Sepsis Neonatoruxxm Dan Ikterik Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xxx

Citation preview

Case Report Session

SEPSIS NEONATORUM

Oleh :Ahmad Fakhrozi Helmi

07120113

Revdilla Sari

0810311009Preseptor :Dr. Rahmi Yetti, Sp.ABAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR

BUKIT TINGGI

2012

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. SEPSIS NEONATORUM

1.1 PendahuluanSepsis neonatal masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Di negara berkembang, hampir sebagian besar BBL yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Angka kejadian/insidens sepsis di negara berkembang masih cukup tinggi dibanding dengan negara maju. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special Report: Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Kejadian sepsis meningkat pada BKB dan BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah ( 18 jam ), demam intrapartum ibu (> 37,5C ), leukositosis ibu (>18000/mm3), pelunakan uterus dan takikardi janin (>180 kali/menit). Faktor resiko host meliputi jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau kongenital, galaktosemia ( Escherichia coli) pemberian preparat besi intramuskuler ( E.coli), anomali kongenital (saluran kencing, asplenia, myelomeningokel, saluran sinus), omfalitis dan kembar (terutama kembar kedua dari janin yang terinfeksi). Prematuritas merupakan faktor resiko baik pada sepsis awal maupun lanjut.

1.4 KlasifikasiBerdasarkan umur dan onset / waktu timbulnya gejala-gejala, sepsis neonatorum dibagi menjadi dua:1.4.1 Early onset sepsis neonatal / sepsis awitan awal dengan ciri-ciri:* Umur saat onset mulai lahir sampai 3 hari* Penyebab organisme dari saluran genital ibu.* Organisme grup B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria non-typik, Haemophilus influezae dan enterococcus.

* Klinis melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi pneumoni)* Mortalitas mortalitas tinggi (15-45%).1.4.2 Late onset sepsis neonatal / sepsis awitan lanjut dengan ciri-ciri:* Umur saat onset timbul setelah usia 3 hari sampai 28 hari

* Penyebab selain dari saluran genital ibu atau peralatan.* 0rganisme Staphylococcus coagulase-negatif, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Grup B Streptococcus, Escherichia coli, dan Listeria.

* Klinis biasanya melibatkan organ lokal/fokal (resiko tinggi terjadi meningitis).* Mortalitas mortalitas rendah ( 10-20%).1.5 EtiologiEtiologi terjadinya sepsis pada neonatus adalah dari bakteri.virus, jamur dan protozoa (jarang). Penyebab yang paling sering dari sepsis awitan awal adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis awitan lanjut dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum pada sepsis awitan lanjut.Jika dikelompokan maka didapat:* Bakteri gram positif Streptokokus grup B penyebab paling sering. Stafilokokus koagulase negatif merupakan penyebab utama bakterimia nosokomial. Streptokokus bukan grup B.* Bakteri gram negatif Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak. H. influenzae. Listeria monositogenes. Pseudomonas Klebsiella. Enterobakter. Salmonella. Bakteria anaerob. Gardenerella vaginalis.Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan pneumonia dan sepsis dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.1.6 PatogenesisTerdapat perbedaan patogenesa antara sepsis neonatus yang early onset/awitan awal dengan yang late onset/awitan lanjut.early onset didapat secara transmisi vertikal dalam uterus atau intra partus,sedangkan late onset biasanya secara transmisi horisontal dan intra partus.1.6.1 Early onset / awitan awalHal yang paling penting faktor resiko terjadinya infeksi adalah pada saat persalinan dimana keberadaan mikroorganisme dalam saluran genito urinarius.Bakteri pada saluran genito urinarius naik secara asending dan mencapai cairan amnion setelah terjadi ruptur pada membran prematur ( PROM ). Infeksi secara asending juga dapat terjadi pada saat kontak dengan membran korioamnetik dalam uterus yang berdampak lahir hidup atau mati beberapa jam setelah lahir. Altematif lain adalah pada saat neonatus kontak dengan mikroorganisme selama melalui jalan lahir. Ketika fetus menghisap/aspirasi cairan amnion yang terkontaminasi.mikroorganisme mencapai bagian bawah saluran sistem pemapasan dan menyebabkan kerusakan sel epitel dari paru- paru.sebagai hasilnya adalah pnemonia dan distres pemapasan yang terlihat pada beberapa jam setelah kelahiran. Sepsis neonatal yang berat terjadi jika bakteri menginvasi melalui intravaskular dan adanya kegagalan dari tuan rumah untuk mengeliminasi mikroorganisme patogen.Secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:* Transplasenta (antepartum).* Asenderen kuman vagina ( partus lama,ketuban pecah sebelum waktunya).* Waktu melewati jalan lahir (kuman dari vagina dan rektum).1.6.2. Late onset /awitan lanjutTransmisi secara horisontal memegang peranan yang besar,kontak yang erat dengan ibu yang menyusui,dan penularan transmisi secara nosokomial.Yang paling utama penyebab faktor resiko didapatkannya nosokomial sepsis adalah penggunaan lama kateter plastik intravaskuler, penggunaan prosedur invasif, pemakaian antibiotik, perawatan yang lama di rumah sakit,kontaminasi dari peralatan laboratorium pendukung, cairan intravena atau enteral,dan peralatan yang terkontaminasi.Bagaimanapun,situasi yang meningkatkan paparan neonatus terhadap mikroorganisme menghasilkan peningkatan yang tinggi terhadap infeksi nosokomial dalam perawatan.Secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:* Akibat tindakan manipulasi (intubasi,kateterisasi,pemasangan infus.dll).* Defek kongenital (omfalokel,meningokel,labioskizis,labiopalatoskizis,dll).*Koloni kuman beasal dari saluran napas atas,konjungtiva,membran mukosa, umbilikus dan kulit yang menginvasi / menyebar secara sistemik.Faktor - faktor resiko untuk terjadinya sepsis neonatus perlu juga diketahui. Faktor resiko dari sepsis neonatus terdiri faktor pejamu, sosio-ekonomi, riwayat persalinan, perawatan bayi baru lahir, dan kesehatan serta keadaan gizi ibu, merupakan faktor-faktor resiko terpenting pada sepsis neonatal.Dari laporan penelitian pada sepsis neonatal yang terjadi segera setelah lahir,menunjukkan adanya satu atau lebih faktor resiko pada riwayat kehamilan dan persalinan. Faktor-faktor tersebut adalah kelahiran kurang bulan, berat badan lahir rendah, ketuban pecah dini, infeksi maternal peripartum, kelahiran aseptik, kelahiran traumatik, dan keadaan hipoksia. Pada umumnya sepsis neonatal tidak akan terjadi pada bayi lahir cukup bulan dengan riwayat kehamilan dan persalinan normal.Dari faktor-faktor diatas dapat diringkas menjadi dua faktor besar yaitu faktor ibu anak dan ada juga yang membaginya menjadi faktor mayor-minor.Faktor ibu :*Ketuban pecah sebelum waktunya.*Infeksi peripartum.*Partus lama.*Infeksi intrapartum.Faktor anak:*Berat badan lahir rendah.*Prematuritas.*Kecil untuk masa kehamilan.*Defek kongenital.*Bayi laki-laki lebih banyak dari perempuan.*Tindakan resusitasi saat melakukan intubasi.*Kehamilan kembar.*Dan lain-lain.Faktor mayor :*Ruptur membran ibu yang lama > 24 jam.*Ibu dengan demam intrapartum > 38C,*Korioamnionitis.*Fetal takikardi > 160 kali /menit.Faktor minor:*Ibu dengan demam intrapartum > 37,5C.*Kehamilan kembar.*Bayi prematur *Ibu dengan leukositosis (hitung sel darah putih >15.000).*Ruptur membran > 12 jam.*Takipnea *Kolonisasi SGB pada ibu.*APGAR score yang rendah*Berat badan lahir rendah *Lochia berbau busuk.Berikut ini akan dibahas sebagian dari faktor-faktor yang telah disebut diatas.Berat lahir.Berat lahir memegang peran penting pada terjadinya sepsis neonatal. Dilaporkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah mempunyai resiko 3 kali lebih tinggi terjadi sepsis daripada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.Makin kecil berat lahir makin tinggi angka kejadian sepsis. Masalah sepsis bukan saja terjadi dekat setelah lahir,tetapi seringkali seorang bayi berat lahir rendah setelah dapat mengatasi masalah prematuritasnya selama 5 hari pertama kehidupan ,meninggal setelah mendapat sepsis dikemudian hari(late onset sepsis neonatal). Walaupun angka kematian sepsis onset lambat mempunyai prognosis yang lebih baik daripada sepsis onset dini.Perawatan di Unit Perawatan Intensif Neonatus ( NICU ).Neonatus yang dirawat di ruang rawat intensif mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya infeksi. Hal ini dapat dimengerti oleh karena pada umumnya pasien yang dirawat di ruang intensif adalah pasien berat.Pada umumnya infeksi merupakan penyebab kematian pada bayi kecilRespon imun penjamu.Kerentanan bayi baru lahir terhadap terjadinya sepsis diduga disebabkan oleh karena sistem imunologi baik humoral maupun selular yang masih imatur.Para peneliti banyak melaporkan mengenai pengaruh jenis kelamin pada kejadian sepsis neonatal.Dikemukakan bahwa sepsis neonatal lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki daripada bayi perempuan.Bayi lelaki juga lebih rentan terhadap infeksi basil enterik gram negatif sedangkan bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi bakteri kokus gram positif.Angka kejadian bayi lelaki lebih rentan menderita sepsis daripada perempuan dengan rasio 7:3. Dugaan penyebabnya adalah peran faktor sex-linked pada kerentanan penjamu terhadap infeksi. Telah disepakati bahwa gen yang terletak pada kromosom x mempengaruhi fungsi kelenjar thymus dan sintesis imunoglobulin.Perempuan mempunyai dua gen x mungkin hal ini yang menyebabkan lebih tahan terhadap infeksi. Beberapa peneliti membuktikan bahwa bayi perempuan lebih jarang menderita sindrom distres pemapasan. Peneliti lain melaporkan bahwa rasio lecithin:sphingomyelin dan konsentrasi saturated phosphatidylcholine serta kortisol dalam cairan amnion pada kehamilan 28-40 minggu bayi perempuan lebih tinggi daripada bayi lelaki.Faktor geografi.Jenis bakteri penyebab berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain atau antara negara satu dengan negara lain.Hal ini disebabkan karena perbedaan fasilitas pelayanan kesehatan, budaya setempat termasuk sexual-practices, pelayanan perawatan, dan pola penggunaan antibiotik.Hal tersebut akan menyebabkan pola etiologi sepsis neonatal berbeda pada tiap negara. Spesies Salmonella dan Enterobacteriacae lainnya serta Streptococcus pneumonia di samping E.coli di daerah tropis banyak dilaporkan sebagai penyebab utama sepsis neonatal. Faktor lain adalah jenis kolonisasi bakteri pada ibu hamil-pun berbeda di setiap negara.Faktor sosio-ekonomi.Pola gaya hidup ibu,termasuk kebiasaan.kondisi perumahan, status nutrisi, dan penghasilan orang tua sangat mempengaruhi resiko terjadinya infeksi pada bayi baru lahir. Sebenarnya berat bayi lahir rendah dan prematuritas merupakan faktor resiko terpenting terjadinya sepsis neonatal Kesempatan bayi kontak dengan infeksi akan meningkat ketika bayi tersebut pulang.Pertemuan dengan anggota keluarga lain serumah,akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi (khususnya infeksi stafilokokus) akan sangat menular ke anggota keluarga yang lain. Keadaan tersebut akan menjadi lebih berat bila pada keluarga dengan sosio ekonomi rendah.Perawatan di bangsal bayi.Di bangsal perawatan bayi baru lahir seringkali infeksi berasal dari orang dewasa,termasuk ibu,perawat atau keluarga lain yang berkunjung. Transmisi melalui droplet merupakan sumber infeksi terbanyak, baik berasal dari orang dewasa maupun dari bayi lahir. Infeksi stafilokokus biasanya dihubungkan dengan transmisi dari orang dewasa,sedangkan penularan dari alat dan cairan menyebabkan infeksi spesies Proteus, Klebsiella, Serratia marcescans, Pseudomonas, dan Flavobacterium.Di pihak lain,penggunaan antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan perubahan pola resistensi bakteri setempat.Penggunaan preparat ampisilin dan gentamisin atau kloramfenikol (sebagai pengobatan standar)dalam jangka waktu panjang menyebabkan resistensi antibiotik tersebut. Akhir-akhir ini dilaporkan peningkatan resistensi bakteri terhadap golongan sefalosporin generasi ketiga terhadap enterik gram negatif lebih cepat terjadi dibandingkan dengan pengobatan standar.Pemakaian obat topikal terutama hexachlorophene sebagai anti septik untuk perawatan talipusat, dilaporkan sangat efektif menghambat kolonisasi stafilokokus tetapi tidak menghambat kolonisasi bakteri gram negatif. Walaupun demikian belum pemah dilaporkan hubungan antara pemakaian hexachlorophene dengan kejadian sepsis neonatal.1.7 DiagnosisDiagnosis sepsis dapat ditegakkan dengan:1.Anamnesa dan pemeriksaan fisik/ berdasarkan gejala klinis.2.Tes laboratorium yang mendukung dalam membuat anamnesis.1.7.1 Dari gejala-gejala klinis / manifestasi klinisBayi-bayi sepsis dapat dengan cepat keadaannya memburuk dan terapi antibiotik secara empiris dimulai jika diduga ada tanda-tanda klinis sepsis.Tidak ada tes yang cepat dan terpercaya untuk konfirmasi dari diagnosis etiologi.Isolasi mikroorganisme dari darah,cairan serebrospinal.atau urine merupakan gold standar untuk diagnosis pasti,bagaimanapun hasil kultur adalah terpenting, namun sensitivitas dari metoda kultur kadang-kadang dapat rendah.Peneliti harus dapat mempunyai sebuah tes atau panel tes yang dapat mengidentifikasi bayi sepsis dengan akurat dan cepat sambil menunggu hasil kultur.Banyak kemajuan dari bukan metoda kultur,seperti teknologi dari polymerase chain reaction I PCR ,memberi janji dalam mendiagnosa infeksi.Bagaimanapun,tetap tes laboratorium non spesifik untuk mendiagnosa infeksi dari bakteri invasif adalah paling penting pada neonatal.Manifestasi klinis dari early onset biasanya distres pemapasan disertai dengan pneumoni dan sepsis, tapi untuk late onset menunjukan gejala sepsis,meningitis, dan osteoarthritis.# Early onset / awitan awal.Tanda-tanda klinis muncul semenjak 6 jam kehidupan >50 kasus, mayoritas / kebanyakan muncul pada 72 jam pertama umur kehidupan.Tanda awal biasanya sering tidak spesifik dan tidak diketahui.*Hilangnya aktifitas spontan.*Poor sucking.*Apnea.*Bradikardi.*Suhu tubuh yang tidak stabil.Tanda-tanda dan gejala lainnya.*Distres pernafasan. Kebanyakan neonatus dengan early onset infeksi menunjukkan gejala distres pernafasan yang sulit dibedakan dengan bentuk HMD, pneumonia, atau penyebab lain dari kesulitan bernafas,dengan penampilan seperti sianosis, dispneu, takipneu, apnea, retraksi epigastrium, dan intercostal.Terjadinya gejala distres pernafasan adalah >80 dari neonatus.Pneumonia dan septikemi merupakan bentuk manifestasi yang banyak*Gangguan kardiovaskuler. Bradikardi, pallor, penurunan perfusi, hipotensi.*Gangguan metabolik. Hipotermia,hipertermia,asidosis metabolik (ph *Gangguan neurologik. Lethargi,hipotonia,penurunan aktifitas,seizures.

# Late onset / awitan lanjut* Gejala dan tanda-tanda klinis muncul >7 hari kehidupan.Transmisi secara horisontal dapat dari yang lain (dari neonatus yang terinfeksi atau dari perawat kesehatan) atau secara vertikal (dari ibu yang terlalu sering berdekatan).Tanda-tanda yang sering biasanya demam,lethargi. Irritable, poor feeding, dan takipnea.* Distres pernafasan yang tidak begitu jelas.1.6.2. LaboratoriumPemeriksaan laboratorium pada bayi-bayi sepsis sebagai berikut:a.Skrining sepsis yang rutin.-Hitung jenis darah lengkap.-Kultur darah.-Apusan bahan dari bagian yang mengalami infalamasi.-Apusan dari telinga dan tenggorokan (pada early -onset infeksi).-Urine secara mikroskopis dan kultur.-Rontgen thoraks.-C-reaktif protein.b.Tes rutin tambahan,dari indikasi klinis yang didapatkan.-Lumbal pungsi,-Kultur dan gram dari aspirasi lambung.-Kultur dan gram dari apusan vagina yang lebih tinggi dari ibu.-Kultur dari endotrakeal tube atau aspirasi dari trakeal.-Kultur dari drainase dada.-Kultur dari kateter vaskular.-Kultur darah kwantitatif atau kultur darah multipel.-IgG konsentrasi serial untuk spesifik organisme.-IgM konsentrasi untuk organisme spesifik.-Buffy coat secara mikroskopik.1.8 Komplikasi*Meningitis bakterialis.*Enterokolitis nekrotikans.*Koagulasi intravaskuler diseminata.*Syok septik.1. 9 Terapi*Umum*Rawat dalam ruang isolasi / inkubator.*Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi.*Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang telah disediakan.*Pengaturan suhu dan posisi bayi.*Khususa.Suportif untuk menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenisasi jaringan vital.b. Terapi 02 bila ditemukan: sianosis, distres pemapasan ,apnea, dan serangan kejang.c. Pemberian cairan dan elektrolit. Pada keadaan umum yang jelek, diberikan secara parenteral sesuai dengan umur dan berat badan bayi. Bila keadaan umum baik dapat diberikan nutrisi enteral secara bertahap dan parenteral dikurangi sampai kebutuhan rumatan terpenuhi peroral.d. Atasi kejange. Atasi hiperbilirubinf. Atasi anemia.syok.g.AntibiotikSebelum pemberian antibiotik, periksa kultur, dan tes resistensi. Diberikan antibiotik spektrum luas untuk gram negatif dan positif selama belum ada hasil kultur.h.Terapi awal (sebelum ada kultur dan resistensi) :Kombinasi ampisilin+Gentamisin

Hari 1-7

Ampisillin:50 mg/KgBB/setiap 12 jam, pemberian IV, IM

Gentamisin : 2 Kg : 5 mg/KgBB/1x hari, IV,IM

Hari 8+

Ampisillin:50 mg/KgBB/setiap 8 jam, pemberian IV, IM

Gentamisin : 2 Kg : 7,5 mg/KgBB/2x hari, IV,IM

Bila organisme tidak ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dengan sefotaxim, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan.

Sefotaksim: 50 mg/KgBB/tiap 8 jam, IV (hari 1-7)

50 mg/KgBB/tiap 6 jam, IV (hari 8+)

1.10 Pencegahan1.10.1 Dari Ibu.Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai patogen terbanyak pada akhir tahun 1960an dan biasanya sebagai penyebab dari early-onset sepsis. Sepuluh sampai 30 wanita hamil dengan kolonisasi Grup B Streptococcus dalam vagina atau daerah rektum.Dua pendekatan utama : prenatal skrining (semua wanita hamil di skrining untuk deteksi infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37 minggu kehamilan dan dilakukan pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan identifikasi dari wanita beresiko tinggi serta mengobati sebelum terjadinya persalinan.1.10.2 Dari Neonatus.Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang diduga beresiko tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih kontroversial.

2. IKTERUS NEONATORUM2.1 DefinisiIkterus Neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah sebesar 5-7 mg/dl. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (>17 mol/L).2.2 KLASIFIKASI

Hiperbilirubinemia terbagi atas fisiologis (Excessive Physiological Jaundice) dan patologis(Non Physiological Jaundice).2Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Pada kebanyakan bayi, masalah ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus masih dianggap dalam fase normal jika: Pada BBL kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama kehidupannya >2 mg/dl

Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu formula, kadar bilirubinnya sebanyak 6-8 mg/dl

Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan ASI, kadar bilirubinnya sebanyak 7-14 mg/dl

Pada bayi kurang bulan yang mendapatkan susu formula, kadar bilirubinnya sebesar 10-12 mg/dl

Gambar 1. Normogram BhutaniDisebut sebagai hiperbilirubinemia patologis apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 sesuai standar Normogram Bhutani.2Ikterus juga dapat dicurigai non fisiologis jika terjadi sebelum 24 jam kehidupan bayi, terjadi peningakatan total bilirubin serum > 0,5 mg/dl/jam, disertai tanda-tanda penyakit lain seperti muntah, letargi, bayi malas menyusu, penurunan berat badan, apneu, takipneu, dan suhu yang tidak stabil. Ikterus patologis biasa terjadi lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi kurang bulan serta ikterus yang memerlukan fototerapi.Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice, yaitu early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI).

Early neonatal jaundice (breast feeding jaundice/ BFJ) ialah Ikterus yang disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama.Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.Bayi mengalami kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.Late neonatal jaundice (breast milk jaundice/ BMJ) mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus). 2.3 EPIDEMIOLOGI

Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.

RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3, dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.2.4 METABOLISME1. Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen Kristal berwarna jingga kekuningan yang sebagian besar merupakan bentuk akhir dari katabolisme heme melalui proses reaksi oksidari-reduksi, dan sedikit dari heme bebas ataupun proses eritropoesis yang tidak efektif. Dengan bantuan enzim heme oksigenase yang banyak di sel hati, heme diubah menjadi biliverdin, karbon monoksida yang akan dieksresikan melalui paru, dan zat besi yang akan digunakan untuk pembentukan hemoglobin lagi. Biliverdin yang bersifatnya larut dalam air kemudian akan mengalami reduksi oleh enzim biliverdin reduktase menjadi bilirubin. Bilirubin ini bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut, sehingga untuk mengekresikannya diperlukan proses tranportasi dan eliminasi.Satu gram hemoglobin menghasilkan 34 mg bilirubin.Pada bayi baru lahir tiap harinya dibentuk 8-10 mg/kgbb, lebih banyak dari orang dewasa yang hanya menghasilkan 3-4 mg/kgbb/hari. Hal ini disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek yaitu berkisar antara 70-90 hari, adanya peningkatan jumlah dari degradasi heme, turn over sitokrom yang tinggi, serta besarnya reabsorbsi bilirubin di usus.

1. Transportasi BilirubinBilirubin yang terbentuk pada system retikuloendotelial, akan dilepaskan ke sirkulasi. Di sini, bilirubin akan berikatan dengan albumin. Ikatan ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air, yang kemudian akan dibawa ke sel hati. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik.Albumin mempunyai afinitas yang tinggi, sehingga obat-obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid akan mudah menempati perlekatan utama antara albumin dan bilirubin. Obat golongan ini bersifat kompetitor. Sedangkan obat-obatan lain yang dapat menurunkan afinitas albumin, dapat melepaskan ikatan albumin-bilirubin, seperti digoksin, gentamisin, furosemide, dll.

2. Asupan Bilirubin/ Bilirubin IntakeSaat ikatan albumin-bilirubin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransport melalui sel membrane yang berikatan dengan ligandin (protein Y). Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo, sirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan,pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin, akan menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal3. Konjugasi Bilirubin Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diposphat glukuronil transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan mengubah formasi bilirubin menjadi bilirubin monoglukoronida. Kemudian zat ini akan di konjugasikan kembalimenjadi bentuk bilirubin diglukoronida dengan bantuan enzim monoglukoronida. Enzim ini akan menyatukan dua molekul bilirubin monoglukoronida untuk menghasilkan satu molekul bilirubin diglukoronida. Pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas enzim monoglukoronida. Namun setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang masuk ke hati, sehingga konsentrasi bilirubin serum akan turun. Kapasitas kerja enzim ini akan sama dengan orang dewasa pada hari ke 4 kehidupan bayi.

4. Ekskresi Bilirubin Bilirubin yang terkonjugasi akan dieksresikan melalui kandung empedu sebelum di keluarkan ke saluran cerna. Saat mencapai usus halus, bilirubin terkonjugasi akan diubah oleh bakteri usus menjadi bentuk urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini akan dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim -glukoronidase agar dapat diresorbsi dan kembali ke hati untuk dikonjugasikan lagi, yang disebut sirkulasi enterohepatik. Sekitar 5 % urobilinogen akan dialirkan ke ginjal. Saat terpapar dengan udara di dalam urin, urobilinogen akan teroksidasi menjadi urobilin, yang akan mewarnai urin. Sedangkan urobilinogen yang tidak terserap di usus, akan dibuang melalui feses melalui reaksi oksidasi menjadi sterkobilin, suatu produk yang tidak dapat direabsorbsi kembali dan akan mewarnai feses.

Gambar 2. Metabolisme Pemecahan Hemoglobin dan Pembentukan Bilirubin2.5 ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:1. Produksi yang berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan, disebut ikterus hemolitik.A. Hemolytic Disease of the Newborn (HDN)

HDN atau erythroblastosis fetalis merupakan suatu penyakit darah yang terjadi apabila tipe darah si ibu dan anak tidak kompatibel. Jika tipe darah bayi masuk ke darah si ibu sewaktu dalam kandungan atau sewaktu kelahiran, sistem imun si ibu akan melihat darah bayi sebagai suatu bahan dari luar dan akan menghasilkan antibodi untuk menyerang dan menghapuskan sel darah merah bayi. Keadaan ini akan mengakibatkan komplikasi dari ringan ke berat. Sistem imun ibu menyimpan antibodi yang dihasilkannya tadi dan jika terjadi inkompatibilitas lagi, hal yang sama akan terjadi kepada sel darah merah bayinya. Oleh karena itu, HDN sering terjadi pada ibu yang mengandung kedua kalinya atau kandungan setelah yang pertama, atau juga setelah keguguran atau aborsi.Inkompatibilitas Rh lebih sering terjadi daripada ABO. Tiga kali lebih rentan pada bayi Kaukasia dibandingkan bayi Afrika-Amerika.Hemolytic Disease of the Newborn dipengaruhi oleh golongan darah ABO dan Rhesus ibu, sehingga dibedakan atas:1. Inkompatibilitas Rh

HDN yang selalu terjadi apabila ibu dengan Rh-negatif mengandung anak Rh-positif karena berasal dari ayah yang Rh-positif.Ibu dengan Rh (-) dapat terpapar dengan antigen Rh melalui transfusi fetomaternal.Pada paparan pertama, sebanyak 0.1 ml darah Rh (+) sudah dapat memicu terbentuknya anti-Rh, yang sebagian besar berupa IgG.Terjadinya sensitisasi ulang memicu terbentuknya lebih banyak IgG. IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis. Hemolisis yang terjadi pada inkompatibilitas Rh lebih berat terjadi pada kehamilan berikutnya setelah terjadi sensitisasi.2. Inkompatibilitas ABO

Tidak selalu terjadi. HDN ini terjadi bila seorang ibu dan bayinya mempunyai tipe darah yang tidak sama. Misalnya pada ibu dengan golongan darah O yang mendapat sensitisasi maternal oleh antigen A atau B janin, akan memproduksi anti-A dan anti-B berupa IgG. Antibodi itu dapat menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi janin sehingga menimbulkan hemolysis.A. Defisiensi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase)

Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked). Kelainan dasar biokimiadefisiensi G6PD disebabkan mutasi pada gen G6PD. Peranan enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah merahserta menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada fungsinya dalam jalur pentosa fosfat 13.Sel darah merah membutuhkan suplai energi secara terus menerus untuk mempertahankan bentuk, volume, kelenturan dan menjaga keseimbangan potensial membran melalui regulasi pompa natrium-kalium.Fungsi enzim G6PD adalah menyediakan NADPH yang diperlukan untukmembentuk kembali GSH, yang berfungsi menjaga keutuhan sel darah merahsekaligus mencegah hemolitik.

a. Defisiensi Piruvat Kinase

Defisiensi piruvat kinase, walaupun jarang,merupakan defisiensi enzim kedua tersering.Penyakit ini diwariskan sebagai sifat resesif autosom.Ghidini dan Korker (1998) mewakili sekitar 95% dari kelainan enzim selain defisiensi G6PD.Enzim ini melisis perubahan 2 fosfoenol piruvat menjadi piruvat dan merupakan tahap akhir pembentukan energy pada jalur glikolitik.Efek defisiensi pada sel-sel darah merah tua yang tidak memiliki kemampuan metabolic fosfoliperasi oksidatif yang merupakan sumber utama pembentukan energi untuk sel darah merah non retikulosit.tahap ini berkaitan dengan pembentukan ATP. Sel-sel dengan defisiensi pirufat kinase lebih mudah dihancurkan dilimpa dan pasien mengalami anemia hemolitik kronis yang ditandai dengan meningkatnya hemolisi dan peningkatan bilirubin indirek.b. Penyakit Hemolitik Karena Kelainan Eritrosit KongenitalGolongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah thalasemia, anemia sel sabit (sicle-cell anemia), dan sferositosis kongenital.Pada pasien sferositosis terdapat peningkatan fragilitas eritrosit oleh karena itu waktu daya tahan hidup eritrosit menurun. Pada pasien ini mengalami ikterus ringan, jika waktu hemolisis cepat biasanya disertai meningkatnya ikterus awitan yang cepat.c. Darah EkstravaskulerDapat berupa ptekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan cerebral. Darah yangdipecah oleh makrofag di luar sirkulasi akan meningkatkan produksi bilirubin I. Biasanya jarang menunjukkan anemia yang berarti maupun retikulosis. Tertelannya darah ibu selama proses kelahiran juga dapat menyebabkan icterus neonatorum. Darah ini akan di katabolisme di dalam mukosa intestinal sehingga menjadi sumber bilirubin tambahan.d. Polisitemia

Banyaknya jumlah darah merah akan meningkatkan jumlah produksi bilirubin. Polisitemia biasanya diikuti dengan hiperviskositas yang akan menambah beban karena akan mengganggu perfusi dari sinusoid-sinusoid hepar. Polisitemia sering terjadi karena:

1. Hipoksia Janin

Kekurangan oksigen pada janin merangsang pembentukan sel darah merah, sehingga meningkatkan produksi bilirubin2. Transfusi Maternal-Fetal

Dalam perdarhan transplasental ibu-janin, darah bayi memiliki hemoglobin dewasa > 30% atau konsentrasi IgA yang tinggi untuk usianya. Hal ini menyebabkan peningkatan destruksi eritrosit.6

3. Transfusi Fetofetal

Terjadi pada bayi kembar. Kecurigaan akan adanya transfuse fetofetal dipikirkan bila berat badan bayi berbeda secara signifikan. Salah satu akan menderita anemia, dan yang lain akan mengalami polisitemia.

e. Peningkatan Sirkulasi Enterohepatik

Dapat terjadi pada obstrusksi di saluran cerna atau penurunan peristaltic usus. Hal ini akan meningkatkan reabsorbsi bilirubin dan menurunkan jumlah bilirubin yang akan dikeluarkan melalui feses. Biasa terjadi pada pengeluaran meconium yang terlambat.1. Gangguan Dalam Ekskresi

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar alkali fostafe dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstra hepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang sama.3. Gangguan Kombinasi

a. Infeksi Prenatal dan Perinatal

Dapat berupa toksoplasmosis, rubella, penyakit sitomegalovirus, herpes simpleks, sifilis, dan hepatitis.Semua infeksi ini dapat ditularkan melalui plasenta, dan sebagian diantaranya juga didapat saat persalinan. Infeksi prenatal dapat meningkatkan kadar IgM darah dan menghambat pertumbuhan janin. Bayi dengan infeksi tersebut dapat mengalami hepatosplenomegali, anemia hemolitik, trombositopenia, dan trauma hepatoseluler. Semua hal tersebut akan meningkatkan jumlah bilirubinb. Sepsis

Peningkatan bilirubin I pada sepsis terjadi karena proses inflamasi yang akan merusak sel darah merah dan gangguan konjugasi oleh kerusakan hepar. Peningkatan bilirubin II pada sepsis dihubungkan dengan kolestasis, yang dapat terjadi karena sumbatan pada jalur pengeluaran bilirubin terkonjugasi oleh inflamasi.

c. Ikterus Pada Bayi dengan Ibu Diabetes

Dapat disebabkan oleh peningkatan sirkulasi enterohepatal, polisitemia, masalah pada konjugasi bilirubin. Proses konjugasi melebihi kapasitas hepar untuk mengeksresikan bilirubin terkonjugasi karena kecepatan produksi bilirubin yang sangat tinggi.2.6 PEMERIKSAAN FISIK Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian.Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.Dari pemeriksaan fisik, penentuan perkiraan kadar bilirubin dapat dilakukan menurut kriteria Kramer, yaitu:

Derajat IkterusDaerah KkterusPerkiraan Kadar Bilirubin

IKepala dan leher5,0 mg%

IISampai badan atas (di atas umbilikus)9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)11,4 mg/dl

IVSampai lengan, tungkai bawah lutut12,4 mg/dl

VSampai telapak tangan dan kaki16,0 mg/dl

Tabel 2. Kriteria Kramer

2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total, direk, dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus.Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat.Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.,Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain:

1. Golongan darah

2. Coombs test

3. Darah lengkap dan hapusan darah

Pemeriksaan hapusan darah diperlukan untuk membedakan kelainan hemolitik.4. Hitung retikulosit

Jumlah retikulosit yang > 6% setelah tiga hari kehidupan bayi, biasanya menandakan proses hemolitik yang abnormal.5. Skrining G6PD

6. ETCOc (End Tidal Carbon Monoxide Concentration)

2.8 PENATALAKSANAAN Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kern-ikterus/ ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung.

Prinsipnya dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan mengobati,yaitu:a. Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin

b. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksikagar dapat dikeluarkan

melalui ginjal dan usus,misalnya dengan terapi sinar (photo terapi)

c. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah, yaitu denga tranfusi tukar darahTabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubinUsia Terapi sinar Transfusi tukar

Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko*

mg/dL mol/L mg/dL mol/L mg/dL mol/L mg/dL mol/L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340

Indikasi transfus tukar:

a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg%

b. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gram per 100 ml.

c. Pada kenaikan yang cepat nilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama (0,31 mg% per jam). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas golongan darah.

d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung.

e. Bayi penderita icterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14 mg% dan Coombs test langsung positif.

2.9 KOMPLIKASI

Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka akan terjadi penyakit kernikterus. Kernikterus adalah suatu sindrom neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerikterus dapat menimbulkankerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental dan gangguan tingkah laku.2,5

Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus. Pada bayi prematur batasnya ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita asidosis dan hipoglikemia, kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin