29
LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS PARALITIK A. DEFINISI OBSTRUKSI USUS Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.Obstruksi usus terdiri dari akut dan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Ada dua tipe obstruksi, yaitu: 1. Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik.Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses. 2. Neurogenik/Fungsional (Ileus Paralitik) Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.

LAPORAN PENDAHULUAN Ileus Paralitik.docx

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUANILEUS PARALITIK

A.DEFINISI OBSTRUKSI USUSObstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.Obstruksi usus terdiri dari akut dan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Ada dua tipe obstruksi, yaitu:1. Mekanis (Ileus Obstruktif)Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik.Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.2. Neurogenik/Fungsional (Ileus Paralitik)Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson.

B.ETIOLOGI ILEUS PARALITIKWalaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus, diantaranya sebagai berikut :1. Sepsis.2. Obat-obatan (misalnya : opioid, antasid, coumarin, amitriptyline, chlorpromazine).3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnese-mia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).4. Infark miokard.5. Pneumonia.6. Trauma (misalnya : patah tulang iga, cedera spina).7. Bilier dan ginjal kolik.8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis.10. Hematoma retroperitoneal.Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada : (1) proses intraabdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi ter-panjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka. Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit. Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasi-fikasikan seperti yang tercantum dibawah ini:1. Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.2. Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple.3. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.4. Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.5. Iskemia usus.

C.PATOFISIOLOGI ILEUS PARALITIKPatofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara : pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal. Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastro intestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltic dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan pato-fisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan tergang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbs dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolik. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorbs membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan risiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

D.PATHWAYIlleus paralitik

E.MANIFESTASI KLINIS ILEUS PARALITIKPasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis. Gejala klinisnya,yaitu :1. Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik).2. Mual dan mutah.3. Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam.4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler.5. Bising usus menghilang.6. Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara.

F.KOMPLIKASI ILEUS PARALITIK1. Nekrosis usus.2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra abdomen.3. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.6. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.8. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah.

G.PEMERIKSAAN PENUNJANG ILEUS PARALITIK1. Pemeriksaan radiologia. Foto polos abdomen 3 posisiDengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memper-lihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga, posisi setengah duduk untuk melihat Gambaran udara cairan dalam usus atau di luar usus, misalnya pada abses, Gambaran udara bebas di bawah diafragma, Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen bawah.b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium EnemaMempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.c. CTScanPemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CTScan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CTScan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.d. USGPemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari obstruksi.e. MRIWalaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.f. AngiografiAngiografi mesenterik superior telah digunakan untuk men-diagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.2. Pemeriksaan laboratoriumLeukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.

H.PENATALAKSANAAN1. Konservatifa. Penderita dirawat di rumah sakit.b. Penderita dipuasakanc. Kontrol status airway, breathing and circulation.d. Dekompresi dengan nasogastric tube.e. Intravenous fluids and electrolytef. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.2. Farmakologisa. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.b. Analgesik apabila nyeri.3. Operatifa. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.c. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.I.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANa. Pengkajian1. IdentitasBiodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup.2. Riwayat Kesehatan Keluhan utamaKeluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku. Riwayat kesehatan sekarangMengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :P: Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.Q: Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap).R : Di daerah mana gejala dirasakanS: Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.T: Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan. Riwayat kesehatan dahuluApakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan. Riwayat kesehatan keluargaApakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien. 3. Pemeriksaan fisik Status kesehatan umumTingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien. Sistem pernafasanPeningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal Sistem kardiovaskulerTakikardi, pucat, hipotensi (tanda syok) Sistem persarafanTidak ada gangguan pada sistem persyarafan Sistem perkemihanRetensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok hipovolemik Sistem pencernaanDistensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus. Sistem muskuloskeletalKelelahan, kesulitan ambulansi Sistem integumenTurgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok) Sistem endokrinTidak ada gangguan pada sistem endokrin Sistem reproduksiTidak ada gangguan pada sistem reproduksib. Diagnosa Keperawatan1. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrisi.3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi4. Resiko infeksi berhubungan dengan perforasi dinding usus

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

NOC : Pain Level, pain control, comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur

NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko : 1. Prosedur Infasif1. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan 1. Malnutrisi 1. Peningkatan paparan lingkungan patogen 1. Imonusupresi 1. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)1. Penyakit kronik1. Imunosupresi1. Malnutrisi1. Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)NOC : 1. Immune Status1. Knowledge : Infection control1. Risk control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi1. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi1. Jumlah leukosit dalam batas normal1. Menunjukkan perilaku hidup sehat1. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :1. Pertahankan teknik aseptif1. Batasi pengunjung bila perlu1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan1. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung1. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum1. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 1. Tingkatkan intake nutrisi1. Berikan terapi antibiotik1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal1. Pertahankan teknik isolasi k/p1. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase1. Monitor adanya luka1. Dorong masukan cairan1. Dorong istirahat1. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi1. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Resiko ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan : Intake yang berlebihan terhadap kebutuhan metabolisme tubuh

NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutritional Status : nutrient Intake Weight control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Ketidak seimbangan nutrisi lebih teratasi dengan kriteria hasil: Mengerti factor yang meningkatkan berat badan Mengidentfifikasi tingkah laku dibawah kontrol klien Memodifikasi diet dalam waktu yang lama untuk mengontrol berat badan Penurunan berat badan 1-2 pounds/mgg Menggunakan energy untuk aktivitas sehari hari

NIC :Weight Management Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan, latihan, peningkatan BB dan penurunan BB Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat mempengaruhi BB Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya hidup dan factor herediter yang dapat mempengaruhi BB Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan BB berlebih dan penurunan BB Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan Perkirakan BB badan ideal pasienNutrition Management Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Weight reduction Assistance Fasilitasi keinginan pasien untuk menurunkan BB Perkirakan bersama pasien mengenai penurunan BB Tentukan tujuan penurunan BB Beri pujian/reward saat pasien berhasil mencapai tujuan Ajarkan pemilihan makanan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

HipertermiaBerhubungan dengan :1. penyakit/ trauma1. peningkatan metabolisme1. aktivitas yang berlebih1. dehidrasi

NOC:Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..pasien menunjukkan :Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:1. Suhu 36 37C1. Nadi dan RR dalam rentang normal1. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyamanNIC :1. Monitor suhu sesering mungkin1. Monitor warna dan suhu kulit1. Monitor tekanan darah, nadi dan RR1. Monitor penurunan tingkat kesadaran1. Monitor WBC, Hb, dan Hct1. Monitor intake dan output1. Berikan anti piretik:1. Kelola Antibiotik1. Selimuti pasien1. Berikan cairan intravena1. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila1. Tingkatkan sirkulasi udara1. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR1. Catat adanya fluktuasi tekanan darah1. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)

DAFTAR PUSTAKA

Ahern, Wilkinson. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2012-2014. Jakarta: Salemba Medika.Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC