Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM
DI RSUD PALABUHANRATU KAB.SUKABUMI
TAHUN 2017
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan Program
Studi Kebidanan STIKes Bhakti Kencana Bandung
Qori Nur Azizah
CK.1.15.062
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
BANDUNG
2018
ABSTRAK
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesi masih tinggi. Berdasarkan Data
Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Angka Kematian
Ibu (AKI) adalah sebanyak 359/100.000 kelahiran hidup. Tiga penyebab kematian
ibu adalah perdarahan, preeklampsi dan infeksi. Penyebab perdarahan postpartum
disebabkan oleh faktor 4T, yakni tonus (atonia uteri), Trauma (robekan jalan
lahir), Tissue (retensio plasenta atau sisa plasenta) dan trombin (kelainan faktor
pembekuan darah).
Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui gambaran kejadian
perdarahan postpartum di RSUD palabuhanratu 2017. Metode penelitian ini
adalah deskriptif dengan populasi keseluruhan ibu yang mengalami perdarahan
post partum baik yang bersalin di RSUD Palabuhanratu ataupun yang merupakan
pasien rujukan dari fasilitas kesehatan lainnya. Pengambilan sampel
menggunakan teknik Total Sampling yaitu sebanyak 720 orang.
Hasil didapatkan bahwa lebih dari setengah responden mengalami
perdarahan postpartum primer yaitu sebanyak (59%) dan lebih dari setengah
responden yang mengalami perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri
yaitu sebanyak (62%).
Saran bagi tenaga kesehatan dan Rumah Sakit adalah penelitian ini dapat
digunakan sebagai sumber informasi yang berguna tentang kasus perdarahan
postpartum yang terjadi selama periode 2017 dan diharapkan dapat menjadi acuan
untuk meningkatkan pelayanan dalam menangani kasus perdarahan post partum
agar dapat menurunkan kemungkinan terjadinya Angka Kematian Ibu.
Kata Kunci : Perdarahan Post Partum, Penyebab langsung
Daftar Pustaka : 18 buku (2005-2016), 7 Jurnal, 4 Web
ABSTRACK
Maternal Mortality Rate (MMR) in Indonesia is still high. Based on data
from the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) in 2012 the
Maternal Mortality Rate (MMR) was 359 / 100,000 live births. Three causes of
maternal death are bleeding, preeclampsia and infection. Causes of postpartum
hemorrhage caused by 4T factors, namely tone (uterine atony), trauma (birth canal
tears), tissue (placental retention or residual placenta) and thrombin (blood
clotting factor abnormalities).
The purpose of this study was to determine the description of the incidence
of postpartum haemorrhage in palabuhanratu 2017 Hospital. This research method
was descriptive with the overall population of mothers who experienced
postpartum hemorrhage either who gave birth at Palabuhanratu Regional Hospital
or who were referral patients from other health facilities. Sampling using Total
Sampling technique is as many as 720 people.
The results showed that more than half of the respondents experienced
primary postpartum hemorrhage as much as (59%) and more than half of the
respondents who experienced postpartum hemorrhage caused by uterine atony as
much as (62%).
The advice for health workers and hospitals is that this research can be
used as a useful source of information about cases of postpartum hemorrhage that
occurred during the period of 2017 and is expected to be a reference for
improving services in dealing with cases of post partum hemorrhage in order to
reduce the likelihood of maternal mortality.
Keywords : Post Partum Bleeding, Direct Causes
Bibliography : 18 books (2005-2016), 7 Journals, 4 Webs
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.,
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir yang berjudul “GAMBARAN KEJADIAN PERDARAHAN
POSTPARTUM DI RSUD PALABUHANRATU TAHUN 2017.” Shalawat
serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnahnya untuk keselamatan
dunia maupun akhirat.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai
pihak studi kasus ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. H. Mulyana, SH., M.Pd., MH.Kes.m selaku ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana Bandung.
2. Raden Siti Jundiah, M.Kep selaku ketua STIKes Bhakti Kencana
Bandung.
3. Dewi Nurlaelasari, M.Keb selaku ketua prodi D III Kebidanan STIKes
Bhakti Kencana Bandung.
4. Madinatul Munawaroh, S.Pd., M.KM selaku pembimbing Laporan
tugas akhir yang telah sabar dan meluangkan waktunya dalam setiap
bimbingan.
5. Seluruh staf pengajar program studi D-III Kebidanan STIkes Bhakti
Kencana Bandung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan materil
pada penyusun.
7. Suami tercinta yang selalu memberikan dukungan dan mengerti di
setiap keadaan.
8. Seluruh rekan-rekan mahasiswi D3 Kebidanan STIkes Bhakti Kencana
Bandung.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terimakasih atas dukuangan dan doanya.
Penulis menyadari dalam pembuatan Proposal Penelitian ini masih banyak
kekurangan karena ketebatasan kemampuan penulis, maka penulis mengharapkan
kritik atau saran dari semua pihak yang sifatnya membangun.
Wassalamualaikum Wr.Wb.,
Bandung, Agustus 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesi masih tinggi. Berdasarkan
Data Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah sebanyak 359/100.000 kelahiran hidup.
(Kemenkes RI. 2015 Dalam
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
ibu.pdf).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan dari suatu negara, sehingga keduanya merupakan target dalam
tujuan Suistainable Development Goals (SDG’s) yaitu tujuan ke-3
kesehatan dan kesejahteraan. Target SDG’s periode tahun 2015-2030
adalah angka kematian ibu menurun hingga dibawah 70 per 100.000
kelahiran hidup. (Rakerkesnas, 2016 dalam
http://www.depkes.go.id/article/view/16040400002/rakerkesnas-2016-
keluarga-sehat-pilar-utama-bangsa-yang-kuat.html,)
Tiga penyebab kematian ibu adalah perdarahan, preeklampsi dan
infeksi. Perdarahan postpartum bila tidak mendapat penanganan yang
semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses
penyembuhan kembali. (Prawirohardjo, S. 2009)
Perdarahan post partum merupakan salah satu masalah penting
karena berhubungan dengan kesehatan ibu yang dapat menyebabkan
kematian. Walaupun dengan adanya pemeriksaan dan perawatan
kehamilan, persalinan di rumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah,
namun perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian
ibu. (Yusriana. 2017 dalam: http://digilib.unisayogya.ac.id/LAELA-
YUSRIANA-NASKAH-PUBLIKASI.docx.pdf)
Situasi ini mendorong komunitas internasionnal untuk
berkomitmen dalam mengatasi permasalahan kesehatan ibu. Komitmen ini
diwujudkan dengan mencantumkan kesehatan ibu menjadi salah satu
target dalam The Suitable Develpment Goals (Yusriana. 2017 dalam:
http://digilib.unisayogya.ac.id/LAELA-YUSRIANA-NASKAH-
PUBLIKASI.docx.pdf).
Program Expanding Maternal And Neonatal Survival (EMAS)
merupakan program bantuan teknis pemerintah Amerika kepada
pemerintah Indonesia melalui pelayanan United State Agency for
International Development (USAID) dibawah koordinasi Kementrian
Kesehatan RI. Upaya yang akan dilaksanakan adalah dengan peningkattan
kualitas pelayanan emergency obstetricdan neonatal dengan cara
memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar
pada penurunan kematian dan tata kelola klinis (clinical governance)
diterapkan di RS dan Puskesmas. (Yusriana. 2017 dalam:
http://digilib.unisayogya.ac.id/LAELA-YUSRIANA-NASKAH-
PUBLIKASI.docx.pdf)
Perbaikan sistem pelayanan kesehatan maternal dan neonatal tidak
cukup dengan hanya melakukan standardisasi pelayanan dan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia, tetapi juga perbaikan sistem rujukan
maternal dan neonatal yang akan menjadi bagian dari tulang punggung
sistem pelayanan secara keseluruhan. Karena dalam kenyataannya, masih
akan selalu terdapat kasus maternal dan neonatal yang harus mendapatkan
pelayanan pada fasilitas kesehatan yang sesuai setelah mendapatkan
pertolongan awal di fasilitas pelayanan kesehatan primer. (Hadijono S.
2013 dalam: http://kesehatan-ibuanak.net/kia/ Perdarahan-postpartum-dan-
sistem-rujukan.pdf)
Beberapa kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal
memerlukan tempat rujukan antara sebagai sarana untuk melakukan
stabilisasi, setelah itu pengobatan dan tindakan definitif harus dikerjakan
di fasilitas pelayanan yang lebih baik oleh karena keterbatasan teknis baik
di fasilitas pelayanan kesehatan primer maupun tempat rujukan antara
(Puskesmas). Kasus perdarahan pasca persalinan tidak memerlukan tempat
rujukan antara, karena tindakan definitive histerektomi atau ligasi arteria
hipogastrika hanya bisa dilakukan di rumah sakit kabupaten, tetapi
stabilisasi pasien tetap harus dikerjakan lebih dahulu di tempat asal
rujukan. (Hadijono S. 2013 dalam: http://kesehatan-ibuanak.net/kia/
Perdarahan-postpartum-dan-sistem-rujukan.pdf)
Dari beberapa keadaan diatas, tampak sangat jelas bahwa
berfungsinya sistem rujukan maternal dan neonatal akan menjadi tulang
punggung (backbone) untuk penurunan AKI dan AKB.Sistim rujukan
pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip
utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan.Setiap kasus dengan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang ke Puskesmas
PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai
dengan Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian
ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskesmas PONED atau
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK untuk mendapatkan pelayanan
yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya. (Hadijono S.
2013 dalam: http://kesehatan-ibuanak.net/kia/ Perdarahan-postpartum-dan-
sistem-rujukan.pdf)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi,
tercatat sejak bulan Januari 2018 sampai dengan Agustus 2018 tercatat
sebanyak 37 kasus ibu yang meninggal. Sedangkan 2017 lalu, terjadi
sebanyak 42 kasus ibu meninggal saat melahirkan dengan beberapa faktor.
Penyebab utamanya diantaranya, ada keterlambatan pengambilan
keputusan dari keluarga, terlambat rujukan dan terlambat penanganan
karena daerah yang sulit dijangkau. Dan ada pula dari masyarakat sendiri
yang belum sadar pentingnya untuk melahirkan di Fasilitas Kesehatan.
(Sukabumiupdate. 2018 Dalam
http://www.sukabumiupdate.com/detail/sukabumi/pemerintahan/45331-
Angka-kematian-ibu-melahirkan-di-kabupaten-sukabumi-meningkat)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang diperoleh dari rekam
medik di RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi diperoleh data
bahwa pada tahun 2016periode Januari-Desember terdapat kasus ibu
bersalin yang mengalami perdarahan sebanyak 327 kasus (14%) dari
seluruh persalinan yaitu persalinan.Dengan jumlah persalinan normal
sebanyak 1.842 persalinandan persalinan dengan Sectio Caesaria
sebanyak 732.
Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk menyusun
Laporan Tugas Akhir tentang “Gambaran Kejadian Perdarahan
Postpartum di RSUD Palabuhanratu 2017”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Gambaran Kejadian Perdarahan Postpartum di
RSUD Palabuhanratu 2017”
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui Gambaran Kejadian Perdarahan Postpartum di
RSUD Palabuhanratu 2017.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui gambaran ibu yang mengalami Perdarahan
Postpartum berdasarkan waktu kejadian terjadinya perdarahan
postpartum RSUD Palabuhanratu tahun 2017.
2. Untuk mengetahui penyebab langsung terjadinya perdarahan post
partum di RSUD Palabuhanratu tahun 2017.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman yang bermanfaat serta menambah pengetahuan
dan wawasan dalam penerapan ilmu yang di peroleh selama
melakukan penelitian.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta
melengkapi kepustakaan dan menjadi salah satu bahan bacaan bagi
mahasiswa STIKes Bhakti Kencana Bandung.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai masukan dan bahan tambahan di dalam melanjutkan
penelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna
bagi masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan Post Partum
2.1.1 Definisi
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan
dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam minggu berikutnya
disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan
kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya berkaitan saat persalinan. (Kusmiyati, Y. 2009)
Definisi perdarahan postpartum adalah perdarahan yang
melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada umumnya bila terdapat
perdarahan yang melebihi batas normal apalagi yang menyebabkan
perubahan tanda vital. (Prawirohardjo, S. 2009)
Perdarahan pasca partum dapat dikategorikan sebagai primer
(dalam 24 jam pertama) atau sekunder (terjadi setelah 24 jam
persalinan). Pada perdarahan pasca partus primer kehilangan darah
dan angka morbiditas lebih besar serta lebih sering terjadi.
(Cunningham, G. 2006)
Penyebab perdarahan postpartum disebabkan oleh faktor 4T,
yakni tonus (atonia uteri) adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi
rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Trauma (robekan jalan lahir) Ditandai dengan perdarahan aktif segera
setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik dan plasenta
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan
spontan perineum dan trauma forceps atau vakum ekstraksi. Robekan
yang terjadi bisa ringan (lecet,laserasi), luka episiotomi, robekan
perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter
ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks,
daerah sekitar klitoris dan uretra. Tissue (retensio plasenta atau sisa
plasenta) bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam
setelah bayi lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang
sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan
oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Dan trombin yaitu
kelainan faktor pembekuan darah . (Prawirohardjo, S. 2009)
Adapun faktor-faktor predisposisi perdarahan postpartum
antara lain paritas, anemia, peregangan uterus berlebihan, partus
presipitatus, induksi persalinan, riwayat pernah atonia, partus lama,
mioma uteri, infeksi intra uterin, episiotomi, robekan spontan
perineum, trauma forceps/vacuum, riwayat sc dan kala uri tidak
lancar. (Prawirohardjo, S. 2009)
2.1.2 Epidemiologi
Perdarahan post partum merupakan penyebab utama kematian
pada maternal. Berdasarkan laporan WHO tahun 2012, angka
kematian maternal di seluruh dunia yang disebabkan oleh perdarahan
post partum mencapai 35%. (WHO, 2012).
Antara tahun 1990-2010, terjadi penurunan angka Maternal
Mortality Ratio (MMR) dari 400 per 100.000 kelahiran menjadi 210
per 100.000 kelahiran. Namun demikian, angka kematian maternal
yang terjadi di negara-negara berkembang relatif jauh lebih tinggi
dibandingkan kasus kematian maternal di negara maju. Pada tahun
2010, angka MMR di negara-negara berkembang mencapai 240 per
100.000 kelahiran (284.000 kasus kematian maternal) dibandingkan
angka MMR di negara-negara maju yang sebesar 16 per 100.000
kelahiran (2.200 kasus kematian maternal). (WHO, 2010).
Pada tahun 2011 di kawasan ASEAN hanya Singapura yang
memiliki Angka Kematian Ibu rendah, yakni mencapai Angka
Kematian Ibu < 15 yaitu 3 per 100.000 kelahiran hidup. Ada 5 negara
memiliki Angka Kematian Ibu 15-199 per 100.000 kelahiran hidup,
yakni: Brunei Darussalam (24), Filipina (99), Malaysia (29), Vietnam
(59), dan Thailand (48) serta 4 negara memiliki Angka Kematian Ibu
200-499 per 100.000 kelahiran hidup, termasuk Indonesia. Laos
merupakan negara dengan Angka Kematian Ibu tertinggi di ASEAN
dengan angka 470 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Indonesia
mencapai 228/100.000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih tinggi
dibandingkan Vietnam (59/100.000), dan Cina (37/100.000). Ini
menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan AKI
tertinggi asia, tertinggi ke-3 di kawasan ASEAN dan ke-2 tertinggi di
kawasan SEAR. Untuk satu ibu yang akan melahirkan anak di
Indonesia, risiko ibu tersebut meninggal dunia sepuluh kali lipat dari
seorang ibu di Malaysia dan Sri Lanka. Target Pemerintah adalah
menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. (WHO, 2010).
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam
kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan
mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca
persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan
perdarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. (Faisal,
2008)
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan
pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab
paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir
semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan
darah yang hilang setelah persalinan. (Abdul Bari, Saifuddin. 2008)
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama
dari kematian maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan
yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan
operasi. (Abdul Bari, Saifuddin. 2008)
2.1.3 Gambaran Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-
menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut
menimbulkan tanda-tanda syok yaitu pucat,kesadran menurun,
limbung, berkeringat dingin, sesak nafas serta tensi <90 mmHg dan
nadi >100/menit, maka penanganan harus segera dilakukan. Penderita
tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak
pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.
(Kusmiyati, Y. 2009)
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis biasanya tidak sulit terutama apabila timbul
perdarahan banyak dalam waktu singkat. Bila perdarahan sedikit
dalam waktu yang lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sehingga tampak pucat, denyut nadi dan pernafasan
lebih cepat dan tekanan darah turun. Gejala klinik baru tampak apabila
kehilangan darah telah mencapai 20%. Jika perdarahan berlangsung
terus menerus dapat mengakibatkan syok.( Sujiyatini, dkk. 2009)
1. Kriteria Diagnosis menurut (Sujiyati, dkk. 2009) :
a. Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah
keluar melalui vagina terus menerus
b. Pemeriksaan obstetridan ginekologi
kontraksi uterus, tinggi fundus di atas pusat bila ada atonia
uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena
luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta
2. Penilaian klinik
Tabel 2.1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok menurut
(Bandiyah, S. 2007)
Volume
Kehilangan
Darah
Tekanan darah
(sistolik)
Gejala dan
Tanda
Derajat Syok
500-1.000 ml
(10-15%)
Normal Palpitasi,
takikardia,
pusing
Terkompensasi
1000-1500 mL
(15-25%)
Penurunan
ringan (80-100
mm Hg)
Lemah,
takikardia,
berkeringat
Ringan
1500-2000 mL
(25-35%)
Penurunan
sedang (70-80
mm Hg)
Gelisah, pucat,
oliguria
Sedang
2000-3000 mL
(35-50%)
Penurunan
tajam (50-70
mm Hg)
Pingsan,
hipoksia,
anuria
Berat
Tabel 2.2 Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan
Post Partum menurut (Bandiyah, S. 2007)
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
1. Uterus tidak
berkontraksi
dan lembek.
2. Perdarahan
segera setelah
anak lahir
1. Syok
2. Bekuan darah
pada serviks
atau posisi
telentang akan
menghambat
aliran darah
keluar
Atonia uteri
1. Darah segar
mengalir segera
setelah bayi
lahir
2. Uterus
berkontraksi
dan keras
3. Plasenta
lengkap
1. Pucat
2. Lemah
3. Menggigil
Robekan jalan lahir
1. Plasenta belum
lahir setelah 30
1. Tali pusat putus
akibat traksi
Retensio plasenta
menit
2. Perdarahan
segera
3. Uterus
berkontraksi
dan keras
berlebihan
2. Inversio uteri
akibat tarikan
3. Perdarahan
lanjutan
1. Plasenta atau
sebagian
selaput tidak
lengkap
2. Perdarahan
segera
3. Uterus
berkontraksi
tetapi tinggi
fundus tidak
berkurang
1. Retensi sisa
plasenta
2. Uterus tidak
teraba
3. Lumen vagina
terisi massa
4. Tampak tali
pusat (bila
plasenta belum
lahir
5. Neurogenik
syok
6. Pucat dan
limbung
Inversio uteri
1. Sub-involusi
uterus
1. Anemia
2. Demam
Endometritis atau
sisa fragmen
2. Nyeri tekan
perut bawah
dan pada uterus
3. Perdarahan
sekunder
plasenta
(terinfeksi/tidak)
(Bandiyah, S. 2007. Kehamilan, Persalinan & Gangguan Kehamilan)
2.1.5 Penyebab Perdarahan Post Partum
1. Tonus
Atonia Uteri
Adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka
dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
(Prawirohardjo, S. 2009)
Faktor predisposisi atonia Uteri:
1) Overdistensi uterus
Hal ini dikarenakan miometrium menjadi sangat
regang sehingga menjadi kurang efisien. Uterus yang
mengalami overdistensi besar kemungkinan mengalami
hipotoni setelah persalinan. Dengan demikian wanita
dengan bayi besar, kehamilan gemeli, dan hidramnion
rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. (Ani
Triana, dkk. 2015)
2) Kehamilan grande multipara
Paritas tinggi akan mengakibatkan fibrosis jaringan
parut rahim dan otot-otot uterus. Kejadian ini akan
memicu terjadinya perdarahan postpartum. Dengan
terbentknya fibrosis otot-otot uterus, maka adanya
gangguan fungsional atau anatomi pada uterus tersebut
dan menyebabkan uterus tidak bisa berkontraksi dengan
adekuat selepas janin keluar sehingga menyebabkan
perdarahan postpartum. (Wiknjosastro, H. 2015)
3) Ibu dengan anemia
Anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah sel
darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam sirkulasi darah.anemia yang diterima secara umum
adalah kadar Hb kurang dari 12,0 gr/100 ml dan wanita
hamil 11,0 g/dl. (Varney H, 2006)
1. Tidak anemia dengan Hb lebih dari 11gr%
2. Anemia ringan dengan Hb 9-10gr%
3. Anemia sedang dengan Hb 7-8gr%
4. Anemia berat dengan Hb kurang dari 7gr%
Pada ibu dengan anemia jumlah efektif sel darah
merah berkurang. Hal ini mempengaruhi jumlah kadar
haemoglobin dalam darah. Kurangnya kadar haemoglobin
menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dalam darah
juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman
oksigen ke organ-organ vital. (Varney H, 2006)
4) Penatalaksanaan yang salah pada manajemen aktif kala III.
Dorongan dan pemijatan uterus mengganggu
mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat
menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang
mengakibatkan perdarahan. (Oxorn, Harry, Et Al. 2010)
5) Persalinan lama
Efek berbahaya yang ditimbulkan oleh partus lama
adalah mengakibatkan kelelahan rahim sehingga rahim
cenderung berkontraksi lemah. (Kusmiyati, Y. 2009)
6) Partus presipitatus
Hal ini dikarenakan uterus telah berkontraksi
dengan kuat dan menyebabkan durasi persalinan kurang
dari 1 jam, kesempatan otot untuk beretraksi tidak cukup.
(Oxorn, Harry, Et Al. 2010)
7) Induksi persalinan
Atonia uteri dapat terjadi karena obat yang
digunakan untuk menginduksi persalinan mungkin
memiliki efek langsung pada otot rahim dan faktor
kelelahan pada otot miometrium sehingga menyebabkan
atonia uteri. (Cunningham, G. 2006)
8) Ada riwayat pernah atonia uteri
Hal ini dikarenakan terdapat resiko terjadinya kembali
atonia uteri pada kehamilan berikutnya. Riwayat obstetrik
yang lengkap yang diperoleh pada pemeriksaan antenatal
pertama sangat diperlukan untuk merencanakan persalinan
ibu ditempat pelayanan kesehatan yang lebih memadai
jika terjadi perdarahan. (Bobak, Lowdermik & Jansen.
2005)
a. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta
lahir ternyata perdarahan masih aktif, bergumpal dan pada
palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada
saat atonia uteri di diagnosis maka pada saat itu juga masih ada
darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh
darah tetapi masih terperangkap dalam uterus. (Cunningham,
G. 2006)
2. Trauma
a. Robekan jalan lahir
Ditandai dengan perdarahan aktif segera setelah
bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik dan plasenta
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum dan trauma forceps atau vakum
ekstraksi. (Manuaba. 2008)
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet,laserasi),
luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan
sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan
pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar
klitoris dan uretra. (Manuaba. 2008)
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara
melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan
memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan
dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsatif
sesuai dengan denyut nadi. (Manuaba. 2008)
b. Inversio Uteri
1) Pengertian
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri
terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam
kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika
bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta.
(Nugroho, T. 2011)
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai
akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri
kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak
karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan
masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan
permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat
menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan
pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari
dinding uterus. (Nugroho, T. 2011)
2) Etiologi
a) Tarikan tali pusat
b) atonia uteri
c) tekanan dari fundus
d) tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan
batuk ). (Bandiyyah, S. 2007)
3) Gejala klinis inversio uteri :
a) Syok karena kesakitan
b) perdarahan yang banyak
c) di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau
tanpa plasenta yang melekat maka jepitan serviks
yang mengecil akan membuat uterus mengalami
iskemia, nekrosis dan infeksi. (Cunningham, G.
2006)
c. Robekan serviks
Robekan pada serviks yang luas menimbulkan
perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun
plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan
serviks uteri. Dalam keadaan ini serviks harus diperiksa
dengan spekulum. (Sujiyatini, dkk. 2009)
Apabila ada robekan serviks perlu ditarik keluar dengan
beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat
dilihat dengan baik. (Sujiyatini, dkk. 2009)
3. Tissue
a. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam
setelah bayi lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta
yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus
desidua basalis dan nitabuch layer, disebut sebagai plasenta
inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan
disebut sebagai plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium. (Ani Triana, dkk. 2015)
Pada retensio plasenta selama plasenta belum terlepas
maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta
yang terlepas dapat menyebabkan perdarahan yang cukup
banyak dan harus segera diantisipasi dengan segara melakukan
manual plasenta. (Ani Triana, dkk. 2015)
b. Sisa plasenta
Plasenta atau sebagian selaput tidak keluar secara
lengkap menyebabkan perdarahan aktif segera setelah bayi
lahir.Untuk itu harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim
dengan cara menual/digital atau kuret dan pemberian
uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan
dapat diberi transfusi darah sesuai dengan keperluan. (Varney,
H. 2006)
4. Trombin
Faktor – faktor yang terdapat di dalam darah dan yang
berperan dalam proses pembekuan terdiri atas perotein yang
sebagian besar dibuat di dalam hepar. Hingga sekarang dikenal
dengan 12 faktor yang ditandai dengan angka romawi. (Bobak,
Lowdermik & Jansen. 2005)
a. Faktor I – Fibrinogen
b. Faktor II – Protrombin
c. Faktor III - Tromboplastin jaringan
d. Faktor IV - Ion kalsium
e. Faktor V - Pro akselerin (Stabil factor )
f. Faktor VI – faktor ini sudah tidak dipakai lagi karena
fungsinya sama dengan faktor V
g. Faktor VII - Prokon vertin
h. Faktor VIII - Faktor antihemofilik A ( globulin anti – hemofili
A )
i. Faktor IX - Faktor antihemofilik B ( komponen tromboplastin
plasma, Chrismas factor ).
j. Faktor X - Faktor Stiart – power
k. Faktor XI - Antecedent tromboplastin plasma.
l. Faktor XII - Faktor Hagemen
m. Faktor XIII - Faktor menstabilkan fibrin.
Berbagai faktor tersebut diatas terdapat dalam bentuk non
aktif. Apabila terjadi sesuatu, misalnya darah ke luar dari pembuluh
atau terjadi pembekuan intravaskuler, barulah faktor – faktor itu
menjadi aktif. (Bobak, Lowdermik & Jansen. 2005)
Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dua, yaitu sistem
intrinsik dan sistem ekstrinsik. Reaksi awal pada sistem intrinsik
adalah konversi faktor XII inaktif menjadi faktor XII aktif (XIIa).
Aktivasi ini dikatalisis oleh kininogen HMW dan kalikrein. Faktor
XII aktif kemudian mengaktifkan faktor XI, dan faktor XI aktif
mengaktifkan faktor IX. Faktor IX yang aktif membentuk suatu
kompleks dengan faktor VIII aktif. Kompleks IXa dan VIIIa
mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari trombosit dan Ca2+
diperlukan untuk mengaktifkan faktor X secara sempurna. (Bobak,
Lowdermik & Jansen. 2005)
Sementara sistem ekstrinsik dipicu oleh pelepasan faktor III
(tromboplastin) dari jaringan yang mengaktifkan faktor VII. Faktor
III dan faktor VIIa mengaktifkan faktor IX dan X. Dengan adanya
fosfolipid, Ca2+, dan faktor V, maka faktor X akan mengkatalisis
konversi protrombin menjadi trombin. Selanjutnya trombin
mengkatalisis konversi fibrinogen menjadi fibrin. (Bobak,
Lowdermik & Jansen. 2005)
Pada kehamilan kadar plasminogen meningkat, walaupun
dengan demikian aktifitas menghancurkan fibrin justru lambat.
Keping – keping fibrin akibat fibrinolisis ditemukan dalam
konsentrasi tinggi pada pembekuan intravaskuler yang merata (
Disseminated Intavascular Coagulation, DIC ) yang menghambat
erjadinya reaksi trombin- fibrinogen. Sebaliknya pada trombosis
kosentrasi itu rendah. (Bobak, Lowdermik & Jansen. 2005)
Pada ibu dengan kelainan koagulasi generalisata dianggap
sebagai akibat dari lepasnya substansi – substansi serupa
tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi
darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah
itu mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan
mekanisme pembekuan darah, pembentukan dan pengendapan
fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik
yang normalnya sebagai proteksi. (Ani Triana, dkk. 2015)
2.1.6 Fisiologi Perdarahan Postpartum
Pada umumnya plasenta akan terpisah secara spontan dari
tempat implantasinya beberapa menit setelah kelahiran bayi, uterus
berkontraksi menjadi ukuran sangat kecil yang mengakibatkan
perpisahan antara dinding uterus dan plasenta, dimana nantinya akan
memisahkan plasenta dari tempat lekatnya. Pelepasan plasenta
membuka sinus –sinus plasenta dan menyebabkan perdarahan. Akan
tetapi akan berhenti sampai rata – rata 350 ml oleh karena mekanisme
sebagai berikut : serabut otot polos uterus tersusun berbentuk angka
delapan mengelilingi pembuluh – pembuluh darah ketika pembuluh
darah tersebut melalui dinding uterus. Oleh karena itu, kontraksi
uterus setelah persalinan bayi menyempitkan pembuluh darah yang
sebelumnya menyuplai darah ke plasenta dan menghentikan
perdarahan. (Bandiyyah, S. 2007)
Namun dalam keadaan tertentu pemisahan tersebut
terganggu akibat adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. sisa atau
bagian dari plasenta maupun gumpalan darah yang melekat pada
uterus juga dapat menyebabkan gangguan kontraksi miometrium yang
efektif sehingga perdarahan yang berlanjut terjadi. (Bandiyyah, S.
2007)
Wiknjosastro, H. (2015) menjelaskan bahwa perdarahan
postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
myometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlekatan plasenta. Atonia uteri terjadi
saat myometrium tidak dapat berkontraksi secara adekuat.
Pada ibu dengan kelainan koagulasi generalisata dianggap
sebagai akibat dari lepasnya substansi – substansi serupa
tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi
darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu
mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme
pembekuan darah, pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai
konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai
proteksi. (Ani Triana, dkk. 2015)
2.1.7 Prognosis
Perdarahan postpartum masih merupakan ancaman yang tidak
terduga walaupun dengan pengawasan dengan sebaik-baiknya,
Perdarahan postpartum masih merupakan salah satu sebab kematian
ibu yang penting. (Cunningham, G. 2006)
Pada perdarahan postpartum, Wiknjosastro, H. 2015
melaporkan bahwa tingginya angka kematian ibu karena banyak
penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat
jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak
menolong.
2.1.8 Komplikasi
Kumplikasi Menurut (Ani Triana, dkk. 2015) yaitu :
1. Sindrom Sheehan - perdarahan banyak kadang-kadang diikuti
dengan sindrom Sheehan yaitu : kegagalan laktasi, amenor, atrofi
payudara, rambut rontok pubis dan aksila, superinvolusi uterus,
hipotiroidi dan insufisiensi korteks adrenal.
2. Diabetes insipidus : perdarahan banyak pascapersalinan dapat
mengakibatkan diabetes insipidus tanpa disertai defisiensi
hipofisis anterior.
Komplikasi yang paling berat dari perdarahan postpartum
primer adalah syok. Bila terjadi syok yang berat dan pasien
selamat, komplikasi lanjutan adalah anemia dan infeksi dalam
nifas. Infeksi dalam keadaan anemia biasa berlangsung berat
sampai sepsis. Pada perdarahan yang disertai pembekuan
intravaskuler merata dapat terjadi kegagalan fungsi organ- organ
seperti gagal ginjal mendadak. Pada sebagian penderita terjadi
komplikasi lambat dalam bentuk sindrom Sheehan. (Ani Triana,
dkk. 2015)
2.1.9 Karakteristik ibu yang mengalami perdarahan
Karakteristik ibu yang mengalami perdarahan menurut (Sujiyatini,
dkk. 2009) :
1. Sosio demografi
a. Umur
b. Usia
c. Tingkat pendidikan
d. Status sosial ekonomi
2. Obstetrik
a. Paritas
b. Jarak kehamilan
c. Usia kehamilan
d. Riwayat persalinan
e. Riwayat penyakit
2.3 Pencegahan dan Manajemen
1. Pencegahan Perdarahan Postpartum
a. Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-
kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting.
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi
sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang
baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu
yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum
sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. (Sujiyatini, dkk.
2009)
a. Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor
darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter
intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila
diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat
sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan
pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk
menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
(Sujiyatini, dkk. 2009)
b. Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan
circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan
berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu
keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah
lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal
myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan
menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu
terjadinya perdarahan postpartum. (Sujiyatini, dkk. 2009)
c. Kala tiga dan Kala empat
1) Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan
dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden
perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat
oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan
peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya
saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan
hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan.
Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi
volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan
postpartum sebesar 40%. (Manuaba. 2008)
2) Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya
dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk
mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat
menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi
ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran
darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat
menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak
keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan
dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera
sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak.
Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu
dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang
didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk
menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual
plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak
didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan
dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir.
Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap,
uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian
kecil dari sisa plasenta. (Manuaba. 2008)
3) Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya
perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan
dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun
episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang
mengeras dan berkontraksi dengan baik. (Manuaba. 2008)
2. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan
postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari
perdarahan secepat mungkin. (Wiknjosastro, H. 2015)
Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2
bagian pokok :
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan
penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke
organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan
tanda-tanda vital pasien.Pastikan dua kateler intravena ukuran
besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara
bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
(Wiknjosastro, H. 2015)
1) Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer
lactate
2) Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed
red cell
3) Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi
urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila
produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih). (Wiknjosastro,
H. 2015)
a. Manajemen penyebab perdarahan postpartum
Tentukan penyebab perdarahan postpartum :
1) Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu
tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk
mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila
terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik
perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian
oxytocin.Pengosongan kandung kemih bisa
mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan
tindakan selanjutnya.Lakukan kompres bimanual apabila
perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di
belakang fundus uteri dan tangan yang satunya
dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix
anterior.Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan
apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi
bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan
berikutnya adalah ergotamine. (Abdul Bari, Saifuddin.
2008)
2) Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek
setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan,
bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi.
Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan
tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali
pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian
uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah
eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang
tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian
antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan
manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan
kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk
dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade
uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan
perdarahan selama persiapan operasi. (Sujiyatini, dkk.
2009)
3) Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila
uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan
terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk
mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang
cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui
sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas
puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan
evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom
jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi
laserasi pembuluh darah dibawah mukosa,
penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase.
Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom
karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk
menghentikan perdarahan. (Triana, dkk. 2015)
4) Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya
rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir
disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan
penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah.
Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti (
trombosit,fibrinogen). (Ani Triana, dkk. 2015)
5) Terapi pembedahan
a) Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal
(Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu
masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk
mencari tempat rupture uteri ataupun hematom.
Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan
reparasi benar- benar menghentikan perdarahan dan
tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan
menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina.
Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah
pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada
perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual
disertai pemberian uterotonica.( Sastrawinata, S. 2005)
b) Ligasi arteri
1) Ligasi uteri uterine
1. Prosedur sederhana dan efektif
menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah
yang mengalir ke uterus.
2. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan
kesuburan.
3. Ligasi arteri ovari mudah dilakukan tapi
kurang sebanding dengan hasil yang
diberikan. (Kusmiyati, Y. 2009)
2) Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber
dari semua traktus genetalia dengan mengurangi
tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis.
Apabila tidak berhasil menghentikan
perdarahan, pilihan berikutnya adalah
histerektomi. (Kusmiyati, Y. 2009)
3) Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam
menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik
dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi
lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan
subtotal histerektomi tidak begitu efektif
menghentikan perdarahan apabila berasal dari
segmen bawah rahim, servix,fornix vagina.
(Bandiyyah, S. 2007)
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan
memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata
strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan
dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang
rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua
kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan,
salah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. (Bandiyyah, S.
2007)
Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan
mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga
pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan
optimal.
2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anemia,
hamil kembar, hidroamnion, riwayat sc, ada riwayat PPP
sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya
akan muncul saat persalinan
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan
partus lama
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit
rujukan
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan
terlatih dan menghindari persalinan dukun
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi
PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya. (Kusmiyati,
Y. 2009)
2.4 Penanganan umum pada perdarahan post partum :
1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
(termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya
(di ruang rawat gabung).
4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6. Atasi syok
7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam
pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU
dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir.
9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik. (Abdul Bari,
Saifuddin. 2008)
2.5 Standar operasional prosedur (SOP) penanganan perdarahan post
partum primer di RSUD Palabuhanratu
Sumber : Dokumen SOP Prosedur Tetap Penanganan Perdarahan Post Partum
(Hpp)
2.5.1 Pengertian
Memberikan pertolongan pada perdarahan per vaginam setelah
melahirkan lebih dari 500 cc atau perdarahan disertai dengan gejala dan
tanda-tanda syok.
2.5.2 Tujuan
Mengenali dan mengambil tindakan yang tepat
2.5.3 Ruang lingkup
Ibu nifas
2.5.4 Persiapan alat
1. Sarung tangan steril
2. bengkok,, obat uterotonika 2
3. spuit 3cc 2
4. abocatch 1
5. blood set 1
6. cairan RL
7. gunting
8. plester
2.5.5 Prosedur Kerja
1. Mencuci tangan secara efektif
2. Menyiapkan alat-alat/fasilitas tindakan gawat darurat
3. Melakukan pemeriksaan umum tanda-tanda vital
4. Memantau tanda-tanda syok hypopolemik, segera lakukan tindakan
penanganan syok
5. Melakukan pemeriksaan palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus
baik atau lembek
6. Melakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah
7. Memberikan suntikan oxytocin 10 IV IM
8. Memasang cairan infus IV
9. Melakukan cateterisasi / memantau cairan masuk dan cairan keluar
10. Memeriksa kelengkapan plasenta
11. Memeriksa sumber perdarahan
12. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah
PROSEDUR TETAP PENANGANAN PERDARAHAN POST PARTUM
(HPP)
Persiapan alat
Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir
Melakukan pemeriksaan umum tanda-tanda vital
Pemantauan tanda-tanda syok, hipopolemia, tindakan penanganan syok
Periksa palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus
Lakukan pijatan uterus dan keluarkan stosel
Pemberian suntikan oxytocin, pemasangan cairan infus IV, lakukan cateterisasi,
periksa kelengkapan plasenta dan sumber perdarahan
Ya perdarahan Tidak
Sumber : Dokumen SOP Prosedur Tetap Penanganan Perdarahan Post Partum
(Hpp) 2018.
Uji beku
darah
Pantau ibu
2.6 Standar operasional prosedur (SOP) penanganan atonia uteri di RSUD
Palabuhanratu
Sumber : Dokumen SOP Prosedur Tetap Penanganan atonia uteri di RSUD
Palabuhanratu 2018 :
A. Persiapan alat
APD lengkap (celemek, masker, kacamata, topi, sepatu boots), handscoon
pendek,handscoon panjang, kateter, bak instrumen, baki, bengkok, perlak,
korentang, infus set, cairan RL, oksitosin, Methylergometrin.
B. Prosedur Kerja
1. Menjaga privasi pasien
2. Menjelaskan keadaan pasien
3. Menjelaskan tindakan, tujuan / prosedur yang akan dilakukan dan
meminta informed consent
4. Menggunakan APD ( clemek, topi , masker, alas kaki )
5. Mencuci tangan dengan 7 langkah
6. Memakai sarung tangan pendek pada kedua tangan
7. Melakukan massage uterus dengan tangan kiri untuk mengeluarkan
bekuan darah dan atau selaput ketuban dari uterus
8. Mengosongkan kandung kemih
9. Melakukan Langkah – Langkah KBE
a) Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu
b) Tekan ujung jari telunjuk, tengah dan manis satu tangan
diantara simpisis dan umbilikus pada korpus depan bawah
sehingga fundus uteri naik ke arah dinding abdomen
c) Letakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uteri
bagian belakang dan dorong uterus ke arah korpus depan
d) Geser perlahan –lahan ujung ke tiga jari tangan pertama kearah
fundus sehingga telapak tangan dapat menekan korpus uteri
bagian depan
e) Lakukan kompresi korpus uteri dengan jalan menekan dinding
belakang dan dinding depan uterus dengan telapak tangan kiri
dan kanan (mendekatkan tangan belakang dan depan)
f) Perhatikan perdarahan pervaginam. Nilai perdarahan berhenti,
pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan
baik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan KBI.
10. Langkah – Langkah KBI
a) Melepas sarung tangan pendek dan mengganti dengan sarung
tangan pada tangan kanan
b) Memasukkan tangan kanan secara obstetrik ke dalam lumen
vagina
c) Merubah tangan obstetrik menjadi kepalan tangan dengan ibu
jari dalam kepalan
d) Meletakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking
pada forniks anterior
e) Mendorong segmen bawah rahim kearah kranio anterior
f) Upayakan tangan di luar mencakup bagian belakang korpus
uteri sebanyak mungkin
g) Melakukan komperesi uterus dengan mendekatkan telapak
tangan luar dengan kepalan pada forniks anterior selama 5
menit
h) Lepaskan tekanan sambil mengevaluasi kontraksi uterus dan
perdarahan ( tangan kanan tidak dikeluarkan)
i) Setelah uterus berkontraksi pertahankan KBI selama 2 menit
j) Bila kontraksi baik, keluarkan tangan. Jika tidak terjadi
perdarahan, pantau kala IV sampai 4 jam
k) Bila Belum ada Kontraksi
l) Mengeluarkan tangan secara perlahan dengan terlebih dahulu
mengubah kepalan menjadi tangan obstetrik
m) Beri Methergin 1 ampul IM
n) Pasang infus RL dengan jaru besar ( 18 gauge )
o) Tambahkan Oksitosin 20 UI dalam cairan RL, grojok ( akan
habis sekitar 15 menit ). Jika habis lanjut flabot ke 2 dengan
diberi oksitosin 20 UI lagi dengan tetesan 80 kali per menit
(habiskan dalam waktu 2 jam)
p) Lakukan KBI lagi selama 2 menit
q) Bila kontraksi baik keluarkan tangan. Jika tidak terjadi
perdarahan, pantau kala IV sampai 4 jam