23
HAND OUT MATA KULIAH : ASKEB IV ( Patologi ) TOPIK : Mengidentifikasi Masalah Perdarahan Postpartum SUB TOPIK : 3.1. Masalah Perdarahan Post Partum 3.1.1. Definisi 3.1.2. etiologi dan Patogenesis 3.1.3. Manifestasi Klinis 3.1.4. Patofisiologi 3.1.5. Pemeriksaan Fisiik 3.1.6. Pemeriksaan Khusus 3.1.7. Pemeriksaan Penunjang 3.1.8. Diagnosa Banding 3.1.9. Penatalaksanaan WAKTU : 2 x 50 menit OBJEK PERILAKU MAHASISWI Setelah selesai mengikut perkuliahan ini diharapkan mahasiswa dapat dengan benar mengidentifikasi masalah perdarahan pada masyarakat. DAFTAR PUSTAKA PENDAHULUAN

Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

Embed Size (px)

DESCRIPTION

,iuof;uylfgvbp]j[08g'ojh

Citation preview

Page 1: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

HAND OUT

MATA KULIAH : ASKEB IV ( Patologi )

TOPIK : Mengidentifikasi Masalah Perdarahan Postpartum

SUB TOPIK : 3.1. Masalah Perdarahan Post Partum

3.1.1. Definisi

3.1.2. etiologi dan Patogenesis

3.1.3. Manifestasi Klinis

3.1.4. Patofisiologi

3.1.5. Pemeriksaan Fisiik

3.1.6. Pemeriksaan Khusus

3.1.7. Pemeriksaan Penunjang

3.1.8. Diagnosa Banding

3.1.9. Penatalaksanaan

WAKTU : 2 x 50 menit

OBJEK PERILAKU MAHASISWI

Setelah selesai mengikut perkuliahan ini diharapkan mahasiswa dapat dengan benar

mengidentifikasi masalah perdarahan pada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN

Retensio Plasenta ( Placenta Retention ) merupakan plasenta yang belum lahir dalam

setengan jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta ( rest placenta ) merupakan

tertinggalnya plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan

postpartum dini ( early postpartum hemorrhage ) atau perdarahan postpartum lambat

( late postpartum hemorrhage ) yang biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca

persalinan.

Page 2: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

Sebab – sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena :

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Page 3: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

URAIAN MATERI

3.1. MASALAH PERDARAHAN POSPARTUM

3.1.1. Definisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml

selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio

plasenta. Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari

500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof. Dr. Rustam

Mochtar, MPH, 1998 ).

Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah leih dari 500

ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi ( Williams, 1998 ).

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 – 60% )

kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan

akibat retensio plasenta diaporkan berkisar 16 – 17%. Di RSU H. Damanhuri

Barabai, selama 3 tahun ( 1997 – 1999 ) didapatkan 146 kasus rujukan

perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus

tersebut, terdapat satu kasus ( 0,68% ) berakhir dengan kematian ibu.

Yang dinamakan perdarahan postpartum adalah perdarahan yang

melebihi 500 cc dalam 24 jam setelah anak lahir.

Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebu perdarahan

postpartum yang lambat, biasanya disebabkan oleh jaringan plasenta yang

tertinggal.

Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari

kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum,

plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura

uteri ) disebabkan oleh perdarahn postpartum

Selain dari itu dimana perdarahan postpartum tidak menyebabkan

kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anaemia

mengurangkan daya tahan. Maka tugas kita mencegah perdarahan yang

banyak, amat penting.

Page 4: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

Perdarahan postpartum lebih sering terjadi pada iu – ibu di Indonesia

dibandingkan dengan kejadian di luar negeri. Perdarahan postpartum

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.

2. Late postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan

komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mencegah timbulnya syok.

3. Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan.

Bedasarkan penyebabnya :

1. Atoni uteri ( 50 – 60% ).

2. Retensio plasenta ( 16 – 17% ).

3. Sisa plasenta ( 23 – 24% ).

4. Laserasi jalan lahir ( 4 – 5% ).

5. Kelainan darah ( 0,5 – 0,8% ).

3.1.2. Etiologi dan Patogenesis

Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu :

1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat

palsenta, namun dinding uterus temap plasenta melekat masih tipis.

2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta

melekat ( dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm ).

3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan

pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematon yang

terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta

disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus

Page 5: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

yang aktif pada tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan

spongiosa.

4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta

bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil

darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa

perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan

sebab. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase

kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89%

plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.

Tanda – tanda lepasnya plasenta :

1. Keluanya darah secara tiba – tiba.

2. Tali pusat memanjang.

3. Uterus membulat dan memanjang.

Faktor – faktor yang mempengaruhi plasenta :

1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks ;

kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus ; serta pembentukan

constriction ring.

2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa

; implantasi di cornu ; dan adanya plasenta akreta.

3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus

yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan

kontraksi yang tidak ritmik ; pemberian uterotonik yang tidak tepat

wakunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan

plaenta ; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi

uterus.

Page 6: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

3.1.3. Manifestasi Klinis

Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam jumlah

banyak > 500 ml ), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,

gelisah, letih dan dapat terjadi syol hipovolemik, tekanan darah rendah,

ekstremitas dingin, mual.

Gejala klinis berdasarkan penyebab :

1. Atonia Uteri

Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan

perdarahan segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).

Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian

plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan

lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting

perdarahan postpartum.

Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ;

pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil

kembar atau janin besar ; persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi

yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan

plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari

rahim.

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui.

Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita

telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada

perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek.

Tearapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus

diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu

yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami

perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada

persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim

Page 7: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding

rahim.

Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya

penghentian perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.

Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan

suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang

diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim,

bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa

ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan

postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang

mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : umur, paritas,

partus lama dan partus terlantar, obstetric operatif dan narkosa, uterus terlalu

renggang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar,

kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio

plasenta, factor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

2. Retensio Plasenta

Gejala yang selalu ada : plasenta belu lahir setelah 30 menit,

perdarahan segera, kontraksi uterus baik.

Gejala yang kadang – kadang timbul : tali pusat putus akibat raksi

berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama

1 jam setelah bayi lahir.

Penyebab retensio plasenta :

1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh

lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

a. Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium

lebih dalam.

Page 8: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

b. Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus

desidua endometrium sampai ke miometrium.

c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai

ke serosa.

d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus serosa atau

peritoneum dinding rahim.

2. Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni

uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim ( akibat

kesalahan penanganan kala III ) yang akan menghalangi plasenta keluar

( plasenta inkarserata ).

3. Inversio Uteri

Inversiio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian

atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami

inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi

sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi

sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversion uteri :

a. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri

namun belum keluar dari ruang rongga rahim.

b. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.

c. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian

sudah keluar vagina.

Penyebab inversion uteri ;

a. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,

tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ).

b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta

yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Page 9: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri :

a. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.

b. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.

Gejala klinis inversion uteri :

a. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat,

perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih

melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi

dan nekrosis.

b. Pemeriksaan dalam :

1. Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus

uteri cekung ke dalam.

2. Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina

teraba tumor lunak.

3. Kavum uteri sudah tidak ada.

4. Perdarahan karena robekan serviks

Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun

kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus

dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang berdarah

atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya

dijahit.

Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke

bawah hingga cerviks dekat dengan vulva.

Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke

bawah. Dalam melakukan jahtan jahtan robekan serviks ini yang penting

bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang – cabang arteria uterine.

Page 10: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

5. Perdarahan postpartum karena sisa plasenta

Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak

lengkap, maka harus dilakukan ekksplorasi dari kavum uteri.

Potongan potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui,

biasanya menimbulkan perdarahan postpartum lambat.

Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa – sisa plasenta ini segera

dikeluarkan walaupun ada demam.

6. Robekan Jalan Lahir

Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir

segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.Gejala yang

kadang – kadang timbul : pucat, lemah, menggigil.

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari

perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.

Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya

disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

a. Robekan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks

seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.

Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke

segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti,

meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan

baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

b. Robekan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak

sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih

sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam. Terlebih apabila kepala

Page 11: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat

pada pemeriksaan speculum.

c. Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya

terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu

cepat, sudut arkus lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu

panggul bawah dengan ukuran panggul yang lebih besar daripada sirkum

ferensia suboksipito bregmatika.

Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi

perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang

kuat.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan

robekan jalan lahir adalah :

1) Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih

tinggi).

a. Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih

tinggi ).

b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.

c. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika,

kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.

2) Atonia uteri ( robekan jaringan lunak )

a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.

b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus

menerus, penangnanannya : ambil speculum dan cari robekan.

c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung

uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

Page 12: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

3.1.4. Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar

untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus

menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah –

pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga

perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang

lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan

karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya

afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya

fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab

dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong

pada keadaan shock hemoragik.

3.1.5. Pemeriksaan Fisik

a. Pemerikasan tanda – tanda vital

1. Pemeriksaan suhu badan

Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu

hari suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat

hipovolemia.

2. Nadi

Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi

hipovolemia yang semakin berat.

3. Tekanan darah

Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.

4. Pernafasan

Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.

Page 13: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

:

3.1.6. Pemeriksaan Khusus

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda

komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi

1. Nyeri / ketidaknyamanan

Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ).

2. Sistem vaskuler

a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap

jam berikutnya.

b. Tensi diawasi setiap 8 jam.

c. Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.

d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek

koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem reproduksi

a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum,

kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan

posisinya serta konsistensinya.

b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak

dan bau.

c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda infeksi,

luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.

d. Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.

e. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum.

f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi

sebelum kehamilan ( sub involusi ).

4. Traktus urinarus

Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak,

spontan dan lain – lain.

5. Traktur gastro intestinal.

Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.

6. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

Page 14: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

3.1.7. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap

Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ),

melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang

disertai dengan infeksi

2. Menentukan adanya gangguan kongulasi

Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial

Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time

( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis

spons desidua.

3.1.8. Diagnosa Banding

Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada

miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.

3.1.9. Penatalaksanaan

Penanganan Retensio Plasenta

1. Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV – line dengan

kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid ( sodium

klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila

memungkinkan ). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi

oksigen. Tranfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan

hasil pemeriksaan darah.

2. Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer

laktat atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus berkontraksi.

3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan

dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi

manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih

400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan

Page 15: Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum ( HAND OUT )

buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi dan

dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.

5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat

dikeluarkan dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.

Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.

Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati – hati karena dinding

rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan

pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda – tanda infeksi dan untuk

pencegahan infeksi sekunder.