Lapkas DKA

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IKASUSI. Identitas Nama: Tn. E Umur: 47 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Suku bangsa: Sunda Pendidikan : SMA tamat Agama: Islam Status Marital: sudah menikah Alamat : Babakan Soka, Cianjur Pekerjaan : Buruh Bangunan Tanggal MRS: 27 Februari 2012 II. Anamnesis (Auto-anamnesis pada tanggal 27 Februari 2012 pukul 11.30 WIB) Keluhan utama: Kulit pecah pecah terasa gatal di kedua telapak tangan dan jari jari tangan Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien seorang buruh bangunan, kesehariannya pasien bekerja di tempat pengadukan semen yang sejak 1 minggu yang lalu mengeluh kulit pecah dan gatal di kedua telapak tangan dan jari jari tangan. Awalnya menurut pasien ketika itu sedang mengaduk bahan bangunan semen tanpa menggunakan sarung tangan. Bahan bangunan semen tersebut mengenai tangannya. Menurut pasien malam harinya terasa gatal di kedua telapak tangan serta terlihat merah dan keesokan harinya timbul bintil bintil kemerahan di jari jari tangan dan telapak tangan yang terasa sangat gatal. Saat bekerja pasien berinisiatif membalut tangannya dengan kain agar tidak terkena semen tetapi sisa semen masih mengenai tangannya dan bercampur dengan keringat yang membuat kedua telapak tangan pasien semakin bertambah gatal dan sedikit panas, oleh pasien digaruk dan bintil bintil kemerahan ini dikelupas. kemudian telapak tangan pasien terlihat pecah pecah, kulit terkelupas dan selalu merasa gatal.4 hari sebelum datang ke poli klinik, telapak tangan pasien terlihat kering dan pecah - pecah, terasa sangat gatal. Pasien membeli obat salep di apotik, berwarna putih, tidak berbau, yang dipakai 3 kali sehari oleh pasien tapi tidak perubahan sampai sekarang. Riwayat Penyakit Dahulu: 1 tahun yang lalu pasien pernah mengeluh keluhan yang sama seperti sekarang berupa pecah pecah pada kedua telapak tangan terasa gatal, yang disebabkan oleh paparan bahan bangunan semen dan kemudian sembuh setelah berobat ke dokter. Riwayat asma disangkal Riwayat rinitis disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan sama dengan pasien Riwayat asma dalam keluarga disangkal Riwayat rinitis dalam keluarga disangkal Riwayat Alergi Alergi Obat disangkal Alergi Makanan disangkal Riwayat Psikososial Merokok bungkus per hari Minum alkohol disangkal

III. Pemeriksaan Fisik Kesadaran: Composmentis Keadaan umum: Tampak sakit ringan Vital Sign: TD : 120/80 mmHg Nadi: 88x/menit RR: 20x/menit Suhu: 36,8C Status Generalis KepalaRambut: alopecia (-), distribusi merataMata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikHidung: Sekret (-), septum deviasi (-)Telinga: Sekret (-) Mulut: mukosa basah, faring hiperemis (-) Leher: KGB tidak teraba membesar Thorax Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris Palpasi : vokal fremitus normal Perkusi : Sonor kedua lapang paru, Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-), Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen: Inspeksi : datar Auskultasi : BU (+) normal Perkusi : timpani 4 kuadran Palpasi : supel, turgor baik. Estremitas: Edema (-), atrofi (-), akral hangat, CRT < 2 detik Kulit lihat status dermatologikus

Status DermatologikusDistribusiRegional

A/RTelapak tangan kanan dan kiri dan jari jari tangan kanan dan kiri

LesiLesi Multipel, sebagian diskret sebagian konfluens, bentuk lesi tidak beraturan, batas tidak tegas, luas lesi terkecil 1/3 sampai terbesar 3/4 luas telapak tangan, permukaan rata, kering

EfloresensiEritema, skuama, fissure

IV. Pemeriksaan Penunjang tidak dilakukan pemeriksaan penunjangV. Resume AnamnesisSeorang laki laki berusia 47 tahun datang ke poli klinik kulit dan kelamin RSUD Cianjur dengan keluhan kulit pecah pecah yang terasa gatal di kedua telapak tangan dan jari jari tangan. 1 tahun yang lalu pasien pernah mengeluh kulit pecah pecah yang terasa gatal dikedua telapak tangan setelah terpajan oleh bahan bangunan semen dan sembuh setelah berobat ke dokter.1 minggu yang lalu keluhan kulit pecah pecah yang terasa gatal dirasakan kembali. Timbul setelah terpajan bahan bangunan semen. Tempat predileksinya di kedua telapak tangan dan jari jari tangan. Diawali rasa gatal pada kedua telapak tangan pada malam hari setelah terpajan semen. keesokan harinya timbul bintil bintil kemerahan yang terasa gatal. Bertambah gatal dan sedikit panas setelah kedua telapak ditutup oleh kain yang bercampur semen dengan keringat. bintil kemerahan dikelupas sehingga terlihat pecah pecah.4 hari sebelum datang ke poli klinik telapak tangan pasien terlihat kering dan pecah - pecah, terasa sangat gatal.

pemeriksaan fisik Didapatkan tanda vital dalam batas normal, status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologikus ditemukan:DistribusiRegional

A/RTelapak tangan kanan dan kiri dan jari jari tangan kanan dan kiri

LesiLesi Multipel, sebagian diskret sebagian konfluens, bentuk lesi tidak beraturan, batas tidak tegas, luas lesi terkecil 1/3 sampai terbesar 3/4 luas telapak tangan, permukaan rata, kering

EfluroesensiEritema, skuama, fissure

VI. Diagnosis Banding: Dermatitis Kontak Alergi e.c semen Dermatitis Kontak IritanVII. Diagnosa Kerja Dermatitis Kontak Alergi e.c semenVIII. Saran / Usulan Uji tempelIX. Penatalaksanaan Umum:Edukasi kepada pasien mengenai pentingnya pencegahan terpapar kembali dengan alergen penyebab, seperti bahan bangunan semen, dengan cara menggunakan sarung tangan saat bekerja. Khusus :Sistemik KortikosteroidR/ metilprednisolon 4 mg No. XV 2 dd 1AntihistaminR/ Loratadin 10 mg No. X 1 dd 1

Topikal KortikosteroidR/ Betamethasone Dipropionate 0,05 % cream No. I 2 dd uePelembabR/ urea 10 % cream No. I 2 dd ueX. Prognosis Quo Ad Vitam:Ad Bonam Quo Ad Functionam:Ad Bonam Quo Ad Sanantionam:Ad Bonam

BAB IIANALISA KASUSA. Anamnesis Timbul rasa gatal dan bintil-bintil kemerahan setelah terpajan bahan bangunan semen Kulit pecah pecah, kulit terkelupas (+), kering (+) galal (+), panas (+) 1 tahun yang lalu mengeluh keluhan yang sama

B. Pemeriksaan Fisik Status DermatologikusDistribusiRegional

A/RTelapak tangan kanan dan kiri dan jari jari tangan kanan dan kiri

LesiLesi Multipel, sebagian diskret sebagian konfluesn, bentuk lesi tidak beraturan, batas tidak tegas, luas lesi terkecil 1/3 sampai terbesar 3/4 luas telapak tangan, permukaan rata, kering

EfloresensiEritema, skuama, fissure

C. Dari anamnesis dan Pemeriksaan Fisik didiagnosis dengan: 1. Dermatitis Kontak Alergi e.c semen2. Dermatitis Kontak IritanD. Perbandingan DKA dan DKIDKADKI

Epidemiologi Mengenai orang yang hipersensitif Semua gol. Umur, ras & jenis kelamin Berhubungan dengan pekerjaan

Etiologi Bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah, alergen yang belum diproses, bersifat lipofilik Bahan bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu

Gejala klinis Akut : eritematosa, edema, papulovesikel, vesikel atau bula Kronis : kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batas tidak jelas

DKI akut : Disebabkan iritan kuat, a. Sulfat, basa kuat rasa terbakar, pedih, panas, eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis, batas tegas dan asimetris DKI akut lambat : Muncul 8-24 jam kemudian, awalnya eritema dan kemudian menjadi vesikel atau nekrosis Disebabkan podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat DKI kumulatif : kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan likenifikasi, difus, fisur (bila kontak terus berlangsung) disebabkan gesekan, trauma dingin, deterjen, sabun, pelarut Reaksi Iritan : kelainan kulit monomorf, berupa skuama, eritema, vesikel, pustul dan erosi

Predileksi Tangan Hubungan dgn pekerjaan, bahan yg dpt menimbulkan alergi, deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen, pestisida Lengan Wajah Telinga Leher Badan Genitalis Paha dan tungkai bawah Berhubungan dengan pekerjaan predileksi di tangan

E. Pemeriksaan tambahan apa yang diperlukan pada pasien ini? Uji TempelF. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini ? Umum:Edukasi kepada pasien mengenai pentingnya pencegahan terpapar kembali dengan alergen penyebab, seperti bahan bangunan semen, dengan cara menggunakan sarung tangan saat bekerja. Khusus :Sistemik KortikosteroidR/ metilprednisonolon 4 mg No. XV 2 dd 1AntihistaminR/ Loratadin 10 mg No. X 1 dd 1Topikal KortikosteroidR/ Betamethasone Dipropionate 0,05 % cream No. I 2 dd ueR/ urea 10% cream No. I 2 dd ueG. Bagaimana Prognosis Pasien ini ? Quo ad vitam: ad bonam tidak ada gejala atau tanda yang mengarah pada ancaman kematian. Keadaan umum, kesadaran pasien dan tanda vital pasien masih dalam batas normal. Quo ad functionam: ad bonam karena DKA tidak mengganggu fisiologis kulit secara bermakna dan pada pasien ini tidak ada infeksi sekunder. Quo ad sanantionam: ad bonam dengan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat diobati secara tuntas.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAA. DERMATITIS KONTAKa. DefinisiDermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respons terhadap pengaruh eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis yang disebabkan oleh bahan ataupun substansi yang menempel pada kulit.b. EtiologiPenyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh: detergen, asam basa, oli, semen), fisik (contoh : sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur), dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.c. JenisTerdapat 2 jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan. Keduanya dapat bersifat akut ataupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit non imunologik jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitasi terhadap suatu alergen.d. Lokasi dan alergen penyebab

a) Dermatitis Kontak Iritan (DKI)a. EpidemiologiDermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dalam berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angka tepatnya sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat atau bahkan tidak mengeluh.b. EtiologiPenyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan misalnya pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, vehikulum, dan juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan(terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suku dan kelembapan ingkungan juga ikut berperan. Pada pasien dalam kasus kemungkinan iritan penyebabnya adalah detergen.Faktor individu juga ikut berperan pada DKI misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbadaan permeabilitas; usia (anak dibawah 8 tahun dan orang tua lebih mudah teriritasi); ras kulit (ras hitam lebih tahan dari ras putih); jenis kelamin (insiden DKI lebih banyak pada wanita); penyakit kulit yang sedang atau pernah dialami(ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya dermatitis atopik.c. PatogenesisKelianan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah gaya ikat air kulit.Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lunak (lipid membrane) keratosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondira atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakhidonat(AA), diasilgliserida(DAG), platelet activating factor=PAF, dan inositida (IP3), AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien(LT). PG dan LT meninduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan netrofil, serta mengaktivasi sel mast melepaskan histamin, LT, PG dan PAF sehingga memperkuat perubahan vaskular.DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin 1 (IL-1) dan granulocyte magrophag colony stimulantunf factor (GMCSMF). IL-1 mengaktifkan sel T penolong mengeluarkan IL-2 dan mengeksprsikan reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-1(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan keratinosit juga melepaskan TNF, yaitu suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan granulosit, meginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin.Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di temat terjadinya kontak kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritanya kuat. Bila iritan lemah akan memberikan gejala setelah berulang kali kontak dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karen adesikasi dan kehilangan fungsi sawarnya sehingga hal tersebut akan mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. d. Gejala KlinisKelainan kulit yang terjadi sangatlah beragam bergantung kepada sifat iritan. Iritan kuat akan memberi gejala akut sedangkan iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu banyak juga faktor yang menpengaruhi sebagai mana yang telah disebutkan yaitu faktor individu (misalnya ras, usia, lokasi, atopi, dan penyakit kulit lain), faktor lingkungan (suhu, kelembapan udara, dan oklusi).Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang mengklasifikasikan DKI menjadi 10 macam yaitu: DKI akut, lambat akut, reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, nonerimatosa, dan subjektif. Ada pula yang mebaginya menjadi 2 kategori yaitu kategori mayor yang terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas: DKI lambat laun, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI eritematosa, dan DKI subyektif.a. DKI akutLuka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dalam DKI ini. Penyabab DKI akut adalah irtan yang kuat misalnya larutan asam sulfat, asam hidroklorid atau basa kuat misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya hal ini terjadi karena kecelakaan dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan. Kelainan kulit yang terjadi berbatas tegas dengan temapt kontak, kulit terasa perih, panas, terbakar, eritema, edema, bula, dan juga dapat terjadi nekrosis. Pinggir permukaan kulit berbatas tegas dan umumnya asimetris.b. DKI akut lambat Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut tetapi baru muncul 8-24 jam/lebih sesudah kontak dengan bahan iritan tersebut. Contoh bahan iritan adalah podofilin, antralin, tretionin, etilen oksida, benzakonium klorida, asam hidroflurat. Contoh dari reaksi tipe akut lambat adalah dermatitis venenata(awalnya tergigit serangga lalu keesokan harinya baru timbul keluhan dan gejala).c. DKI kumulatif (DKI kronis)Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi. Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah(faktor fisis misalnya gesekan, trauma mikro, kelembapan rendah, panas atau dingin, bahan detergen seperti; sabun,pelarut, tanah dan air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerja sama beberapa faktor. Bisa jadi karena suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat untuk menyebabkan dermatitis iritan namun baru mampu menyebabkan iritan jika digabungkan dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan bahkan tahun sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit menjadi menebal(hiperkeratosis), likenifikasi dan diffus. Bila kontak terus berlangsung maka kulit akan menjadi retak seperti luka iris (fisur) hal ini terjadi seperti pada tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau karena kulit retak. Ada kalanya keluhan hanya kulit kering atau skuama tanpa eritema sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah dirasakan mengganggu barulah penderita mencari penobatan.DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan oleh karena itu banyak ditemukan ditangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang berisiko adalah tukang cuci, kuli bangunan, benkel, juru masak, tukang kebun, dan penata rambut.Pada pasien kemungkinan terkena DKI kelompok ini karena hal ini sudah terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan bulan. Iritan tersebut tidak langsung menyebabkan gejala.d. Reaksi iritanReaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam 1 bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi yang umumnya akan sebuh dengan sendirinya. Terkadang malah dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.e. DKI traumatikKelainan kulit berkembang lembat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu dan paling sering terjadi pada tangan.f. DKI nonerimatosaDKI nonerimatosa merupakan bentuk subklinis DKI ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.g. DKI subyektif /DKI sensoriKelainan kulit tidak terlihat namun penderita marasa seperti tersengat atau terbakar setelah kontak dengan bahan kimia tertentu misalnya asam laktat.e. HistopatologikGambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear disekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eskoriasi di epidermis diikuti spongiosis dan edem intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel dan bula. Di dalam vesikel atau bula akan ditemukan limfosit atau neutrofil.f. DiagnosisDiagnosis DKI didasarkan pada anamnesis yang cermat dan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbulnya lambat serta memiliki gambaran variasi klinis yang luas sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk membuktikanya diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.Pada pasien dalam anamnesis ditemukan pencetus yang khas sebgai bahan iritan yaitu detergen dan dari gambaran klinis pasien menuju ke DKI kronis. Untuk membedakanya dengan dermatitis kontak alergik maka pada pasien disarankan untuk dilakukan pemeriksaan patch test.g. PengobatanUpaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan baik yang bersifat mekanik, fisik, kimia dan menyingkirkan faktor-faktor yang dapat meperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna makatidak akan terjadi komplikasi lalu DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal cukup diberi pelembab untuk menjaga kulit yang sedang kering.Apabila diperlukan maka untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang serius dapat diberikan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan untuk mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai salah satu pencegahan terjadinya hal tersebut. Pengobatan yang diberikan pada pasien:h. PrognosisBila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor ataupun pada penderita atopi.

Gambar : lesi dengan batas yang tegas pada dermatitis kontak iritan akut pada penggunaan kosmetika (A) dan dermatitis kontak iritan kronis pada kasus penggunaan deterjen oleh pembantu rumah tangga (B) dan diaper dermatitis pada bayi (C)b) Dermatitis kontak Alergik (DKA)a. EpidemiologiBila dibandingkan dengan DKI maka jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diperkirakan bahwa jumlah DKA ataupun DKI makin bertambah siring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insiden DKA yang ada di masyarakat sangat sedikit sehingga angka pastinya sulit untuk diketahui.Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika serikat menunjukan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu antara 50 dan 60%. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja 3x lipat lebih sering daripada DKA akibat kerja.b. EtiologiPenyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga dapat mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, kelembapan, vehikulum dan pH. Selain itu juga ada faktor individu yaitu keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (sedang sakit, terpajan sinar matahari).

c. PatogenesisMekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imum yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respone) atau reaksi imunologik tipe IV yaitu suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase yaitu fase sensitasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.Fase sensitisasiHapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel lagerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasi pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel langerhan dalam keadaan istirahat dan hanya sedikit berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu misalnya (IL-1) serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC kelas I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamsi lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF yang dapat menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC kelas I dan II.TNF menekan produksi E-cadherin yang menikat sel langerhans pada epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR- antigen kepada sel T penolong spesifik, yaitu yang mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel langerhans, dan kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau tidak adanya sel-T spesifik ini ditentukan secara genetik.Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2 dan mengekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T-spesifik sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T memori (sel-T teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat itu individu menjadi tersensitasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.Menurut konsep denger signal bahwa sinyal antigen murni suatu hapten cenderung menyebabkan toleransi, sedangkan sinyal iritanya akan menimbulkan sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia kimia inflamsi pada kulit yang meradang ataupun kombinasi dari ke 3 nya. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitasi.Fase elisitasiFase ke dua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen(hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel langerhans dan di proses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan di presentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit proses aktivasi lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain .Sel langerhans mengekspresikan IL-1 yang menstrimulasi sel T untuk memprodulksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel T di kulit. Sel T teraktivasi juga mengeluarkan IFN-Y yang akan mengaktifkan keratinosit untuk mengekspresi ICAM-1 dan HLA-DR. Adanya ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit yang lain yang mengekspresikan molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga memnungkinkan presentasi antigen kepada sel tersebut. HLA-DR juga dapat merupakan target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF, dan GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel-T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid. Sitokin dan eikosanoid ini menghasilkan sel mast dan makrofag. Sel mast yang berada di dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain histamin, berbagai jenis faktor kemotaktis, PGE2 dan PGD2, serta leukotrien B4(LTB4). Eikosanoid baik yang berasal dari sel mast (prostaglandin) maupun dari keratinosit dan leukosit menyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktis dan eikosanoid akan menarik netrofil, monosit dan sel dararh lain dari dalam pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan menyebabkan repon klinis DKA. Fase elisitasi umumnya akan terjadi antara 24-48 jam.d. Gejala KlinisPenderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak erimatosa yang berbatas jelas kemudian diikuti dengan edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah kemudian menimbulkan erosi dan eksudasi. DKA akut di tempat tertentu misalnya di kelopak mata, penis, skrotum, eritema, dan edem lebih dominan dari pada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fissur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran. DKA dapat meluas ke tempat lain misalnya dengan cara autosensitasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatifr resisten terhadap DKA. Lokasi terjadinya DKAa. TanganKejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita. Pada pekerjaan yang basah (Wet Work), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut disalon, angka kejadian dermatitis di tangan lebih tinggi.Etiologi dermatitis tangan sangat kompleks karena banyak sekali faktor yang berperan di samping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis di tangan misalnya detergen, antiseptik, getah sayuran, semen dan pestisida.

b. LenganAlergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat disebabkan oleh deodoran, antipespiran, formaldehid yang ada di pakaian.

c. WajahDermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergi di udara (aero alergen), nikel (tangkai kaca mata), semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher pada waktu pasien menyeka keringat. Bila terkena di bagian bibir ataupun sekitarnya maka kelainan disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata dan salep mata.d. TelingaJika mengenai telinga maka disebabkan oleh anting atau jepit yang terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lainya misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing aids, dan gagang telepon.e. LeherPenyebabnya adalah kalung yang terbuat dari nikel, cat kuku yang berasal dari ujung jari, parfum, alergen di udara, ataupun zat pewarna pakaian.f. BadanDisebabkan oleh bahan-bahan tekstil, zat warna, kancing logam, karet, plastik, detergen, bahan pelembut ataupun pewangi pakaian.g. GenitaliaPenyebabnya adalah antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, alergen yang terdapat di tangan, parfum, kontrasepsi, detergen. Bila mengenai daerah anal mungkin juga disebabkan oleh obta anti hemoroid.h. Paha dan tungkai bawahDermatitis di tempat ini disebabkan oleh tekstil, dompet, konci, kaus kaki, nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh detergen, bahan pembersih lantai.i. Dermatitis kontak sistemikTerjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan oleh sistemik, kemudian timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya misalnya nikel, formaldehid, dan balsam peru.e. DiagnosisDiagnosis didasarkan pada hasil anamnesis yang cermat dan pada pemeriksaan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan atas kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi dengan papul dan erosi maka perlu ditanyakan apakah penderita menggunakan celana dengan kancing celana terbuat dari nikel/kepala ikat pinggang yang terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.Pemeriksaan fisis sangat penting karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya diketiak oleh penggunaan deodoran; pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. f. Diagnosis bandingKelainan kulit DKA sering tidak menunjukan gambaran morfologi yang khas, dapat menyerupia dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama adalah DKI. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut dikarenakan kontak alergi.

g. Pemeriksaan PenunjangUji tempelTempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya digunakan antigen standar buatan pabrik misalnya Finn Chamber Syestem Kit dan T.R.U.E. Test, keduanya buatan Amerika serikat. Terdapat juga antigen standar bikinan pabrik di Eropa dan negara lain. Adakalanya test dilakukan dengan antigen bukan standar yaitu dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sitemik. Oleh karena itu bila menggunakan bahan yang tidak standar apalgi dengan bahan industri harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui.Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya kosmetik, pelembab, bila akan digunakan untuk uji tempel dapat langsung digunakan tanpa bahan tambahan. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya misalnya shampo, pasta gigi, maka sebelum digunakan harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air dapat diencerkan dengan menambahkan vaselin / minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan misalnya detergen hanya boleh di uji coba jika diduga kuat menyebakan alergi. Apabila dicuriga pakaian,sepatu, atau sarung tangan menjadi penyebab alergi maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam pada air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet atupun air dan ditempelkan dikulit menggunakan Finn Chamber yang dibiarkan sekurangya 48 jam. Perlu diingt bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kotrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.Berbagai hal berikut perlu diperhatikan dalam melaksanakan uji tempel1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu, ataupun dapat membuat penyakit semakin buruk.2. Test dikalukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sitemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen dengan kortikosteroid lain), karena dapat mengahasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurangnya 1 minggu sebelum test dilakukan. Luka bakar sinar matahari terjadi 1-2 minggu sebelum test juga dapat memberikan hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil test kecuali diduga karena urtikaria kontak.3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca; pembacaan dilakukan pada hari ke 3 sampai hari ke 7 setelah aplikasi.4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar karena hal tersebbut akan menyebabkan reaksi negatif palsu. Penderita juga dilarang untuk mandi sekurang-kurangya sampai dengan 48 jam dan menjaga agar punggungnya selalu kering.5. Uji tempel dengan menggukan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang menpunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (Immidietly urtika type) karena hal ini dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini harus dilakukan prosedur khusus.Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam maka patch test dilepas. Pembacaan pertama dilakukan pada 15-30 menit setelah dilepas. Hal ini dilakukan agar efek tekanan bahan yang diuji telah mengilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut: 1 = Reaksi lemah (nonvesikular): eritema, infiltrat, papul (+). 2 = Reaksi kuat : edema atau vesikel (++). 3 = Reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++) 4 = Meragukan : hanya makula eritematosa (?). 5 = Iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR). 6 = Reaksi negatif (-). 7 = Excited skin. 8 = Tidak dites (NT = not tested).Reaksi excited skin atau angry back merupakan reaksi positif palsu, suatu fenomena regional yang disebabkan oleh suatu atau beberapa reaksi positif kuat yang dipicu oleh hipersensivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif. Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai 1 minggu setelah aplikasi , biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara repon alergik atau iritasi dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam jam aplikasi, oleh karena itu perlu dispesankan kepada pasien untuk melapor bila hal itu terjadi sampai dengan 1 minggu setelah aplikasi.Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik bisanya menjadi lebih jelas antara pembacaan ke satu dan ke dua., berawal dari (+/-) ke (+) atau (++) bahkan ke (+++) (reaksi tipe cescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo). Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen maka perlu ditentukan relevansinya dengan keadaan klinis, riwayat penyakit dan sumber antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami ataupun mungkin tidak ada hubunganya sama sekali. Reaksi positif klasik terdiri atas eritema, edem, dan vesikel-vesikel kecil yang letaknya berdekatan.Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terlalu tinggi atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup, efek pinggir patch test yang umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukan reaksi yang lebih kuat sedangkan di bagian tengahnya ringan atau sama sekali tidak ada. Ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi irisan cairan di bagian pinggir. Sebab lain oleh karena efek tekanan, terjadi bila menggunakan zat padat.Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai di area uji tempel dilakukan.

Gambar Patch Test Finn Chamber

Interpretasi hasil Pach Test

h. PengobatanHal ini perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang timbul.Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula serta eksudatif (madidans) dapat diberikan prednison 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari, sedangkan kelainan kulitnya cukup dikompres dengan menggukan larutan garam faal atau air salisil 1:1000.Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda(setelah mendapatkan pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid atau makrolaktam(pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal.i. PrognosisPrognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosisnya kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermattitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan terrtentu atau terdapat di lingungan penderita.

DAFTAR PUSTAKA1. Sularsito S.A.dan Djuanda S. Dermatitis dalam Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Djuanda Adhi, Hamzah M, Aisah S (ed).ed.5 cet.1. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2007. hal. 129 - 146.2. Cohen D. E, Jacob S. E. Inflammatory Disorder Based on T-cell Reactivity and Dysregulation : allergy dermatitis contact. In : Freedberd IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB,eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Edition. New York : McGraw-Hill. 2008. p. 135 145.3. The Principles And Practice Of Contact And Occupational Dermatology In The Asia-Pacific Region From Http://Www.Worldscibooks.Com/Medsci/4654.Html