47
REFERAT “FRAKTUR TERBUKA” PEMBIMBING: dr. Wahyu Sp OT PENULIS: Ita Indriani 030.09.124 Susi Indrawan 030.09.245 KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD DR. SOESELO SLAWI PERIODE JULI 2013 – SEPTEMBER 2013

Fraktur Terbuka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur terbuka

Citation preview

REFERAT

“FRAKTUR TERBUKA”

PEMBIMBING:

dr. Wahyu Sp OT

PENULIS:

Ita Indriani 030.09.124

Susi Indrawan 030.09.245

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD DR. SOESELO SLAWI

PERIODE JULI 2013 – SEPTEMBER 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

“FRAKTUR TERBUKA”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

RSUD dr. Soeselo periode Juli – September 2013

Disusun oleh:

Ita Indriani 030.09.124

Susi Indrawan 030.09.245

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Wahyu Sp OT selaku dokter pembimbing Bedah Orthopedi RSUD dr. Soeselo pada tanggal 19 Agustus 2013

Slawi, 19 Agustus 2013

Mengetahui

dr. Wahyu Sp OT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah karena atas rahmat dan karunianya,

penulis akhirnya dapat menyelesaikan referat ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

seluruh staf pengajar di SMF Bedah RSUD DR soeselo Slawi, terutama kepada

dr Wahyu Sp OT selaku pembina kami atas segala waktu dan bimbingan yang telah diberikan

kepada kami. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian referat ini.

Sebagai manusia, penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kesalahan,

sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan masukan yang membangun dari segala

pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini bermanfaat untuk berbagai pihak yang

telah membaca referat ini

Slawi, 19 Agustus 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul .…………………………………………………………………… 1

Lembar Pengesahan ................................................................................................. 2

Kata Pengantar ........................................................................................................ 3

Daftar Isi ................................................................................................................. 4

Bab. I Pendahuluan ............................................................................................... 5

Bab. II Anatomi Fisiologi Histologi dan Biokimia .......………….………………. 6

Bab. III Pembahasan ............................................................................................. 14

I. Fraktur Terbuka ……………….………………………………………………… 14

1. Pendahuluan ……………………………………………………… 14

2. Epidemiologi ……………………………………………………... 15

3. Klasifikasi ………………………………………………………… 16

4. Etiologi dan diagnosis………….………………………………….. 18

5. Patogenesis ...….…………………………………………………... 21

6. Tata laksana …….…………………………………………………. 22

7. Komplikasi ………………………………………………………... 29

Bab. IV Kesimpulan .…………………………………………............................ 30

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 31

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang

terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi

penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk

dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan

segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit

dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien

fraktur terbuka biasanya mengalami cidera multipel. 1

Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat keparahan

cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh.

Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma kecelakaan lalu lintas, ataupun

kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan lunak dan devitalisasi.2

Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan area

mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat masuk ke lokasi

fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah

yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka

memiliki hasil kultur yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31%

pasien yang memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan

definitf. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut

dengan penanganan dini. 2,3,5

BAB II

ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA TULANG

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama, yaitu:

1. Membentuk rangka badan

2. Sebagai tempat melekat otot

3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam,

seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru

4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam

5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-

sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit 6

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:7

Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang

panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan metaphysis.

Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian

ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metaphysis

adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung

akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh

trabekular atau sel spongiosa yang mengandung sel-

sel hematopoetik. Metaphysis juga menopang sendi

dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk

perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis.

Epiphysis langsung berbatasan dengan sendi tulang

panjang. Seluruh tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa

yang disebut periosteum.

Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal

Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam

yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi oleh periosteum.

Berdasarkan histologisnya maka dikenal:

Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertma-tama

terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian

secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1 tahun tulang

imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan

substansi semen dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.

Tulang matur (mature bone, lamellar bone)

o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)

o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan

kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem Harversian atau

osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang

matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding

dengan tulang imatur.

Tulang terdiri atas bahan antar sel

dan sel tulang. Sel tulang ada 3, yaitu

osteoblas, osteosit, dan osteoklas.

Sedang bahan antar sel terdiri dari

bahan organik (serabut kolagen, dll)

dan bahan anorganik (kalsium,

fosfor, dll). Osteoblas merupakan

salah satu jenis sel hasil diferensiasi

sel mesenkim yang sangat penting

dalam proses osteogenesis dan

osifikasi. Sebagai sel osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau

matriks, dimana kalsifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung

kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut

tulang. Sesaat sesudah osteoblas dikelilingi oleh substansi organik intraseluler, disebut

osteosit dimana kradaan ini terjadi dalam lakuna.

Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam recycling garam kalsium

dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas adalah sel makrofag yang aktivitasnya

meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses

aktivitas osteoklasis yang mengilangkan matriks organik dan kalsium secara bersamaan dan

disebut deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan dan pembaharuan.8,9

Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang

disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks tulang pada

matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).

Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir.

Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik

akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang. Komposisi

tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%). Substansi

organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks kolagen dan

merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam hialuronat

dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan

sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah

alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan

penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.

PENYEMBUHAN FRAKTUR

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti

jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.

Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur

merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai

terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan

memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi

fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang

juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses

penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa

pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan

fraktur ini harus dibedakan.

Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:

1.

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang

melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah fraktur

dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar

diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan

akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke

dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan

kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler

tulang yang matipada sisi sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses

ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang

berproliferasi dari periosteum untuk membentuk suatu kalus eksterna serta pada

daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis

medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan

sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam

jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan

jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan

osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk

dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur.

Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang

meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung

tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. Pada fase ini dimulai pada

minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar

yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.

Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan

polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang imatur. Bentuk

tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologis pertama terjadi

penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi

tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan

kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada

minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur.

5. Fase remodelling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang

menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase

remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi secara osteoklasik dan tetap

terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan

menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi

sistem harvesian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk

membentuk ruang sumsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan

berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.

WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR

Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan beberapa

factor penting pada penderita, antara lain:

1. Umur penderita

Waktu penyembuhan tulang pada anak – anak jauh lebih cepat pada orng dewasa. Hal

ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada daerah periosteum

dan endoestium dan juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi

pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila unur bertambah

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis

penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur

seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding dengan fraktur

oblik karena kontak yang lebih banyak.

3. Pergeseran awal fraktur

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhannya

dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Terjadinya pergeseran

fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih

hebat.

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen

Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan

biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga

mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin

terjadi nonunion.

5. Reduksi dan Imobilisasi

Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik

dalam  bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan

kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu penyembuhan fraktur.

6. Waktu imobilisasi

Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union,

maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.

7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.

Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau jaringan

fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.

8. Adanya infeksi

Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur tertutup

atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses penyembuhan.

9. Cairan Sinovia

Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam

penyembuhan fraktur.

10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak

Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah

fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga

akan mengganggu vaskularisasi.

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu – 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak

secara kasar setengah waktu penyembuhan daripada orang dewasa.

Perkiraan  penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table berikut :

LOKALISASI WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)

Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta

Distal radius

Diafisis ulna dan radius

Humerus

Klavicula

Panggul

Femur

Condillus femur / tibia

Tibia / fibula

Vertebra

3 – 6

6

12

10 – 12

6

10 – 12

12 – 16

8 – 10

12 – 16

12

PENILAIAN PEYEMBUHAN FRAKTUR

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union secara

radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan

melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui

adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh

pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara

klinis telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan dilihat

adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah

menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau

ruangan dalam daerah fraktur.

BAB III

PEMBAHASAN

Pengertian

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan

tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung

menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma

tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.

Fraktur secara klinis dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka

merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit

sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Luka pada

kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit (from within) atau dari

luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (from without).10

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang

terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi

penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk

dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan

segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit

dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Fraktur terbuka sering

timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal di kulit ataupun

bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti

Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga Corynebacterium.

Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukan gambaran bakteri yang bersifat

pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur.

Fraktur terbuka memiliki beberapa konsekuensi seperti:

1. Adanya kontaminasi pada luka dan fraktur dari lingkungan luar

2. Adanya kehancuran jaringan lunak dan devaskularisasi yang memperbesar suseptibilitas

terhadap infeksi

3. Disrupsi dari jaringan lunak yang dapat yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur

akibat hilangnya kontribusi dari sel osteoprogenitor yang berasal dari jaringan lunak di

sekitarnya

4. Hilangnya fungsi dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah, serta struktur ligament yang

berada di sekitarnya.

Epidemiologi

Frekuensi dari fraktur terbuka bervariasi tergantung dari faktor geografis dan

sosioekonomis, populasi penduduk, dan trauma yang terjadi. Dari data yang diambil dari

Universitas Gadjah Mada didapatkan insidensi fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh

fraktur dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3,64 : 1 dan kelompok umur mayoritas

dekade dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik tergolong tinggi.34

Sedangkan insiden fraktur terbuka di Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit di Skotlandia

mendata sebanyak 21.3 kasus per 100.000 dalam setahun. Fraktur diafisis menduduki

peringkat terbanyak pada tibia (21,6%), disusul oleh femur (12,1%), radius dan ulna (9,3%),

dan humerus (5,7%). Pada tulang panjang, fraktur terbuka diafiseal lebih sering terjadi

dibanding metafiseal (15.3 % versus 1.2%).11,12

Lokasi Jumlah kasus fraktur Fraktur Terbuka % Fraktur Terbuka

Ekstremitas atas 15,406 503 3.3

Ekstremitas bawah 13,096 488 3.7

Lingkar bahu 1,448 3 0.2

Pelvis 942 6 0.6

Tulang Belakang 683 0 0.0

Total 31,575 1,000 3.17

Tabel 5.1 Frekuensi Relatif dari Fraktur Terbuka di Edinburgh Orthopaedic

Trauma Unit11,12

Klasifikasi

Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :

1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari

fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak

terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya

bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.

2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat

atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit

kontaminasi fraktur.

3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan

struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di sebabkan

oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:

Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat

laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau komunitif

yang hebat

Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan

kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang

hebatserta fraktur komunitif yang hebat.

Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan

perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.10

Gambar 1. KlaKlasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

Etiologi

Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan langsung,

seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga disebabkan oleh luka tembak,

maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera fraktur terbuka berhubungan langsung

dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa

milimeter hingga terhitung diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak terlihat pada luka.

Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dan dapat merusak saraf

dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung,

seperti cidera tipe energi tinggi yang memutar. 2, 5

Diagnosis

ANAMNESIS

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun

trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.

Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah

trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

PEMERIKSAAN FISIK.

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau pendarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-

organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen

3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

Pemeriksaan Lokal

Inspeksi (Look) Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang

abnormal,angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting

adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan

fraktur, cedera terbuka, keadaan vaskularisasi

.

Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya

mengeluh sangat nyeri. Adanya cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat

o Temperatur setempat yang meningkat.

o Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.

o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang

terkena.

o Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah

trauma , temperatur kulit.

o Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai.

Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi

lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi di

bagian distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan

secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.

Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga

uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi

kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf

yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan

tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan kelainan

tulang dan sendi :

o Foto Polos

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun

demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta

ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi

sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis :

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur 

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmenserta pergerakannya

Untuk menentukan teknik pengobatan

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak 

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler 

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2):

dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)

2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi yang

mengalami fraktur

2 anggota gerak

2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang. Misal:

fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang

belakang

2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama

biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14

harikemudian.

Pemeriksaan radiologis lainnya:

o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau

sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.

o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan jaringan lunak.

mRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon,ligamen, otot, tulang rawan

dan tulang.

o Radioisotop scanning

o Tomografi

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu ditanyakan apakah

fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokasinya, apakah sendi juga

mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan

prognosis serta waktu penyembuhan fraktur.

Patofisiologi

Penatalaksanaan

Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena itu sebelum dilakukan

pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan sesuai dengan prinsip

trauma, sebagai berikut:

Penilaian awal (primary survey / survei awal)

Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan prioritas

berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus dinilai secara tepat

dan efisien. Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi awal yang cepat serta

resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi keadaan yang dapat

menyebabkan kematian.

A: Aiway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila terdapat

obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila dicurigai kelaian vertebra

servikalis maka dilakukan pemasangan collar neck.

B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan daerah

thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila

ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita

harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa kantong yang

disambung dengan masker atau pipa endotrakeal.

C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a) Volume

darah dan output jantung; b) perdarahan baik perdarahan luar maupun perdarahan dalam,

perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan.

D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survei

awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Menggunakan metode

AVPU: A (alert / sadar), V (vokal / adanya respon terhadap stimuli vokal), P (painful,

danya respon terhadap rangsang nyeri), U (unresponsive / tidak ada respon sama sekali).

Hasinya dapat diketahui GCS (glasgow coma scale).

E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pakaian

penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu dihindari

terjadinya hipotermi.

Prinsip penatalaksanaan fraktur secara umum

Ada enam prinsip umum pengobatan fraktur :

1. Jangan membuat keadaan lebih jelek

2. Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat

3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus

- Menghilangkan nyeri

- Memperoleh posisi yang baik dari fragmen

- Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang

- Mengembalikan fungsi secara optimal

4. Mengingat hukum – hukum penyembuhan secara alami

5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual

Prinsip pengobatan fraktur secara umum adalah 4R:

1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur): mengetahui dan menilai keadaan

fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Perlu diperhatikan:

lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan,

komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.

2. Reduction (reduksi fraktu apabila perlu). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk

mendapatkan posisi yang dapat diterima. Posisi yang baik adalah alignment yang

sempurna dan aposisi yang sempurna. Angulasi < 5o pada tulang panjang anggota

gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10o pada humerus dapat diterima.

Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over riding < 0,5 inchi pada fraktur

femur. Adanya rotasi tida dapat diterima dimanapun lokasinya.

3. Retention, imobilisasi fraktur

4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka: 10

1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.

2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan

kematian.

3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.

4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur.

7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka 4,5,10

1. Pembersihan luka

Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan nacl fisiologis secara

mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan

bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus,

lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas. Debridement adalah pengangkatan jaringan

yang rusak dan mati sehingga luka menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang

adekuat, luka lama dapat diperluas, jika diperlukan dapat membentuk irisan yang

berbentuk elips untuk mengangkat kulit, fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah

mati. Debridement yang adekuat merupakan tahapan yang penting untuk pengelolaan.

Debridement harus dilakukan sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan cairan yang

cukup untuk fraktur terbuka, menggunakan cairan normal saline.

3. Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka

dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi

eksterna.

4. Penutupan kulit

Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya

kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan apabila penutupan membuat

kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase

isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat

dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup

kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah

penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.

5. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis

yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi. Pemberian antibiotika

adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada fraktur terbuka. Untuk fraktur

terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan cephalosporin dan dikombinasi

dengan golongan aminoglikosida.

6. Pencegahan tetanus

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada

penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi

yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).

Operasi / Pembedahan

Prinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di sekitar fraktur

dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non viabel dan material asing,

seperti pasir yang melekat pada jaringan lunak. Dilakukan penilaian pada sekitar jaringan

sekitar tulang, cedera pembuluh darah, tendon, otot, saraf. Debridement jaringan otot

dipertimbangkan jika otot terkontaminasi berat dan kehilangan kontraktilitas. Debridement

pada tendon mempertimbangkan kontraktilitas tendon, sedangkan debridement pada kulit

dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc dilakukan serial

debridement yang diulang dalarn selang waktu 24-72 jam untuk tercapainya debridement

definitif.

Tehnik Operasi

Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan di ruangan

emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakai sefalosforin

golongan pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape III, diberikan tambahan berupa golongan

aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin. Golongan sefalosforin golongan ketiga

dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman

clostridia, diberikan penicillin.

Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung tangan

tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu

drapping area operasi. Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan melakukan pengamatan

terhadap perdarahan jaringan. Debridement dilakukan pertama kali pada daerah kulit.

Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan koagulasi. Buka fascia untuk menilai

otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C, “Color, Contractility, Circulation and

Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur.

Curettage canal medulary dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal.

Irigasi dilakukan dengan normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10 liter untuk

fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Bisa digunakan

ekternal fiksasi pada fraktur grade III.

Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang

hilang, luka-luka kompleks (complex wound) dapat ditutupi dengan menggunakan metode

yang berbeda, yakni :

a. Lokal Flap

Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur. Kemudian

diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan ditempatkan di atas luka.

b. Free Flap

Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini sering

diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan bantuan dari

seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh darah terhubung dan

sirkulasi tetap berjalan. 5

Pada fraktur tipe III yang tidak bisa dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka terbuka,

hingga luka dapat ditutup sempurna.

Komplikasi Operasi

Komplikasi debridement hampir tidak ada. Komplikasi terjadi berupa infeksi pada jaringan

lunak dan tulang hingga sepsis pasca operasi. Mortalitas berhubungan dengan syok

hemoragik dan adanya fat embolism.

Perawatan Pasca Bedah

Antibiotika post operasi dilanjutkan hingga 2-3 hari pasca debridement. Kultur pus, jika ada

pus, lakukan kultur pus. Pada fraktur terbuka grade yang memerlukan debridement ulangan,

maka akan dilakukan debridement ulangan hingga jaringan cukup sehat dan terapi definitive

terhadap tulang bisa dimulai. Pada penutupan luka yang tertunda, dilakukan pemasangan split

thickness skin flap, vascularized pedicle flaps (seperti gastrocnemeus flap) dan free flaps

seperti fasciocutaneus flaps atau myocutaneus flaps. Dilakukan penilaian terhadap kondisi

jaringan setiap hari dan pemberian antibiotika, hingga jaringan sehat dan terapi definitif

terhadap tulang bisa dimulai.

Terapi Definitif Fraktur Terbuka

Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah

kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan

metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.

a. Fiksasi Internal

Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi normal

kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam ke

permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan

memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur

terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera tambahan,

mungkin diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan

aman. 13

b. Fiksasi Eksternal

Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk

menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup

ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian

fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di

luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang

dalam posisi yang tepat.13,14

Amputasi 15

Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation biasanya

diindikasikan pada keadaan berikut:

Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia sudah

terjadi >8 jam

Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang tersisa untuk

revaskularisasi sangat minimal

Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir repair tidak

lebih baik dari penggunaan prosthesis.

Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan mengurangi

efek sistemik/life saving

Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya penyakit

kronik yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan vaskular perifer

berat dan neuropati

Kondisi bencana / mass disaster

Tabel Mangled Extremity Severity Score

Komplikasi Fraktur Terbuka

1. Komplikasi Umum

Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat terjadi dalam 24

jam pertama setelah trauma dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi

gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum yang lain

dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi Lokal Dini

Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai komplikasi lokal

dini dan bila lebih dari 1 minggu pasca trauma disebut komplikasi lokal lanjut.

Macam komplikasi lokal dini dapat mengenai tulang, otot, jaringan lunak, sendi,

pembuluh darah, saraf, organ viseral maupun timbulnya sindrom kompartemen atau

nekrosis avaskuler.

3. Komplikasi Lokal Lanjut

Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan sendi, degenerasi sendi,

maupun nekrosis pasca trauma. Dalam penyembuhan fraktur dapat juga terjadi

komplikasi karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang kurang baik, sehingga

mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion, delayed union, dan malunion.

Perawatan Lanjut Dan Rehabilitasi Fraktur

Ada lima tujuan pengobatan fraktur

1. Menghilangkan nyeri

2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur

3. Mengharapkan dan mengusahakan union

4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan

sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah terjadinya komplikasi

seperti dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.

5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir fraktur. Sejak awal

penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan dan

pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara

isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur serta

isotonik yaitu latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung. Diperlukan

pula terapi okupasi.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Penyebabnya bias berupa trauma

langsung dan tidak langsung. Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari hasil anamnesa,

pemeriksaan fisik serta penunjang berupa pemeriksaan rafiologis. Tujuan dari tata laksana

fraktur terbuka adalah untuk mengurangi resiko infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan

restorasi fungsi anggota gerak.. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam

penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati,

debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang

dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.

2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May

21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-

overview#aw2aab6b3. Accessed 15 Agustus 2013

3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from

http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm. Accessed 15

Agustus 2013

4. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera Utara. 2010.

Available from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf.

Accessed 15 Agustus 2013

5. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available from

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582. Accessed 15 Agustus 2013

6. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-

6. Jakarta: EGC.

7. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang, Edisi ke-3.

Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.

8. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar. Jakarta :

EGC.

9. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL:

depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html. Accessed 15 Agustus 2013

10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi ke-3.

Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.

11. Brien PJO dan Mosheiff R.Open Fractures-Principles. Available From:[URL]:

http://www.aopublishing.org/ . Accessed 15 Agustus 2013

12. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of open fractures. Court-Brown

CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of open fractures. London: Martin

Dunitz, 25-35.

13. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation. 2009[cited

2011 Feb 2]. Available from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-

overview. Accessed 15 Agustus 2013

14. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and External

Fixations for Fractures. Available from:URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?

topic=A00196. Accessed 15 Agustus 2013

15. Chapman MW. Open Fractures in in Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1.

2001[online database]. Lippincott Williams & Wilkins.