belum
ada data.
Alkohol, rokok, obat psikoaktif, pergeseran nilai moral tampaknya hampir selalu terkait dengan
kehamilan remaja. Usia pertama mencoba alkohol di tiap negara berbeda-beda. Hasil penelitian di luar
Indonesia menunjukkan angka rata-rata 13 tahun. Sementara di Indonesia, meskipun angka yang pasti
belum ada, media massa banyak menuliskan berita tentang siswa SMP yang tertangkap sedang menenggak
minuman beralkohol. Lebih celaka lagi, “pesta alkohol” tersebut tak pernah sepi dari asap rokok.
Dampak negatif yang diakibatkan oleh alkohol, antara lain difisiensi vitamin B, terutama B1, B12, dan
asam folat. Sementara pasa usia remaja kebutuhan akan vitamin ini sendiri meningkat. Defisiensi vitamin B1
mengakibatkan degenerasi jaringan saraf dan otot. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat menyebabkan
anemia yang selanjutnya menimbulkan diare, depresi, sakit kepala, dan kelelahan hebat yang
berkepanjangan. Sayang sekali, vitamin dosis tinggi tidak mampu mengoreksi kekurangan ini. Terhadap
janin, alkohol mengakibatkan kecacatan, dan berat badan lahir rendah, atau lahir mati sementara bagi ibu,
zat ini menyebabkan kemandulan, keguguran, dan histerektomi.
Ibu hami perokok beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi lahir mati
(perokok sigaret lebih dari 20 batang sehari dapat mengalami abortur spontan), serta bayi yan memiliki
masalah pada jantung, paru dan CNS. Jika ibu tersebut perokok sekaligus pengguna kontrasepsi oral,
kematian akibat stroke menjadi 22 kali, dan kematian akibat kelainan jantung 20 kali lebih tinggi ketimbang
mereka yang bukan pengguna kedua zat tersebut.
Secra fisik, remaja masih terus tumbuh. Jika kemudian mereka hamil, kalori serta zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhna harus dihitung dan ditambahkan ke dalam kebutuhan kalori selama hamil.
Jumlah kalori yang diperlukan bergantung pada kecepatan pertumbuhan dan pertambahan berat badan.
Jika berat badan seorang remaja perlu ditambah 5 kg dalam satu tahun, setidaknya dibutuhkan energi
sebanyak 25.000 kkal.
Penghitungan Kebutuhan Energi
Dalam menentukan kebutuhan akan kalori, penentuan usia ginekologik lebih penting ketimbang
usia kronologis. Sebab, pertumbuhan linier belum optimal sebelum mencapai usia ginekologik 4-5 tahun.
Usia ginekologik adalah jumlah tahun yang dihabiskan setelah seorang perempuan mengalami
menstruasi pertama (menarche) . penambahan berat badan dari usia ginekologik selama 1-5 tahun
berturut-turut adalah 4,8 kg (tahun I), 2,8 kg (tahun II), 1,0 kg (tahun III), dan 0,8 kg (tahun IV-V). Dengan
demikian, jika seorang perempuan baru sekali datang haid, dan kemudian hamil, selama kehamilannya dia
bukan saja harus menambah berat badan sebanyak 10-12 kg, tetapi juga harus ditambah dengan
penambahan berat badan pada usia ginekologis pertama; yaitu 3,8 kg (angka 3,8 diperoleh dari perkalian
9,5/12 x 4,8 kg; 9,5 adalah masa hammil jika dihitung dengan kalender bulanan, dan angka 12 adalah
jumlah bulan dalam setahun).
Bergantung pada berat dan tinggi badan sebelum hamil, anjuran pertambahan berat badan total
selama hamil ialah (1) 12,5-18 kg jika BMI <19,8; (2) 11,5-16 kg jika BMI = 19,8-26,0; dan (3) 7-11,5 kg
manakala BMI >26-29.
Pengembangan Perilaku Makan Sehat Semasa Remaja
Tidak sedikit survei yang mencatat ketidak cukupan asupan zat gizi para remaja. Mereka bukan
hanya melewatkan waktu makan (terutama sarapan) dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat
senang mengunyah junk food (Johnson dkk, 1994). Disamping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah
memaksa mereka untuk mengurangi jumlah pangan yang seharusnya disantap ( Brownel KD dan Rodin J,
1994). Sayang sekali, memang diet tersebut disusun berdasarkan data yang semata diperoleh dari bisik-
bisik dengan teman sebaya, bukan hasil konsultasi dengan para ahli di bidangnya. Dnegan demikian,
jelaslah bahwa kebiasaan pangan para remaja tidak berkaitan dengan pengetahuan mereka tentang gizi
(Guillen EO dan Barr ST, 1994). Berikut anjuran untuk menciptakan pola kebiasaan pangan yang baik pada
remaja :
1. Mendorong para remaja untuk menikmati makanan, mencoba makanan baru, mengonsumbsi
beberapa makanan di pagi hari, makan bersama keluarga, menyeleksi makanan jajanan yang
bergizi, dan sesekali (jika keuangan memungkinkan) mengundang teman untuk makan malam
bersama.
2. Menggariskan tujuan untuk setidaknya sekali dalam sehari membuat waktu makan menjadi saat
yang menyenangkan untuk berbagi pengalaman di antara anggota keluarga.
3. Mengetahui jadawa kegiatan remaja sehingga waktu makan (bersama) tidak berbenturan dengan
kegiatan (yang menurut mereka sangat penting) mereka.
4. Menyiapkan data dsar tentang pangan dan gizi sehingga remaj dapat memutuskan jenis makanan
yang akan dikonsumsi berdasarkan informasi tersebut.
5. Memberikan contoh khas tentang cara mempraktikkan pengetahuan tersebut.
6. Memberikan penekanan tentang manfaat makanan yang baik, seperti perbaikan bitalitas dan
peningkatan ketahanan fisik.
7. Membenarkan pilihan pada makanan camilan bergizi, dan secara berkesinambungan menjelaskan
kekeliruan mereka yang (masih) memilih makanan tidak bergizi.
8. Menyimpan hanya kudapan bergizi di lemari es
9. Melatih tanggung jawab remaja dalam hal perencanaan makan, pembelanjaan, pemasakan, dan
penanaman.
Beberapa remaja cenderung menabukan jenis makanan tertentu. Sikap ini “terbentuk” karena sifat
remaja memang memang sering “mencoba” hal baru (terlebih jika hal tersebut mempunyai bobot religius),
dan dapat melekatkan ciri khusus pada diri mereka. Vegetarian adalah satu contoh “bau religius” tersebut.
Masalah ekonomi, ketergantungan pada alkohol, tembakau, dan ketagihan obat turut
memperbutuk pola makan yang “telah buruk” itu. Rokok dapat mengurangi nafsu makan, menyempitkan
pembulu darah jantung saluran cerna sehingga mengganggu proses penyerapan. Obat jenis tertentu
berkemampuan mengganggu tumbuh kembang janin.
Pengaruh buruk alkohol terhadap janin, fetal alcohol syndrome, melanda hampir 1200 bayi di
Amerika Serikat. Sindrom ini terdiri atas retardasi pertumbuhan pra dan pascalahir, ketidaknomalan sistem
saraf pusat anomali wajah, serta peningkatan insidensi defek lahir lain. Insidensi sindrom ini terdapat pada
10 % wanita yang mengonsumsi 1,5-8 prosi alkohol/minggu, dan 30-40% wanita yang mengonsumsi >8
porsi alkohol/minggu. Satu porsi alkohol adalah ukuran baku 355 cc sebesar bir atau anggur 148 cc.
Kopi dan kafein tidak menimbulkan pengaruh teratogenik pada manusia. Namun, kadarnya yang
melebihi 300 mg/hari dapat menyebabkan rendahnya berat badan lahir. Karena itu, ibu hamil dianjurkan
(jika kebiasaan minum ini tidak terelakkan), mengurangi konsumsi zat itu sampai di bawah 300 mg per hari.
Sumber kafein antara lain kopi tubruk ( 125 mg/237 cc ), kopi panas (90 mg), teh (70 mg), cokelat panas
atau kokoa (25 mg), dan minuman kola (50 mg).
Sindrom Prahaid (Premenstrual Syndrome)
Sindrom prahaid (sekumpulan gejala yang berkaitan dengan siklus menstruasi) ialah salah satu dari
sekian banyak “kerugian” terlahir sebagai perempuan. Sindrom ini mengganggu sekitar 30-40% perempuan
usia reproduksi. Kasus terberat mencederai sekitar 2% wanita berusia 26-35 tahun. PMS ditandai oleh
gejala khas yang timbul 7-14 hari sebelu seorang perempuan mengalami haid. Gejala PMS meliputi
pengurangan energi, mudah marah, nafsu makan tingi, banyak bertumbuhan jerawat, serta pertu
kembung. Dimenore diyakini juga punya peran terhadap keparahan PMS. The American Psychatric
Association (1994) membabtis PMS (utamanya PMS berat) sebagai Premenstual Dysphoric Disorder (PMDD)
karena sebagian penanganan yang efektif masuk ke dalam ranah psikiatri.
Istilah Premenstrual tension sering mengganti istilah PMS, yang merupak pencerminan
ketidakseimbangan estrogen progesteron, utamanya reaksi terhadap peninggian estradiol. Sesuai ovulasi,
pada paruh kedua siklus haid, kadar progesteron dan estrogen biasanya bertambah, meskipun estrogen
tidak meningkat terlalu tinggi. Estrogen mengikat garam dan garam menggandeng air, yang selanjutnya
menyebabkan retensi air. Retensi cairan di dlam otak berakibat sakit kepala, sementara dibagian tubuh lain
menimbulkan rasa lelah berlebiha. Gejala afektif PMS, pada kasus PMDD, mirip sekali dengan gejala
depresi. Perbedaan antara PMDD dan depresi ialah depresi pada PMDD hanya menggejala pada fase
prahaid.
Perubahan ini berpengaruh terhadap retensi ari yang menimbulkan rasa penuh dalam uterus
(termasuk jaringan tubuh lain). Gejala lain yang diduga berlatar belakang retensi air ini ialah kembung,
payudara mengeras dan terasa sakit, lemah, sakit kepala, emosi labil, depresi, sakit punggung, dan nyeri
panggu. Gejala ini akan lenyap sepanjang periode penekanan terhadap siklus ovarium, yakni selama
amenore hipotalamus akibat berkegiatan fisik terlalu berat, stress gizi, selama amenore menyusui
kehamilan, dan seusai menopause.
Etiologi
Banyak kondisi atau faktor yang campur tangan dalam keterjadian PMS seperti keberlebihan
estrogen, kekurangan progesteron, alergi hormon endorgen, metab prostaglandin abnormal, deperesi
terhadap siklus haid, kekurangan serotonin, kekurangan vitamin/mineral, infeksi, toksin endometrium,
hiperprolaktinemia, retensi cairan, hipoglikemia, dan psikogenik. Rendahnya kadar progesteron dituding
sebagai penyebab utama keerjadian PMS. Sebernarnya, faktor yang berkaitan dengan PMS ialah peninggian
rasio estrogen terhadap progesteron, dari 5 menjdai 10, persis sebelum menstruasi terjadi (MR Munday et
al., 1981 dan KT Barnhart, 1995). Riset (F Facchinetti et al., 1985 dan CJ Chuong, 1995) membuktikan bahwa
peningkatan rasio ini terkait dengan penurunan kadar endorfin otak. Endorfin otak diketahui berpengaruh
meningkatkan perasaan senang.
Peningkatan kadar estrogen berdampak memperburuk defisiensi vitamin B6 (kadar vitamin B6
penderita depresi memang telah rendah) yang telah ada, terutama pada pengguna kontrasepsi (atau
memang tengah menjalani HRT / Hormone Replacement Therapy dengan estrogen) berbasis estrogen.
Keberhasilan estroen juga berimbas dengan menambahnya kadar hormon prolaktin sehingga menyebabkan
rasa nyeri pada buah dada, dan fibrocyatic breast disease. Perbaikan kadar vitamin B6 terbukti berfaedah
menghapus gejala PMS.
Pertambahan kadar estrogen juga berdampak pada pemekatan konsentrasi aldosteron, hormon
yang berkhasiat meretensi air dan natrium. Perubahan ini menyebabkan rasio estrogen terhadap
progesteron meninggi. Peniggian rasio ini menyebabkan perubahan endomorfin, prolaktin, dan aldosteron
yang kesemuanya memperburuk gejala fisik dan psikis PMS.
Kekurangan berbagai zat gizi, vitamin dan mineral tertentu misalnya. Diteliti berkaitan dengan PMS
(CJ Chuong dan EB Dawnson EB, 1992). Defisiensi kalsium, magnesium, mangan, bitamin B dan E, dan asam
linoleik, serta metabolitnya berkaitan dengan PMS (M Mira, 1988; MS Seeling. 1993; JG Penland dan PE
Johnson, 1993). Diet yang kaya akan gula, minuman berkafein, dan alkohol dalam jumlah besar juga
menjadi kontributor terjadinya PMS. Jika dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami PMS, para
pengidap PMS pada umumnya mengkonsumsi karbohidrat terolah 62% lebih banyak, gula terolah (refined
sugar) 275% lebih banyak, susu dan hasil olahannya 79% lebih banyakm natrium 78% lebih banyakn:
sementara besim mangan, serta seng masing-masing 53%, 77%, dan 52% lebih sedikit (GE Abraham, 1983).
Atas dasar ini pulalah E Frachiewiez (2002) menganjurkan intervensi suplementasi zat gizi tertentu, tentu
saja zat gizi yang terdeplesi itu dimasukkan ke dalam pola pengobata PMS.
Namun penyebab PMS sesungguhnya velum terjelaskan. Peran hormon ovarium dalam
penggejalaan PMS masih dipenuhi tanda tanya, meeskipun gejala akan lenyap dengan sendirinya bila
obulasi ditekan (EW Freeman et al., 1997). Berbagai kajian (K Wyatt et al., 2000 dan ACOG Practice Bulletin,
2000) membuktikan peningkatan kepekaan terhadap progesteron di antara mperempuan penderita
defisiensi serotinin; tetapi mekanisme ini tidak dapat menjelaskan keterjadian PMS pada semua kasus
karena sebagian penderita tidak mempan diobati dengan selective serotonin reuptake inhibitors. Dalam
kasus ini, keterlibatan defisiensi prostaglandin dan faktor genetik perlu diperhitungkan.
Gejala
PMS pada umumnya mulai menampakkan gejala pada kisaran usia 25-35 tahun. Penampakan gejala
di setiap pengidap amat variatif sehingga diagnosis pasti tidak mudah ditegakkan. Pola gejala pada seorang
penderita pun tidak sama: bervariasi dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, bahkan tahun. Namun, gejala
PMS pada umumnya ialah rasa cemas, perasaan tidak menetu, mudah marah, tegang, skit kepala, makan
santapan manis berlebihan, peningkatan napsu makan, pusing, kelelahan, berta badan bertambah
(biasanya seminggu atau dua minggu sebelum mulai haid sehingga penderita merasa lebih “gendut”), edem
pada ekstermitas,
Tabel. 5.1 Gejala Umum Sindrom Prahaid
Gejala Fisik Sakit kepala, payudara kencang dan terasa nyeri, sakit punggung, perut kembung dan
sakit, berat badan bertambah, ekstremitas sembab, retensi air nausea, nyeri otot serta
persendian.
Gejala Psikis Mudah marah, depresi sering menangis dengan berlimpah air mata, cemas susah
berkonsentrasi, bingung, pelupa, susah diam, merasa kesepian, kehilangan rasa percaya
diri dan tertekan
Gejala Perilaku Rasa lelah, insomnia, pusing, ketertarikan seksual berubah, makan banyak seperti
ngidam
Payudara sakit, perut kembung, depresi dan mudah lupa. Singkatnya PMS menggejala secara fisik, psikis
dan bahkan spiritual ( liat Tabel 5.1 Gejala Umum Sindrom Prahaid)
Dokter sebaiknya meluangkan waktu untuk menyiapkan gejala PMS sebagai bagian yang tak terpisah dari
anamesis tentang riwatat haid dan reproduksi. Penderita PMS biasanya mengisahkan prestasi bagus
mereka baik sebagai pekerja maupun ibu rumah tangga, namun pada satu ketika tiba-tiba dia (atau
mereka) bangun (lazimnya 7-10 hari sebelum dara haid mengalit) dengan rasa marah, cemas, dan sedih
yang nyaris tak terkendali. Gejala akan terus memburuk hingga haid terjadi.
Kecepatan perletupan gejala biasanya amat variatif. Sebagian besar perempuan mengaku telah
mulai didera oleh PMS segera setelah ovulasi terjadi (sekitar 2 minggu sebelum haid menampakkan
wujudnya) sehinga mereka dilanda “kegilaan” ini selama 3 minggu. Praktis tersisa hari-hari baik sebanyak
satu minggu. Pertemanan di tempat kerja biasanya merenggang bahakan retak jika pola ini berlangsung
berkepanjangan.
PMS tertali dengan ovulatory menstrual cyles. Jika sindrom ini menggejala pada mereka yang
tengah menggunakan kontrasepsi oral, berarti preparat hormonal yang terkandung di dalam tablet KB itu
boleh diyakini sebagai penyebab; dan modifikasi formula biasanya berbuah perubahan gejala (T Backstrom
et al., 1992). Pengidap PMS kerap pula menampakkan peningkatan fungsi tiroid, yang dimungkinkan oleh
gangguan aksis hypothalamic-pituitary-thyroid (SS Girdler et al., 1995).
Gejala PMS dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu: PMS A, C, D, dan H (Prevention Health Books,
1996). Kecemasan, mudah marah, emosi labil terkumpul dalam premenstrual syndrome A (A=anxiety).
Gejala ini terkait dengan kelebihan hormon estrogen yang dibarengi oleh kekurangan progesteron.
PMS-C (C=carbohydrate craving) mencakup gejala seperti peningkatan napsu makan, rakus
terhadap gula, sakit kepala, lelah, mudah pingsan dan palpitasi jantung. Gejala ini, meski mekanismenya
belum terjelaskan tertali dengan keberlebihan respons insulin terhadap konsumsi gula.
PMS-D (D=depression) ialah golongan yang paling jarang eksis. Perkembangan depresi terhubung
dengan rendahnya kadar estrogen yang berimbas pada peningkatan pemecahan neurotransmiter dalam
otak
PMS-H (H=hyperhydration) dengan tanda khas, yaitu berat badan bertambah lebih dari 1,5 kg,
perut kembung dan rasa tidak nyaman, payudara mengeras dan sakit bila tersentuh, dan terkadang disertai
pula oleh pembengkakan muka, tangan, dan lengan.
Meskipun begitu, tidak ada tanda fisik yang khas ditemukan pada pengidap PMS. Penderita
umumnya menampakkan gejala tipikal: cemas, marah, atau berurai air mata ketika mengutarakan
keluhannya. Pemeriksaan menyeluruh, termasuk eksaminansi ginekologik, mesti dilakukan untuk
mneyingkirkan kemungkinan penyakit fisik. Kelelahan boleh jadi disebabkan oleh anemia, leukimia,
hipotiroid, atau defiseinsi kalium akibat diuretik. Sakit kepala mungkin dilatar belakangi oleh lesi
intrakranial. Pada kenyataannya, pasien PMS memang terperiksa mengidap tumor otak, anemia, leukemia,
gangguan fungsi tiroid, gangguan saluran ccerna, tumor pelvis (RL Reid dan SS Yen, 1983).
Diagnosis
Tidak sedikit wanita menganggap kalau gejala PMS yang menjangkiti mereka sebagai sesuatu yang
normal. Oleh karena itu, anamesis mendlam riwayat sosiomedik yang disertai pengamatan pola gejala
melalui “buku harian” (lihat “Buku Harian Gejala Sindrom Prahaid”) selama setidaknya satu hingga empat
bulan (berarti 1-4 siklus haid) mutlak diperlukan.
Tehe American College of Obstertrics and Gynecology (ACOG) mengajurkan penegakan diagnosis
PMS berdasarkan kriteria diagnosis yang dikembangkan oleh University of California di San Diego dan the
National Institute of Mental Health (ACOG Practice Bulletin, 2000 dan B Kessel, 2000). University of
California San Diego menawarkan kriteria berikut (1) peningkatan internsitas gejala prahaid sebesar 30%,
diukur dengan instrumen baku, mulai hari kelima sampai kesepuluh siklus haid dengan interval enam hari
sebelum haid bermula; dan (2) catatan harian perubahan ini selama paling sedikit dua kali siklus (lihat
contoh “Buku Harian Gejala Sindrom Prahaid). Sementara National Institute of Mental Healt menetapkan
kriteria diagnosis berdasarkan gejala somatik dan afektif yang muncul selama 5 hari sebelum haid terjadi
yang diamati paling sedikit 3 kali siklus haid. Gejala somatik mencakup nyeri payudara, perut kembung,
sakit kepala, dan edema ektremitas. Gejala afektif meliputi depresi, mudah marah,k cemas, bingung, dan
menarik diri dari pergaulan sosial. National Institute of Mental Health meyaratkan penemuan setidaknya
satu gejala somatik dan satu aektif sebagai dasar penegakan diagnosis (semua gejala somatik dan satu
afektif sebagai dasar penegakan diagnosis (semua gejala ini mereda mulai hari keempat hingga ketigabelas
siklus haid).
Buku harian Gejala Sindrom Prahaid
Harian dalam kalender 1 2 3 4 5 6 7 Dst...hingga 30 atau 31
Gejala
Tegang atu perasa
Mudah marah
Cemas atu nervus
Depresi atau penyusah
Mudah marah
Mudah menangis
Pertemanan terganggu
Llelah atau tak bertenaga
Insonmia
Minat seksual berubah
Makan berlebihan (carving)
Susah berkonsentrasi
Rasa gembira berlebihan
Sakit kepala
Payudara bengkak atau sakit
Nyeri punggung
Sakit perut
Sakit otot dan sendi
Bertambah berat badan
Nausea
Lain-lain (jabarkan)
Keterangan :
Isilah gejala yang ada sesuai dengan tanggal. Derajat keparahan gejala di kelaskan menjadi empat, yaitu: 1
(tidak ada gejala), 2 (ringan), 3 (sedang), dan 4 (berat). Ringan: jika gejala itu ada, tetapi tidak mengganggu
kegiatan. Sedang: gejala ada, mengganggu kegiatan, tapi tidak melemahkan (hanya sehari dalam sebulan).
Berat: mengganggu kegiatan, serta melemahkan (≥2 hari dalam sebulan).
Skor: 0-10 (sangat ringan), 11-18 (ringan), 19-30 (sedang), ≥ 31 (berat)
Pada prinsipnya, diagnosi PMS atau PMDD baru bisa ditegakkan setelah berbagai gejala fisik dan
psikis yang tak terkait kedua kelainan ini tersingkirkan. Diagnosis banding PMS seperti gangguan afektif
(depresi, cemas, panik, distimia), anoreksia, bulimia, anemia, dismenore, penyakit kronis (diabetes melitus),
endometriosis, hipotiroidism, penggunaan pil KB, perimenopouse dan gangguan kepribadian.
Penanganan
Telah ditulis diatas kalu rasio estrogen terhadap progesteron pengidap PMS berubah sehingga
perlu seera diperbaiki. Pembenahan rasio estrogen terhadap progesteron secara alami terdiri atas
modifikasi diet, perubahan gaya hidup, serta pemberian suplementasi; yang kesemuanya berujung sebagai
peredaan gejala. Meskipun, penyembuhan PMS mesti dirancang dalam satu paket yang terdiri atas
perubahan gaya hidup, pemberian suplementasi zat gizi, pemberian obat, psikoterapi, serta pengobatan
komplemen lain (lihat juga tabel “Inti Pengobatan PMS”).
Konsep penganganan PMS dengan diet ialah (1) tidak pernah melewatkan waktu makan. Agar kadar
gula darah tidak mengalami fluktuatif. Akan lebih baik jika penderita PMS mengkonsumsi makanan
bervolume lebih kecil, tetapi dengan frekuensi lebih seing. (2) harus diperhatikan bahwa kebutuhan akan
kalori bertambah sebesar 500 kkal ketika orang telah berada pada fase prahaid. (3) makanlah 2 kali camilan
per hari sebagai penambah 3 kali santap utama. (4) mengkonsumsi protein pada setiap makan malam dan
santap malam. (5) pertahankan konsumsi susu dan hasil olahannya serendah mungkin. (6) mengurangi
konsumsi lemak dan gula. (7) meminum 8 gelas air sehari. (8) memastikan adan mengkonsumsi paling
sedikit 3 porsi buah dan sayuran, sebaiknya yang berdaun hijau. (9) menjauhi penggunaan refined sugar
dalam jumlah besar, misalnya permen, kue kering dan biskuit. (10) meminimalkan asupan garam. (11)
memastikan kalu makan anda cukup mengandung magnesium, besi, seng, kromium, asam lemak essensial,
dan vitamin B, C, serta E; dan menyantap ikan paling sedikit 2 kali seminggu. (12) menambah asupan
karbohidrat kompleks. (13) menghindari kafein yang biasanya terkandung di dalam kopi, teh, minuman
cola, dan cokelat.
Pengubahan gaya hidup yang terbukti berkhasiat meredakan PMS ialah olahraga, diet, dan
menghindari stres. Olahraga teratur berfungsi memperbaiki kenyamanan sembari mengembalikan ras
percaya diri. Situasi stres berkaitan dengan pemburuhan gejala PMS; menjauhi stres pada masa prahaid
adalah jalan terbaik agar tidak terjerat PMS. Jika anda perempuan pengidap PMS dengan membiasakan diri
untuk bersantap secara teratur dengan menu makanan yang mengandung karbohidrat berkadar serat
tinggi, kadar gula darah anda akan mudah distabilkan. Pengurangan asupan kafein (kopi, teh, atau
minuman cola), akan mereduksi rasa cemas, sakit kepala, serta nyeri payudara; disamping menyenyakkan
tidur. Asupan garam termasuk komponen yang harus pula dikurangi (cukup 3gr sehari) demi mencegah
retensi cairan.
Jika anda penyuka minuman beralkohol dan merasa capek berat, cobalah mengurangi asupan
alkohol.
Diet ialah inti pengobatan dalam jangka panjang. Strategi pendekatan diet mencakup perancangan
makan sehat (seimbang ), sembari mengurangi asupan gula, garam, kafein, dan lemak hewani. Banyak zat
gizi diperlukan dalam penaganan ini, namun hanya dua komponen yang terpenting yaitu vitamin B6 dan
magnesium. Vitamin B6 berpengaruh diuretik (bekerja di ginjal) sehingga berdaya menyurutkan retensi air.
Vitamin ini juga berfungsi sebagai kofaktor dalam proses detoksifikasi estrogen di dalam hati; di samping
berperan pula sebagai kofaktor dalam sintesis neurotransmiter pengatur suasanan perasaan, serta kofaktor
pembentuk hormon prostalglandin. Vitanmin B6 bekerja bahu-membahu dengan vitamin B lain seperti
niasin, asam folat, dan sanokobalamin (MK Berman, 1990 dan J Kliejnen J et al., 1990).
Magnesium diberikan karena penderita PMS terbukti mengalami kekurangan magnesium.
Kekurangan magnesium di dalam sel berdampak sebagai, antara lain, PMS. Pada berbagai sistem enzim,
magnesium bekerja sama dengan vitamin B6, yang menyiratkan kemanfaatan dalam penanganan PMS. Atas
dasar ini, vitamin B6 sebanyak 300-400 mg dan magnesium 200-400 mg sehari ( A Stewart, 1987 dan RS
London, 1991). Namun tidak semua gejala PMS bisa terobati oleh magnesium. Berdasarkan hasil kajian AF
Walker dkk (1998), hanya gejala berlatar belakang retensi cairan (misalnya: perut kembung) yang bisa
diredakan oleh magnesium.
GE Abraham (1983) mengemukakan tingginya konsumsi susu sebagai faktor penyebab PMS
menggejala. Alasanya : persenyawaan kalsium, vitamin D, dan fosfor yang terkandung bersamaan di dalam
susu mengganggu penyerapan magnesium. Namun, peneliti lain (S Thys-Jacob et al., 1989; JG Penland dan
PE Johnson, 1993) membuktikan kalau pemberian suplementasi kalsium 1000 mg hingga 1300 mg justru
berhasil menghapus sebagaian gejala PMS. Suplementasi kalsium dan magnesium secara bersamaan
masing-masing sebanyak 1300 mg dan 5,6 mg terbukti memperbaiki suasana perasaan, konsentrasi, dan
perilaku. Kalsium itu sendiri ternyata berkhasiat memperbaiki kerusakan pola hormonal, kadar
neurotransmmiter, serta ketanggapan otot polos. Kajian lebih baru yang bersifat multisenter (S Thys-Jacob
et al., 1998) membuktikan keefektifan elemen kalsium (sebagai indikator) dengan dosis 1200 mg dalam
mereduksi depresi, retensi air, rasa nyeri, kelelahan yang parah, insomnia, serta food craving.
Kalsium dan PMS memang telah lama terhubung. Keterhubungan gangguan kalsium tingkat sel dan
kekacauan afektif telah terlacak puluhan tahun silam (PG Weston dan MQ Howard, 1922): perubahan kadar
kalsium ekstrasel berpengaruh terhadap daya keterangsangan (eksitabilitas) jaraingan neuromuskuler.
Ketidakstabilan mental, perasaan marah, cemas, dan mania diketahui berkaitan dengan keadaan
hipokalsemia; sementara kondisi hiperkalsemia terperiksa bersampingan dengan penderita depresi (S Thys-
Jacob et al., 1998).
Suplemen zat gizi lain (vitamin A, atau E) berfaedah dalam mengurangi gejala PMS, meskipun
kajian ilmiah tentang pembernarannya masih kontroversial. Suplementasi dengan kalsium, magnesium, dan
mangan membuahkan bukti khasiat peredaan ketidaknyamanan itu.
Meskipun begitu, defisiensi vitamin E sulit dibuktikan, pemberian suplementasi vitamin terhadap
pengidap PMS berbuah pembaikan fisik dan psikis yang bermakna (CJ Chuoan et al, 1990; MS Wallin dan
AM Rissanen, 1994). Pemberian suplementasi vitamin E sebanyak 400 IU sehari (selama 3 kali siklus haid)
terbukti berhasil meredakan beberapa gejala PMS, misalnya rasa tegang, sakit kepala, penat luar biasa,
insomnia, nyeri payudara, cemas, serta food carving. Vitamin diyakini mempertinggi sintesis hormon
progesteron yang mempengaruhi secara langsung pematangan dan kecepatan proliferasi terutama sel
payudara (RS London, 1984). Dengan dosis sebesar 400-600 IU sehari, sirkulasi hormon ini (juga fibrokistik
payudara) dapat dikendalikan.
Pengkonsumsian evening primrose oil sumber y-linolenic acid (prekusor pembentukan
prostalglandin) terbukti pula berkhasiat meredakan gejala PMS. Evening Primrose Oil (500 mg) terbukti
bermanfaat jika nyeri payudara adalah gejala utama PMS (SR Johnson, 1994). Retensi air, serta
ketertekanan perasaan bisa diredakan dengan kalsium sebanyak 1200 mg sehari.
Santapan yang kaya akan serat (berarti mengurangi asupan karbohidrat) dan mengandung sedikit
sekali lemak berkhasiat mereduksi kadar estrogen yang teralir dalam sirkulasi. Penyuka makanan kaya
serat, lazimnya kaum vegetaris, terperiksa mengekresikan estrogen 2 hingga 3 kali lebih banyak lewat tinja,
dan estrogen bebas dalam darah 50% lebih rendah ketimbang omnivora (BR. Goldin et al., 1982 dan SL.
Gorbach et al., 1987). Penelitian lain (C Longcape et al., 1987 dan MN Woods et al., 1989) membuktikan
bahwa jika perempuan mengurangi asupan lemak dari 40-25% kalori total sembari meningkatkan asupan
serat dari 12 menjadi 40 gr, akan berakibat menurunnya kadar estrogen darah sebesar 36% gejala PMS juga
susut meski hanya dengan penurunan asupan lemak.
Gambar 5.1 Bagan Diagnosis PMS dan PMDD
Buku harian gejala prahaid selama 2-3 siklus haid
Gejala pasien cocok dengan PMS?
Gejala pasien terbatas pada hanya fase luteal siklus haid?
Gejala mengganggu kegiatan harian?
\
tidak
Evaluasi kemungkinan gangguan fisik atau psikis yang lain
tidak
Ya
Ya
Ya
Evaluasi keparahan yang diacu pada kriteria diagnosi PMS dan
PMD
PMDDPMS
Selain itu, modifikasi diet yang ditujukan untuk menaikkan kadar triptofan, asam amino esensial
yang bertindak sebagai precursor serotonin, terbukti berkhasiat memperbaiki gangguan afektif sebelum
haid.
Makanan yang baik disantap bagi penderita PMS ialah sayuran dan buah segar setiap hari. Makan
utuh, bukan hasil pemrosesan, misalnyaroti yang terbuat dari biji gandum utuh, bebijian utuh, beras merah,
kacang. Daging lembu/sapi, ayam, dan ikan yang tak berlemak. Lemak tak henuh, misalnya minyak biji
matahari dan safflower. Susu rendah lemak (skimmed milk) dalam jumlah sedang, keju dan yoghurt rendah
lemak. Penderita PMS sangat dianjurkan minum banyak (2 liter), jus buah, teh herbal, teh, dan kopi bebas
kafein.
Santapan yang mesti dihindari ialah junk food, gula, kue kering, cokelat, madu, gula dalam teh dan
kopi; minuman berkafein: kopi, teh, coke, minuman ringan; alkohol, garam dalam masakan di meja makan
dan di makanan; lemak jenuh: dagin merah, makanan yang digoreng dengan lemak jenuh, dan mentega.
Meskipun belum dieliti secara luas, metilsantin dituding berkaitan dengan nyeri payudara prahaid;
sementara pengurangan asupan kopi terbukti berpengaruh kurat terhadap peredaraan ketegangan,
kecemasan dan insomnia (AM Rossignol et al, 1990).
Herbal yang terbukti bermanfaat meredakan PMS ialah angelica root, licorice root, black cohosh,
dan chasteberry; yang akan lebih baik jika dibarengi dengan pendekatan homeopathy. Namun, jangan
pernah terlupakan kalau ketida herbal ini mengandung coumarin, yang mempredisposisikan para penderita
untuk mengalami dermatitis akibat fotosensitif (photosensitivity-induced dermatitis), serta pendarahan
internal. Oleh karena itu, herbal jenis ini tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan antikoagulan (JR
McNeil, 1999).
Black cohosh telah digunakan bangsa Indian sebagai pereda kram di kala haid dan menopouse.
Preparat ini selain digunakan sebagai obat juga berkhasiat sebagai antispasmodik dan antinyeri, disamping
kemungkinana interaksi obat makanan belum pernah dilaporkan. Black cohosh mengandung komponen
triterpene atau saponin yang berperan sebagai komponen dalam sintesis progeteron, dan juga membantu
menghalangi pengaruh kelebihan estrogen pada uterus dan payudara. Mekanisme kerjanya yang lain ialah
menekan sekresi LH dengan cara berikatan dengan reseptor estrogen, namun tidak menimbulkan gangguan
terhadap FSH. Dosis anjuran pereda gejala PMS ialah 40-80 mg (mengandung 2,5% triterpene) 2 kali sehari
(E Scildge, 1964 dan L Limon, 2000).
Tabel 5.2 Inti Pengobatan PMS
Jenis Gejala utama Inti pengobatan
PMS-A Anxiety Mg 400-600 mg/hari (Mg sitrat). Vitamin B1 150-250mg/hari. Vitamin B6
200-300mg/hari. Progesteron. Hindari cokelat, pisang, dan keju keras.
PMS-C Craving Kromium 200-400 mcg/hari. Vitamin B6 200-300 mg/hari. Vitamin B1 150-
200 mg/hari. Vitamin C 6-8 gr/hari. Vitamin E 800 IU. Diet rendah gula.
Santap sedikit, tapi sering
PMS-D Depression Zn 20-60 mg/hari. Vitamin B6 100-300 mg/hari. Mg 400-600 mg/hari.
Triptofan 1-1,5 gr sebelum tidur atau 500 mg 2-3 kali sehari Kalsium
PMS-H Hyperhydration Kalium 1-2 gr/hari denganmakan yang kaya kalium. Vitamin B kompleks
dengan ekstra Vitamin B6 50-200 mg/hari. Magnesium. Kalium. Natrium
dibatasi (asupan NaCl dibatasi 3 gr/hari). Olahraga teratur. Hindari allergen
makanan, terutama gandum karena berpotensi memperberat. Hindari juga
merokok dan produk yang mengandung nikotin.
Angelica root telah digunakan sebagai penyembuh gejala penyembuh gejala penyerta menopause
(terutama hot flashes); pereda beberapa kondisi seperti nyeri haid, amenore, metrorrhagia; serta pemudah
kelahiran janin. Preparat ini bekhasiat sebagai penyangga tonus uterus: meningkatakan kontraksi awal
uterus untuk selanjutnya diikuti oleh relaksasi (M Harada et al., 1984). Selain menambah berak uterus
(pada tikus percobaan) serta memperbesar penggunaan glukosa fitoestrogenik. Penggunaan angelica root
sebaiknya dimulai pada hari ke-14 hingga haid tuntas.
Licorice root diyakini berkemampuan menurunkan kadar estrogen sembari meningkatkan
progesteron. Peninggian konsentrasi progesteron diperoleh akibat penghambatan enzim pemecah hormon
ini. Di samping itu, licorice juga berguna mengurangi retensi air dengan cara menghalangi kerja hormon
aldosteron terutama dampaknya terhadap hormon estrogen (RV Farese et al., 1991): preparat ini
menimbulkan efek dengan cara berkompetisi dengan aldosteron pada binding sites. Namun demikian, jika
licorice dosis tinggi dikonsumsi oleh mereka yang berkadar aldosteron normal dalam jangka lama, gejala
kelebihan aldosteron pun muncul: hipertensi akibat retensi natrium dan air. Untungnya, gejala ini bisa
dicegah dengan pemberian santapan berkadar kalium tinggi dan natrium rendah secara bersamaan. Oleh
karena itu, licorice jangan diberikan kepada mereka yang berlatar belakang riwayat hipertensi, gagal ginjal,
atau pengguna preparat digitalis. Licorice dianjurkan untuk mulai dikonsumsi pada hari ke-14 siklus haid
dan diteruskan hingga menstruasi berlangsung.
Pelemah estrogen lain ialah saoy isoflavone (fitoestrogen) yang dapat menempel pada reseptor
estrogen di (antara lain) jaringan payudara dan endometrium. Dengan demikian, preparat ini dapat
membantu memblok sebagian estrogen tubuh afar tidak masuk ke dalam jaringan itu, mengurangi stimulasi
berlebihan estrogen terhadap payudara serta uterus; disamping mempercepat detoksifikasi estrogen oleh
hati, dan memperlamabat sintesis estrogen dengan jalan mengahambat enzim estrogen sintase di jaringan
lemak. Melalui mekanisme ini, efek perbaikan gejala menopause, penopang kepadatan tulang, dan
peningkatan kesehatan reproduksi wanita akan diperoleh dengan pemberian soy isoflavone 45-75mg/hari
(A Cassidy et al., 1994 dan SM Patter et al., 1998).
Olahraga berkhasiat mengurangi kadar estrogen bebas yang teralir di dalam darah, dan
meningkatkan konsentrasi endorfin otak. Kesemua ini berimbas sebagai perbaikan suasan hati, selain
pengurangan rasa cemas, serta pereduksian rasa tertekan (WG Johnson, 1995).
Olaharaga pernah terbukti meredakan PMS seorang pelari sejauh 50 km dalam satu siklus haid (JC
Prior et al, 1983). Olahraga yang dianjurkan bagi kebanyakan penderita ialah jogging, bersepeda, dan
dancing bahkan taichi, dan yoga. Kedigjayaan olahraga meredakan gejala PMS boleh jdai dimungkinkan
karena suasana tempat olahra dilangsungkan membuat para pengidap PMS beroleh media penyaluran rasa
marah, atau paling tidak telah terjauh dari lingkungan rumah tangga (mungkin menimbulkan atau
memperberat tekanan).
Farmakologi
Pemilihan obat didasarkan pada keparahan pada keparahan gejala, serta damapk obat tertentu
terhadap gejala PMS. Gejala berat yang mengganggu mutu kehidupan, biasanya tidak mempan hanya oleh
intervensi diet, mesti digempur dengan obat. Keputusan untuk memilih obat hendaknya dibulatkan usai
menjalani diskusi mendalam dengan dokter yang menangani.
Preparat yang biasa digunakan ialah penghambat prostaglandin sintetase, pil antihamil (pil KB),
selective serotoni re-uptake inhibitor (SSRI), diuretika, dan preparat hormon. Penghambat prostaglandin
sintetase (prostaglandin synthetase inhibitors), sering pula ditulis sebagai antiradang, digunakan sebagai
pereda sakit kepala, serta rasa nyeri dan lelah yang muncul secara periodis. SSRI ialah preparat pengobat
depresi, yang amat bermanfaat manakal adiberikan bagi pengidap PMS yang bergejala utama gangguan
psikologis. Diuretika akan bermanfaat bagi penderita dengan gejala perut kembung dan berat badan
bertambah.
Pil KB diterima sebagai salah satu obat karena kemampuannya menyeimbangkan estrogen dan
progesteron. Preparat ini dapat menyembuhkan, namun bisa juga bertabiat sebaliknya: memperberat PMS.
Wanita pengidap PMS derajt ringan, kerap beroleh manfaat ketika diterapi dengan pil KB; tetapi bila obat
ini dihentikan, PMS tidak jarang kembali mendera. Sebaliknya, tidak sedikit pengidap PMS yang justru
mengeluhkan gejala semakin parah ketika pil KB digunakan. Hormon sintetis (komponen aktif terbanyak)
dalam tablet KB diyakini memiliki daya kerja jauh lebih kuat daripada hormon dalam tubuh sehingga
menyebabkan ketidak seimbangan hormonal.
Tabel 40.2 hasil temuan yang berkaitan dengan diet para remaja di Inggris
Ciri positif dari diet Ciri negatif dari diet
Serelia dan produknya merupakan sumber
utama energi
Konsumsi susu terbanyak pada kelompok
paling muda
Produk sereal juga berkontribusi terhadap
asupan lemak
Minuman berkarbonasi umumnya dikonsumsi
oleh kelompok paling tua
Asupan protein adekuat: anak sekarang lebih
tinggi dan lebih berat daripada pendahulunya
Buah-buahan populer di antara anak yang lebih
muda, tetapi konsumsi menurun drastis seiring
dengan bertambahnya usia
Asupan sebagian besar mikronutrien di atas
referensi asupan gizi (RNI), untuk sebagian
besar kelompok usia
Gula dari sumber selain susu mencakup 16,5%
dari energi (direkomendasikan 10%)
Sayuran hijau dikonsumsi oleh kurang dari 50%
remaja; sayuran mentah dan salad dikonsumsi
oleh sekita 50%
Anak yang lebih tua berisiko kekurangan
mikronutrien (asupan di bawah LRN)
Secara spesifik: semua vitamin pada kelompok
anak perempuan yang lebih tua, besi (50% dari
kelompok anak perempuan paling tua),
kalsium, kalium (15% dari kelompok anak laki-
laki paling tua), magnesium (18% dari
kelompok anak laki-laki paling tua), zink, dan
iodium
Tabel 40.3 Faktor yang mempengaruhi asupan gizi pada remaja di Inggris
Faktor Dampak
Kemandirian
Pertumbuhan
Penyakit dan
infeksi
Aktivitas
Tekanan dari
teman sebaya
Iklan
Memilih makanan sendiri, terkait dengan ketersediaan uang, penolakan terhadap
pengaruh orang tua
Nafsu makan sanagat berubah-ubah, karena laju pertumbuhan beruba-ubah pula
Kontak dengan anak lain disekolah mengakibatkan infeksi dan kehilangan nafsu
makan selama sakit
Mungkin menjadi kurang bergerak pada masa remaja
Dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam kebiasaan makan; mungkin mulai
merokok (meningkatkan kebutuhan antioksidan), minum alkohol (dapat menggeser
makanan bergizi tinggi dan mempengaruhi absorpsi folat, tiamin, vitamin C, dan
kalsium)
Makan berlemak dan makan bergula dipromosikan