66
Laporan Kasus ILEUS OBSTRUKTIF Disusun oleh : Emy Novita Sari NIM : 01.208.5645 Pembimbing : dr. Dadiya, SP.B Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung 0

Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Laporan Kasus

ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun oleh :

Emy Novita Sari

NIM : 01.208.5645

Pembimbing :

dr. Dadiya, SP.B

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

RST dr.Soedjono Magelang

2013

0

Page 2: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Halaman pengesahan

Nama : Emy Novita Sari

Fakultas : Kedokteran

Perguruan tinggi : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

RST dr. Soedjono Magelang

Mengesahkan,

Pembimbing

dr. Dadiya, SP.B

Letkol CKM

1

Page 3: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Identitas Penderita

a. Nama : Ny. M

b. Jenis kelamin : Perempuan

c. Tanggal Lahir : 18 Juni 1952

d. Umur : 61 Tahun

e. Alamat : Lendoh Rt 01 Rw 02 Desa Bedono Kec Jambu

f. Agama : Islam

g. Suku bangsa : Jawa

h. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

i. Status perkawinan : Bercerai

j. Pernah di rawat di RST: Tidak pernah

k. Bangsal : Seruni

l. No. CM : -

2

Page 4: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

II. Anamnesa

a. Keluhan utama: Nyeri perut dan tidak bias BAB

b. RPS :

PB/ datang dengan keluhan nyeri perut dan tidak bisa BAB dan kentut. Perut

dirasa sakit, semakin membesar dan sebah. Keluhan ini dirasakan semenjak 1

minggu SMRS. Terdapat mual. Sebelumnya pasien menceritakan seelumnya

pernah dirawat di RS Bina Kasih dengan diagnosis Ca Colon.

c. RPD :

i. Riwayat menstruasi :

1. Menarche pada usia 11 tahun

2. Siklus menstruasi teratur

3. Jika menstruasi, darah tidak terlalu banyak, kadang nyeri dan

kadang mengganggu aktivitas sehari-hari

ii. Riwayat kehamilan :

1. Pasien hamil hanya satu kali, dan mempunyai anak laki-laki satu

orang

2. Pasien bercerai dari suami semenjak anak pasien masih kecil.

iii. Riwayat KB : -

d. RPK : Tidak ada yang mengalami keluhan yang seperti ini

e. SOSEK : Pasien masuk RST dengan status pasien jamkesmas.

3

Page 5: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

III. Pemeriksaan Fisik

a. Kesan Umum : Sangat lemas dan kesakitan

b. Kesadaran : Komposmentis

c. VS : TD = 90 mmHg (palpasi)

Nadi = 96 kali/menit

Suhu = 36,3°C

RR = 21 kali/menit

d. Status General

a. Kepala : DBN

b. Mata : CA -/-, Pupil Isokor, mata cekung +/+

c. Hidung : DBN

d. Telinga : DBN

e. Mulut : DBN

f. Leher : DBN

g. Thorak :

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Nyeri Tekan (-)

Perkusi : Sonor (+)

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, Rhonki -/-, Whezzing -/-

4

Page 6: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

h. Abdomen :

Inspeksi : Distensi abdomen (+)

Auskultasi : Peristaltik menurun

Perkusi : Pekak (+), nyeri ketok (+)

Palpasi : nyeri tekan (+) di seluruh region abdomen, defans

muscular (+)

i. Genitalia : DBN

j. Ekstremitas : DBN, udem (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Lab Darah Lengkap :

c Pemeriksaan Hasil Harga Normal

1 WBC 26,8 3,5 – 10,0

2 RBC 5,21 3,8 – 5,80

3 HGB 10,6 11,0 – 16,5

4 HCT 32,2 35,0 – 50

5 PLT 443 150 – 390

6 PCT 0,42 0,100 – 0,500

7 MCV 61,9 80 – 97

5

Page 7: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

8 MCH 20,3 26,5 – 33,5

9 MCHC 32,9 31,5 – 35,0

10 RDW 12,5 10,0 – 18,0

11 MPV 9,7 17,0 – 48

12 PDW 12,2 4,0 – 10,0

13 Lym% 7,4 17,0 – 48

15 Gra% 90,5 43,0 – 76,6

16 Lym 2,0 1,2 – 3,2

Pemeriksaan Hasil Unit Normal

Urea 21 mg/dL 0-50

Creatinin 1,2 mg/dL 0-1,3

Total protein 6,1 g/dL 6,6-8,3

Albumin 3 g/dL 3,8-5,1

Globulin 3,1 g/dL 2,7-3,5

b. Radiologi6

Page 8: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

V. DD

a. Peritonitis et causa appendicitis perforasi

b. Peritonitis et causa rupture kista ovarii

VI. Diagnosa : Peritonitis et causa rupture kista ovarii

VII. Penatalaksanaan :

Tindakan Opertative ( Laparotomi, cystectomi, appendictomy)

Laporan Operasi

Diagnosis pra bedah : peritonitis ileum e/c app perforasi

Diagnosis pasca bedah : peritonitis ileum e/c rupture kistik dan

appendicitis akut

Operasi/tindakan : laparotomi, cyctectomi dan appendiktomi

Tanggal operasi : 13 – 12- 2012

1. Dalam standar anestesi, antiseptic media operasi

2. Insisi media operasi

3. Buka peritoneum keluar cairan kecoklatan

7

Page 9: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

4. Eksplorasi dinding, perforasi kistik pada tuba dekstra dan tampak

cystic pada tuba kiri, appendicitis

5. Dilakukan cystectomi dan appendictomi

6. Kontrol perdarahan, cairan cavum abdomen

7. Pasang drain

8. Jahit luka, tutup dengan kassa

Instruksi Post Operasi

1. Awasi KU

2. Inf RL 20 tpm

3. Ceftriaxone

4. Ranitidine

5. Antrain

1

8

Page 10: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

HASIL FOLLOW UP

Tanggal S O A P

13 Des 2012 Sesak (+)

Perut kencang (+)

Nyeri di seluruh

abdomen

Pasien sudah

puasa

Status General :

Ku = lemah

Kesadaran = Komposmentis

Mata = mata cekung (+/+)

Pulmo = SDV

Abdomen =

Inspeksi : Distensi

abdomen (+)

Auskultasi :

Peristaltik menurun

Perkusi : Pekak

(+)

Palpasi : nyeri

tekan (+) di seluruh region

abdomen.

Peritonitis Pasang kateter

Pro operasi cito

Persetujuan

keluarga

Konsul jantung

Cek ureum,

kreatinin, albumin

14 Des 2012 Sudah lebih baik,

sesak (-). Lemas

(+)

Status General :

Ku = lemah

Kesadaran = Komposmentis

Post Op hari I Therapy lanjut

Aaf NGT

Mobilisasi

9

Page 11: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

BAB (-), Mual

(-), Muntah (-),

NGT (+), flatus

(-)

Mata = mata cekung (+/+)

Pulmo = SDV

Abdomen =

Inspeksi : luka

jahitan post op (+), drain (+)

Auskultasi :

Peristaltik (+)

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri

tekan (+) berkurang

Ganti perban

15 Des 2012 Flatus (+)

Nyeri di perut (+)

Lemas (+)

Status General :

Ku = baik

Kesadaran = Komposmentis

Mata = mata cekung (+/+)

Pulmo = SDV

Abdomen =

Inspeksi : luka

jahitan post op (+), drain (+)

Auskultasi :

Peristaltik (+)

Post Op hari ke

II

Terapi lanjut

Mobilisasi

Diet cair

10

Page 12: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri

tekan (+) berkurang

11

Page 13: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang

terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding

usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal

tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009).

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi

intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi

Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik

parsial atau total dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).

2.2 Anatomi

Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6

meter pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum,

jejunum, dan ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal,

terletak retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus

pankreas.

Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari

jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di

intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak

12

Page 14: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum;

40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya

sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal (Whang et

al., 2005)

Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis

atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan

ini juga terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara

usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian

proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat

digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah

sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial

yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan

makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel

tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches. (Whang et

al., 2005)

13

Page 15: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri

atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,

rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam

usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis

eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat

mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana

feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar

jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga

bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika

sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam14

Page 16: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

daripada usus halus (Eroschenko, 2003).

Suplai Vaskuler

Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat

dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum

yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu

cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi

oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior.

15

Page 17: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini

beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum

yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V.

Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta.

(Price, 2003).

Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian

kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)

ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior

memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan

sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)

rektalis superior (Whang et al., 2005).

Pembuluh limfe

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1.

Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici

gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,

melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus

superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejunum dan

ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai

nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri

mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi

16

Page 18: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus

superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe

yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan

dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici

mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon

transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus

inferior (Snell, 2004).

Persarafan

Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)

dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan

ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus

mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas

sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan

usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan

serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang

menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam

lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan

pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntary (Price,

2003). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis

dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon

17

Page 19: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis

nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan

inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal

kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus

pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis

dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell,

2004).

Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,

serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis

mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003).

2.3 Etiologi

Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar

pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak

dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.

Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga

mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsic dari

dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari

intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal

biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang

mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang

ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)

18

Page 20: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

2.4 Patofisiologi

Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi

Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal

dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan

menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di

intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan

intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan

mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen

untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.

Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam

beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang

terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah

intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang

akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan

19

Page 21: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif.

Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi

cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi

normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen,

dan iskemia.

Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.

Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolism bakteri.

Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida

(8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang

memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen. Intestinal, normalnya,

berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan cara meningkatkan

peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik,

intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal

obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan

menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas

gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon terhadap rangsangan.

Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik terbebaskan.

Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran

cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh

darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan

sekresi dari Natrium dan Khlorida.

20

Page 22: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin

terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi.

Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan

sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di bagian

proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi

yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin ke

proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit

cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan

intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan

nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss.

Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang

sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat

mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian. Stagnasi isi

intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri Aerob dan

Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri dapat

merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya

translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

21

Page 23: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Obstruksi Gelung Tertutup

Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang

paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.

Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed

loop bstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen

obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara

absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini

ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung

tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan

sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

Obstruksi Parsial Intestinal

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan

penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya

strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding

intestinal akibat hipertrofi otot.

Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi

merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan

kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan

terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

22

Page 24: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Obstruksi kolon

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon

khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi.

Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada

paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah

diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan

kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang

inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat

menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding

cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture.

Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari

lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon

23

Page 25: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

berakibat pada motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok

(Yates, 2004) :

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,

2005):

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya

pembuluh darah.

24

Page 26: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan

pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis

atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh

toksin dari jaringan gangren.

3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan

keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat

obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi

dua (Ullah et al., 2009):

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai

duodenum, jejunum dan ileum

2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,

sigmoid dan rectum.

2.6 Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen

2. Muntah

3. Distensi

4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

25

Page 27: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi

2. Lamanya obstruksi

3. Penyebabnya

4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan

obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan

ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala

penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah

obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering

dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi

intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus

kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005)

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang

akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau

distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,

dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume

intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin

didapatkan leukositosis ringan. Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen

intestinal dan menjadi lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen

intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang

26

Page 28: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga

ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat

malodorus. (Thompson, 2005).

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting

untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih

terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah

obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya

obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,

namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.

Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa

yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun

strangulasi.

Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori :

loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal

terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan

bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark.

Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai

tampak.

Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal

toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu

27

Page 29: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

dilakukan. Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus,

demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien

sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan.

Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal,

demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate

dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting

dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara

obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

2.7 Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus

ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,

kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus

dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.

Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan

penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi

sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus

obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus

obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus

28

Page 30: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset

muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan

turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya

distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang

kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)

maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada

saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga

pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu

serangan kolik.

b. Palpasi dan perkusi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang

menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi

peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’

involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

c. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic gemerincing

logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah

beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka

29

Page 31: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun

parah. Tidak adanya nyeri usus bias juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau

ileus obstruktif strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan

rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter

ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama

apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan

licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian

anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah,

permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen

yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun

general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses

di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok

dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat

ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam

usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik

dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi

parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi.

Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi

abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya

30

Page 32: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

(karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita

menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia

harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau

tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi

intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,

kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan

menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan

banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.

Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya

hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.

4. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau

posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks Temuan spesifik untuk

obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya

air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran

udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya

obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah.

Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:

31

Page 33: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi

3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

4) Posisi supine dapat ditemukan :

a) distensi usus

b) step-ladder sign

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan

gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.

7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan

obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan

radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen

usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian

menghalangi tampaknya airfluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya

berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan

tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien

dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan

biaya yang sedikit.

32

Page 34: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

33

Page 35: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

34

Page 36: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

35

Page 37: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

36

Page 38: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

b. Enteroclysis

Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk

membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos

abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan

adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada

pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor

rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi

negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan

kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk

mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.

Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan

penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)

37

Page 39: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

c. CT-Scan

CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate

dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan

radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi

intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan

penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus

halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan

diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)

38

Page 40: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya

sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona

transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras

intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung

sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi

dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran

dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat

pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal

pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake

kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan

untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi

dari obstruksi.

Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah

(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona

transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)

d. CT enterography (CT enteroclysis)

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.

Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien

dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada

pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat

39

Page 41: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini

menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam

jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa

dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi

(100% vs 94%).(Nobie, 2009)

e. MRI

Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi.

MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologidari obstruksi. Namun, MRI

memiliki keterbatasan antara lain kurangterjangkau dalam hal transport pasien dan

kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie, 2009)

f. USG

Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi

dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG

dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat

menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain,

USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan

obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika

dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%. (Nobie,

2009)

40

Page 42: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)

1. Ileus paralitik

2. Appensicitis akut

3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier

4. Konstipasi

5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium

6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease

7. Pancreatitis akut

2.9 Penatalaksanaan

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan

kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian

cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus

di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl

harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan

elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk

menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk

profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi

intestinal. (Evers, 2004)

41

Page 43: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk

dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk

mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena

muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen.

Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan

resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan

sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)

Terapi Operatif

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi

operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal

komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama

tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda

demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis.

Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan erbagai

resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan

terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal

menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12

– 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi

dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan

42

Page 44: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk

menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara

manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek. Penatalaksanaan pasien

dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada

keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil,

merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi

komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada

obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah

sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata

non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian

usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan

sebagainya.

3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,

misalnya pada Ca stadium lanjut.

4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung

usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,

invaginasi strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang

dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun

43

Page 45: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula

dilakukan

kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et

al., 2009).

2.10 Komplikasi

Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat

menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).

2.11 Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat

segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi

strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar

35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan

cepat (Nobie, 2009).

44

Page 46: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

DAFTAR PUSTAKA

45

Page 47: Laporan Kasus Ileus Obstruktif

46