30
MAKALAH BAHASA INDONESIA “Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia” Dosen Pengampu : Dr. suwarjo, M. Pd. Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Oleh Ristiana NPM 1113053097 Semester IA PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 1

MAKALAH BAHASA INDONESIA “Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nice

Citation preview

MAKALAH BAHASA INDONESIAFonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. suwarjo, M. Pd.Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

OlehRistianaNPM 1113053097Semester IA

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG2011

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKalau kita perhatikan dengan baik, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak, Bugis, Sunda dan lain sebagainya. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam kegiatan-kegiatan resmi.Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah huruf walaupun yang dimaksud adalah fonem. Mengingat keduanya merupakan istilah yang berbeda, untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan penyesuaian dalam segi penerapannya.Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal/fonem baku dalam bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan. Sebagai seorang guru, pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya:1. Apakah yang dimaksud dengan fonologi?2. Bagaimana membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi?3. Bagaimana mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia?4. Apakah yang dimaksud dengan morfologi?5. Bagaimana mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia?6. Apa saja jenis kata ulang bahasa Indonesia?7. Apa saja makna kata ulang bahasa Indonesia?

C. TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Untuk menjelaskan pengertian fonologi.2. Untuk membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi.3. Untuk mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia.4. Untuk menjelaskan pengertian morfologi.5. Untuk mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia.6. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis kata ulang bahasa Indonesia.7. Untuk menjelaskan makna kata ulang bahasa Indonesia.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Fonologi1. Pengertian FonologiDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa.Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian, fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa.

2. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam FonologiFonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan fonemik.a) FonetikMenurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik diartikan: bidang linguistik tentang pengucapan (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sistem bunyi suatu bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu:1) Fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.2) Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan intensitasnya.3) Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.

b) FonemikFonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1) bidang linguistik tentang sistem fonem; (2) sistem fonem suatu bahasa; (3) prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa.Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.

Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.1) Fonologi dalam cabang morfologiBidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-kan}.

2) Fonologi dalam cabang sintaksisBidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri? (kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.

3) Fonologi dalam cabang semantikBidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [tras] akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi [dudU?], [dUdU?], [did?], [dd?] tidak membedakan makna. Hasil analisis fonologislah yang membantunya.

B. Fonem-fonem Bahasa Indonesia1. Pengertian FonemSantoso (2004) menyatakan bahwa fonem adalah setiap bunyi ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran yang membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. Tidak berbeda dengan pendapat tadi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Jadi, dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti.

2. Jenis-jenis FonemDalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri atas: (a) fonem vokal 6 buah (a, i. u, e, , dan o), (b) fonem diftong 3 buah, dan (c) fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, , s, h, r, l, w, dan z).a) Fonem vokalFonem vokal yang dihasilkan tergantung dari beberapa hal berikut.1) Posisi bibir (bentuk bibir ketika mengucapkan sesuatu bunyi).2) Tinggi rendahnya lidah (posisi ujung dan belakang lidah ketika mengucapkan bunyi.3) Maju-mundurnya lidah (jarak yang terjadi antara lidah dan lengkung kaki gigi).Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal digolongkan: Vokal tinggi depan dengan menggerakkan bagian depan lidah ke langit-langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi [i]. Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit membundar, misalnya /u/. Vokal sedang dihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal [e]. Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit, misalnya vokal [o]. Vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal // . Vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar, misalnya vokal /a/. Menurut bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas: Vokal bundar: /a/, /o/, dan /u/; Vokal tak bundar: /e/, //, dan /i/.Menurut renggang tidaknya ruang antara lidah dengan langit-langit, vokal dibedakan atas: Vokal sempit: //, /i/, dan /u/; Vokal lapang: /a/, /e/, /o/.Jadi /a/ misalnya, adalah vokal tengah, rendah, bundar, dan lapang.

b) Fonem diftongDiftong dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dinyatakan sebagai vokal yang berubah kualitasnya. Dalam sistem tulisan, diftong dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata pulau adalah diftong, sehingga pada suku kata lau tidak dapat dipisahkan menjadi la-u seperti pada kata mau.

c) Fonem KonsonanKonsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu. Kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor : Keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak bersuara). Penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi, gusi, lidah, langit-langit). Cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan.Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. (Samsuri, 1994, Supriyadi, dkk. 1992, Santoso, 2004 dan Depdikbud, 1988). Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, //, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/. Tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/. Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam konsonan, yakni: Konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/. Konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/. Konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/. Konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak, misalnya /k/ dan /g/. Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut: Konsonan letupan (eksplosif) yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu dilepaskan, seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan lain-lain; Konsonan nasal (sengau) adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup alur udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan melalui rongga hidung seperti fonem [n, m, , ]; Konsonan lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l]; Konsonan frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif misanya [f], [s]; Konsonan afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c] dan [z]; Konsonan getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r] pada jarang.

C. Pengertian Morfologi Bahasa IndonesiaRamlan (1978:19) menjelaskan bahwa morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan kata dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.Nida (1949:1) menjelaskan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem dan susunannya di dalam pembentukan kata. Susunan morfem yang diatur menurut morfologi suatu bahasa meliputi semua kombinasi yang membentuk kata atau bagian dari kata.Verhaar (2004:97) juga menjelaskan bahwa morfologi adalah cabang lunguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Jadi dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata.

D. Morfem-morfem Bahasa Indonesia1. Pengertian MorfemDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil.Lyons (1968:80) menyatakan bahwa morfem adalah unit analisis gramatikal yang terkecil. Katamba(1993:24) menjelaskan bahwa morfem adalah perbedaan terkecil mengenai makna kata atau makna kalimat atau dalam struktur gramatikal. Jadi dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang bermakna.

2. Prinsip Mengenal MorfemEdi Subroto (1976:40) mengemukakan tentang ciri morfem, bahwa (1) morfem adalah satuan terkecil di dalam tingkatan morfologi yang bisa ditemukan lewat analisis morfologi, (2) morfem selalu merupakan satuan terkecil yang berulang-ulang dalam pemakaian bahasa (dengan bentuk yang lebih kurang sama)dengan arti gramatikal tertentu yang lebih kurang sama pula.Samsuri (1992) mengemukakan tiga prinsip pokok pengenalan morfem. (1)Bentuk-bentuk yang berulang yang mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama. (2)Bentuk-bentuk yang mirip (susunan fonem-fonemnya) yang mempunyai pengertian yang sama,termasuk morfem yang sama, apabila perbedaan-perbedaannya dapat diterangkan secara fonologis. (3)Bentuk-bentuk yang berbeda susunan fonem-fonemnya, yang tidak dapat diterangkan secara fonologis perbedaan-perbedaannya, masih bisa dianggap sebagai alomorf-alomorf dari morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan itu dapat diterangkan secara morfologis.

3. Wujud MorfemSamsuri (1982:182) yang juga dikutip oleh Prawirasumantri (1985:138) memaparkan hasil penelitian para pakar terhadap bahasa-bahasa di dunia. Pada dasarnya, wujud morfem bahasa itu ada lima macam, yaitu :a) Morfem berwujud fonem atau urutan fonem segmental.Berdasarkan hal itu, morfem dapat berwujud sebuah fonem missal: -i atau lebih dari satu fonem misalnya: ber-, makan, juang. Contoh diatas, merupakan morfem-morfem bahasa Indonesia.

b) Morfem terdiri atas gabungan fonem segmental dengan suprasegmental (prosodi).Sebagai contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba belum mengandung pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Urutan fonem tersebut akan jelas apabila ditambah oleh tekanan pada suku pertama atau kedua, /bttar/ atau /bottr/. Yang pertama maknanya darah sedangkan yang kedua bermakna anggur.

c) Morfem berwujud fonem-fonem prosodi (suprasegmental).Dalam tuturan, fonem-fonem suprasegmental iniselalu bersama-sama dengan fonem segmental. Apabila ada fonem-fonem segmental bersama-sama dengan fonem supra segmental maka pengertiannya menjadi rangkap, yakni fonem-fonem suprasegmental menyatakan konsep atau pengertian yang lainnya. Morfem-morfem seperti itu banyak terdapat pada bahasa Indian Amerika dan bahasa-bahasa Afrika, yakni morfem yang berwujud suprasegmental atau prosodi nada.

d) Morfem berwujud gabungan fonem suprasegmental (prosodi) dengan kesuprasegmentalan (keprosodian) yakni intonasi atau kalimat.Yang lazim digunakan pada morfem ini ialah gabungan nada dengan persendian.

e) Morfem bisa berwujud kekosongan (Tanwujud).Yang dimaksud dengan kekosongan di sini yaitu bahwa morfem tersebut bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut dengan morfen zero atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan .

4. Jenis-Jenis MorfemBerdasarkan kriteria tertentu, morfem dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi yakni hubungannya dan distribusinya (Samsuri, 1982:186; Prawirasumantri, 1985:139).

a) Ditinjau dari HubungannyaPengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, dapat dilihat dari hubungan struktural dan hubungan posisi.1) Ditinjau dari Hubungan Struktur Menurut hubungan strukturnya, morfem dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu morfem bersifat aditif (tambahan) yang bersifat replasif (penggantian), dan yang bersifat substraktif (pengurangan).Morfem yang bersifat aditif yaitu morfem-morfem yang biasa yang pada umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu mungkin disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris. Untuk menyatakan jamak, biasanya dipergunakan banyak alomorf. Bentuk-bentuk /fiyt/, /mays/, /mn/ masing-masing merupakan dua morfem /ft/, /ms/, /mn/ dan /iy u/, /ay aw/, //, //. Bentuk-bentuk yang pertama dapat diartikan masing-masing kaki, tikus, dan orang, sedangkan bentuk-bentuk yang kedua merupakan alomorf-alomorf jamak. Bentuk-bentuk yang kedua inilah yang merupakan morfem-morfem atau lebih tepatnya alomorf-alomorf yang bersifat penggantian itu, karena /u/ diganti oleh /iy/ pada kata foot dan feet, /aw/ diganti oleh /ay/ pada kata mouse dan mice, dan // diganti oleh / / pada kata man dan men.Morfem bersifat substraktif, misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk ajektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara ketatabahasaan.

2) Ditinjau dari Hubungan PosisiDilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi tiga macam yakni ; morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian yaitu / ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan yakni yang satu terdapat sesudah yang lainnya.Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat kita lihat dari kata / telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi / tunjuk/+/-e1-/.Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /khujanan/. /ksiagan/ dan sebagainya. Bentuk /khujanan/ terdiri dari /kan/ dan /hujan/, sedang /kesiangan/ terdiri dari /kean/ dan /sia/. Bentuk /k-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /khujan/ atau /hujanan/ maupun /ksia/ atau /siana/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu (discontinous morpheme).

b) Ditinjau dari Distribusinya Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morem terikat.1) Morfem BebasMenurut Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Dengan demikian, morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri; seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata. Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.

2) Morfem TerikatMorfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, misalnya : di-, ke-, -i, se-, ke-an. Disamping itu ada bentuk lain seperti juang, gurau, yang selalu disertai oleh salah satu imbuhan baru dapat digunakan dalam komunikasi yang wajar.Samsuri ( 1982:188 ) menamakan bentuk-bentuk seperti bunga, cinta, sawah, dan kerbau dengan istilah akar; bentuk-bentukseperti di-,ke-, -i, se-, ke-an dengan nama afiks atau imbuhan; dan juang, gurau dengan istilah pokok.Sementara itu Verhaar (1984:53) berturut-turut dengan istilah dasar afiks atau imbuhan dan akar. Selain itu ada satu bentuk lagi seperti belia, renta, siur yang masing-masing hanya mau melekat pada bentuk muda, tua, dan simpang, tidak bisa dilekatkan pada bentuk lain. Bentuk seperti itu dinamakan morfem unik.Dalam bahasa-bahasa tertentu, ada pula bentuk-bentuk biasanya sangat pende yang mempunyai fungsi memberikan fasilitas, yaitu melekatnya afiks atau bagi afiksasi selanjutnya. Contoh dalam bahasa Sansekerta, satuan /wad/ menulis tidak akan dibubuhi afiks apabila tidak didahului dengan pembubuhan satuan /a/ sehingga terjelma bentuk sekunder atau bentuk kedua yakni satuan /wada/ yang dapat yang dapat memperoleh akhiran seperti wadati, wadama. Bentuk /a/ seperti itu disebut pembentuk dasar.Sehubungan dengan distribusinya, afiks atau imbuhan dapat pula dibagi menjadi imbuhan terbuka dan tertutup. Imbuhan terbuka yaitu imbuhan yang setelah melekat pada suatu benda masih dapat menerima kehadiran imbuhan lain. Sebagai contoh afiks /pr/ setelah dibubuhakn pada satuan /bsar/ menjadi perbesar /prbsar/. Satuan /prbsar/ masih menerima afiks lain seperti /di/ sehingga menjadi /diprbsar/. Imbuhan /pr/ dinamakan imbuhan terbuka, karena masih dapat menerima kehadiran afiks /di/. Sedangkan yang dimaksud dengan imbuhan tertutup ialah imbuhan atau afiks yang setelah melekat pada suatu bentuk tidak dapat menerima kehadiran bentuk lain, misalnya afiks /di/ setelah melekat pada satuan /baca/ menjadi /dibaca/ tidak dapat menerima kehadiran afiks lainnya. Afiks /di/ itulah merupakan contoh afiks atau imbuhan tertutup.

E. Kata Ulang Bahasa IndonesiaProses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang merupakan bentuk dasar (Ramlan, 1980). Pengulangan merupakan pula suatu proses morfologis yang banyak terdapat pada bahasa Indonesia.

1. Jenis-jenis Kata Ulang Bahasa IndonesiaBerdasarkan macamnya, menurut Keraf (1978) bentuk perulangan dalam bahasa Indonesia terdiri atas empat bentuk seperti berikut :a) Kata ulang suku kata awal (dwipurna).Dalam bentuk perulangan macam ini, vokal dari suku kata awal mengalami pelemahan bergeser ke posisi tengah menjadi (pepet). Contoh:TanggatetanggaPohonpepohonanLakilelakib) Kata ulang murni (dwilingga).Bentuk kata ulang terjadi dengan mengulang seluruh unsur dasar secara utuh. Kata ulang seperti ini disebut juga kata ulang utuh. Contoh:Bukubuku-bukuBangkubangku-bangkuRumahrumah-rumahc) Kata ulang yang terjadi atas seluruh suku kata, tetapi pada salah satu unsur kata ulang tersebut mengalami perubahan bunyi fonem. Kata ulang semacam ini biasa disebut kata ulang salin suara atau kata ulang berubah bunyi. Contoh:Gerakgerak-gerikSayursayur-mayurBalikbolak-balikd) Kata ulang yang mendapat imbuhan atau kata ulang berimbuhan. Contoh:Anakanak-anakanMainmain-mainanKudakuda-kudaan

2. Makna Kata UlangSesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna struktural kata ulang menurut Keraf (1978) adalah sebagai berikut :a) Perulangan mengandung makna banyak yang tak tentu. Perhatikan contoh berikut:- Kuda-kuda itu berkejaran di padang rumput.- Buku-buku yang dibelikan kemarin telah dibaca.b) Perulangan mengandung makna bermacam-macam. Contoh:- Pohon-pohonan perlu dijaga kelestariannya.- Daun-daunan yang ada dipekarangan sekolah sudah menumpuk.- Ibu membeli sayur-sayuran di pasar.- Harga buah-buahan sekarang sangat murah.c) Makna lain yang dapat diturunkan dari suatu kata ulang adalah menyerupai atau tiruan dari sesuatu. Contoh:- Anak itu senang bermain kuda-kudaan. (menyerupai atau tiruan kuda)- Mereka sedang bermain pengantin-pengantinan di pekarangan rumah. (menyerupai atau tiruan pengantin)- Andi berteriak kegirangan setelah dibelikan ayam-ayaman. (menyerupai atau tiruan ayam)d) Mengandung makna agak atau melemahkan dari. Contoh:- Perilakunya kebarat-baratan sehingga tidak disenangi oleh teman-temanya.- Sifatnya masih kekanak-kanakan.- Mukanya kemerah-merahan.e) Menyatakan makna intensitas. Makna intensitas terdiri dari: Intensitas kualitatif, contohnya:- Pukullah kuat-kuat.- Anak itu belajar sebaik-baiknya.- Burung itu terbang setinggi-tingginya.- Agar tidak terlambat, ia berjalan secepat-cepatnya. Intensitas kuantitatif, contohnya:- Kuda-kuda itu berlari kencang.- Anak-anak bermain bola di pekarangan sekolah.- Ayah membawa buah-buahan dari Malang.- Rumah-rumah di kampung itu tertata dengan rapi. Intensitas frekuentatif. Contoh:- Ia mengeleng-gelengkan kepalanya.- Ia mondar-mandir saja sejak tadi.- Anak itu menyanyi sambil memukul-mukul meja.f) Perulangan pada kata kerja mengandung makna saling atau pekerjaan yang berbalasan. Contoh:- Kita harus tolong-menolong.- Tentara sedang tembak-menembak dengan seru.- Mereka tendang-menendang dan tinju-meninju saat sedang berkelahi.g) Perulangan pada kata bilangan mengandung makna kolektif. Contoh:- Anak-anak berbaris dua-dua sebelum masuk kelas.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanBerdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah sistem bunyi dalam bahasa Indonesia. Fonologi mencakup dua kajian ilmu, yaitu fonetik dan fonemis. Morfologi merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata.Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

B. SaranSebagai seorang guru, Pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia perlu diperluas, karena selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.

DAFTAR PUSTAKA

http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/01/fonologi-morfologi-dan-sintaksis-bahasa.html

http://hatmanbahasa.wordpress.com/2010/02/16/morfologi-bahasa-indonesia/

http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Bunyi

http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/01/29/840/

http://mampiroto.blogspot.com/2011/05/makalah-fonologi-diftong.html

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=81

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=82

http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Kajian%20Bahasa%20Indonesia%20SD/BAC/Unit_4_0.pdf

http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=64:pbin4101-linguistik-umum&Itemid=75&catid=30:fkip

http://Rangkuman-Pelajaran.blogspot.com

http://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/fonologi/

http://www.slideshare.net/Rakatajasa/materi-fonologi-bahasa-indonesia

20