REFERAT IKTERIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

free

Citation preview

REFERATPENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS

Disusun oleh :Agung Kurniawan

Pembimbing:Dr. Tuti Sri Hastuti, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTAKEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD CIANJURKATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul Pendekatan diagnosis pasien ikterus sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di kepaniteraan klinik Penyakit Dalan di Rumah Sakit Umum Daerah kelas B Cianjur.Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada pembimbing saya, dr. Tuti Sri Hastuti, Sp.PD yang telah banyak memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk membimbing saya. Terima kasih kepada keluarga atas doa dan dukungannya, serta teman-teman seperjuangan yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUD CianjurPenulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran, sehingga penulisan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran di kepaniteraan penyakit dalam.

Cianjur, 17 Juni 2015

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk.Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi; CT Scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastrointestinal maka ERCP dan PTC telah berkembang dari satu modalitas dengan tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DefinisiKata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.Pernumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning dalam plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan menumpuk kalau produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibat proses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi metabolit ini.Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L) atau sekitar 2 kali batas atas kisaran normal. Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk : 0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.0 mg/d.Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap yang terjadi akibat ekresi bilirububin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid. Pada ikterus yang mencolok kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin yang beredar menjadi biliverdin.

Gambar 1. Sklera ikterik2. Anatomia. HeparHepar terdiri dari dua lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi kavitas abdominis bagian kanan atas dan tengah, tepat di bawah diafragma. Sel-sel hepar memiliki banyak fungsi, salah satunya fungsi pencernaan yaitu menghasilkan empedu. Empedu memasuki duktus koledokus minor yang disebut kanalikuli empedu pada sel-sel hepar, yang kemudian akan bergabung menjadi saluran yang lebih besar dan akhirnya bersatu membentuk duktus hepatikus, yang akan membawa empedu keluar dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan duktus sistikus biliaris untuk membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa empedu kedalam duodenum.Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik, yaitu membawa bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan bersama feses. Fungsi pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang akan mengemulsikan lemak di dalam intestinum tenue. Emulsifikasi berarti pemecahan lemak yang berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Proses ini bersifat mekanik, bukan kimiawi. Produksi empedu dirangsang oleh hormon sekretin yang diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki intestinum tenue.

Gambar 1. Anatomi hepar

b. Kandung EmpeduVesika biliaris atau kandung empedu adalah suatu kantong dengan panjang sekitar 7,5 10 cm, yang terletak pada permukaan bawah lobus kanan hepar. Empedu di dalam duktus hepatikus, hepar akan mengalir melalui duktus sistikus ke dalam vesika biliaris, yang akan menampung empedu sampai ia dibutuhkan kedalam usus halus. Kandung empedu juga akan meningkatkan konsentrasi empedu dengan mengabsorbsi air. Ketika makanan yang mengandung lemak memasuki duodenum mukosa duodenum akan mensekresikan hormon kolesistokinin. Hormon ini akan merangsang kontraksi otot polos pada dinding vesika biliaris, yang akan mendorong empedu memasuki duktus sistikus, lalu kedalam duktus koledokus komunis dan berlanjut kedalam duodenum.

Gambar 2. Anatomi Kandung Empedu

3. FisiologiMetabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :a. ProduksiBilirubin adalah produk akhir metabolisme protoporfirin besi atau heme, yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom, katalase dan heme bebas), mioglobin otot serta eritropoesis yang tidak efektif di sumsum tulang. Sekitar 80-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250-350 mg bilirubin. Pemecahan heme menghasilkan biliverdin yang akan diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak dan tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urin.b. Transportasi Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Setiap molekul albumin mampu mengikat satu molekul bilirubin. Artinya pada kadar bilirubin serum normal, semua bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan albumin, dengan sejumlah kecil bilirubin bebas yang berdifusi ke jaringan lain. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z.c. KonjugasiDalam sel hepar bilirubin indirek dikonjugasi oleh enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.dalam air. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk (terkonjugasi atau bilirubin II).d. EkskresiLangkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transport bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses fotooksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin II menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10-20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urin.

Gambar 3. Fisiologi Metabolisme Bilirubin15

4. PatofisiologiPembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut. Fase PrahepatikPrehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang oleh sel sel retikuloendotelial, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Fase IntrahepatikIntrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubina. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk. Fase PascahepatikPascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumora. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).

A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek1. Over produksiPeningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat.2. Penurunan ambilan hepatikPengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.3. Penurunan konjugasi hepatikTerjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.

B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direkHiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yang meracuni hati fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : Obstruksi sal empedu didalam hepar : Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder. Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu.a. Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery, pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale

SISTEM RE SUMSUMPenghancuran sel darah merahpenghancuran sel eritroidSenescentyang matang

HemoglobinHATITurn over hemDan hasil hem HEMBiliverdin

Bilirubin

Bilirubin Glukoronid

Urobilinogen

Ekskresi fekal

5. DiagnosisA. Anamnesisharus meliputi riwayat kelahiran dan perinatal, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, obat-obatan, diet, dan aktivitas sosial. Usia penderita dan perjalanan penyakit memberikan arahan penting mengenai penyebab ikterus. Beberapa keadaan kholestasis muncul pada awal kehidupan, misalnya atresia bilier dan penyakit metabolik bawaan.Umumnya penderita mengeluh mata dan badan menjadi kuning, kencing berwarna pekat seperti air teh, badan terasa gatal (pruritus), disertai atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa kolik di perut kanan atas. Kadang-kadang feses berwarna keputih-putihan seperti dempul.Pada hepatitis gejala awal muncul secara mendadak seperti demam, mual, muntah, tidak mau makan, dan nyeri perut. Ikterus dapat tidak kentara pada anak kecil muda sehingga hanya dapat terdeteksi dengan uji laboratorium. Bila terjadi, ikterus dan urin berwarna gelap biasanya terjadi setelah gejala-gejala sistemik. Selain itu juga bisa didapatkan ada riwayat ikterus pada keluarga, teman sekolah, teman bermain, atau jika anak atau keluarga telah berwisata ke daerah endemik.Bila ikterus disebabkan obstruksi seperti kista koleidokus atau kolelitiasis, penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Keluhan nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang. Penderita tampak gelisah dan kemudian ada ikterus disertai pruritus. Riwayat ikterus biasanya berulang. Riwayat mual ada, perut kembung, gangguan nafsu makan disertai diare. Warna feses seperti dempul dan urine pekat seperti air teh.

B. Pemeriksaan fisikIkterus dapat dilihat pada sklera atau kulit. Klinikus harus mencatat apakah penderita tampak sehat atau sakit, atau apakah penderita tampak iritabel atau lemah. Hal ini akan memberi indikasi apakah terdapat ensefalopati, infeksi atau penyakit metabolik. Dismorfisme sangat berharga untuk mencari penyebab kolestasis. Popok bisa diperiksa untuk melihat adanya tinja dempul dan urine gelap.Pada penderita hepatitis, minggu pertama fase ikterik kuning akan terus meningkat kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Penderita juga mengeluh sakit di perut bagian kanan atas, mual, kadang-kadang muntah dan nafsu makan tetap menurun, urine akan berwarna seperti teh pekat, kadang-kadang tinjanya berwarna pucat.Pada obstruksi saluran empedu didapatkan penderita tampak gelisah, nyeri tekan perut kanan atas, kadang-kadang disertai defans muscular dan Murphy Sign positif, hepatomegali dengan atau tanpa terabanya kandung empedu. Karena adanya bendungan, maka menyebabkan pengeluaran bilirubin ke saluran pencernaan berkurang, sehingga tinja akan berwarna putih seperti dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Akibat penimbunan bilirubin direk, kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan.Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu anemia hemolitik.

PASIEN IKTERUS

ANAMNESA, PEM FISIK

USG

TANPA DILATASI DILATASI

EVALUASI DISANGKANONOBSTRUKTIFOBSTRUKSI(Biopsi Liver ?)

BATU CBDOBSTRUKSI HILUSOBSTRUKSI RENDAHKELAINAN PANKREAS

PTCERCP MRCP

ERCPPTC+/- Ekstrkasi batu+/- Drenase bilier+/- Stenting+/- Stenting+/- Sitologi/Biopsi+/- Sitologi/Biopsi+/- Drenase bilier

DIAGNOSA JELASYaTidakTidak

PTCTERAPI YANG SESUAIERCP

Gambar 4. Alogaritma diagnosis ikterus Obstruksi

6. Pemeriksaan Penunjanga. Darah rutinPemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan infeksi.b. Tes fungsi hati1. Ekskresi empedu Bilirubin serum direk (terkonjugasi), meningkat bila terjadi gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normalnya 0,1-0,3 mg/dl Bilirubin serum indirek (tidak terkonjugasi), meningkat pada keadaan hemolitik. Nilai normalnya 0,2-0,7 mg/dl. Bilirubin serum total, meningkat pada penyakit hepatoseluler. Nilai normalnya 0,3-1,0 mg/dl.2. ProteinAlbumin merupakan protein utama serum yang hanya disintesis di retikulum endoplasma hepatosit. Fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik intravaskuler dan sebagai pembawa berbagai komponen dalam serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik (contohnya kalsium), serta obat-obatan. Penurunan kadar albumin serum dapat disebabkan karena penurunan produksi akibat penyakit parenkim hati. Nilai normalnya 3,2-5,5 g/dl.3. Enzim serum Aspartate aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase (SGOT), Alanine aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Lactic Dehydrogenase (LDH) adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak. Apabila ada kerusakan pada jaringan-jaringan tersebut maka akan terjadi kenaikan kadar enzim ini dalam serum. Nilai normal SGOT 5-35 unit/ml dan SGPT 5-35 unit/ml. Alkaline PhosphataseAlkaline phosphatase dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan disekresikan ke dalam empedu. Kadarnya meningkat pada obstruksi biliaris, penyakit tulang, dan metastasis hati. Nilai normalnya 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl Gamma-glutamyltransferase (GGT)GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada saluran empedu dan hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada pankreas, lien, otak, mammae, dan usus dengan kadar tertinggi pada tubulus renal. GGT merupakan indikator yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya penyakit hepatobilier. Kadar GGT tertinggi ditemukan pada obstruksi hepatobilier. Peningkatan kadar GGT pada kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik bervariasi dan tidak dapat digunakan untuk membedakan di antara keduanya.

c. Pencitraan Ultrasonografi (USG)USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu diperhatikan adalah : Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 3 x 6 cm, dengan ketebalan sekitar 3 mm. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus dan saluran empedu intrahepatal disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstrusi ekstrahepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intrahepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu menunjukkan ikterus obstruksi ekstrahepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian proksimal duktus sistikus. Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal. Computed Tomography (CT) ScanCT Scan dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intrahepatik yang disebabkan oleh oklusi ekstrahepatik dan duktus koledokus akibat kolelitiasis. CT scan menyediakan evaluasi yang baik dari seluruh saluran empedu karena dapat menentukan anatomi lebih baik daripada ultrasonografi. CT scan mungkin modalitas pencitraan awal dalam beberapa kasus. Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI menghasilkan gambar yang sebanding dengan kualitas CT scan tanpa paparan pasien terhadap radiasi pengion. Setelah pemberian agen kontras yang cocok, pencitraan dari saluran empedu bisa lebih terperinci. Endoskopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP)ERCP berguna dalam kasus dimana obstruksi bilier diduga kuat. Ini adalah investigasi pilihan untuk mendeteksi dan mengobati batu saluran empedu umum dan juga berguna untuk membuat diagnosis kanker pankreas. Kondisi lain yang mungkin berguna ERCP termasuk primary sclerosing cholangitis dan adanya kista koledukus.

d. Biopsy hatiBanyak penderia membutuhkan biopsy hati untuk menegakkan diagnosis pasti. Biopsy dapat dilakukan perkutan, dengan atau tanpa arahan ultrasonografi atau melalui pembedahan. Selain untuk pemeriksaan histopatologi untuk melihat gambaran spesifik, specimen biopsy hati dapat digunakan untuk pemeriksaan secara kuantitatif kandungan besi dan tembaga.Tabel tes diagnostik

Tes fungsi Ikterus pre-hepatik Ikterus hepatik Ikterus post-hepatik

Bilirubin total Normal / MeningkatMeningkat

Konjugasi bilirubin MeningkatNormalMeningkat

Bilirubin tak terkonjugasi Normal / MeningkatNormal

Urobilinogen Normal / MeningkatMenurun / Negatif

Warna Urine NormalGelap

Warna feses NormalPucat

Alkaline fosfatase NormalMeningkat

Alanin transferase dan Aspartat Meningkat

Bilirubin terkonjugasi dalam Urin DidapatkanTidak didapatkan

7. PengobatanPenatalaksanaan terhadap anak dengan ikterus pada gangguan sistem hepatobilier tergantung dari penyebabnya.a. Ikterus Intrahepatik yang disebabkan oleh hepatitisTidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat dicegah dengna pemberian immunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A biasanya dirawat jalan, tetapi 13% penderita memerlukan rawat inap dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati, dan ensefalopati.b. Ikterus Obstruktif yang disebabkan oleh kista koledukus dan kolelitiasis Penatalaksanaan non-bedah Terapi suportif dan dietPenatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak. FarmakoterapiAsam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu. Penatalaksanaan bedahSampai saat ini pembedahan masih merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis. Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila penyebabnya adalah batu di kandung empedu dilakukan kolesistektomi yaitu mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus koledokus. Semua batu dibuang sebersih mungkin. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu rekuren dengan menghilangkan sumber pembentuk batu antara lain dengan cara diet rendah kolesterol, menghindari penggunaan obat-obatan yang meningkatkan kolesterol, mencegah infeksi saluran empedu. Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan batunya.c. Terapi nutrisiPada pasien ikterus bisa terjadi malnutrisi yaitu malnutrisi protein, malabsorpsi lemak, anoreksia dan defisiensi vitamin larut lemak. Terapi yang diberikan adalah diet TKTP dengan penambahan 50% kalori dari biasanya. Sebagian besar anak membutuhkan NGT atau nutrisi parenteral.

I K TE R I K

Anamnesa, Pem. Fisik, Lab (termasuk LFT)

HEPATIKPOST HEPATIKPRE HEPATIK

Etiologi :-Intralumen: Batu, striktur, cacing-Ekstralumen: Ca papilla, Ca duodenum, Ca caput pancreas, massa di bifurcatio (cholangio ca, hepatoma, kista, abses)Etiologi : Alkohol Obat Virus Toksin Sepsis InfiltratifEtiologi : Obat Herediter Gangguan hemolitik

USG/ MRCP* (utk diagnostik)

USGSeromarkerCT ScanBiopsi

ERCP(diagnostik & terapeutik)

Endoscopic treatment

* Optional (boleh dilakukan bila memungkinkan)

Non Batu: StrikturBatu, Cacing

stentekstraksi

Bila gagalPTBD

Bila gagalRendeavouz (ERCP) technique

Operasi / Paliatif Drainage

8. Komplikasi1. PruritusPruritus merupakan morbiditas yang penting dan sering terjadi baik pada kolestasis intrahepatik maupun ekstrahepatik. Daerah predileksinya meliputi seluruh bagian tubuh dengan daerah telapak tangan dan kaki, permukaan ekstensor ekstremitas, wajah, telinga, dan trunkus superior memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi. Mekanisme terjadinya pruritus masih belum diketahui secara pasti. Deposit garam empedu di kulit diketahui memiliki efek pruritogenik secara langsung. Namun sudah dibuktikan bahwa teori ini tidak benar. Sebagai tambahan, hiperbilirubinemia indirek tidak dapat menyebabkan pruritus.19Teori lain menyatakan bahwa pruritus pada kolestasis disebabkan karena konsentrasi garam empedu yang tinggi di hati menyebabkan kerusakan hati sehingga terjadi pelepasan substansi yang bersifat pruritogenik (misalnya histamine).2. Hiperlipidemia dan XantomaHiperlipidemia dan xantoma merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kolestasis intrahepatik. Pada kolestasis terjadi gangguan aliran empedu yang akan menyebabkan meningkatnya kadar lipidoprotein di sirkulasi sehingga terjadi hiperkolesterolemia (kolesterol serum mencapai 1000-2000 mg/dl). Hal ini menyebabkan akan terdepositnya kolesterol di kulit, membrane mukosa, dan arteri. Risiko atherosclerosis pada anak dengan kolestasis kronis tidak diketahui.3. Sirosis dan Gagal HatiSirosis dan gagal hati dapat terjadi pada pasien yang mengalami keterlambatan diagnosis sehingga fungsi hati sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

9. PrognosisPrognosis ikterus karena gangguan system hepatobilier tergantung penyakit dasarnya. Pada kolelitiasis prognosisnya adalah baik. Jeda waktu antara deteksi batu pada pasien asimtomatik dan pengembangan gejala ini diperkirakan terjadi lebih dari 10 tahun. Pada kista koledukus prognosis setelah eksisi biasanya sangat baik. Pasien perlu tindak lanjut seumur hidup karena peningkatan resiko kolangiokarsinoma, bahkan setelah eksisi komplit kista. Hepatitis A prognosisnya sangat baik. Pada kebanyakan pasien, infeksi HAV adalah self-limited, dan bisa sembuh sempurna. Bahkan, banyak kasus tidak menunjukkan gejala. Kecuali dalam pengaturan hepatitis fulminan, gejala sisa jarang terjadi. Hepatitis fulminan akibat HAV jarang dan memiliki tingkat mortalitaskira-kira 0,4%. Infeksi HAV yang kambuh terjadi pada sekitar 10% dari pasien kira-kira1-4 bulan setelah episode awal dan akhirnya dapat sembuh sepenuhnya. Hepatitis B akut 90% memiliki kemungkinan yang baik dan bisa sembuh sempurna. Meskipun tingkat mortalitas untuk kebanyakan kasus hepatitis B rendah, pasien yang dirawat di rumah sakit dengan hepatitis B akut memiliki tingkat mortalitas 1%. Pada Hepatitis C lebih dari 80% dari individu yang terinfeksi akut akan mengalami hepatitis kronis. Kebanyakan pasien yang terinfeksi kronis dengan virus hepatitis C tetap asimtomatik dan tidak memiliki penyakit hepar yang signifikan. Hepatitis kronis yang aktif, yang dapat dilihat pada hepatitis B virus (HBV) atau virus hepatitis C (HCV), tidak terjadi pada infeksi HAV. Kondisi carrier kronis tidak terlihat dengan infeksi HAV.

BAB IIIKESIMPULAN

Ikterus adalah suatu manifestasi klinis penting untuk mendiagnosis penyakit-penyakit prehepatik, hepatik dan post hepatik yang bisa berakibat fatal. Untuk itu diagnosa dan penatalaksaan sangat membantu dalam menentukan prognosis. Penegakkan diagnosa,terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium sederhana dan lengkap serta pemeriksaan canggih lainnya. Dari anamnesa ditanyakan riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, riwayat transfusi dan riwayat obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik, pada perabaan hati, kandung empedu, limpa bisa ditemukan tanda-tanda pembesaran. Pada pemeriksaan fisik juga dicari bekas-bekas garukan di kulit karena pruritus. Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan pada semua anak yang ikterus. Tes laboratoriumnya seperti tes serum bilirubin direk dan indirek, protein serum, dan enzim serum. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin dan menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Pemeriksaan faal hati seperti SGPT, SGOT, albumin, dan gama-glutamiltransferase dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh gangguan pada sel-sel hati atau adanya hambatan pada saluran empedu. Pemeriksaan feses yang menunjukan adanya perubahan warna menjadi dempul. Pada pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan ultrasonografi (USG), CT-scan, ERCP (endoscopic retrograde cholangio pancreatography), PTC (percutaneus transhepatic cholangiography), dan biopsy hati.Penatalaksanaan ikterik tergantung kepada penyakit dasarnya, bisa berupa terapi farmakologi, operatif, maupun suportif. Penanganan yang cermat dan tepat akan memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu kita dituntut untuk lebih cermat dalam memahami patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana ikterus sehingga dapat melakukan penanganan yang benar

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam : Principles of Surgery fifth edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGraw-Hill, 1989. 1091-10992. Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (E R C P) diagnostik dan terapeutik pada Obstruksi Biller.3. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. 422-4254. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series, 2006.5. Kasper DL et al, (2005).Harrisons Manual of Medicine 16th edition . New York : McGraw Hill Medical Publishing Division6. Lindseth GA. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hal. 481-485.7. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.8. Scanlon VC. 2007. Buku Ajar Anatomi & Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal.350-353.9. Suchy FJ. 2007.Cystic Disease of the Biliary Tract and Liver in Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.10. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. 422-42511. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series, 2006.12. Pratt S, Kaplan MM. Jaundice. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine Vol.1.16th ed. USA, Mc GrawHill, 2005.p.240