27
BAB I PENDAHULUAN Diskusi kami berlangsung 2 jam, dalam 1 sesi pertemuan diskusi. Diskusi bertempat di Ruang 709 lantai 7 Kampus B Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Diskusi diikuti oleh 12 orang mahasiswa. Diskusi yang dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Mei 2013 Pkl 10..00 – 12.00 WIB dengan diketuai oleh Gilang Pradipta dengan Sekretaris Ghayatrie Healthania , serta tutor Dr. Juni Chudri ,MARS.. Kasus yang dibahas adalah mengenai seorang bayi yang mengalami ikterik sejak 12 jam pasca lahir. Perlu dilakukan klasifikasi masalah dan hipotesis, anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang yang dibutuhkan, tatalaksana serta komplikasi-komplikasinya. Selama jalannya diskusi ini, seluruh mahasiswa mengikuti jalannya diskusi dengan baik dan memberikan kontribusinya pada jalannya diskusi ini. 10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 1

Makalah Bayi Ikterik TMK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

M

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Diskusi kami berlangsung 2 jam, dalam 1 sesi pertemuan diskusi. Diskusi bertempat di Ruang

709 lantai 7 Kampus B Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Diskusi diikuti oleh 12 orang

mahasiswa. Diskusi yang dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Mei 2013 Pkl 10..00 – 12.00 WIB

dengan diketuai oleh Gilang Pradipta dengan Sekretaris Ghayatrie Healthania , serta tutor Dr.

Juni Chudri ,MARS..

Kasus yang dibahas adalah mengenai seorang bayi yang mengalami ikterik sejak 12 jam pasca

lahir. Perlu dilakukan klasifikasi masalah dan hipotesis, anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik,

laboratorium dan penunjang yang dibutuhkan, tatalaksana serta komplikasi-komplikasinya.

Selama jalannya diskusi ini, seluruh mahasiswa mengikuti jalannya diskusi dengan baik dan

memberikan kontribusinya pada jalannya diskusi ini.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 1

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang bayi mengalami ikterus sejak usia 12 jam pasca lahir. Lahir operasi Caesar dengan berat

3200 gr dan langsung menangis. Pada pemeriksaan fisis didapatkan sadar, tidak panas, ikterus.

Hasil pemeriksaan bilirubin total 10.5 mg/dl. Anda sebagai mahasiswa diminta untuk merancang

tatalaksana kasus tersebut

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 2

BAB III

PEMBAHASAN

A. MASALAH DAN HIPOTESIS

Masalah Hipotesis

1. Ikterus sejak baru lahir 12 jam yang lalu Peningkatan produksi bilirubin total.

Disebabkan pemecahan sel darah

extravaskuler ( contoh : hematoma,

perdarahan di paru dan otak)

Peningkatan produksi yang diakibatkan

oleh anemia hemolitik. ( contoh : G6PD,

thalassemia, Rh inkompatibilitas)

Peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Contohnya adalah hirschsprung disease)

Gangguan sekresi. Disebabkan oleh adanya

obstruksi biler, atresia bilier dan adanya

cholestasis.1

B. ANAMNESIS TAMBAHAN

Identitas ibu (Nama, alamat, pekerjaan)

Apakah sudah pernah melahirkan sebelumnya?

Kehamilan yang keberapakah ini?

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 3

Apakah kehamilan aterm atau tidak?

Apakah sebelumnya ibu menderita penyakit TORCH?

Apakah orang tua pasien menderita anemia sickle cell,thalasemia?

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan terhadap tanda vital berupa suhu, frekuensi napas, denyut jantung, berat

badan, dan panjang badan .

2. Kepala: Diperiksa apakah ada hematoma ektravascular yang diakibatkan oleh trauma

persalinan. Pemeriksaan ini untuk bayi yang dilahirkan pervaginam.

3. Mata: Diperiksa apakah adanya sclera yang ikterik.

4. Hidung: bernapas menggunakan cuping hidung atau tidak. Bernapas menggunakan

cuping hidung menandakan bayi susah bernapas salah satu penyebabnya adalah

kurangnya hemoglobin akibat adanya turnover sel darah merah yang tinggi, defisiensi

G6PD, dan adanya sperositosis herediter.

5. Wajah dilihat apakah adanya pucat karena pemecahan sel darah yang berlebih.

6. Mulut dinilai warna bibir untuk melihat adanya sianosis dan refleks hisap. Refleks hisap

berguna sebagai salah satu penanda adanya hipotiroidisme pada bayi. Jika refleks hisap

menurun atau bayi kurang napsu makan maka bisa mengarah pada adanya hipotiroidisme.

7. Ekstremitas menilai keaktivan gerak anak dan sianosis pada ujung- ujung jari. Keaktivan

anak yang kurang dapat mengarah pada hipotiroid.

8. Kulit periksa apakah adanya petechiae, purpura, echimosis, serta kekeringan kulit. Juga

untuk menilai derajat ikterus pada bayi. Petechiae, purpura, echimosis dapat

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 4

menunjukkan adanya pemecahan darah yang berlebihan pada tubuh bayi. Sedangkan jika

kulit anak kering dan dingin dapat mengarah pada hipertiroid.

Menilai derajat ikterus pada bayi dengan menggunakan metode Kramer. Penjalaran

ikterus pada bayi secara sefalokaudal.

Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin I

I Daerah Kepala dan leher 5,0 mg %

II Badan atas 9,0 mg%

III Badan bawah hingga tungkai 11,4 mg%

IV Lengan, kaki bawah, lutut. 12, 4 mg %

V Telapak tangan dan kaki 16,0 mg%

9. Abdomen periksa apakah ada distensi atau tidak untuk membuktikan adanya peningkatan

sirkulasi enterohepatik yang mengakibatkan bilirubin tidak dapat dibuang melalui feses

sehingga diserap kembali ke hepar yan gmembuat peningkatan bilirubin dalam tubuh.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 5

Peningkatan sirkulasi enterohepatik dapat disebabkan oleh stenosis pylorus, stenosis

usus, hirsprung disease.

Regio abdomen juga diperiksa apakah adanya splenomegali sebagai akibat dari

pemecahan sel darah merah yang berlebihan .

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG

Pemeriksaan bilirubin total dan bilirubin direk harus dilakukan pada neonates yang mengalami

icterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong resiko tinggi

terserang hiperbilirubinemia berat.Namun pada bayi yang mengalami icterus berat lakukan terapi

sinar atau phototherapy segera mungkin dan jangan ditunda.4

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total,

dan harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total <15

mg/dl dan tidak ‘reliable’ pada kasus icterus yang sedang mendapat phototherapy. Pemeriksaan

serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar

bilirubin. Kadar albumin serum juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi berupa

phototherapy atau transfuse tukar.4

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab icterus

antara lain :

1. Golongan darah dan ‘coombs test’

2. Pemeriksaan darah lengkap/rutin dan apusan darah

Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui adanya suatu infeksi

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 6

3. Hitung retikulosit,untuk skrining G6PD

4. Bilirubin

Penyebab icterus yang tergolong pre-hepatic akanmenyebabkan peningkatan kadar

bilirubin indirect maupun direk, sedangkan untuk kelainan post-hepatik dapat terjadi

peningkatan kadar bilirubin direk

5. Urin

Tes yang sederhana untuk melihat warna urin dan melihat ada tidaknya bilirubin

dalamurin.

6. Aminotransferase dan alkali fosfat

7. Pemeriksaan pencitraan

Bergunauntuk mendiagnosis penyakit infiltrative dan kolestatik. 4

E. PATOFISIOLOGI

Mayoritas produksi bilirubin dihasilkan oleh pemecahan eritrosit yang sudah tua menjadi Hb dan

bilirubin 1 ( indirek). Bilirubin indirek ini terikat dengan albumin masuk ke dalam sirkulasi

darah untuk ditransport ke hepar, dimana akan di uptake oleh hepatosit dan dikonjugasikan

dengan asam glukoronat bantuan enzim diphospoglucoronate glucoronoyltransferase ( UGT )

untuk menjadi larut air. Bilirubin direk yang terbentuk nanti akan diekresikan oleh empedu ke

duodenum. Apabila terjadi gangguan di sistem biliern sistem gastrointestinal akan meningkatkan

kadar bilirubin direk didalam darah.1

Hiperbilirubinemia sering terjadi pada neonatus dan menyebabkan jaundice. Pada jaundice

fisiologis, dalam tubuh neonatus terjadi akumulasi unconjugated atau bilirubin indirek karena

fungsi hati sebagai pengkonjugasi bilirubin indirek menjadi direk oleh enzim uridine

diphosphoglucuronic acid (UDP) belum terjadi sempurna. Onset jaundice fisiologis terjadi 24

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 7

jam setelah lahir, memuncak pada hari 3, dan mulai menurun pada 7 hari setelah lahir. Dapat

terjadi jaundice patologis pada keadaan bilirubin indirek berlebihan untuk dimetabolisme hepar,

seperti pada hemolitik anemia, infeksi malaria dan rhesus incompatibility. Masalah pada enzim

hepar karena penggunaan obat atu defek genetik juga dapat menyebabkan jaundice patologis,

sehingga onset jaundice kurang dari 24 jam pasca lahir, kadar bilirubin total meningkat lebih dari

5 mg/dL/24 jam , serum bilirubin is >12 mg/dL di bayi cukup bulan atau 10–14 mg/dL pada

bayi prematur, jaundice menetap setelah 10–14 hari setelah lahir dan kadar bilirubin direk >2

mg/dL setiap waktu.3

F. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan kadar bilirubin

serum agar tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/encephalopatibiliaris, serta

mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan

dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan

mempercepat proses konjugasi.

1. Terapi sinar : Bertujuan untuk mengurangi bilirubin indirek, sehingga bilirubin dapat mudah

dipecah dan larut dalam air, dapat diekskresikan kedalam empedu dan dikeluarkan dari dalam

tubuh.

Indikasi :

Bilirubin indirek >10mg%

Pre dan post transfusi tukar

Ikterus sejak hari pertama kelahiran

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 8

Kontraindikasi:

Ikterus dikarenakan bilirubin direk karena kolestasis atau penyakit hepar

Alat dan prosedur:

Lampu flouresen biru (420-470 nm) 8-10 buah

Lampu diletakan 15-20 cm dari bayi

Selimut fiber optik untuk mengalasi punggung bayi

Menutup mata bayi untuk mencegah kerusakan kornea,serta menutup genitalia.

Serum bilirubin di monitor setiap 4-8 jam

Suhu di monitor setiap 2-6 jam

Komplikasi tindakan:

Feses lunak

Makula atau purpura

Overheating

Dehidrasi

Hipotermia

Bronze baby syndrome

2. Transfusi tukar : Suatu tindakan mengganti darah bayi yang mengandung kadar bilirubin yang

sangat tinggi (lebih dari 20 mg/dl pada bayi usia 2 hari, lebih dari 25 mg/dl pada bayi usia lebih

dari 2 hari) dengan darah donor yang sesuai dengan darah bayi.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 9

G. KOMPLIKASI

a. Komplikasi Ikterus

Komplikasi yang timbul karena ikterus adalah : Kern ikterus yaitu sindrom neurologis yang

disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek dalam otak.5

Stadium I           : reflek moro jelek, hipotoni, letargi, poorfeeding, vomitus,

highpitchedcry, kejang

Stadium II          : Ovistototonus, panas, rigiditas, okulogirik, kreises, trises, mata

cenderung efiesi keatas.

Stadium III : Spastisipas menurun pada sekitar usia 1 minggu

Stadium IV : Gejala sisa lanjut, spastisistas, atetosis, tuliparsial/komplit, retardasi

mental, paralysis bola mata, displasia dental.

b. Komplikasi Tatalaksana Terapi Sinar

Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dalam penelitian yang dilakukan

selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek

samping hanya bersifat sementara, dan dapat dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara

penggunaan terapi sinar.5

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:

1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus

diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin

berikan ASI.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 10

2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang

meningkat).

3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.

4. Kenaikan suhu tubuh.

5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat

sementara.

Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat penggunaannya.

Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi

baru lahir.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 11

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metabolisme Bilirubin 2

Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi.

Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial. Bilirubin merupakan

pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan

katabolisme heme melalui proses oksidasi reduksi. Tujuh puluh lima persen produksi bilirubin

berasal dari katabolisme hemoglobin dari eritrosit. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34

mg bilirubin, sisanya 25% berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak

efektif pada sumsum tulang. Bayi baru lahir akan memproduksi 8 sampai 10 mg/kgBB/hari,

sedangkan orang dewasa sekitar 3 – 4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi

baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70 sampai 90 hari) dibandingkan

dengan orang dewasa (120 hari).

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke

sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini

merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel

hepar.

Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membran plasma hepatosit, abumin terikat ke

reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel membran yang berikatan

dengan ligandin (protein Y). Bilirubin tak terkonjugasi dikonversi ke bentuk bilirubin konjugasi

yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate

glucoronyl transferase (UDPG-T).

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 12

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu,

kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses.1-3,5 Sedangkan molekul

bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasma untuk rekonjugasi berikutnya.

Proses dimana bilirubin diserap kembali dari saluran gastrointestinal dan dikembalikan ke dalam

hati untuk dilakukan konjugasi ulang disebut sirkulasi enterohepatik

2.2. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin

Keuntungan dari fototerapi pertama kali diketahui dari observasi yang dilakukan oleh sister J

Wards pada tahun 1956, yaitu seorang perawat yang bertugas di unit bayi prematur di Rochford

General Hospital Essex Jerman, dengan menggunakan paparan sinar matahari terhadap neonatus

yang kuning. Kemudian seorang residen anak R. J Creamer melakukan penelitian terhadap bayi

kuning yang diberikan paparan sinar matahari mendapatkan penurunan kadar bilirubin.

Selanjutnya Creamer dkk membuat unit fototerapi yang terdiri dari 8 buah tabung fluorescent

biru berukuran 24 inci dan memaparkannya pada 9 neonatus. Pada akhirnya diperoleh penurunan

kadar bilirubin dan dengan demikian teknologi fototerapi ditemukan.11,16 Fototerapi telah

dievaluasi dalam sejumlah penelitian sejak tahun 1960 sampai awal 1990.17

Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus

cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan

rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP).

Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan konsentrasi dari bilirubin yang bersirkulasi ataupun

untuk mencegah peningkatannya. Fototerapi bekerja dengan memanfaatkan energi cahaya untuk

mengubah bentuk dan struktur dari bilirubin lalu mengkonfersinya menjadi molekul – molekul

yang dapat diekskresikan melalui empedu atau urin.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 13

Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat

konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat

dibersihkan plasma melalui empedu.

Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.

Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang

diekskresikan lewat urin.8 Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan

secara langsung dapat diekskresikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa

diekskresikan lewat urin.

2.3. Efektivitas fototerapi

Efektivitas fototerapi tergantung pada intensitas sinar yang dihasilkan sumber cahaya. Intensitas

sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar

(μW/cm2/nm). Fototerapi standar harus memberikan intensitas sinar 8 sampai 10 μW/cm2/nm

dan panjang gelombang 430 sampai 490 nm. AAP mendefinisikan fototerapi intensif sebagai

fototerapi yang menghasilkan intensitas sinar sedikitnya 30 sampai 40 μW/cm2/nm dan panjang

gelombang yang dapat mencakup seluruh permukaan tubuh neonatus.

Dan sejak tahun 2004 AAP merekomendasikan fototerapi intensif sebagai terapi

hiperbilirubinemia pada neonatus.21 Faktor faktor yang mempengaruhi Intensitas sinar adalah

jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, desain fototerapi, jarak sinar ke neonatus

dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari.

Efek samping dari fototerapi antara lain adalah ketidakstabilan suhu tubuh, peningkatan

peristaltik usus, diare, berkurangnya interaksi ibu dengan bayi, dan efek yang jarang terjadi

seperti perubahan warna kulit menjadi keabuan.

2.4. Fototerapi Ganda

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 14

AAP mendefinisikan fototerapi intensif sebagai fototerapi yang mengunakan intensitas sinar

sedikitnya 30 μW/cm2/nm sampai 40 μW/cm2/nm dan panjang gelombang yang dapat

mencakup seluruh permukaan tubuh neonatus.17 Intensitas sinar dapat ditingkatkan dengan

pemberian fototerapi ganda atau double fototerapi.11,23 Hal ini dapat dicapai dengan

meletakkan sumber sinar di atas dan di bawah neonatus. Penggunaan fototerapi intensif dapat

menurunkan kadar bilirubin 30% sampai 40 % atau bilirubin serum total 1 sampai 2 mg/dL

dalam waktu 4 sampai 6 jam.17

2.5. Peningkatan Kembali Kadar Bilirubin

Fototerapi digunakan di seluruh dunia sebagai terapi jaundice pada neonatus. Kebutuhan

dilakukannya transfusi tukar menurun secara signifikan sejak ditemukannya fototerapi.

Fototerapi merupakan metode yang efektif, noninvasif, mudah digunakan, dan tidak mahal.

Namun demikian penambahan waktu fototerapi tidak disarankan karena memiliki efek samping

jangka pendek dan jangka panjang. Selain itu dapat menimbulkan lamanya waktu perawatan dan

memberikan pengaruh negatif terhadap interaksi ibu dan bayi, disaat yang sama fototerapi yang

dihentikan terlalu cepat dapat menyebabkan kadar bilirubin meningkat ke level yang tidak dapat

ditoleransi.

Tidak ada standar untuk penghentian fototerapi. Kadar bilirubin serum total untuk dihentikannya

fototerapi tergantung dari usia kapan fototerapi dimulai dan tergantung dari penyebab

hiperbilirubinemia. Untuk neonatus yang dirawat kembali setelah perawatan kelahiran di rumah

sakit, fototerapi dapat dihentikan bila kadar bilirubin di bawah 13 – 14 mg/dL.25 Pada neonatus

yang mendapat fototerapi intensif, bila kadar bilirubin kurang dari 13 – 14 mg/dL fototerapi

dihentikan.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 15

Merupakan hal yang sudah sangat dipercaya secara luas bahwa penghentian fototerapi

berhubungan dengan rebound hiperbilirubinemia.10 Rebound hiperbilirubinemia biasanya

menunjukkan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 1 – 2 mg/dL, walaupun demikian

kejadian rebound setelah fototerapi dihentikan signifikan secara klinis dapat terjadi.11

Penundaan pemulangan neonatus tidak perlu dilakukan untuk mengetahui kejadian rebound.25

Sejak ditemukannya fototerapi intensif sebagai terapi hiperbilirubinemia yang dapat menurunkan

kadar bilirubin serum total lebih cepat dibandingkan fototerapi konvensional, kemungkinan

terjadinya rebound yang lebih besar dapat saja terjadi.

2.6. Konseptual

Peningkatan kembali kadar serum bilirubin setelah fototerapi dihentikan apabila:

- Infeksi

- G6PD

- Usia gestasi

- Etnis

- Albumin

- Obat obatan

- ASI

- Dehidrasi

- Kelainan congenital

Yang perlu diperhatikan adalah:

1. Penurunan kadar bilirubin serum

2. Hiperbilirubinemia indirek

3. Jenis sinar

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 16

4. Panjang gelombang

5. Desain fototerapi

6. Jarak sinar

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 17

BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus bayi dengan ikterus sejak 12 jam pasca lahir ini termasuk ke dalam ikterus

patologis yang tidak wajar adanya dan disebabkan oleh berbagai macam hal. Oleh sebab itu perlu

dilakukan beberapa pemeriksaan fisik, lab dan penunjang untuk memastikan etiologi yang tepat

atas ikterus yang dialami bayi ini. Penatalaksanaan yang tepat dan adekuat seperti terapi sinar

dan transfusi tukar diharapkan mampu mengatasi hiperbilirubinemia pada pasien.

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 18

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Porter RS, Kaplan JL, Homeier BP. Merck : the manual of patients symtomps. 1st ed. New

Jersey; Merck Research Laboratories. 2008. 343-44

2. BilirubinAvailable:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22590 /3/Chapter

%20II.pdf . Accessed on May 8th, 2013.

3. Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson

HB, Stanton BF, editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunder

Elsevier. 2007

4. Maisels M.J, Ostrea E.W, Touch S., et al. Evaluation of a new transcutaneous

bilirubinometer. Pediatrics 2004;113:1628

5. IDAI, Depkes, RI. 2004. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk

Dokter, Bidan dan Perwat di Rumah Sakit. Jakarta

10 MEI 2013/KELOMPOK 9 /TMK 2013 Page | 19