Upload
yessy-dwi-oktavia
View
284
Download
8
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan gagal ginjal akut
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 2
BLOK NEFRO-URINARY SYSTEM
Tutor: dr. Anton Budi D, Sp. THT
Kelompok 12
Tyasa Budiman G1A010005
Sofia Kusumadewi G1A010006
Celestia Wohingati G1A010089
Intan Puspita G1A009109
Handika Rheza A. G1A010100
Irfani Ryan A. G1A010104
Eka Wijaya W. G1A010112
Tini Rohmantini G1A008027
Fahmi Ben Bella G1A008047
Aryo Widagdho G1A007129
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
PBL/CBL KASUS KE : 2 (dua)
JUDUL SKENARIO : BAK sedikit
KELOMPOK : 12
HARI/TGL TUTORIAL : Rabu dan Kamis, 19 dan 20 September 2012
Informasi 1
Seorang laki-laki bernama Tn. AR (25 tahun) diantar oleh keluarganya dengan
keluhan utama BAK sangat sedikit. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit Tn AR
menderita diare dan muntah hebat selama 3 hari. Tidak ada riwayat gangguan
BAK sebelum sakit.
I. Klasifikasi Istilah:
1. Diare
a. Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare mungkin
dalam volume besar atau sedikit dan dapat disertai atau tanpa darah
(Corwin, 2009).
b. Diare adalah proses defekasi dengan frekuensi lebih dari 3 kali per hari.
Konsistensi lebih encer dan lembek dari biasanya, atau memiliki
frekuensi lebih dari biasanya pada orang tersebut.
2. Muntah
a. Muntah atau vomit adalah pengeluaran isi lambung melalui mulut
(Nuswantari, 1998)
b. Muntah adalah pengeluaran isi lambung secra ekspulsif melalui mulut
dengan bantuan kontraksi otot perut. Terdiri dari 3 fase, yaitu fase
nausea, retching dan emesis.
3. Oligouria
Gangguan berkemih berupa penguranan aliran urin yang selama waktu
tertentu. Biasanya volume urin kurang dari 500ml/hari, dengan batas
normal adalah 600ml-800ml/hari
II. Batasan Masalah
1. Identitas pasien :
a. Nama : Tn. AR
b. Umur : 25 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
2. Anamnesis :
a. Keluhan utama : BAK sangat sedikit
b. Onset : 3 hari yang lalu
c. Kualitas : -
d. Kuantitas : sangat sedikit
e. Gejala penyerta : -
f. RPS : diare, muntah
g. RPD : tidak ada riwayat gangguan BAK
h. RPK : -
i. RPSosek : -
III. Rumusan Masalah
1. Mengapa BAK bisa sedikit?
2. Apakah diare dan muntah berpengaruh pada BAK?
3. Apa saja informasi yang dibutuhkan untuk menyingkirkan diagnosis
diferential?
IV. Analisis Masalah
1. BAK sedikit bisa disebabkan oleh 2 hal. Yang pertama karena produksi
urin yang menurun, yang kedua adalah karena adanya gangguan dalam
pengeluaran urin (Purnomo, 2011).
2. Diare dan muntah dapat berpengaruh pada BAK. Karena pada diare dan
muntah, cairan di tubuh akan banyak berkurang. Kompensasi tubuh salah
satunya adalah dengan mengurangi jumlah produksi urin. Sehingga pada
pasien dengan diare dan muntah cenderung menurun produksi urinnya.
3. Informasi yang dibutuhkan adalah:
a. Urin : warna, frekuensi, mengejan, menetes atau tidak
b. Diare : frekuensi, keenceran, berdarah atau berlendir tidak
c. Muntah : isi dan bentuk muntahan
d. Riwayat pembedahan
e. Nyeri pinggang atau tidak
f. Demam atau tidak
g. Perilaku minum
h. Riwayat infeksi
V. Informasi tambahan dan analisis informasi
Informasi 2
Tn. AR juga mengalami sesak nafas, badan lemah, lesu, dan cepat lelah.
Terkadang jika tidur Tn.AR sering mengigau selalu mengantuk. Tn. AR
merupakan pekerja di took swalayan. 3 hari sebelumnya menderita demam,
diare, dan muntah. Diare +/- 10 kali/hari, banyak dan cair. Tiap kali makan
dan minum Tn. AR langsung muntah. Oleh istrinya Tn. AR dibelikan obat
masuk angina yang ada di warung. Karena kondisi makin menurun Tn. AR
dibawa ke rumah sakit.
Diagnosis diferential :
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh dehidrasi. Pasien dalam
kasus ini sudah mengalami diare dan mutah selama 3 hari, dan tidak
bisa makan dan minbum, hal ini dapat menyebabkan kehilangan banyak
cairan intravaskuler.
Pada kasus juga disebutkan pasien mengalami gejala seperti
ekstremitas teraba dingin, cap refill memangjang, kesadaran menurun,
takikardi, dan takipneu. Ini berkesesuain dengan gejala-gejala klinis
yang terjadi pada pasien dehidrasi dan syok hipovolemik.
2. Gagal ginjal akut
Anamnesis : oliguria, pucat, muntah
PF : lemah, penurunan kesadaran, hipotensi, takikardi,
hipervetilasi
Px penunjang : Azotemia, peningkatan BUN dan kreatinin,
hiperkalemia, asidosis (Corwin, 2009).
3. Glomerulonefritis
Anamnesis : penurunan volume urin, darah dalam urin (warna
kecoklatan), tidak nafsu makan
PF : muntah, oedem, diare, ada infeksi faring atau kulit oleh
streptokokus (GNA),
Px penunjang : hematuria, silinder darah merah dalam urin, proteinuria
> 3,5mg/hari, penurunan GFR dari klirens kreatinin,
dapat dijumpai enzim-enzim antri streptokokus misalnya
antistreptolisin-O dan antistreptokinase (Corwin, 2009)
Informasi 3
Hasil pemeriksaan fisik Tn. AR
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Somnolen
Takanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 120x/menit, teraba lemah
Respirasi : 34x/menit
Suhu : 37,5 C
Kepala : konjunctiva anemis
Leher : JVP tak meningkat
Thorax : rhonchi (-), wheezing (-), jantung: pembesaran (-),
takikardi
Abdomen : distensi (-), peristaltic meningkat, supel, turgor
kulit sangat menurun
Ekstremitas : teraba dingin, sianosis, capillary refill > 2detik
DD Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan
penunjang
Syok
hipovolemik
lemas Akral dingin
Kesadaran
turun
Bibir kering
Diare Mata cekung
Muntah Cap refill > 2 detik
Tidak makan
minum
Oliguria
GGA Oligouri Pucat,
hiperventilasi
Elektrolit
darah
Muntah Pre takikardi Urinalisis
Diare hipotensi Clearence
kreatinin dan
ureum
demam Syok
hipovolemi
Renal udem
perianal
hipertensi
hematuri
Post pembesaran
ginjal
Asidosis
metabolik
Sesak nafas
Glomerulonefritis Mudah lelah Sakit kepala
oliguri Nyeri panggul
dispneu
Muka sembab
edem
demam
Informasi 4
Darah lengkap : Hb 15,6, Hematokrit: 50%; AL: 10.000; Urea: 180 mg/dl;
Kreatinin: 5,3 mg/dl, kalium 7 meq/l; Natrium 145 meq/l.
AGD: pH = 7,245; pO2 = 94 cm H2O; HCO3 = 7 meq/l
Urinalisa = sediment (-); protein (-); erotrosit (-)
EKG = tall and peak T wave dan pelebaran QRS kompleks.
Diagnosis kerja:
Gagal ginjal akut pre-renal et causa syok hipovolemik
VI. Sasaran Belajar
1. Bagaimana epidemiologi GGA?
2. Jelaskan mengenai anatomi dan histologi ginjal!
3. Jelaskan fisiologi ginjal!
4. Jelaskan definisi dari Gagal ginjal!
5. Apakah etiologi penyakit Gagal ginjal?
6. Sebutkan faktor resiko Gagal ginjal!
7. Sebutkan penegakkan diagnosis yang perlu dilakukan untuk
menegakkan Gagal ginjal!
8. Bagaimana patogenesis terjadinya Gagal ginjal?
9. Bagaimana patofisiologi tanda dan gejala Gagal ginjal?
10. Bagaimana penatalaksanaan Gagal ginjal?
11. Apa indikasi dari dialysis?
12. Apa saja komplikasi Gagal ginjal?
13. Bagaimana prognosis Gagal ginjal?
VII. Jawaban Sasaran Belajar
1. Epidemiologi
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal
ginjal akut (GGA, acute renal failure [ARF]) merupakan salah satu
sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir
menunjukkan peningkatan insidens. Beberapa laporan dunia
menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada komunitas,
0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada
pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka
kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80%
(Sinto, 2011).
Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit
didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit.
Diperkirakan bahwa insidens nyata pada komunitas jauh melebihi angka
yang tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan
peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus
yang lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh
peningkatan nyata kasus AKI akibat meningkatnya populasi usia lanjut
dengan penyakit komorbid yang beragam, meningkatnya jumlah
prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi diagnostik dan
terapeutik yang lebih agresif (Sinto, 2010).
2. Anatomi dan histologi ginjal
Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi
atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.
Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya
lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Syntopi ginjal
Ginjal kiri Ginjal kanan
Anterior
Dinding dorsal gaster
Pankreas
Limpa
Vasa lienalis
Usus halus
Fleksura lienalis
Lobus kanan hati
Duodenum pars
descendens
Fleksura hepatica
Usus halus
Posterior
Diafragma, m.psoas major, m. quadratus
lumborum, m. transversus
abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,
n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales
1-2(3), iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12
(ginjal kiri).
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus
pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu
arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler
peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron
dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung
Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah
panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.
Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri
sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu
segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus (Netter, 2006)
Histologi Ginjal
Ginjal terutama bertugas mengeluarkan urin. Organ ini dibungkus oleh simpai
jaringan ikal kuat tediri atas serat-serat kolagen dan sedikit serat elastin. Pada
potongan sagital telihat parenkim ginjal terdiri atas:
a. Korteks (bagian luar) dan
b. Medula (bagian dalam), yang sebagian meliputi suatu rongga, sinus renal,
yang membuka ke hilus.
Pada sinus renal ini terdapat:
1. Pelvis renal, yaitu bagian atas ureter yang melebar
2. 2 sampai 3 kaliks mayor
3. Sampai 8 kaliks minor
4. Cabang-cabang arteri dan vena renal
5. Saraf dan pembuluh limfa
6. Jarngan ikat longgar dan lemak
KORTEKS
Korteks ginjal terdiri atas banyak tubulus kontortus dan badan-badan bulat yang
dikenal sebagai korpus renal atau korpus Malpighi. Korteks tidak hanya
membentuk bagian luar ginjal, tetapi pada tempat-tempat tertentu menyusup
diantara bagian medula dan membentuk apa yang disebut kolom Bertini atau
kolom Renal.
MEDULA
Massa medula utama terdiri atas 8 sampai 18 piramid medula. Bagian dasarnya
yang lebar berhubungan dengan bagian korteks dan bagian puncak (apeks) yang
membulat dan menonjol ke dalam kaliks minor.
NEFRON
Parenkim ginjal terdiri atas nefron atau tubulus uriniferus yang berhimpit padat.
Nefron merupakan satuan fungsional ginjal yang bertugas menghasilkan urine.
Diantara tubulus ini tedapat pembuluh darah dan sedikit jaringan ikat. Tubulus ini
bermuara ke dalam tubulus penampung (duktus koligens), kemudian ke tubulus
penampung besar (duktus papilaris Bellini), yang mengcurahkan urine ke dalam
pelvis dan ureter melalui kaliks minor dan mayor.
Nefron terdiri atas:
a. Korpus renal
Yang bertugas menyaring substansi dari plasma, dan
b. Tubulus renal
Yang bertugas mengadakan resorpsi selektif terhadap substansi dari filtrat
glomerulus, sampai mendapatkan komposisi urine.
KORPUS RENAL (KORPUS MALPIGHI)
Korpus renal merupakan badan bulat berdiameter 0,2 mm yang terdapat pada
bagian korteks dan kolom renal. Terdapat 1 juta atau lebih korpus renal pada
setiap ginjal. 1 korpus renal terdiri atas 2 bagian, glomerulus di pusat dan suatu
kapsula glomerulus, yang berupa pelebaran tubulus renal mirip kantung, yang
disebut kapsula Bowman.
a. Glomerulus
Glomerulus terdiri atas gelung-gelung kapiler yang terdapat diantara
arteriol aferen dan arteriol eferen. Daerah tempat arteriol aferen masuk dan
arteriol eferen keluar disebut kutub vaskular. Setelah masuk dalam
glemerulus, arteriol aferen memecah menjadi 4 atau 5 kapiler yang relatif
besar. Masing- masing kapiler ini menjadi sejumlah kapiler yang lebih
kecil yang membentuk lengkung-lengkung tidak teratur menuju ke arteriol
eferen. Arteriol eferen lebih kecil dari arteriol aferen. Perbedaan ukuran ini
ada kaitan dengan fungsinya . pembuluh eferen mengangkut lebih sedikit
cairan bila dibandingkan dengan pembuluh aferen, karena cukup banyak
cairan tersaring dari darah selama melalui kapiler glomerulus. Akibat
adanya perbedaan ukuran maka tekanan di dalam aliran glomerulus tetap
diperahankan dan hal ini membantu penyaringan plasma.
b. Kapsula Bowman
Kapsula ini terdapat lapisan dalam atau viseral yang melapis glomerulus,
dan suatu lapisan luar atau parietal. Lapisan viseral secara langsung
membungkus glomerulus, dan terdiri atas selapis sel epitel gepeng diatas
membran basal, yang telah menyatu dengan membran basal epitel kapiler
glomerulus. Jadi epitel viseral dan endotel kapiler hanya terpisah oleh
suatu membran basal tipis. Membran basal ini tebalnya hanya 0,3µm,
tediri atas srat-serat halus dan disebut membran basal glomerulus. Lapisan
parietal kapsula Bowman terdiri atas selapis sel epitel gepeng. Celah
diantara lapian viseral dan parietal disebut ‘ruang urine’ atau ruang
Bowman.
Sel-sel gepeng lapisan viseral kapsula Bowman mempunyai struktur khusus, dan
sel itu disebut podosit. Podosit ini gepeng, merangkul sel endotel kapiler. Juluran-
juluran kaki atau pedikelnya menempel pada membran basal dan berselisih
dengan pedikel-pedikel podosit sebelahnya. Podosit merupakan sel yang sangat
aktif yang tercermin dari banyaknya metokondria, vakuola dan mikrotubul di
dalam sitoplasma. Endotel kapiler yang terdapat disini memiliki tingkap yang
kecil-kecil. Pori-pori ditutup fragma khusus. Pedikel-pedikel podosit yang
berbaris paralel dan berselisip dengan pedikel podosit berdekatan, mirip susunan
kancing-rigi (resleting). Keadaan ini membentuk sawar selektif.
Sel Mesangial
Sel ini merupakan sel fagositik, berupa perisit pada lengkung kapiler golmerulus.
Sel mesangial membersihkan sisa sel mati dan kompleks imun, yang bila
dibiarkan akan menyumbat saringan urin. Jadi fungsinya adalh sebagai pembersih
saringan.
TUBULUS RENAL
Tubulus renal terdiri atas:
(1) Kapsula Bowman
(2) Tubulus kontortus proksimal
(3) Ansa Henle pars desnden, yang terletak dalam bagian piramid medula
yang membalik dan membentuk
(4) Ansa Henle
(5) Ansa Henle pars asenden, menuju dan masuk kembali ke korteks dan
melanjutkan disri sebagai
(6) Tubulus kontortus distal, yang bagian akhirnya melurus dan membentuk.
(7) Tubulus penghubung, yang berakhir dengan bermuara pada duktus
koligens. Diantara tubulus kontortus distal dan tubulus penghubung
terdapat suatu segmen bersudut pendek, tubulu berbiku (zig-zag). Duktus
koligens mulai dari bagian korteks dan pada jarak-jarak pendek saling
berhubungan dan akhirnya bermuara ke dalam saluran lebar yang disebut
duktus Bellini, yang akan bermuara pada puncak piramid yang menonjol
ke dalam kaliks minor.
a. Tubulus kontortus
Tubulus ini merupakan segmen nefron yang paling besar dan paling
berkelok dan membentuk sebagian besar korteks. Panjangnya lebih
kurang 14 mm dengan garis tengah 50-60um. Dilapisi selapis sel-sel
silindris rendah atau piramid terpancung, dengan inti bulat, dan
sitoplasma bergranula yang terpulas gelap dengan eosin. Permukaan
bebas sel-sel epitel dilengkapi mikrosili yang membentuk semacam
“Brush Border”. Mitokondria berderet-deret pada agian basal sel yang
memberinya corak bergaris. Bagian sel dekat “Brush Border”
mengandung fosfatase alkali.
b. Ansa Henle Pars Desenden
Bagian ini mempunyai susunan sama dengan yang terdapat pada tubulus
kontortus proksimal, kecuali “Brush Border” nya yang disini kurang
berkembang.
c. Ansa Henle Segmen Tipis
Bagan ansa henle ini mempunyai gais tengah 15µm, dilapisi selapis sel
epiteliol pipih dngan ini menonjol ke dalam lumen. Mikrofili yang
membentuk “Bruh Border” disini lebih sedikit dan lebih pendek.
Mitokondria dalam sel juga kurang.
d. Ansa Henle Pars Asenden
Panjang bagian ini 9mm dengan garis tengah 30µm. Bagian ini “naik”
menuju korteks dan menghampiri kutub atau polus vaskular glomerulus
asalnya. Pada tempat ini saluran telah menjadi tubulus kontortus distal.
Bagian saluran ini dibatasi sel kuboid yang terletak diatas membran sel.
e. Tubulus Kontortus Distal
Berawal dekat kutub vaskular glomerulus dan berakhir saat menyatu
dengan duktus koligens bagian melengkung. Panjangnya 4 ½ -5 mm,
dengan garis tengah 22-50 µm. Dilapisi sel kuboid. Pada bagian distal
yang berdekatan dengan ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan
ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan ateriol itu mengalami
perubahan menjadi berbentuk silindris. Bagian tubulus distal yang
mengalami perubahan ini disebut makula densa. Sel-sel ini membentuk
aparat yuksta-glomerular bernama sel-sel epiteloid.pada tunika media
arteriol aferen yang bersebelahan. Sel terakhir ini menghasilkan renin.
f. Duktus Koligens
Bagian ini dilapisi epitel selapis kuboid.
(Bajpai, 1989)
3. Fungsi spesifik ginjal
a. mempertahankan kesemimbangan air dalam tubuh
b. mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian ion CES
c. memelihara volume plasma darah
d. membantu pemeliharaan asam basa
e. memelihara osmolaritas
f. mengeleminasi produk-produk sisa metabolisme
g. eleminasi banyak senyawa asing
h. sekrei eritopoitin
i. sekresi renin
j. mengubah vitamin d dalam bentuk aktif (Sherwood,2002)
Peran ginjal dalam pembentukan urin
Pembentukan urin terjadi melalui serangkaian proses filtrasi
(penyaringan) zat-zat sisa yang beracun, reabsorbsi (penyerapan
kembali), dan sekresi (pengeluaran zat sisa yang tidak diperlukan lagi
oleh tubuh dan tidak mungkin disimpan lagi). Filtrasi (Penyaringan)
(Sherwood, 2002).
Filtrasi merupakan perpindahan cairan dari glomerulus menuju ke
ruang kapsula Bowman dengan menembus membran filtrasi. Membran
filtrasi terdiri dari tiga lapisan, yaitu sel endotelium glomerulus,
membran basiler, dan epitel kapsula Bowman. Sel-sel endotelium
glomerulus dalam badan Malpighi akan mempermudah proses filtrasi.
Di dalam glomerulus, sel-sel darah, trombosit, dan sebagian besar
protein plasma disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil
penyaringan tersebut berupa urin primer (filtrat glomerulus) (Sherwood,
2002).
Reabsorbsi (penyerapan kembali) Reabsorbsi merupakan proses
perpindahan cairan dari tubulus renalis menuju ke pembuluh darah yang
mengelilinginya, yaitu kapiler peritubuler. Sel-sel tubulus renalis secara
selektif mereabsorbsi zat-zat yang terdapat dalam urin primer.
Reabsorbsi tergantung dari kebutuhan akan zat-zat yang terdapat di
dalam urin primer. Setelah reabsorbsi, kadar urea menjadi lebih tinggi
dan zat-zat yang dibutuhkan tidak ditemukan lagi. Urin yang dihasilkan
setelah proses reabsorbsi disebut urin sekunder (filtrasi tubulus)
(Sherwood, 2002).
Sekresi adalah proses penambahan zat-zat yang tidak diperlukan
oleh tubuh ke dalam tubulus kontortus distal. Peristiwa ini disebut juga
sekresi tubular. Sel-sel tubulus mengeluarkan zat-zat tertentu yang
mengandung ion hidrogen dan ion kalium, kemudian menyatu dengan
urin sekunder. Urin yang terbentuk akan disimpan sementara di kantung
kemih untuk selanjutnya dibuang melalui uretra (Sherwood, 2002).
4. Definisi
GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu
sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam
beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG),
disertai sisa metabolism (ureum dan kreatinin).
5. Etiologi
A. GGA pra renal
1. Hipovolemia :
a. Kehilangan darah/plasma : perdarahan, luka bakar
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretic,
penyakit ginjal lainnya), pernafasan, pembedahan
c. Redistribusi cairan tubuh : pancreatitis, peritonitis, edama, asites
2. Vasodilatasi sistemik :
a. Sepsis
b. Sirosis hati
c. Anesthesia/ blockade ganglion
d. Reaksi anafilaksis
e. Vasodilatasi oleh obat
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung
b. Gagal jantung kongestif
c. Temponade jantung
d. Disritmia
e. Emboli paru
B. GGA renal
1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna
2. Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia
b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin
C. GGA pasca renal
1. Obstruksi intra renal
a. Intrinsic : asam urat, bekuan darah
b. Pelvis renalis : striktur uretra, neoplasma
2. Obstruksi ekstra renal
a. Intra ureter : batu, bekuan darah
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC)
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis
d. Vesica urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat
e. Uretra : striktur uretra, blader diabetic, paraparesis
6. Faktor Resiko Gagal ginjal Akut :
# Berkurangnya aliran darah ke ginjal Kekurangan darah akibat
perdarahan, dehidrasi atau cedera fisik yg menyebabkan tersumbatnya
pembuluh darah
# Daya pompa jantung menurun (kegagalan jantung)
# Tekanan darah yg sangat rendah (syok)
# Kegagalan hati (sindroma hepatorenalis)
# Penyumbatan aliran kemih Pembesaran prostat
# Tumor yg menekan saluran kemih
# Trauma pada ginjal Reaksi alergi (misalnya alergi terhadap zat
radioopak yg digunakan pada pemeriksaan rontgen)
# Zat-zat racun
# Keadaan yg mempengaruhi unit penyaringan ginjal (nefron)
# Penyumbatan arteri atau vena di ginjal
# Kristal, protein atau bahan lainnya dalam ginjal
7. Penegakan Diagnosis
Gagal ginjal akut (GGA) merupapakan sindrom klinik akibat adanya
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam
sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolism nitrogen
(urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oluguria.
Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila
terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien
dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau peningkatan > 20% bila kreatinin
awal > 2,5 mg%. dengan demikian gagal ginjal akut pada gagal ginjal kronis
(acute on chronic renal disease) termasuk dalam definisi ini. The Acute
Dialysis Quality Intiations Group membuat RIFLE sistem yang
mengklasifikasikan GGA dalam tiga katagori menurut beratnya (Risk Injury
Failure) serta dua katagori akibat klinik (Loss dan End Stage renal disease)
Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Intiations Group
Kriteria Laju Filtrasi Glomerulus Kriteria Jumlah Urine
Risk
Trauma
Gagal
Loss
ESRD
Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali
Peningkatan serum kreatinin 2 kali
Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau kreatinin
355 μmol/l
Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total
fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu
Gagal ginjal terminal lebihdari 3 bulan
< 0,5 ml/kg/jam selama
6jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 12
jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 24
jam atau anuria selama 12
jam
Pemeriksaan fisik dan penunjang adalah untuk membedakan GGA pre-
renal, GGA renal, dan GGA post-renal.
Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut perlu diperiksa :
1. Anamnesis yang baik serta pemeriksaan fisik yang teliti ditujukan untuk
mencari penyebab GGA seperti misalnya operasi kardivaskuler,
angiografi, riwayat infeksi (Infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi
saluran kemih), riwayat adanya bengkak, riwayat kencing batu.
2. Membedakan gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis GGK misalnya
anemia dan ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.
3. Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal
yaitu kadar ureum, kreatinin dan filtrasi glomerulus. Pada pasien yang
dirawat selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan dan untuk
memperkirakan adanya kekurangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada
gagal ginjal akut yang berat dengan berkurangnya fungsi ginjal ekskresi
air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan asidosis metabolic
dengan kompensasi pernafasa Kussmaul. Umumnya pasien GGA lebih
didominasi oleh factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
4. A. kadar kreatinin serum. Pada gagal gibjal akut faal ginjal dinilai dengan
memeriksa berulang kali kadar serum creatinin. Kadar serum kreatinin
tidak dapat mengukur secara tepat laju filtrasi glomerulus karena
tergantung dari produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh dan ekskresi
oleh ginjal.
b. kadar cystatin C serum. Walaupun belum diakui secara umum nilai
serum cystatin C dapat menjadi indicator gagal ginjal akut tahap awal yang
cukup dapat dipercaya.
c. volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang
spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan
nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian volume urin pada GGA
bisa beracam-macam, GGA pre-renal dan GGA renal dapat ditandai baik
oleh anuria maupun poliuria.
d. Petanda biologis (Biomarker). Syarat petanda biologis GGA adalah
mampu di deteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai GGA adalah
mampu dideteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai dengan
kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis ini adalah zat –zat
yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18,
enzim tubular, N-acetyl-β-glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney
injury molecule. Dalam satu penelitian pada anak-anak pasca bedah
jantung terbuka gelatinase-associated lipocalin (NGAL) terbukti dapat di
deteksi 2 jam setelah pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar
kreatinin. Dalam masa yang akan datang kemungkinan diperlukan
kombinasi dari petanda biologis.
(O'callaghan, 2007)
8. Patogenesis
Hipovolemia dapat menyebabkan tekanan arterial sistemik menurun. Ini
menyebabkan tereganggnya baroreseptor, yang dapat memicu respon
neurohormonal yang bertujuan untuk mengembalikan volume darah dan tekanan
arterial. Respon ini meliputi aktivasi dari syaraf simpatis, renin-angiotensin-
aldosteron dan pengeluaran arginin vasopressin (Liu dan Chertow, 2012).
Jika terjadi hipoperfusi glomerular maka ginjal akan melakukan
mekanisme kompensasi / otoregulasi. Mekanisme otoregulasi bertujuan untuk
mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi dengan vasodilatasi arteriol
afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide
(NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh
angiotensin-II dan ET-1 (Liu dan Chertow, 2012).
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg)
serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi
tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi
kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini
disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan
struktural dari ginjal (Liu dan Chertow, 2012).
9. Patofisiologi
9. Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
1. Tatalaksana etiologi
Penyebab GGA pada pasien tersebut adalah diare dan mengalami
dehidrasi berat, sehingga harus segera dilakukan rehidrasi.
Resusitasi awal
- Lakukan penilaian ABC
- Berikan oksigen 100%
- Pasang akses vaskuler
- Berikan cairan pengganti, cairan kristaloid NaCl 0,9%
sebanyak kurang lebih 2liter cairan dengan makrodrip tetesan
cepat (guyur)
Infus 100ml/kg dalam 3-6jam dalam 2 tahap :
Tahap 1 : 30 ml/kg selama 30 menit
Tahap 2 : 70 ml/kg selama 2,5 jam
Pemantauan awal
- Respon cairan pengganti, amati tanda-tanda dehidras membaik
atau tidak. Jika belum membaik, dilakukan rehidrasi ulang.
Bila membaik dili
- Produksi urin : menggunakan kateter
- Memulai pemeriksaan penunjang (px. Darah)
2. Koreksi hiperkalemia dan koreksi asidosis metabolik
- Hiperkalemia dapat diberikan pilihan terapi (Hadi, 1996) :
Jenis/Dosis Mekanisme Onset Lama Kerja
Resin Exchange
25-50 gr oral
Ekskresi 1-2 jam 4-6 jam
Furosemid 40 mg I.V
atau lebih lewat urin
Ekskresi > 1
jam
beberapa
jam
Kalsium glukonate
100%
10cc/I.V dalam
menit
Antagonis beberapa
jam
< 1 jam
Na HCO3 50-100
mEq/I.V dalam 5
menit
Redistribusi <1 jam Beberapa
jam
Glukosa 40% 50 cc
+ 10 unit insulin
Redistribusi <1 jam Beberapa
jam
Dialisis Eliminasi Beberapa
jam
Beberapa
jam
- Asidosis Metabolik dapat diberikan Natrium Bikarbonat
(Jumlah bikarbonat = 0,5 x BB (kg) x 15 – serum HCO3).
Pemberian secara lambat, maksimum 50% dari kebutuhan
diberikan dalam 12 jam. Usahakan kadar serum bikarbonat
plasma >15 mmol/L dan pH arteri >7,2. (Hadi, 1996 ; Sinto,
2010)
3. Terapi Dialisis
Indikasi dilakukan dialisa pada GGA adalah sebagai berikut (Hadi,
1996 ; Davey, 2003) :
- Klinis adalah overload cairan, pendarahan hebat, sindro ureum,
asidosis metabolik, koma yang tidak dapat diobati secara
konservatif.
- Laboratoris, bila HCO3 < 12 mEq/l, K > 6,0 mEq/l, Natrium <
120 mEq/l, dan BUN > 100 mg/dl, Kreatinin > 500 µmol/L
B. Non medikamentosa
- Pembatasan asupan protein dan kalium dari makan
- Asupan tinggi karbohidrat mencegah metabolisme protein
- Bed rest dengan posisi badan setengah tidur
10. Indikasi Dialisis
1. Klinis
a. Sindroma uremia dan overload cairan
b. Perdarahan hebat
c. Koma yang tidak dapat diobati secara konservatif
d. Asidosis metabolik
2. Laboratoris
a. HCO3 <12mEq/L
b. Hiperkalemia (K >6,5 mEq/L)
c. Natrium <120 mEEq/L
d. Peningkatan kadar ureum >100 mg%/kreatinin >6,7mg%
(Hadi, 1996)
11. Komplikasi GGA
1. Infeksi : berupa abses luka kateter, penemoni dan ISK
2. Pulmonal : edema paru, infeksi, infark, aspirasi dan ARDS
3. Neurologi : ‘confused’, disorientasi, mual, muntah, hematemesis,
melena, hipermilasi
4. Kardiovaskuler : ‘overload’ cairan, edema paru, hipertensi, aritmia,
perikarditid, infark miokard dan arrest
5. Hematologi : anemia, koagulasi
6. Endokrin : testosteron plasma, LH, FSH menurun dan prolaktin
naik, pnurunan free T dan T.
7. Gagal ginjal kronik (jangka panjang) (Clarkson et al., 2007)
8. Kehilangan darah di usus (Clarkson et al., 2007)
(Hadi, 1996)
12. Prognosis
Pada gagal ginjal akut berat yang membutuhkan dialisis mortalitas
meningkat melebihi 50 %. Pada pasien ini memperoleh perbaikan kondisi
dan segera diperbolehkan pulang.
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sananctionam : Bonam
Ad kosmetika : Bonam
Informasi 5. Epilog
Tn. AR didiagnosa gagal ginjal akut e/c dehidrasi berat dan mendapatkan terapi
cairan kristaloid untuk memperbaiki cairan, koreksi hyperkalemia dan koreksi
asidosis metabolic. Setelah 3 hari Tn. AR diperbolehkan pulang dan tidak
memerlukan hemodialisa.
DAFTAR PUSTAKA
Altıntepe, Gezginç, Tonbul.(2005). Etiology and prognosis in 36 acute renal
failurecases related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med; 2(3):
110-113
Bajpai. 1989. Histologi Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara
Clarkson MR, Friedewald JJ, Eustace JA, Rabb H. 2007. Acute kidney injury. In:
Brenner BM, ed. Brenner & Rector's The Kidney. 8th ed. Philadelphia, Pa:
Saunders Elsevier:chap. 29.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Davey, Patrick. 2003. Medicine at a Glance. Jakarta : Erlangga
Hadi, S., 1996. Penatalaksanaan Gagal ginjal Akut. Dexa Media, 9(4), pp.27-34.
Hadi, Sjahfiri. 1996. Penatalaksanaan Gagal ginjal Akut. Malang : Sub Bagian
Ginjal Hipertensi Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK UNIBRAW – RS Dr.
Saiful Anwar Malang
Liu, Kathleen D Dan Glenn M. Chertow. 2012. Harrison's Principles Of Internal
Medicine Eighteenth Edition. U.S : The Mcgraw-Hill Companies
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
Nuswantari, Dyah. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
O'callaghan, chris. 2007. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta :
Erlangga
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar – dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung
Seto
Sherwood, L. 2002. Sistem Kemih. Dalam: Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem.
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sinto, Robert, Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis
dan Tata Laksana. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK UI
Sinto, Robert. Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis
dan Tata Laksana. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 6(2). Hal 81 –
88.