29
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. DERMATITIS KONTAK a. Definisi Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respons terhadap pengaruh eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis yang disebabkan oleh bahan ataupun substansi yang menempel pada kulit. b. Etiologi Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh: detergen, asam basa, oli, semen), fisik (contoh : sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur), dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.

Tinjauan Pustaka DKA DKI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dka

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka DKA DKI

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DERMATITIS KONTAK

a. Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respons

terhadap pengaruh eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis

berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,vesikel, skuama, likenifikasi) dan

keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya

beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.

Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis yang disebabkan oleh bahan ataupun

substansi yang menempel pada kulit.

b. Etiologi

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia

(contoh: detergen, asam basa, oli, semen), fisik (contoh : sinar, suhu), mikroorganisme

(bakteri, jamur), dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian

lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.

c. Jenis

Terdapat 2 jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak alergik dan dermatitis

kontak iritan. Keduanya dapat bersifat akut ataupun kronis. Dermatitis iritan merupakan

reaksi peradangan kulit non imunologik jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa

didahului proses sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang

yang telah mengalami sensitasi terhadap suatu alergen.

Page 2: Tinjauan Pustaka DKA DKI

d. Lokasi dan alergen penyebab

a) Dermatitis kontak Alergik (DKA)

a. Epidemiologi

Jumlah DKA maupun DKI meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah

produk yang mengandung bahan kimia yang digunakan masyarakat. Diperkirakan bahwa

kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan

Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi

ternyata cukup tinggi yaitu berkisar 50 – 60%. DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih

sering daripada DKA akibat kerja.2

Dilaporkan 70% dari penyakit akibat kerja di Amerika serikat penyebabnya

adalah DKA. Namun, terdapat data yang menunjukkan tingkat kejadian sebenarnya 10-50

kali lebih besar dilaporkan dari data Biro Statistik Tenaga Kerja AS. DKA bukan akibat

kerja diperkirakan menjadi tiga kali lebih besar dari DKA akibat kerja. Tidak terdapat

pengaruh usia; namun, DKA jarang terjadi pada anak-anak dan pada orang yang lebih

dari 70 tahun. Pekerjaan merupakan salah satu penyebab paling penting dalam kecacatan

di industry.5

b. Etiologi

Page 3: Tinjauan Pustaka DKA DKI

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi

alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan

kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Jika faktor individu, misalnya keadaan kulit

pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik

(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari). 2

Beberapa bahan yang menyebabkan DKA yaitu: Logam , Kosmetik, Baju dan

sepatu, obat, tanaman. Logam yang menyebabkan DKA salah satunya Nikel yang

merupakan penyebab paling sering DKA pada wanita di seluruh negara. Pajanan paling

sering yaitu dari perhiasan yang mengandung nikel, sementara itu Chromat merupakan

penyebab DKA paling banyak pada laki-laki dan biasanya terjadi pada pekerja yang

sering kontak dengan semen. Sumber lainnya yaitu kulit yang dilapisi chrom, bleaching

agents, cat, larutan pada percetakan. 1

Hasil tempel positif banyak pada pengawet, parfum, bahan aktif, emulsifier pada

kosmetik. DKA karena baju biasanya berlokasi di ketiak, dan mungkin akibat lepasnya

alergen dari tekstil akrena berkeringat dan gesekan. 1

Obat topikal juga dapat sebabkan DKA, vehikulum atau pengawetnya. Sensitisasi

terhadap antibiotic, antiseptic, dan anestetik relative sering terjadi terutama pada pasien

dengan ulkus kaki. Tanaman juga bisa menjadi salah satu sebab dari DKA.1

c. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imum

yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respone) atau reaksi imunologik tipe

IV yaitu suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase yaitu fase

sensitasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat

menderita DKA.

Fase sensitisasi

Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan

ditangkap oleh sel lagerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi oleh

enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasi pada molekul HLA-DR menjadi antigen

Page 4: Tinjauan Pustaka DKA DKI

lengkap. Pada awalnya sel langerhan dalam keadaan istirahat dan hanya sedikit

berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi

setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan

melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu

menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel langerhans dan

meningkatkan sekresi sitokin tertentu misalnya (IL-1) serta ekspresi molekul permukaan

sel termasuk MHC kelas I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamsi lain

yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNFα yang dapat menginduksi perubahan

molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC kelas I dan II.

TNFα menekan produksi E-cadherin yang menikat sel langerhans pada

epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel

langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat

melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel langerhans mempresentasikan

kompleks HLA-DR- antigen kepada sel T penolong spesifik, yaitu yang

mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel langerhans, dan kompleks

reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau tidak adanya

sel-T spesifik ini ditentukan secara genetik.

Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2

dan mengekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel

T-spesifik sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T memori (sel-T

teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh.

Pada saat itu individu menjadi tersensitasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3

minggu.

Menurut konsep “denger signal” bahwa sinyal antigen murni suatu hapten cenderung

menyebabkan toleransi, sedangkan sinyal iritanya akan menimbulkan sensitisasi.

Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan

yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang rendah

terhadap respon iritan, dari bahan kimia kimia inflamsi pada kulit yang meradang

ataupun kombinasi dari ke 3 nya. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak

berasal dari sinyal antigenik sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu

tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitasi.

Page 5: Tinjauan Pustaka DKA DKI

Fase elisitasi

Fase ke dua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang

alergen(hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel langerhans

dan di proses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian

diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan di

presentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit maupun

di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit proses aktivasi lebih

kompleks dengan hadirnya sel-sel lain . Sel langerhans mengekspresikan IL-1 yang

menstrimulasi sel T untuk memprodulksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang akan

menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel T di kulit. Sel T teraktivasi juga

mengeluarkan IFN-Y yang akan mengaktifkan keratinosit untuk mengekspresi ICAM-1

dan HLA-DR. Adanya ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan

sel-T dan leukosit yang lain yang mengekspresikan molekul LFA-1. Sedangkan HLA-

DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan

juga memnungkinkan presentasi antigen kepada sel tersebut. HLA-DR juga dapat

merupakan target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga

sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNFα, dan GMCSF, semuanya dapat

mengaktivasi sel-T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid.

Sitokin dan eikosanoid ini menghasilkan sel mast dan makrofag. Sel mast yang berada

di dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain histamin, berbagai jenis

faktor kemotaktis, PGE2 dan PGD2, serta leukotrien B4(LTB4). Eikosanoid baik yang

berasal dari sel mast (prostaglandin) maupun dari keratinosit dan leukosit menyebabkan

dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti

komplemen dan kinin mudah berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor

kemotaktis dan eikosanoid akan menarik netrofil, monosit dan sel dararh lain dari dalam

pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan menyebabkan

repon klinis DKA. Fase elisitasi umumnya akan terjadi antara 24-48 jam.

d. Gejala Klinis

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan

dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak erimatosa yang

berbatas jelas kemudian diikuti dengan edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel

Page 6: Tinjauan Pustaka DKA DKI

atau bula dapat pecah kemudian menimbulkan erosi dan eksudasi. DKA akut di tempat

tertentu misalnya di kelopak mata, penis, skrotum, eritema, dan edem lebih dominan dari

pada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan

mungkin juga fissur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis

kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran. DKA dapat meluas ke tempat

lain misalnya dengan cara autosensitasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatifr resisten

terhadap DKA.

Lokasi terjadinya DKA

a. Tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di

tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering

digunakan untuk pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau

lebih mengenai tangan tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada

penderita. Pada pekerjaan yang basah (“Wet Work”), misalnya memasak

makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut disalon, angka kejadian dermatitis di

tangan lebih tinggi.

Etiologi dermatitis tangan sangat kompleks karena banyak sekali faktor

yang berperan di samping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan

dermatitis di tangan misalnya detergen, antiseptik, getah sayuran, semen dan

pestisida.

b. Lengan

Page 7: Tinjauan Pustaka DKA DKI

Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan

(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat

disebabkan oleh deodoran, antipespiran, formaldehid yang ada di pakaian.

c. Wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,

spons (karet), obat topikal, alergi di udara (aero alergen), nikel (tangkai kaca

mata), semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak

mata, dan leher pada waktu pasien menyeka keringat. Bila terkena di bagian bibir

ataupun sekitarnya maka kelainan disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-

buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut,

maskara, eye shadow, obat tetes mata dan salep mata.

d. Telinga

Jika mengenai telinga maka disebabkan oleh anting atau jepit yang terbuat dari

nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lainya misalnya obat

topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing aids, dan gagang telepon.

e. Leher

Penyebabnya adalah kalung yang terbuat dari nikel, cat kuku yang berasal dari

ujung jari, parfum, alergen di udara, ataupun zat pewarna pakaian.

f. Badan

Disebabkan oleh bahan-bahan tekstil, zat warna, kancing logam, karet, plastik,

detergen, bahan pelembut ataupun pewangi pakaian.

g. Genitalia

Page 8: Tinjauan Pustaka DKA DKI

Penyebabnya adalah antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita,

alergen yang terdapat di tangan, parfum, kontrasepsi, detergen. Bila mengenai

daerah anal mungkin juga disebabkan oleh obta anti hemoroid.

h. Paha dan tungkai bawah

Dermatitis di tempat ini disebabkan oleh tekstil, dompet, konci, kaus kaki, nilon,

obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh detergen,

bahan pembersih lantai.

i. Dermatitis kontak sistemik

Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh suatu alergen,

selanjutnya terpajan oleh sistemik, kemudian timbul reaksi terbatas pada tempat

tersebut. Walaupun jarang terjadi reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma.

Penyebabnya misalnya nikel, formaldehid, dan balsam peru.

e. Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada hasil anamnesis yang cermat dan pada pemeriksaan

klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan atas kelainan

kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berukuran numular di sekitar

umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi dengan papul dan erosi maka perlu

ditanyakan apakah penderita menggunakan celana dengan kancing celana terbuat dari

nikel/kepala ikat pinggang yang terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesis juga

meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,

kosmetika, bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah

dialami, riwayat atopi baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.

Pemeriksaan fisis sangat penting karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan

kulit sering dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya diketiak oleh

penggunaan deodoran; pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh

sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada

seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

f. Diagnosis banding

Page 9: Tinjauan Pustaka DKA DKI

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas,

dapat menyerupai dermatitis atopic, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau

psoriasis. Diagnosis banding terutama adalah dengan DKI. Dalam keadaan ini

pemeriksaan uji temple perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis

tersebut karena kontak alergi.2

g. Pemeriksaan Penunjang

Uji tempel

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji

tempel diperlukan antigen, biasanya digunakan antigen standar buatan pabrik misalnya

Finn Chamber Syestem Kit dan T.R.U.E. Test, keduanya buatan Amerika serikat.

Terdapat juga antigen standar bikinan pabrik di Eropa dan negara lain. Adakalanya test

dilakukan dengan antigen bukan standar yaitu dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih

sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi.

Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau

walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sitemik. Oleh karena itu bila

menggunakan bahan yang tidak standar apalgi dengan bahan industri harus berhati-hati

sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui.

Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya kosmetik,

pelembab, bila akan digunakan untuk uji tempel dapat langsung digunakan tanpa bahan

tambahan. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk

membilasnya misalnya shampo, pasta gigi, maka sebelum digunakan harus diencerkan

terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air dapat diencerkan dengan

menambahkan vaselin / minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan misalnya

detergen hanya boleh di uji coba jika diduga kuat menyebakan alergi. Apabila dicuriga

pakaian,sepatu, atau sarung tangan menjadi penyebab alergi maka uji tempel dilakukan

dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam pada air garam yang tidak dibubuhi

bahan pengawet atupun air dan ditempelkan dikulit menggunakan Finn Chamber yang

dibiarkan sekurangya 48 jam. Perlu diingt bahwa hasil positif dengan alergen bukan

standar perlu kotrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.

Berbagai hal berikut perlu diperhatikan dalam melaksanakan uji tempel

Page 10: Tinjauan Pustaka DKA DKI

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat

dapat terjadi reaksi “angry back” atau “excited skin”, reaksi positif palsu, ataupun

dapat membuat penyakit semakin buruk.

2. Test dikalukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sitemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada

pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen dengan

kortikosteroid lain), karena dapat mengahasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian

kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurangnya 1 minggu sebelum test

dilakukan. Luka bakar sinar matahari terjadi 1-2 minggu sebelum test juga dapat

memberikan hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak

mempengaruhi hasil test kecuali diduga karena urtikaria kontak.

3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca; pembacaan dilakukan pada hari

ke 3 sampai hari ke 7 setelah aplikasi.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi

longgar karena hal tersebbut akan menyebabkan reaksi negatif palsu. Penderita juga

dilarang untuk mandi sekurang-kurangya sampai dengan 48 jam dan menjaga agar

punggungnya selalu kering.

5. Uji tempel dengan menggukan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita

yang menpunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (Immidietly urtika type) karena hal

ini dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada

penderita semacam ini harus dilakukan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam maka patch test dilepas.

Pembacaan pertama dilakukan pada 15-30 menit setelah dilepas. Hal ini dilakukan

agar efek tekanan bahan yang diuji telah mengilang atau minimal. Hasilnya dicatat

sebagai berikut:

1 = Reaksi lemah (nonvesikular): eritema, infiltrat, papul (+).

2 = Reaksi kuat : edema atau vesikel (++).

3 = Reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

4 = Meragukan : hanya makula eritematosa (?).

5 = Iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR).

6 = Reaksi negatif (-).

Page 11: Tinjauan Pustaka DKA DKI

7 = Excited skin.

8 = Tidak dites (NT = not tested).

Reaksi excited skin atau “angry back ” merupakan reaksi positif palsu,

suatu fenomena regional yang disebabkan oleh suatu atau beberapa reaksi

positif kuat yang dipicu oleh hipersensivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain

menjadi reaktif.

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai 1 minggu setelah aplikasi ,

biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk

membantu membedakan antara repon alergik atau iritasi dan juga

mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat

bertambah setelah 96 jam jam aplikasi, oleh karena itu perlu dispesankan

kepada pasien untuk melapor bila hal itu terjadi sampai dengan 1 minggu

setelah aplikasi.

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi

dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik bisanya menjadi lebih

jelas antara pembacaan ke satu dan ke dua., berawal dari (+/-) ke (+) atau (++)

bahkan ke (+++) (reaksi tipe cescendo), sedangkan respon iritan cenderung

menurun (reaksi tipe decrescendo).

Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen maka perlu

ditentukan relevansinya dengan keadaan klinis, riwayat penyakit dan sumber

antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut

berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu yang

pernah dialami ataupun mungkin tidak ada hubunganya sama sekali. Reaksi

positif klasik terdiri atas eritema, edem, dan vesikel-vesikel kecil yang

letaknya berdekatan.

Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terlalu

tinggi atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup, efek

pinggir patch test yang umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukan

reaksi yang lebih kuat sedangkan di bagian tengahnya ringan atau sama sekali

tidak ada. Ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi irisan cairan di

Page 12: Tinjauan Pustaka DKA DKI

bagian pinggir. Sebab lain oleh karena efek tekanan, terjadi bila

menggunakan zat padat.

Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah,

vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau

longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian

kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai di area uji tempel

dilakukan.

Gambar Patch Test “Finn Chamber”

“Interpretasi hasil Pach Test”

Page 13: Tinjauan Pustaka DKA DKI

h. Pengobatan

Hal ini perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah pencegahan

terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang

timbul.

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan

pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula serta eksudatif

(madidans) dapat diberikan prednison 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda

setelah beberapa hari, sedangkan kelainan kulitnya cukup dikompres dengan menggukan

larutan garam faal atau air salisil 1:1000.

Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda(setelah mendapatkan

pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid atau

makrolaktam(pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal.

i. Prognosis

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.

Prognosisnya kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis

oleh faktor endogen (dermattitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau

terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan

pekerjaan terrtentu atau terdapat di lingungan penderita.

b) Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

a. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dalam berbagai golongan

umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama

Page 14: Tinjauan Pustaka DKA DKI

yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angka tepatnya sulit

untuk diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan

ringan tidak datang berobat atau bahkan tidak mengeluh.

b. Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan misalnya

pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang

terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut,

vehikulum, dan juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama

kontak, kekerapan(terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih

permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suku dan kelembapan ingkungan

juga ikut berperan. Pada pasien dalam kasus kemungkinan iritan penyebabnya adalah

detergen.

Faktor individu juga ikut berperan pada DKI misalnya perbedaan ketebalan kulit di

berbagai tempat menyebabkan perbadaan permeabilitas; usia (anak dibawah 8 tahun dan

orang tua lebih mudah teriritasi); ras kulit (ras hitam lebih tahan dari ras putih); jenis

kelamin (insiden DKI lebih banyak pada wanita); penyakit kulit yang sedang atau pernah

dialami(ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya dermatitis atopik.

c. Patogenesis

Kelianan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,

menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah gaya ikat air kulit.

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lunak (lipid membrane)

keratosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,

mitokondira atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan

melepaskan asam arakhidonat(AA), diasilgliserida(DAG), platelet activating

factor=PAF, dan inositida (IP3), AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan

leukotrien(LT). PG dan LT meninduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas

vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga

Page 15: Tinjauan Pustaka DKA DKI

bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan netrofil, serta mengaktivasi sel

mast melepaskan histamin, LT, PG dan PAF sehingga memperkuat perubahan vaskular.

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,

misalnya interleukin 1 (IL-1) dan granulocyte magrophag colony stimulantunf factor

(GMCSMF). IL-1 mengaktifkan sel T penolong mengeluarkan IL-2 dan mengeksprsikan

reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-

1(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan keratinosit juga melepaskan TNFα, yaitu suatu

sitokin proinflamasi yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan granulosit, meginduksi

ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di temat terjadinya

kontak kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritanya kuat. Bila iritan lemah akan

memberikan gejala setelah berulang kali kontak dimulai dengan kerusakan stratum

korneum oleh karen adesikasi dan kehilangan fungsi sawarnya sehingga hal tersebut akan

mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.

d. Gejala Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangatlah beragam bergantung kepada sifat iritan.

Iritan kuat akan memberi gejala akut sedangkan iritan lemah memberi gejala kronis.

Selain itu banyak juga faktor yang menpengaruhi sebagai mana yang telah disebutkan

yaitu faktor individu (misalnya ras, usia, lokasi, atopi, dan penyakit kulit lain), faktor

lingkungan (suhu, kelembapan udara, dan oklusi).

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang

mengklasifikasikan DKI menjadi 10 macam yaitu: DKI akut, lambat akut, reaksi iritan,

kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, nonerimatosa, dan

subjektif. Ada pula yang mebaginya menjadi 2 kategori yaitu kategori mayor yang terdiri

atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri

atas: DKI lambat laun, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI eritematosa, dan DKI subyektif.

b. DKI akut

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dalam DKI ini. Penyabab DKI

akut adalah irtan yang kuat misalnya larutan asam sulfat, asam hidroklorid atau basa

Page 16: Tinjauan Pustaka DKA DKI

kuat misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya hal ini terjadi karena

kecelakaan dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi

dan lamanya kontak dengan iritan. Kelainan kulit yang terjadi berbatas tegas dengan

temapt kontak, kulit terasa perih, panas, terbakar, eritema, edema, bula, dan juga

dapat terjadi nekrosis. Pinggir permukaan kulit berbatas tegas dan umumnya

asimetris.

c. DKI akut lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut tetapi baru muncul 8-24

jam/lebih sesudah kontak dengan bahan iritan tersebut. Contoh bahan iritan adalah

podofilin, antralin, tretionin, etilen oksida, benzakonium klorida, asam hidroflurat.

Contoh dari reaksi tipe akut lambat adalah dermatitis venenata(awalnya tergigit

serangga lalu keesokan harinya baru timbul keluhan dan gejala).

d. DKI kumulatif (DKI kronis)

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi. Penyebabnya adalah kontak

berulang-ulang dengan iritan lemah(faktor fisis misalnya gesekan, trauma mikro,

kelembapan rendah, panas atau dingin, bahan detergen seperti; sabun,pelarut, tanah

dan air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerja sama beberapa faktor. Bisa jadi

karena suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat untuk menyebabkan dermatitis

iritan namun baru mampu menyebabkan iritan jika digabungkan dengan faktor lain.

Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan bahkan tahun

sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit menjadi

menebal(hiperkeratosis), likenifikasi dan diffus. Bila kontak terus berlangsung maka

kulit akan menjadi retak seperti luka iris (fisur) hal ini terjadi seperti pada tumit

tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan

penderita umumnya rasa gatal atau karena kulit retak. Ada kalanya keluhan hanya

kulit kering atau skuama tanpa eritema sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah

dirasakan mengganggu barulah penderita mencari penobatan.

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan oleh karena itu banyak

ditemukan ditangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan

Page 17: Tinjauan Pustaka DKA DKI

yang berisiko adalah tukang cuci, kuli bangunan, benkel, juru masak, tukang kebun,

dan penata rambut.

Pada pasien kemungkinan terkena DKI kelompok ini karena hal ini sudah

terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan bulan. Iritan tersebut tidak langsung

menyebabkan gejala.

e. Reaksi iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang

terpajan dengan pekerjaan basah misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam 1

bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf berupa skuama, eritema, vesikel,

pustul, dan erosi yang umumnya akan sebuh dengan sendirinya. Terkadang malah

dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.

f. DKI traumatik

Kelainan kulit berkembang lembat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala

seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu dan paling

sering terjadi pada tangan.

g. DKI nonerimatosa

DKI nonerimatosa merupakan bentuk subklinis DKI ditandai dengan perubahan

fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.

h. DKI subyektif /DKI sensori

Kelainan kulit tidak terlihat namun penderita marasa seperti tersengat atau terbakar

setelah kontak dengan bahan kimia tertentu misalnya asam laktat.

e. Histopatologik

Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada DKI

akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear

disekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eskoriasi di epidermis diikuti spongiosis

dan edem intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat kerusakan

epidermis dapat menimbulkan vesikel dan bula. Di dalam vesikel atau bula akan

ditemukan limfosit atau neutrofil.

f. Diagnosis

Page 18: Tinjauan Pustaka DKA DKI

Diagnosis DKI didasarkan pada anamnesis yang cermat dan gambaran klinis. DKI

akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita umumnya

masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbulnya lambat

serta memiliki gambaran variasi klinis yang luas sehingga ada kalanya sulit dibedakan

dengan dermatitis kontak alergik. Untuk membuktikanya diperlukan uji tempel dengan

bahan yang dicurigai.

Pada pasien dalam anamnesis ditemukan pencetus yang khas sebgai bahan iritan

yaitu detergen dan dari gambaran klinis pasien menuju ke DKI kronis. Untuk

membedakanya dengan dermatitis kontak alergik maka pada pasien disarankan untuk

dilakukan pemeriksaan patch test.

g. Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan

baik yang bersifat mekanik, fisik, kimia dan menyingkirkan faktor-faktor yang dapat

meperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna makatidak akan terjadi

komplikasi lalu DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal

cukup diberi pelembab untuk menjaga kulit yang sedang kering.

Apabila diperlukan maka untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

kortikosteroid topikal misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang serius dapat

diberikan kortikosteroid yang lebih kuat.

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan untuk mereka yang

bekerja dengan bahan iritan sebagai salah satu pencegahan terjadinya hal tersebut.

Pengobatan yang diberikan pada pasien:

h. Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan

sempurna maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis

yang penyebabnya multifaktor ataupun pada penderita atopi.

Page 19: Tinjauan Pustaka DKA DKI

Gambar : lesi dengan batas yang tegas pada dermatitis kontak iritan akut pada penggunaan

kosmetika (A) dan dermatitis kontak iritan kronis pada kasus penggunaan deterjen oleh

pembantu rumah tangga (B) dan diaper dermatitis pada bayi (C)