Upload
letitiabellavesta24
View
68
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ginjal merupakan organ yang memiliki fungsi penting, yaitu mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit atau garam tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang mempengaruhi fungsi organ-organ lain. Bila ginjal mengalami kerusakan, dampaknya terhadap tubuh secara keseluruhan akan sangat besar. Penyakit ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Penyakit ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Penyakit ginjal kronik bisa merupakan manifestasi penyakit kronik lain yang menyebabkan kerusakan ginjal, seperti diabetes atau hipertensi.
Citation preview
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Ginjal merupakan organ yang memiliki fungsi penting, yaitu mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit atau garam tubuh. Ginjal juga
memproduksi hormon yang mempengaruhi fungsi organ-organ lain. Bila ginjal mengalami
kerusakan, dampaknya terhadap tubuh secara keseluruhan akan sangat besar. Penyakit ginjal
kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang
berasal dari berbagai penyebab. Penyakit ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Penyakit ginjal kronik bisa merupakan
manifestasi penyakit kronik lain yang menyebabkan kerusakan ginjal, seperti diabetes atau
hipertensi.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga
dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami
komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan
penyakit pembuluh darah perifer.
Penyakit ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia. Laju
filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum
meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10mg/dl/hari
dalam beberapa hari. Adapun penyebab dari penyakit ginjal akut ini dapat berasal dari
prarenal, renal, maupun postrenal. Penyakit ginjal akut ini biasanya memiliki fungsi ginjal
yang sebelumnya normal, dan keadaan ini umumnya dapat reversible.1
1.2Tujuan
Diharapkan dengan makalah ini, kita dapat lebih mengetahui lebih dalam lagi tentang
cara pemeriksaan, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifesatasi, komplikasi,
penatalaksanaan, prognosis dari penyakit ginjal akut, serta pencegahannya, sehingga masing-
masing dari kita lebih waspada terhadap penyakit ini.
1
Bab II
Pembahasan
Gambar 1:anatomi ginjal
Ginjal berperan penting dalam mempertahankan homeostasis dengan mengatur kosentrasi
banyak konstituen plasma terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa
metabolisme. Selain itu, ginjal juga mempunyai banyak peran penting yang lain yang
menyebabkan ginjal dianggap salah satu organ terpenting bagi manusia. Antaranya:
Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan asam basa: mempertahankan suasana keseimbangan asam basa dengan
ekskresi ion H dan pembentukan bicarbonat untuk buffer (penyangga).
Ekskresi produk sisa: pembuangan langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrat
glomerular dan zat-zat toksik yang berbahaya bagi tubuh.
Pengaturan tensi: mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan
sekresi renin.
Produsen erythropoietin: erythropoietin hasil ekskresi ginjal merangsang sumsum tulang
dalam pembuatan sel erythrosit (sel darah merah).
Pengaturan metabolisme: mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal.1
2
2.1 Pemeriksaan
2.1.1 Anamnesis
Pertanyaan umum untuk riwayat urinarius meliputi: Apakah pernah mengalami
kesulitan buang air kecil. Berapa sering kesulitan itu terjadi. Apakah sampai terpaksa
bangun pada malam hari untuk buang air kecil. Berapa sering itu terjadi. Berapa banyak
air seni yang dikeluarkan pada setiap buang air kecil. Apakah pernah buang air kecil
tanpa disengaja.
Tanyakan pada pasien – pasien wanita apakah batuk, bersin, atau tertawa yang
tiba – tiba membuat mereka mengeluarkan urin tanpa disengaja. Lebih kurang separuh
dari para wanita muda melaporkan pengalaman ini bahkan sebelum melahirkan anak.
Kebocoran urin yang terjadi kadang – kadang tidak selalu merupakan persoalan yang
signifikan. Tanyakan pada pasien pria yang berusia lanjut: Apakah pernah mengalami
kesulitan untuk memulai buang air kecil. Apakah harus berdiri dekat sekali dengan toilet
ketika buang air kecil. Apakah buang air kecil itu terputus – putus atau berhenti di tengah
sebelum tuntas. Apakah masih terjadi penetesan urin setelah buang air kecil selesai.
Bagai mana warna urin. Pernahkah air seni itu berwarna kemerahan atau coklat.
Adanya darah dalam urin (hematuria) merupakan keadaan penting yang harus
diperhatikan. Jika darah tersebut dilihat dengan mata telanjang, keadaan ini dinamakan
hematuria makroskopik (gross hematuria). Urin bisa terlihat mengandung darah yang
nyata. Keberadaan darah yang hanya dapat di deteksi melalui urinalisis dengan
menggunakan mikroskop disebut sebagai hematuria mikroskopik. Darah dengan jumlah
sedikit dapat memberikan noda atau bercak pada urin yang disertai pembentukan silinder
berwarna kemerahan atau kecoklatan. Jika urin berwarna kemerahan, tanyakan kepada
passien apakah ia makan sayuran seperti bit atau obat – obatan yang dapat mengubah
warna urin.
Kelainan pada traktus urinarius dapat pula menyebabkan nyeri ginjal yang sering
di keluhkan oleh pasien dengan istilah sakit pinggang (rasa nyeri di daerah pinggang, atau
menimbulkan nyeri di bawah margo kostalis posterior di dekat sudut kostovertebralis.
Rasa nyeri ini dapat menjalar ke anterior ke arah umbilikus. Nyeri ginjal merupakan nyeri
viseral yang biasanya ditimbulkan oleh distensi kapsula ginjal dan secara tipikal bersifat
tumpul, pegal, dan menetap.2
3
2.1.2 Pemeriksaan Fisik2
Inspeksi
Yang diperhatikan : distensi, massa, dan kelainan kulit atau pembuluh darah.
Inspeksi dapat dilakukan bedasarkan kuadarian dan regio. Inspeksi abdomen (supra
pubicus) dilakukan pada posterior dan anterior, perhatikan juga warna, lesi kulit bekas
operasi, kolateral, caput medusae, hernia, striae, spider nervi.
Palpasi
Palpasi Ginjal Kiri
Berpindahlah ke sisi kiri pasien. Tempatkan tangan kanan di belakang tubuh
pasien tepat di bawah iga ke – 12 dan sejajar dengan tulang iga ini sampai ujung jari –
jari tangan kanan menjangkau angulus kostovertebralis. Angkat tubuh pasien untuk
mencoba mendorong ginjalnya ke arah anterior. Tempatkan tangan kiri dengan hati – hati
pada kuadran kiri atas, di sebelah lateral muskulus rektus dan sejajar dengan otot ini.
minta pasien untuk menarik nafas dalam. Pada puncak inspirasi, tekankan tangan kiri
dengan kuat dan dalam pada kuadran kiri atas tepat di bawah margo kostalis, dan coba
untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan. Minta pasien menghembuskan
napasnya dan kemudian berhenti bernapas sejenak. Dengan perlahan, lepaskan tekanan
yang dihasilkan oleh tangan kiri, dan pada saat yang sama rasakan gerakan ginjal yang
menggelincir kembali ke posisi pada saat ekspirasi. Jika ginjalnya dapat diraba, uraikan
ukurannya, kontur, dan setiap gejala nyeri tekan yang terdapat.
Palpasi Ginjal Kanan
Untuk menangkap ginjal kanan, kembalilah ke sisi sebelah kanan tubuh pasien.
Gunakan tangan kiri untuk mengangkat tubuhnya dari belakang, dan kemudian dengan
tangan kanan, lakukan palpasi sampai dalam pada kuadran kanan atas. Lanjutkan
pemeriksaan seperti yang dilakukan sebelumnya.
Ginjal kanan yang normal dapat diraba khususnya pada wanita yang kurus dan
berada dalam keadaan benar – benar rileks. Mungkin perabaan ginjal menimbulkan
sedikit nyeri tekan atau tanpa disertai nyeri tekan. Biasanya pasien merasakan ketika
ginjalnya ditangkap dan dilepas. Kadang – kadang ginjal kanan terletak lebih anterior
dari pada keadaan biasa dan karena itu harus dibedakan dengan hati. Bagian tepi hati
4
(jika dapat diraba) cendrung lebih tajam dan membentang lebih jauh ke medial dan
lateral, bagian ini tidak dapat ditangkap. Polus inferior ginjal berbentuk bulat.
Perkusi
Jika menemukan nyeri tekan pada saat melakukan pemeriksaan abdomen, maka
lakukan juga pemeriksaan pada tiap sudut kostovertebralis. Tekanan yang ditimbulkan
oleh ujung jari tangan mungkin cukup untuk menghasilkan gejala nyeri tekan, tapi jika
tidak, gunakan perkusi dengan kepalan tangan. Tempatkan permukaan ventral salah satu
tangan pada sudut kostovertebralisdan pukul tangan ini dengan permukaan ulnar tangan
lain yang dikepalkan. Gunakan tenaga dengan cukup kuat untuk menghasilkan pukulan
yang bisa dirasakan, tetapi tidak menimbulkan rasa nyeri pada orang normal.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang 3
Urinalisis
Urinalisis rutin menguji kelainan saluran kemih dan sistemik. Uji ini
mengevaluasi ciri-ciri fisik urin (warna, bau, kekeruhan, dan opasitas).
5
Temuan normal.
PH urin sangat dipengaruhi oleh diet dan obat-obatan mempengatuhi penmpakan
urin dan komposisi kristal. pH alkali khas untuk diet vegetarian menyebabkan kekeruhan
dan pembentukan oksalat, sistin, leusin, tirosin, urat amorf, serta kristal asam urat.
Protein biasanya tidak terdapat, kecuali proteinuria ortostatik. Bersifat intermitten dan
timbul setelah berdiri lama, serta hilang saat berbaring. Proteinuria jinak juga terjadi saat
demam, kedinginan, stres emosional, olahraga berat, limfoma, hepatitis, DM, hipertensi,
SLE. Gula yang paling sering terdapat dalam urin adalah glukosa. Glukosuria
nonpatologik dapat disebabkan stres emosional atau kehamilan dan makan tinggi
karbohidrat. Inilah tabel hasil normal pemeriksaan urinalisis:
Elemen TemuanMakroskopik:WarnaBauPenampakanBerat jenisPHProteinGlukosaBadan ketonBilirubinUrobilinogenHemoglobinEritrositNitrit (bakteri)Leukosit
Kekuning-kuningan sampai kuning tuaSedikit bauJernih1.005-1.0354.5-8NegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatif
Mikroskopik:EritrositLeukositSel EpitelSilinderKristalBakteriSel ragiParasit
0-2/LPB0-5/LPB0-5/LPBNegatif, kecuali 1-2 silinder hialin/LPKAdaNegatifNegatifNegatif
Temuan abnormal.
Warna: perubahan warna disebabkan oleh diet, obat-obatan, penyakit.
6
Bau: pada DM, kelaparan, dehidrasi terdapat bau buah- buahan yang merupakan
pembentukan benda keton.
Kekeruhan: urin keruh mengandung sel darah merah atau putih, lemak, bakteri, atau
kilus serta dapat mencerminkan infeksi ginjal.
Berat jenis: BJ rendah (<1.005 khas untuk diabetes insipidus, nekrosis tubular akut,
serta pielonefritis. BJ tetap yaitu 1.010 tanpa memandang masukan cairan, terjadi pada
glomerulonefritis kronik dengan kerusakan ginjal berat. BJ tinggi (>1.035) terjadi pada
sindrom nefrotik, dehidrasi, GNA, gagal jantung, gagal hati, dan syok).
pH: pH urin basa disebabkan oleh sindrom Fanconi, ISK, dan alkalosis metabolik
respiratorik. Ph urin asam terdapat pada tuberkulosis ginjal, pireksia, fenilketonuria,
alkaptonuria, dan asidosis.
Protein: Proteinuria menunjukkan gagal ginjal atau penyakit ginjal seperti nefrosis,
glomerulosklerosis, glomerulonefritis, nefrolitiasis, sindrom nefrotik, dan penyakit
ginjal polikistik).
Bilirubin: terjadi pada penyakit hati karena ikterus obstruktif atau obat hepatotoksik
atau toksin atau akibat fibrosis kanalikuli bilier.
Urobilinogen: bakteri usus dalam duodenum mengubah bilirubin menjadi
urobilinogen. Hati mengolah sisa tersebut menjadi empedu. Peningkatan dalam urin
menunjukkan kerusakan hati, penyakit hemolitik atau infeksi berat. Penurunan pada
obstruksi bilier radang, terapi antimikroba, diare berat, atau insufisiensi ginjal.
Sel: hematuria menyebabkan perdarahan dalam saluran kemih kelamin dan dapat
disebabkan oleh infeksi, obstruksi, peradangan, trauma, tumor, GN, hipertensi renal,
nefritis lupus, TB ginjal, trombosis vena renalis, batu ginjal, hidronefrosis,
pielonefritis, dll.
Silinder (sumbatan akibat bahan proteinaseus berbentuk gel [mukoprotein berat-
molekul-tinggi]). adalah endapan protein yang terbentuk didalam tubulus ginjal,
mempunyai matrix berupa glikoprotein (protein Tamm Horsfall) dan kadang-kadang
dipermukaannya terdapat leukosit, eritrosit dan epitel. Pembentukan silinder
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain osmolalitas, volume, pH dan adanya
glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal. Silinder hialin terdapat pada penyakit
parenkim ginjal, peradangan, trauma membran kapiler glomerulus, dan beberapa
7
keadaan fisiologis seperti olaraga. Silinder epitel pada kerusakan tubulus ginjal,
nefrosis, eklampsia, amiloidosis, dan keracunan logam berat. Silinder granular kasar
dan halus pada gagal ginjal akut atau kronik, pielonefritis, dan intoksikasi timah
kronis. Silinder lemak dan lilin pada sindrom nefrotik, penyakit ginjal kronik, dan
diabetes melitus. Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari
kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik
memperkuat diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah
dengan kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel
eritrosit melekat pada matriks protein (mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk
silinder eritrosit. Ditemukan pada penyakit parenkim ginjal (terutama
Glomerulonefritis), infark ginjal, endokarditis bakterial subakut, kelainan vaskular,
anemia sel sabit, skorbut, hipertensi maligna, penyakit kolagen dan peradangan akut.
Silinder sel darah putih pada glomerulofnefritis dan pielonefritis akut, sindrom
nefrotik, infeksi piogenik, dan nefritis lupus.
Kristal: beberapa kristal normalnya terdapa dalam urin, tetapi kristal ca oksalat dalam
jumlah besat menunjukkan hiperkalsemia atau ingesti etilen glikol. Kristal sistin
mencerminkan gangguan metabolisme bawaan.
Kreatinin
Mengukur kadar kreatinin dalam urin, metabolit utama kreatin. Kreatinin dibentuk
dalam jumah yang sebanding dengan massa otot tubuh total. Kreatinin dikeluarkan dari
plasma terutama oleh filtrasi glomerulus dan diekskresi dalam urin. Metode baku untuk
menntukan kadar kreatinin urin didasarkan apda reaksi Jaffe, di sini kreatinin yang
ditambahkan larutan pikrat alkali menghasilkan kompleks jingga-merah terang.
Tujuan: untuk membantu menilai filtrasi glomerulus.
Nilai rujukan:
laki-laki = 14-26 mg/kgBB/hari (SI, 124-230 µmol/kgBB/hari)
perempuan =11-20 mg/kgBB/ghari (SI, 97-288 µmol/kgBB/hari)
Penurunan kadar kreatinin urin dapat disebabkan oleh gangguan perfusi ginjal
(misalnya akibat syok) atau akibat penyakit ginjal yang disebabkan oleh obstruksi saluran
8
kemih. Pielonefritis akut atau kronis, dn penyakit ginjal polikistik juga dapat menekan
kadar kreatinin. Peningkatan kadar umumnya memiliki makna diagnostik kecil.
Bersihan kreatinin
Indikator diagnostik yang sangat baik untuk fungsi ginjal, uji bersihan kreatinin
meentukan seberapa efisien ginjal membersihkan kreatinin dari darah. Laju bersihan ini
dinyatakan dengan volume darah (ml) yang dapat dibersihkan dari kreatinin dalam 1
menit. Kadarnya menjadi tidak normal apabila >50% nefron telah rusak.
Tujuan: untuk menilai fungsi ginjal (terutama filtrasi glomerulus) dan memantau
progresivitas insufisiensi ginjal.
Nilai rujukan:
Laki-laki = SI, 0.91-1.35 ml/det/m2
Perempuan =SI, 0.69-1.06 ml/det/m2
Bersihan kreatinin yang rendah dapat disebabkan oleh penrunan aliran darah
ginjal (akibat syok atau obstruksi arteri renalis), nekrosis tubular akut, glomerulonefritis
akut atau kronik, pielonefritis kronik bilateral lanjut, nefrosklerosis, gagal jantung atau
dehidrasi berat.peninggian menunjukkan hidrasi yang kurang.
Protein
Uji protein merupakan uji kuantitatif untuk proteinuria. Normalnya membran
glomerulus hanya melewatkan protein dengan BM rendah untuk masuk ke dalam filtrat.
Kemudian tubulus ginjal mereabsorpsi sebagian besar protein ini, hanya sebagian kecil
yang dieksresikan dan tidak terdeteksi dalam uji skrinning.
Tujuan: membantu diagnosis keadaan patologik yang ditandai proteinuria,
terutama penyakit ginjal.
Nilai rujukan: 50-80 mg/hari
Proteinuria merupakan ciri utama penyakit ginjal. Bila proteinuria terdapat dalam
spesimen tunggal, diperlukan pengumpulan urin selama 24 jam untuk mengenali kelainan
ginjal tertentu. Proteinuria dapat disebabkan kebocoran protein plasma dari glomerulus
yang disebabkan aliran berlebihan protein yang difiltrsi glomerulus debgan BM rendah,
gangguan reabsorpsi protein, serta adanya kerusakan parenkim ginjal.
9
Proteinuria persisten menunjukakan penyakit ginjal yang disebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus. Namun proteinuria minimal (<0.5mg/24 jam) sering
disebabkan oleh penyakit ginjal yang keterlibatan glomerulusnya bukan merupakan
faktor utama. Proteinuria moderat (0.5-4g/24 jam) terjadi pada GNA/GNK, nefropati
toksik, gagal ginjal sebagai komplikasi lanjutan (misalnya DM atau gagal jantung.
Proteinuria berat (>4g/24jam) oleh sindrom nefrotik.
Bila disertai peningkatan leukosit menandakan ISK. Bila disertai dengan
hematuria, menunjukkan kelainn saluran kemih lokal atau difus. Selauin itu keadaan
patologik lain (infeksi dan lesi SSP juga dapat menyebabkan proteinuria. Banyak obat
(amfoterisin B, preparat emas, aminoglikosida, polimiksin, dan trimetadion)
menimbulkan proteinuria sejati. Tidak semua bentuk proteinuria menunjukkan keadaan
patologik. Poteinuria ringan dapat disebabkan oleh perubahan posisi tubuh. Proteinuria
fraksional disebabkan olahraga dan stres yang biasa bersifat sementara.
Gambaran laboratorium penyakit ginjal akut meliputi:
1. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan
penurunan GFR.
2. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfartemia, hipokalsemia,
hiperglikemia, hipoalbuminemia dan asidosis metabolik.
3. Kelainan urinalisis meliputi: proteinuria, hematuri (ditemukan silinder eritrosit),
leukosit
4. Kelainan Hematologi meliputi: LED meningkat
Radiologi 1
Film polos abdomen sangat diperlukan sebelum melakukan pemeriksaan
penunjang pada saluran kemih. Film polos dapat menunjukkan batu ginjal pada sistem
pelvicalyces, kalsifikasi parenkim ginjal, batu ureter, kalsifikasi dan batu kandung kemih,
kalisifikasi prostat, atau deposit tulang sklerotik. Prosedur lazim pada IVP adalah foto
polos radiografi abdomen yang penyuntikan media kontras intravena. Media kontras
bersirkulasi melalui aliran darah dan jantung menuju ginjal tempat media kontras
diekskresikan.
10
Ultrasonografi wajib dilakukan untuk menyingkirkan obstruksi dan menentukan
ukuran ginjal. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling berharga
untuk saluran kemih dan merupakan pilihan utama pada anak-anak. Pemeriksaan ini
sangat efektif dalam menilai ukuran ginjal, pertumbuhan, massa, obstruksi ginjal,
volumie sisa kandung kemih, dan ukuran prostat; bersifat noninvasif, dan dapat sering
diulang. Ginjal yang kecil mengindikasikan pada gagal ginjal kronik. Pemeriksaan
angiografi atau ultrasonografi Doppler atau metode radioisotop dapat mengevaluasi
perfusi ginjal. Penilaian ultrasonografi tidak bergantung pada fungsi ginjal sehingga
ultrasonografi dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal berat degnan ginjal yang tidak
terlihat pada IVP. Sesudah disuntikkan, maka setiap menit selama lima menit pertama
dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh gambaran korteks ginjal. Pada
glomerulonefritis, korteks tampak menipis. Pada pielonefritis dan iskemia, korteks
tampak seakan-akan termakan oleh ngengat. Pengisian yang adekuat dari kaliks akan
terevaluasi pada pemeriksaan radigrafi menit ke-3 dan ke-5. Foto lain yang diambil pada
menit ke-15 dapat memperlihatkan kaliks, pelvis, dan ureter. Struktur ini akan mengalami
distorsi bentuk apabila terdapat kista, lesi, dan obstruksi. Foto terakhir diambil pada
menit ke-45 yang memperlihatkan kandung kemih. Bila pasien menderita azotemia berat
(BUN >70 mg/dl), tidak dilakukan pemeriksaan IVP karena menunjukkan GFR yang
sangat rendah sehingga zat warna tidak dapat diekskresi dan pielogram sulit dilihat.
Pemeriksaan CT scan dapat membantu penilaian terhadap massa ginjal, obstruksi,
penyakit retroperitoneal, staging neoplasma ginjal dan kandung kemih, invasi tumor ke
dalam vena renalis atau vena cava inferior, dan evaluasi pascatrauma, pembedahan, atau
kemoterapi.
MRI adalah suatu teknik pencitraan nonivasif yang daapt memberi informasi sama
seperti CT scan ginjal, namun dengan keuntungan bahwa metode ini tidak membutuhkan
pajanan terhadap radiasi ion atau tidak membutuhkan pemberian media kontras. MRI
menghasilakan gambaran yang lebih rinci bila dibandingkan dengan CT scan sehingga
akan berguna bila CT scan tidak dapat menentukan. MRI dapat menggambarkan
pembuluh darah ginjal dengan sangat jelas dan magnetic resonance angiography (MRA)
telah dinilai sebagai pengganti yang potensial untuk angiografi konvensional.
11
Jika dicurigai terjadi perdarahan glomerular (usia muda, hipertensi, proteinuria,
kerusakan ginjal, tidak ada lesi struktural), pertimbangkan biopsi ginjal. Jika dicurigai
adalanya lesi traktur senalis (usia tua, tidak ada bukti penyakit ginjal intrinsik), lanjutkan
dengan sistoskopi dengan IVU jika traktus renalis bagian atas tidak tampak jelas dengan
ultrasonografi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa
ditegakan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis, dan evaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal
kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi nefritik,
gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.
2.2 Etiologi 4
Azotemia Prarenal (Penurunan Perfusi Ginjal)
Adalah semua faktor yang menyebabkan berkurangnya perfusi ke ginjal, misalnya
hipovolemi/hipotensi, penurunan curah jantung, dan peningkatan viskositas darah.
1. Deplesi volume cairan ekstrasel (ECF) absolut
a. Perdarahan : operasi besar, trauma, pascapartum
b. Diuresis berlebihan
c. Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : muntah, diare
d. Kehilangan cairan dari ruang ketiga : luka bakar, peritonitis, pankreatitis
2. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
a. Penurunan curah jantung : infark miokardium, disritmia, gagal jantung kongestif,
tamponade jantung, emboli paru
b. Vasodilatasi perifer: sepsis, anafilaksis, obat, anestesi, antihiperensi, nitrat
c. Hipoalbuminemia: sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis)
3. Perubahan hemodinamik ginjal primer
a. Penghambat sintesis prostaglandin: aspirin dan obat NSAID lain
12
b. Vasodilatasi arteriol eferen: penghambat enzim pengkonversi angiotensin
(co:captopril)
c. Obat vasokonstriktor: obat alfa-adrenergik (co:norepinefrin), angiotensin II
d. Sindrom hepatorenal
4. Obstruksi vaskuler ginjal bilateral
a. Stenosis arteri ginjal, emboli, thrombosis
b. Trombosis vena renalis bilateral
Azotemia Pascarenal (Obstruksi Saluran Kemih)
Adalah semua factor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih.
1. Obstruksi uretra: katup uretra, striktur uretra
2. Obstruksi aliran keluar kandung kemih: hipertrofi prostat, karsinoma
3. Obstruksi ureter bilateral (unilateral jika satu ginjal berfungsi)
a. Intraureter: batu, bekuan darah
b. Ekstraureter: fibrosis retroperitoneal, neoplasma kandung kemih, prostat atau
serviks, ligasi bedah yang tidak sengaja atau cidera
4. Kandung kemih neurogenik
Penyakit Ginjal Akut Intrinsik
Adalah akibat kelainan/penyakit pada ginjal (glomerulus atau tubulus) yang
menyebabkan faal ginjal menurun.
1. Nekrosis Tubular Akut
a. Pascaiskemik, syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta
b. Nefrotoksik
(1) Nefrotoksik eksogen
(a) Antibiotik: aminoglikosida, amfoterisin B
(b) Media kontras (terutama pada penderita diabetes)
(c) Logam berat: sisplatin (untuk mengobati neoplasma padat tertentu),
biklorida merkuri, arsen
(d) Siklosporin (imunsupresant), takrolimus
(e) Pelarut: karbon tetraklorida, etilene glikol (antibeku), methanol(alcohol
kayu)
13
(2) Nefrotoksin eksogen
(a) Pigmen intratubular: hemoglobin, mioglobin
(b) Protein intratubular: myeloma multiple
2. Penyakit vaskuler atau glomerulus ginjal primer
a. Glomerulonefritis progresif cepat atau pasca streptococcus akut
b. Hipertensi maligna
c. Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait pembatasan garam atau air
3. Nefritis tubulointerstisial akut
a. Alergi: beta laktam(penisilin, sefalosporin), sulfonamide
b. Infeksi (misal:pielonefritis)
2.3 Epidemiologi
Gagal ginjal akut timbul bila terjadi penurunan akut laju filtrasi glomerulus (LFG)
dan zat yang biasanya diekskresikan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat (prarenal),
penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal). Keadaan
prarenal mencakup 50-65% kasus, pascarenal 15%, dan. Pada Negara berkembang,
komplikasi obstetrik dan infeksi seperti malaria merupakan penyebab yang penting.
14
Angka mortalitas keseluruhan sekitar 30-70%, tergantung usia dan adanya gagal organ
atau penyakit lain. Dari pasien yang bertahan, 60% memiliki fungsi ginjal normal, namun
15-30% memiliki gangguan ginjal dan sekitar 5-10% mengalami penyakit ginjal stadium
akhir.5
Di negara yang sudah mapan, sesuai dengan pola penyakit serta saran yang
tersedia ternyata angka kejadian gagal ginjal akut didapt selama perawatan di rumah sakit
berhubungan erat dengan tingginya frekuensi tindakan bedah berisiko tinggi. Angka
kejadian gagal ginjal akut didapat selama perawatan di rumah sakit mencapai 4-5% dan
hampir 60% mempunyai hubungan dengan tindakan bedah terutama bedah jantung,
toraks, vaskuler, dan abdomen. Sebaliknya di negara berkembang terutama daerah
tropika, community acquired acute renal failure masih merupakan masalah dengan angka
kejadian masih cukup tinggi. Pada umumnya, gagal ginjal akut didapat di masyarakat ini
sebagai akibat lanjut dari sindrom sepsis, gastroenteritis akut, dan perdarahan terutama
pada wanita masa nifas, infeksi virus (demam berdarah), leptospirosis, dan malaria
tropika.6
2.4 Patofisiologi
Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologik dan hanya jenis
tertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Secara garis besar, dua
menaknisme terjadinya glomerulonefritis yaitu circulateing immune complex dan
terbentuknya deposit kompleks imun secara in-situ.7
Mekanisme pertama apabila antigen dari luar memicu terbentuknya antibodi
spesifik yang kemudian membentuk kompleks imun Ag-Ab. Kompleks imun yang
mengalir dalam sirkulasi akan terjebak pada glomerulus dan mengendap di sub-endotel
dan mesangium. Aktivasi sistem komplemen akan terus berjalan setelah terjadi
pengendapan kompleks imun. Mekanisme kedua apabila Ab secara langsung berikatan
dengan Ag pada permukaan komponen glomerulus.7
Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh endapan kompleks imun.
Berbagai faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator in-situ dan komplemen
berperan pada kerusakan glomerulus. Kerusakan glomerulus dapat terjadi dengan
melibatkan sistem komplemen dan sel inflamasi, melibatkan sitem komplemen tanpa
15
keterlibatan sel inflamasi, dan melibatkan sel inflamasi tanpa sistem komplemen.
Kerusakan glomerulus dapat pula terjadi sebagai implikasi langsung akibat imunitas
selular melalui sel T yang tersensitisasi.
Kerusakan awal pada glomerulus disebabkan oleh proses inflamasi yang dipicu
oleh endapan kompleks imun. Proses inflamasi akan melibatkan sel inflamasi, molekul
adesi dan kemokin yaitu sitokin yang mempunyai efek kemotaktik. Proses inflamasi
diawali dengan melekat dan bergulirnya sel inflamasi pada permukaan sel endotel.
Interaksi antara makrofag dengan sel glomerulus akan menyebabkan sel tersebut
teraktivasi dan melepaskan berbagai mediator inflamasi seperti sitokin pro-inflamasi dan
kemokin yang akan menambah proses inflamasi dan kerusakan jaringan. Trombosit yang
lebih banyak berperan pada sistem koagulasi akan menyebabkan oklusi kapiler,
proliferasi sel endotel dan sel mesangial pada glomerulonefritis.7
Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi tiga stadium, yaitu
oliguria, diuresis, dan pemulihan.1
1. Stadium Oliguria
Oligiuria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah trauma, meskipun
gejala biasanya tidak timbul sampai beberapa hari sesudah kontak dengan bahan kimia
yang nefrotoksik. Oliguria biasanya disertai azotemia.2 Oliguria yang lama berhubungan
dengan nekrosis kortikal, glomerulonefritis atau vaskulitis. Produksi urin rata-rata 150 ml
per hari, jarang terdapat anuri total.6
16
Gambar 1. Gagal Ginjal Akut.7
Pasien gagal ginjal tanpa penyulit, biasanya kenaikan konsentrasi ureum darah rata-rata
10-20 mg% per hari, dan tidak memerlukan tindakan dialisis. Keadaan hiperkatabolisme
biasanya terdapat pada pasien gagal ginjal disertai kerusakan jaringan yang luas seperti
patah tulang, penyulit gagal ginjal (septikemia, perdarahan usus), selama transfusi darah.
Kenaikan ureum darah dapat mencapai 100 mg% per hari, dialisi merupakan tindakan
paling tepat.6
Kenaikan konsentrasi kreatinin darah antara 0,1-1,0 mg% per hari pada pasien gagal
ginjal tanpa peyulit. Kenaikan konsentrasi kreatinin darah lebih dari 2,0 mg% per hari
biasanya terdapat pada pasien gagal ginjal disertai penyulit.6
Mual, muntah, nafsu makan kurang, dan haus merupakan keluhan yang sering dijumpai.
Pemberian cairan oral atau parenteral yang tidak dibatasi sering menyebabkan gangguan
elektrolit hiponatremia. Keadaan hiponatremia berat sering disertai gejala edema perifer,
edema otak, dan bendungan paru akut. Edema jaringan otak menyebabkan kejang disetai
mual-muntah dan mempercepat irama jantung.
Hiperkalemia lebih sering ditemukan selama fase oliguria walaupun tanpa sumber kalium
dari luar (makanan). Pada pasien gagal ginjal akut tanpa penyulit, kenaikan kalium serum
kurang dari 0,5 mEq per liter per hari. Hiperkalemia tidak memberikan gejala klinik
sebelum terjadi kelainan jantung, fibrilasi ventrikuler, atau henti jantung.
Asidosis disebabkan pembentukan fixed acid 50 sampai 100 mEq per hari. Penurunan
plasma bikarbonat ini dapat mencapai 1-2 mEq per hari pada gagal ginjal akut. Pada
gagal ginjal akut disertai asidosis klinik, biasanya konsentrasi plasma bikarbonat kurang
dari 15 mEq per liter.6
2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis gagal ginjal akut dimulai bila keluaran urine meningkat sampai lebih
dari 400 ml per hari. Stadium ini biasanya berlangsung 2 sampai 3 minggu. Pengeluaran
urin harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami hidrasi yang berlebih.
Volume urin yang tinggi pada stadium diuresis ini karena diuresis osmotik akibat
tingginya kadar urea darah, dan mungkin disebabkan karena kemampuan tubulus dalam
masa penyembuhan dalam mempertahankan garam dan air belum sempurna. Selama
stadium diuresis, pasien mungkin menderita kekurangan kalium, natrium, dan air.
Osmolaritas urin sama dengan osmolaritas plasma disebut isostenuria yang sejajar dengan
17
berat jenis urin 1,010. Jika urin yang hilang tidak diganti, maka diuresis ini akan
menimbulkan kematian. Kadar BUN terus meningkat, terutama karena bersihan urea
tidak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Azotemia sedikit demi sedikit
menghilang dan pasien mengalami kemajuan klinis yang besar, nafsu makan meningkat,
mual dan muntah hilang.1
3. Stadium Pemulihan
Stadium penyembuhan gagal ginjal akut berlangsung sampai satu tahun. Anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Tetapi, beberapa pasien
tetap menderita penurunan GFR yang permanen.1
2.5 Diagnosis
2.5.1 Penyakit ginjal akut (PGA) yang disebabkan glomerulonefritis akut (GNA).
Efek kerusakan glomerulus antara lain berupa penurunan laju filtrasi glomerulus
akibat kerusakan komponen glomerulus; proteinuria yang disebabkan oleh kebocoran
protein melalui membran basal glomerulus; hematuria akibat cedera glomerulus aktif
menyebabkan perdarahan glomerulus; hipertensi akibat retensi natrium dan air seringkali
dengan sekresi renin berlebih; dan edema. Glomerulonefritis akut (GNA) sama dengan
sindrom nefritis akut.5
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi
ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang
menyebabkan etensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan
atau tanpa disertai oliguria. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indikatro yang
spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai biokimia
darah. GGA renal dapat ditandai baik oleh anuria atau poliuria.7
Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa
metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti asidosis
dan hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ
lain.7
Diagnosis gagal ginjal akut (GGA) berdasarkan pemeriksaan laboratorium
ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada
18
pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau peningkatan >20% bila kreatinin awal
>2,5 mg%. The Acute Dialysis Quality Group membuat RIFLE sistem yang
mengklasifikasikan GGA dalam tiga kategor menurut beratnya (Risk Injury Failure)
serta dua kategori akibat klinik (Loss dan End-stage-renal-disease).7
Kriteria Laju Filtrasi Glomerulus Kriteria Jumlah Urin
Risk Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali atau
LFG menurun >25%
<0,5 ml/kg/jam selama 6 jam
Trauma Peningkatan serum kreatinin 2 kali atau
LFG menurun >50%
<0,5 ml/kg/jam selama 12 jam
Gagal Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau
kreatinin 355 µmol/L atau LFG menurun
>75%
<0,5 ml/kg/jam selama 24 jam
atau anuria selama 12 jam
Loss Gagal ginjal akut persisten; kerusakanan
fungis ginjal selama lebih dari 4 minggu
ESRD Gagl ginjal terminal lebih dari 3 bulan
Pada gagal ginjal akut yang berat dengan berkurangnya fungsi ginjal, ekskresi air
dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan edema, bahkan sampai terjadi
kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang berkurang juga dapat
menimbulkan asidosis metabolik dengan kompnesasi pernapasan Kussmaul. Umumnya,
manifestasi GGA lebih didominasi oleh faktor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya.7
Akibat dari patofisologi yang sudah dijelaskan di bab patofisiologi, maka pada
pemeriksaan akan ditemukan manifestasi klinik seperti:
- Pemeriksaan urin: oliguria, proteinuri, hematuria (ditemukan silinder eritrosit pada
pemeriksaan mikroskopik)
- Pemeriksaan darah: LED menigkat, C3 menurun
- Adanya penurunan fungsi ginjal (peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum)
- Perubahan ekskresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah, dan
hipertensi.
19
- Sebagai kompensasinya, terdapat perubahan keseimbangan asam basa tubuh, berupa
hiperkalemia, asidosis metabolic, hipokalsemia, hiperfosfatemia.
- Pada pemeriksaan patologi akan terlihat gambaran proliferasi sel endotel, menrana
basalis tampak menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan di subepitelium yang
mungkin dibentuk oleh gama globulin, komplemen.8
2.5.2 Hipoperfusi Ginjal
Penyebab GGA pre-renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan
oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA pre-renal
integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik apabila
faktor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan perfusi ginjal tidak berhasil
maka akan timbul GGA renal berupa Nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemik.
Keadaan ini dapat timbul sebagai akibat bermacam-macam penyakit. Pada kondisi ini
fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan perfusi, melalui
mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam keadaan normal, darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) relatif konstan, diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi.
GGA pre-renal disebabkan oleh hipovolemia, penurunan volume efektif kardiovaskular
seperti pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan hemodinamik
intra-renal seperti pada pemakaian anti inflamasi non steroid, obat yang menghambat
angiotensin dan pada tekanan darah, yang akan mengaktifasi baroreseptor kardiovaskuler
yang selanjutnya mengaktifasi sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin serta
merangsang pelepasaan vasopresin endothelin-1 (ET-1), yang merupakan mekanisme
tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah janting serta perfusi serebral.
Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal
dan LFG dengan vasodilatasi arteriol afferen yang dipengaruhi oleh refleks miogenik
serta prostagladin dan nitric oxide (NO), serta vasokontriksi arteriol afferen yang
terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II (A-II) dan ET-1. Mekanisme ini bertujuan
untuk mempertahankan homeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi ginjal yang berat
(tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka
mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu, dimana arteriol afferen megalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan peningkatan reabsorbsi Na+ dan air.
20
Keadaan ini disebut pre-renal atau GGA fungsional, dimana belum terjadi kerusakan
struktural dari ginjal. Penanganan terhadap penyebab hipoperfusi ini akan memperbaiki
homeostasis intra-renal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi
beberapa obat seperti ACE/ARB, NSAID, terutama pada pasien-pasien berusia di atas 60
tahun dengan kadar serum kreatinin mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses
ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotesis, penggunaan diuretik, sirosis
hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan-
keadaan yang merupakan risiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah
ginjal (penyakit renovaskular), penyakit ginjal polikistik dan nefrosklerosis internal.9
2.5.3 Batu Saluran Kemih
GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post renal
disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstra renal. Obstruksi intra- renal terjadi
karena deposisi kristral (urat, oxalat, sulfonamid) dan protein (mioglobin, hemoglobin).
Obstruksi ekstra-renal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsik (tumor,
batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retoperitonial, fibrosis)
serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi / keganasan prostat) dan urethra
(striktura). GGA post renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada urethra, buli-buli dan
ureter bilateral atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi. Pada fase awal dari obtruksi total ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran
darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prosta
glandin-E2. Pada fase kedua setelah 1.5 - 2 jam terjadi penurunan aliran darah ginjal
dibawah normal akibat pengaruh thromboxane-A2 (TxA2) dan A-II. Tekanan pelvis
ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai naik lagi. Fase ke tiga atau fase kronik,
ditandai oleh aliran darah ginjal yang makin menurun atau penurunan tekanan pelvis
ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50%
dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi
pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan menyebabkan
infeksi saluran kemih. Pada batu yang bergerak di saluran ureter, biasanya pasien akan
merasa sakit yang menjalar dari costovertebra angle yang menjalar ke depan, dan nyeri
tekan (+). Pada pemeriksaan urin juga ditemukan adanya hematuri dan proteinuri.9
21
Gambar: batu ginjal
2.5.4 Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penuranan fungsi ginjal yang progresif dan dalam waktu yang
lama, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
• Penyakit ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal, di Indonesia :
- Glomerulonefritis : 46,39%
- Diabetes Mellitus : 18,65%
- Obstruksi & infeksi : 12,85%
- Hipertensi : 8,46%
- Sebab lain : 13,65%
22
Gambar : Patofisiologi gagal ginjal kronik
Kriteria Penyakit Gagal Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelaianan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi :
o kelainan patologis
o terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama
atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
(140 - umur) X berat badanLFG (ml/mnt/l,73m2) = ------------------------------------- *)
72 X kreatinin plasma (mg/dl) *) pada perempuan dikalikan 0, 85
23
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG
(ml/menit/1,73m2)
1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat
Gagal ginjal
≥ 90
60 -89
30 – 59
15 – 29
< 15 atau dialisis
Manifestasi klinik yang khas pada penyakit ginjal kronik antara lain: (a) sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE. (b) Sindrom uremia yang terdiri dari lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer, pruritus,
kejang-kejang sampai koma. (c) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia,
osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit.
Pada pemeriksaan USG juga dapat ditemukan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis. Pemeriksaan biopsi hanya bisa dilakukan apabila keadaan
ukuran ginjal sudah mengecil, hipertensi tidak terkendali, ginjal sudah polisiklik.
Pada stadium awal pengobatan berupa terapi mengobati penyakit primernya dan
mencegah komplikasinya. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal
Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut
dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.10
2.6 Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal akut antara lain:
a.Komplikasi akut GGA berupa hiperkalemia, hipernatremia, asidosis, hiperfosfatemia,
edema paru.
b.Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna sering merupakan sumber morbiditas dan mortalitas gagal ginjal
akut didapat di rumah sakit. Indikasi klinik perdarahan saluran cerna adalah anemia,
24
hematemesis, dan melena yang biasanya tampak bila penyakit sudah berat; penurunan
hematokrit; dan keteidaksesuaian ureum dan kreatinin serum.
Tindakan pencegahan terhadap perdarahan saluran cerna adalah pemberian antagonis
reseptor histamin II seperti ranitidin dan simetidin atau hemodialisis profilaktik yang juga
dapat mengurangi mortalitas.
c.Penyakit sistem kardiovaskular
Terdapat tiga komplikasi sistem kardiovaskular yang sering terjadi berupa perikarditis,
bendungan paru akut, dan gangguan irama jantung.
Perikarditis merupakan komplikasi gagal ginjal akut yang mempunyai hubungan dengan
retensi toksin dengan berat molekul sedang. Pengobatan untuk perikarditis pertama
adalah dialisis terutama dialisis peritoneal. Selama dialisis dapat diberikan endometasin
atau prednisolon takaran rendah.
Bendungan paru akut pada gagal ginjal akut sulit dibedakan dengan sindrom nefritik akut.
Pengobatan yang dapat dilakukan adalah pemberian furosemid 40-80 mg intravena atau
takaran tinggi 240 mg intravena dan ultrafiltrasi dengan mesin hemodialisis.
Gangguan irama jantung lebih sering berhubungan dengan hiperkalemia. Program
pengobatan gangguan irama jantung terutama untuk mengendalikan hiperkalemia.
d.Sindrom sepsis
Sindrom sepsis dengan sumber infeksi dari luka operasi, tusukan jarum, dan infeksi paru
terutama pneumonia. Pemilihan antibiotika harus rasional sesuai dengan hasil
bakteriogram dan uji kepekaan. Pemberian obat-obatan termasuk antibiotika pada pasien
dengan penuruan faal ginjal harus diperhatikan, terutama obat-obatan yang bersifat
nefrotoksik.6
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik
dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup samapi faal ginjalnya sembuh
secara spontan. Prinsip pengelolaannya dimulai dengan mengidentifikasi pasien berisiko
GGA, mengatasi penyakit penyebab GGA; mempertahankan homeostasis;
mempertahankan euvolemia; keseimbangan cairan dan elektrolit; mencegah komplikasi
25
metabolik seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia; mengevaluasi status nutrisi;
kemudian mencegah infeks dan selalu mengevaluasi obat-obat yang dipakai.7
Prioritas tatalaksana pasien dengan PGA adalah sebagai berikut:9
1. Cari dan perbaiki factor pre dan pasca renal
2. Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan
3. Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
4. Perbaiki atau tingkatkan aliran urin
5. Monitor asupan cairan dan pebgeluaran cairan, timbang badan tiap hari
6. Cari dan obati komplikasi akut (hiperkalemi, hipernatremi, asidosis, hiperfosfatemi,
edema paru)
7. Asupan nutrisi adekuat sejak dini
8. Cari focus infeksi dan atasi infeksi secara agresif
9. Perawatan menyeluruh yang baik (kateter, kulit, psikologis)
10. Segera memulai terapi dyalisis sebelum timbul komplikasi
11. Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal
Penatalaksanaan secara umum adalah:
Diagnosis dan tatalaksana penyebab
Kelainan praginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi factor pencetus,
keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium
urin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretic, dipertimbangkan pemberian
inotropik dan dopamine.
Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih
penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi, atau nyeri pinggang. Dicoba
memasang cateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk
pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalisa, mikrosopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsy ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
26
Kriteria untuk Memulai Terapi Pengganti Ginjal pada Pasien
Kritis dengan PGA
Oliguria: produksi urin <2000mL in 12 h
Anuria: produksi urin <50ml in 12 h
Hiperkalemia: kadar potassium >6,5 mmol/L
Asidemia (keracunan asam yang berat): pH<7,0
Azotemia: kadar urea >30mmol/L
Ensefalopati uremikun
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma: konsentrasi >155mmol/L
Hipertemia
Keracunan obat
Non Medica Mentosa
Diet rendah protein terutama yang mempunyai biologis tinggi (protein hewani)
mutlak diperlukan untuk mencegah progresivitas kerusakan ginjal.6
Macam menu untuk gagal ginjal akut dapat berupa:
a. menu oral
Jumlah kalori minimal 35 kkal per hari. Protein hewani 0,6 gr/kgBB/hari sampai
1,0gr/kgBB/hari. Pasien dengan program dialisis peritoneal, diet pemasukkan protein
hewani sebesar 1,4 gr/kgBB/hari. Karbohidrat diberikan antara 100-200 gram per hari
untuk mencegah katabolisme protein. Lemak tidak perlu dibatasi.
b. menu nasogastrik
Banyak beredar di pasaran menu melalui tabung nasogastrik dengan bermacam-macam
formula seperti Amin-Acid, Travasorb Renal, Isocal, dan Magnacal. Menu ini berupa
campuran glukosa, asam amino, lemak, elektrolit, mineral, dan vitamin. Bila pasien
dalam program dialisis, larutan menu harus mengandung campuran asam amino esensial
dan non esensial untuk mencegah proses katabolisme.
27
c. menu parenteral
Di pasaran, beredar nutrisi parenteral total seperti Nephramine dan Travesol. Formula
dasar dari nutrisi parenteral total adalah asam amino esensial dan nonesensial, sumber
kalori nonprotein (dekstrose hipertonis, emulsi lemak), vitamin (tiamin, riboflavin,
niasin, asam pantotenat, piridoksin, asam folat, asam askorbik, vitamin ADEK), dan
elektrolit (natrium, kalium, klorida, magnesium, kalsium, fosfor).
Indikasi pemberian menu parenteral adalah pasien dalam keadaan koma atau penurunan
kesadaran; menu melalui tabung nasogastrik merupakan kontraindikasi; atau
keseimbangan cairan dan elektrolit sudah terpelihara.6
Medika Mentosa
Penggunaan loop diuretic dapat dipakai untuk merubah keadaan oligurik ke non
oligurik dengan cara menghambat kerja saluran Na+K+ATPase sehingga dapat
menurunkan kebutuhan oksigen sel epitel tubulus, merangsang terjadinya diuresis dan
mengurangi obstruksi tubulus oleh silinder.6
Pemberian diuresis osmotik mannito 12,5 gram intravena selama 5 menit.
Tekanan mannitol dapat dinaikkan 100 gram dalam 1 liter dekstrose 5% intravenous drip
selama 24 jam. Bila program terapi diuresis osmotik mengalami kegagalan, berikan
diuretika takaran tinggi. Misal diuretik furosemid 240 mg intravena selama 30 menit.5
Program pengobatan Sasaran
Memelihara hidrasi normal: infus garam
fisiologis 0,9%
Mencegah lebih lanjut kerusakan sel-sel
epitelial tubulus
Diuretika (manitol, furosemid) Pemeliharaan jumlah dieresis
Obat vasoaktif
- Dopamin takaran rendah
- Atrial natriuretic peptide
Pemeliharaan perfusi ginjal
Obat sitoprotektif
- Penyapu radikal bebas
- Penghambat zantina oksidase
- Antagonis kalsium
- Prostaglandin
Preservasi integritas sel
28
Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut6:
Komplikasi Pengobatan
Kelebihana volume intravascular Batas garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari),
furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Hiponatremia Batas asupan air (<1 L/hari); hindari infus
larutan hipotonik
Hiperkalemia -Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari);
hindari diuretik hemat K
-Potassium-bindingion exchange resins
-Glukosa (50 ml dextrosa 50%) dan insulin
(10unit)
-Natrium bikarbonat (50-100 mmol)
-Agonis β2 (salbutamol 10-20 mg diinhalasi
atau 0,5-1 mg IV)
-Kalsium glukonat (10 ml larutan 10% dalam
2-5 menit)
Asidosis metabolic Natrium bikarbonat (bikarbonat serum
>15mmol/L, pH > 7,2)
Hiperfosfatemia Batasi asupan diet fosfat (<800mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)
Hipokalsemia Kalsium karbonat; Kalsium glukonat (10-
20ml larutan 10%)
Nutrisi Batasi asupan protein diet (0,8-1 g/kg),
karbohidrat (100g/hari), nutrisi enteral atau
parenteral
2.8.1 Pencegahan
Dalam menghadapi keadaan darurat medik gagal ginjal akut, empat sasaran
khusus harus dicapai6, yaitu:
29
1. Mengenal dan mengantisipasi semua faktor risiko (predisposisi), diharapkan dapat
mencegah dan mengurangi angka morbiditas dan mortalitas gagal ginjal akut terutama
hospital acquired acute renal failure.
2. Bila sudah terjadi established acute renal failure (GGA sejati), semua tindakan
intervensi bertujuan untuk mengurangi progresivitas kerusakan ginjal.
3. Mengenal dan bertindak cepat dan adekuat sermua komplikasi yang sering menyertai
gagal ginjal akut.
4. Pada fase penyembuhan harus dapat dihindari kemungkinan terjadi atrofi ginjal.
Beberapa upaya pencegahan gagal ginjal akut adalah: mengidentifikasi pasien
berisiko GGA.
Cari dan perbaiki faktor prerenal dan pascarenal; evaluasi obat-obatan yang telah
diberikan; optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal; perbaiki dan atau
tingkatkan aliran urin; monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang badan tiap
hari; cari dan obati komplikasi akut; asupan nutrisi adekuat sejak dini; cari fokus infeksi
dan atasi infeksi secara agresif; perawatan menyeluruh yang baik (kateter, kulit,
psikologis); segera memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi; dan berikan obat
dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal.7
2.9 Prognosis
Angka kematian pada gagal ginjal akut tergantung pada penyebab, umur pasien,
dan luas kerusakan ginjal yang terjadi. Pada GGA yang disebabkan oleh sepsis, syok
kardiogenik, dan operasi jantung terbuka, angka kematiannya 50%. Tetapi pada GGA
yang disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik, dan nefrotoksik
berkisar antara 10-20%.
Pasien GGA non-oligurik mempunyai laju filtrasi glomerulus dan volume urin
yang lebih tinggi daripada GGA oligurik, sehingga air, metabolit nitrogen, dan elektrolit
lebih banyak dikeluarkan melalui urin. Komplikasi yang ditemukan lebih sedikit, periode
azotemia lebih singkat, lebih jarang memerlukan dialisis dan mortalitas lebih rendah.
Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif cepat, trombosis vena renalis
bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal biasanya tidak dapat pulih kembali
dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.
30
Prognosis pada GGA umumnya miskin dan tergantung pada beratnya penyakit
yang mendasari dan jumlah organ gagal. Sedangkan kematian pada GGA sederhana tanpa
penyakit yang mendasarinya lainnya adalah 7-23%, angka kematian pada pasien di unit
perawatan intensif pada ventilasi mekanik setinggi 80%. Prognosis pasien dengan CKD
tergantung pada penyebab kegagalan. Pasien dengan penyakit ginjal diabetes,
nephrosclerosis hipertensi, dan nefropati iskemik (yaitu, kapal besar penyakit oklusi
arteri) cenderung memiliki azotemia progresif mengakibatkan stadium akhir penyakit
ginjal.
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Gagal ginjal akut disebabkan oleh gangguan perfusi renal yang tidak adekuat
(prerenal), penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal).
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume
urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila
produksi urin <50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi
terganggu, dalam keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul
adalah uremia dimana BUN di atas 40 mmol/L, edema paru terjadi pada penderita yang
mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik
lain tergantung dari faktor penyebabnya.
Gagal ginjal intrinsik disebabkan oleh glomerulonefritis ditandai oleh hematuria
makroskopik, oliguria, hipertensi, proteinuria (biasanya ringan), dan edema. Selain itu,
pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan silinder eritrosit.
Prognosis gagal ginjal akut dipengaruhi oleh umur, penyakit dasar, komplikasi
yang timbul, oliguria yang lebih dari 24 jam, dan pengobatan yang terlambat.
31
2.9 Daftar Pustaka
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Proses Penyakit. Volume
2. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005.h. 992-1001.
2. Bickley, Lynn S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Dwijayanthi L, editor. Hartono A, alih bahasa. Edisi 8. Jakarta: EGC, 2009. h. 333-6,
350-1.
3. Kowalak, J.P. Buku Pegangan Uji Diagnostik. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2009. h.423-
7,463-5, 472-4.
4. Wilson LM. Gagal Ginjal Akut. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume
2. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005. h.992-1000.
5. O’Callghan CA. At a glance sistem ginjal. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.
6. Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III 2006; 421-462.
7. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1.
Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
8. Prodjosudjadi W. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jilid 1. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2006. h.538-9.
9. Markum HMS. Gagal Ginjal Akut. Dalam : Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009. h.1045-8.
10. Suwitra K. Gagal Ginjal kronik. Dalam : Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009. h.1035-40.
11. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid II. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2009. h.527.
32