Upload
sigit-yodha-wibisono
View
24
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
j
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS
Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks).Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan.Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah.Usus buntu merupakan saluran usus
yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum).Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah.Strukturnya seperti bagian usus lainnya.Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim,
Apendisitis, 2007)
Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah: radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks.
1
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara
hematogen ke apendiks.
2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler,
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan
keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan
apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.Kelainan ini
terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan.Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fribosis dan jaringan parut.Resiko untuk terjadinya
2
serangn lagi sekitar 50 persen.Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun
tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio
iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan
memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut.Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal.Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
3
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal
atau hemikolektomi kanan.
Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan
pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di
samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang
keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji
cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan
dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor
penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan
atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang
biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali
telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali
mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
(Anonim,2008)
Manifestasi Klinis
a. Nyeri kuadran bawah
b. Demam ringan
c. Mual-muntah
d. Hilangnya nafsu makan
e. Nyeri tekan lokal pada titik mc Burney
f. Nyeri tekan lepas (hasil atau intesifikasi dari nyeri bila tekanan
dilepaskan)
g. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpoasi kuadran bawah
kiri yang secara paradoksimal menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran
kanan bawah
h. Distensi abdomen akibat ileus paralitik
i. Kondisi pasien memburuk
4
Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat
terasa di daerah lumbar,bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal. Nyeri pada defekasi
menunjukkan ujung apendiks berada dekat rectum, nyeri pada saat
berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung
kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi.
Komplikasi
Perforasi apendiks
Infeksi luka
Abses intraabdomen ( pelvis,fosa iliaka kanan,subfrenikus )
Perlekatan
Piemia porta
Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing.
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi
mukosa menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari
abdomen. Akhirnya appendiks yang terinflamasi berisi pus. (Smeltzer,
Suzanne, C., 2001).
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri kanan bawah disebut apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren yang disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh pecah akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses
di atas berjalan lambat, omentum dan usus berdekatan akan bergerak ke arah
5
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang dsebut infiltrat apendikularis.
Peradangan appendiks dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang menjadi kurang memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2000).
6
Makan tidak teratur
Massa keras feses
Nyeri
PerforasiAbsesRuptur
Obstruksi lumen
Suplai aliran darah menurun,mukosa terkikis
Distensi AbdomenPeradangan pada apendiks
Menekan gaster
Peningkatan produksi HCl
Resiko tinggi terjadi komplikasi peritonitis
Resiko kurang volume cairan
Mual,muntah
Pathway
7
Penatalaksanaan
Apendisitis akut : apendisektomi : apendisektomi, terbuka atau
laparoskopik
Massa apendiks : cairan i.v, antibiotik, observasi tertutup. Jika gejala
membaik : apendisektomi interval setelah beberapa bulan.
Jika gejala berlanjut : apendisektomi segera drainase.
8
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas Pasien :Nama ,Umur,Agama,Pendidikan,Alamat
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Nyeri sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
anoreksia,mual,muntah
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien penah menderita hipertensi ataupun diabetes militus
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
seperti klien
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
TD :>120/80 mmHg
Nadi :>100x/menit
Suhu : >37,5°C
RR : >24x/menit
ADL :
1) Sirkulasi : adanya takikardi
2) Eliminasi : konstipasi radang diare, perut kembung, bising
usus berkurang/ tidak ada, distansi abdomen,
nyeri tekan kekakuan.
3) Nutrisi : mual muntah
4) Kenyamanan : nyeri didaerah abdomen, epigastrion dan
umbilikalis.
5) Panas : panas
6) Pernafasan : tacipnea, pernafasan dangkal.
4. Pemeriksaan Penunjang
9
a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran
garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses
apendiks
Contoh Analisa Data
No DATA PROBLEM ETIOLOGI1
.
2
DS :- Rasa sakit hilang timbul- Sakit di daerah epigastrum
hingga perut bagian bawah- Tungkai kanan tidak dapat
diluruskan
DO : ·- Tampak meringis menahan
sakit- Nyeri tekan titik MC.Burney- Skala nyeri 10- Pasien memegang daerah perut- Pernapasan tachipnea- Tachycardia- Gelisah
DS :- Pasien mengatakan tidak nafsu
makan- Mual, muntah- Diare atau konstipasi- Malaise
DO :- Nafsu makan menurun- Berat badan menurun- Porsi makan tidak dihabiskan- Turgor kulit meningkat- Bibir terlihat kering
Nyeri abdomen
Gangguan kekurangan volume cairan
Obstruksi dan peradangan apendiks
Mual,muntah
10
3
- Suhu : meningkat,Nadi: meningkat,TD : meningkat,RR : meningkat
DS :- Klien mengatakan nyeri pada
abdomennya- Dehidrasi- Klien mengatakan badannya
terasa lemas- Pucat
DO :- Klien tampak gelisah- Akral dingin- Suhu : meningkat,Nadi:
meningkat,TD : meningkat,RR : meningkat
Resiko tinggi terjadi komplikasi peritonitis
perforasi/ruptur apendiks
.
Diagnosa Keperawatan
Sebelum operasi :
1. Nyeri Abdomen b.d Obstruksi dan peradangan apendiks
2. Potensial kekurangan volume cairan b.d mual, muntah,anoreksia dan
diare
3. Resiko tinggi terjadi komplikasi peritonitis b.d perforasi/ruptur
apendiks
11
Contoh Intervensi Keperawatan
Tgl No Dx Tujuan dan KH Intevensi Rasional TTD
1. Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam
diharapkan nyeri
berkurang/hilang
KH :
- TTV normal
- Nyeri hilang
- Skala nyeri
berkurang
- Wajah tidak
meringis
kesakitan
1. Kaji tingkat
nyeri, lokasi
dan
karasteristik
nyeri.
2. Anjurkan
pernapasan
dalam.
3. Bantu posisi
pasien untuk
kenyaman
optimal.
1. Untuk mengetahui
sejauh mana
tingkat nyeri dan
merupakan
indiaktor secara
dini untuk dapat
memberikan
tindakan
selanjutnya.
2. Pernapasan yang
dalam dapat
menghirup O2
secara adekuat
sehingga otot-otot
menjadi relaksasi
sehingga dapat
mengurangi rasa
nyeri
3. Beberapa pasien
menemukan
kenyamanan pada
posisi miring
dengan lutut
ditekuk,
sedangkan yang
lain merasa
nyerinya hilang
apabila telentang
dengan bantal
dibawah lutut.
12
2. Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1x24jam pasien
mampu
Mempertahankan
keseimbangan
volume cairan
KH :
1. Intake cairan
meningkat.
2. Klien tidak
mual dan
muntah.
3. bibir tidak
kering
4. mukosa
membran
lembab
5. turgor kulit
baik, tidak
kering.
6. TTV normal
4. Beri analgetik.
1. Monitor tanda-
tanda vital.
2. Monitor intake
dan out put dan
konsentrasi
urine.
3. Beri cairan
sedikit demi
sedikit tapi
sering.
4. Sebagai profilaksis
untuk dapat
menghilangkan
rasa nyeri (apabila
sudah mengetahui
gejala pasti).
1. Mengetahui
keadaan umum
pasien
2. Menurunnya out
put dan
konsentrasi urine
akan meningkat
3. Untuk
meminimalkan
hilangnya cairan.
13
3. Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan pasien
akan bebas dari
infeksi (komplikasi)
KH :
- Nyeri abdomen
tidak bertambah
hebat
- TTV normal
- tidak gelisah
- akral tidak
dingin
1. Observasi
tanda-tanda
vital
2. Kontrol secara
teratur tanda-
tanda
peritonitis
3. Beri makanan
dan cairan
batasan sesuai
program
4. Kalau perlu
pasang pipa
lambung, infus
sesuai program
medik
5. Bila tanda dan
gejala
peritonitis
muncul, maka :
- Puasakan
- Beri posisi
setengah
duduk dan tirai
baring
- Pantau efek
pembelian obat
- Beri dukungan
pada pasien
- Beri antibiotik
sesuai program
medik
1. Mengetahui
keadaan umum
pasien
2. Jika ada tanda-
tanda peritonitis
segera laporkan
3. Untuk
meminimalkan
hilangnya cairan
4. Memenuhi
kebutuhan cairan
yang hilang
5. Mencegah
terjadinya
komplikasi yang
berlanjut
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
2. Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3. Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
4. Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
15