Case Tht Yoss

  • Upload
    yossie

  • View
    235

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k

Citation preview

KATA PENGANTARPuji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan kasus berjudul Rhinitis Alergi dengan Septum Deviasi ini tepat pada waktunya. Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah dalam rangka memenuhi tugas saya selama menjalani kepaniteraan di RSUD Tarakan. Di samping itu, juga sebagai salah satu

Saya berharap laporan kasus ini bisa membantu pihak-pihak yang mungkin mencari bahan mengenai kasus rhinitis alergi. Sehingga laporan ini tidak hanya muncul sekali saja dan kemudian tenggelam tanpa muncul di permukaan lagi.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini terutama pembimbing saya dr. Stivina Azrial, Sp THT-KL, dr Wiendy, Sp. THT, dr. Daneswarry, Sp. THT-KL, dr. Riza Rizaldi, Sp. THT-KL, dan dr. Elly Sp. THT.

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)Jl. Terusan Arjuna no. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat

STATUS ILMU PENYAKIT THTFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAHari/ Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus: Rhinitis Alergi dengan Septum DeviasiSMF PENYAKIT THTRUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama: Yossie FirmansyahTanda tanganNim: 112013155...........................

Dr. Pembimbing/ Penguji : dr. Stivina Azrial, Sp. THT-KL...........................

IDENTITAS PASIENNama: Nn. MUmur: 22 tahunJenis kelamin: PerempuanAgama: IslmaStatus menikah: Belum menikahPendidikan: Perguruan tinggiPekerjaan: MahasiswiAlamat:No RM:

ANAMNESADiambil secara autoanamnesis Pada tanggal 10 Maret 2014 jam 10.30 WIB.Keluhan utama:Hidung tersumbat terutama pada pagi hari sejak satu bulan yang lalu.Keluhan tambahan: Tenggorokan berasa ada lendir yang mengalir dari hidung.Riwayat Penyakit SekarangRiwayat asma dalam keluarga (ayah pasien).\Gejala berupa hidung tersumbat dan lendir yang berasa terutama di tenggorokan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dalam keluargaPenyakitYaTidakKeterangan

Hipertensi

DM

Asma(+)Ayah dari pasien

Alergi

Operasi

Rawat inap di RS

Pemakaian kortikosteroid jangka panjang

PEMERIKSAAN FISIKTELINGAKANANKIRI

Bentuk daun telingaNormotiaNormotia

Kelainan kongenitalMikrotia (-), Atresia (-)Mikrotia (-), Atresia (-)

Radang, TumorTidak adaTidak ada

Nyeri tekan tragusTidak adaTidak ada

Penarikan daun telingaNyeri (-)Nyeri (-)

Kelainan pre-, infra-, retroaurikulerTidak adaTidak ada

Region MastoidTidak tampak abses, hiperemis, dan nyeri tekanTidak tampak abses, hiperemis, dan nyeri tekan

Liang telingaLapang, Serumen (-)Lapang, Serumen (-)

Membram tympaniIntak, Refleks cahaya (+) di jam 5Intak, Refleks cahaya (+) di jam 7

TES PENALAKANANKIRI

Rinne(+)(+)

WeberTidak ada lateralisasiTidak ada lateralisasi

SwabachSama dengan pemeriksaSama dengan pemeriksa

Penala yang dipakai512 Hz512 Hz

Kesan: Normal

HIDUNGKANANKIRI

BentukNormal, Deformitas (-)Normal, Deformitas (-)

Tanda peradanganTidak adaTidak ada

Daerah sinus frontalis dan maxillarisNyeri tekan (-)Nyeri tekan (-)

Vestibulum Sekret (-), Massa (-)Sekret (-), Massa (-)

Cavum nasiAgak sempit dibandingkan kiriLapang

Konka inferiorHipertrofi, LividEutrofi/ hipotrofi, Livid

Meatus nasi inferiorTerbukaTerbuka

Konka mediusEutrofi Eutrofi

Meatus nasi mediusTerbuka Terbuka

Septum nasiDeviasi ke kiri

RHINOPHARYNX Koana: Sulit dinilai Septum nasi posterior: Sulit dinilai Muara tuba eustachius: Terbuka, oedem (-) Torus tubarius: Sulit dinilai Post nasal drip: (+) serous

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI Sinus frontalis kanan: Sinus frontalis kiri: Sinus maxillaris kanan: Sinus maxillaris kiri:

TENGGOROK PHARYNX Dinding pharynx: Hiperemis (-), Post nasal drip (+) serous Arcus pharynx: Simetris Tonsil: T1-T1 tenang, kripta (-/-), detritus (-/-) Uvula: Di tengah Gigi: Kavitas (-) LARYNX Epiglottis: Tidak dilakukan Plica aryepiglotis: Tidak dilakukan Arytenoids: Tidak dilakukan Ventricular band: Tidak dilakukan Rima glotidis: Tidak dilakukan Cincin trachea: Tidak dilakukan Sinus piriformis: Tidak dilakukan Kelenjar limfe submandibula dan cervical:Pembesaran (-), Nyeri tekan (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak dilakukan

RESUMEDari anamnesa didapat keluhan:

Dari pemeriksaan didapatkan pada: Telinga Kanan: Kiri: Hidung

Tenggorok

DIAGNOSA BANDINGRhinitis nonalergika/ Rhinitis vasomotorRhinitis infeksiosaPolip hidung

DIAGNOSA KERJARhinitis alergi persisten ringan dengan septum deviasi

PENATALAKSANAAN1. Medikamentosa Antihistamin Dekongestan (agonis alfa adrenergik) selama beberapa hari untuk menghindari rhinitis medikamentosa Kortikosteroid nasal Antikolinergik untuk mengatasi rinore2. Non Medikamentosa Menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi3. OperatifKonkotomi jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi AgNO3 25% atau trikloroasetat4. ImunoterapiDesensitisasi dan hiposensitisasi dilakukan pada pasien dengan alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.

ANJURANPemeriksaan LaboratoriumIn vitro: Sitologi sekret hidung (eosinofil) Darah (eosinofil, IgE total, IgE spesifik)In vivo Skin test Epidernal (Prick test, Scratch test) Intradermal (Set Endpoint Titration/ SET)

PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKAPendahuluan

ANATOMI HIDUNGFISIOLOGI HIDUNGPEMERIKSAAN FISIK HIDUNG

RHINITIS ALERGIGangguan alergi yang melibatkan hidung ternyata lebih sering daripada perkiraan dokter maupun orang awam, yaitu menyerang sekitar 10 persen dari populasi umum. Hidung, sebagai salah satu organ yang menonjol pada penyakit alergi, terganggu oleh manifestasi alergi primer, rhinitis kronik dan sinusitis yang menunggangi perubahan alergi,

Gejala klinisAlergi hidung dapat bersifat musiman, atau menetap jika disebabkan debu rumah, bulu binatang, kain yang terlalu sering dipakai, atau ingestan dalam diet sehari-hari. Hampir semua materi dalam udara serta yang dapat ditelan terbukti mempunyai sifat alergenik. Rhinitis alergika telah terbukti berkaitan dengan insidens asma dan ekzema atopik. Suatu penelitian pada sekelompok mahasiswa dengan rhinitis alergika memperlihatkan bahwa 17 hingga 19 persen dari mereka juga menderita asma; namun, 56 hingga 74 persen pasien asmatik ternyata menderita rhinits alergika. Tampaknya ada predisposisi herediter terhadap kondisi-kondisi ini. Alergi adalah respons jaringan yang berubah terhadap antigen spesifik atau alergen. Hipersensitivitas pejamu bergantung pada dosis antigen, frekuensi paparan, polesan genetik dari individu tersebut, dan kepekaan relatif tubuh pejamu.Rhinitis alergika terjadi bilamana seorang pasien telah mengalami sensitisasi terhadap suatu antigen dengan merangsang enam reseptor neurokimia hidung: reseptor histamin H1, adrenoseptor alfa, adrenoseptor beta 2, kolinoseptor, reseptor histamin H2 dan reseptor iritan. Dari semua ini yang terpenting adalah reseptor histamin H1, di mana bila terangsang oleh histamin akan meningkatkan tahanan jalan napas hidung, menyebabkan bersin, gatal dan rinore.

DiagnosisGejala alergi hidung berbeda dengan rhinitis infeksiosa. Respon alergi biasanya ditandai oleh bersin, kongesti hidung, dan rinore yang encer dan banyak. Tidak ada demam dan sekret biasanya tidak mengental atau menjadi purulen, seperti yang terjadi pada rhinitis infeksiosa. Awitan gejala timbul cepat setelah paparan alergen, dapat berupa mata atau palatum yang gatal berair. Biasanya dapat terungkap suatu pola musiman, atau kaitan dengan bulu binatang, debu, asap atau inhalan lain. Gejala penyerta seperti mual, kembung, diare dapat juga memberi kesan suatu alergen yang ditelan, serta membedakan pasien-pasien ini dari penderita rhinitis virus. Perbedaan penting lainnya adalah rhinitis alergika umumnya berlangsung lebih lama dari rhinitis virus. Pada pasien dengan diatesis alergika, sering kali terdapat riwayat alergi atau asma dalam keluarga. Diagnosis alergi hidung harus ditegakkan dengan pemeriksaan sistematik termasuk anamnesis yang teliti, serta sebagian atau semua hal berikut seperti pemeriksaan hidung, uji kulit dan regimen elimnasi.

AnamnesisMenanyakan riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Pasien juga perlu ditanya mengenai gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti asma, urtikaria, atau sensitivitas obat. Waktu dimana gejala sering timbul juga dapat membantu menentukan alergi musiman. Juga perlu mengaitkan awitan gejala dengan perubahan lingkungan di tempat kerja atau di rumah sangat penting. Apakah ruang tempat tinggal di daerah yang lembab atau berdebu? Apakah gejala timbul saat beraktivitas di luar rumah? Hewan peliharaan seringkali menjadi penyebab gangguan. Sangat penting untuk mengetahui riwayat pengobatan sebelumnya.

Pemeriksaan hidungMukosa hidung pada pasien alergi biasanya basah, pucat dan berwarna merah jambu keabuan. Konka tampak membengkak. Jika terdapat infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi mulai dari encer dan mukoid hingga kental dan purulen; pada saat yang sama, mukosa menjadi merah dan meradang, terbendung, atau bahkan kering sama sekali.

Apusan hidungApusan biasanya diambil dari bawah konka inferior (beberapa apusan sekaligus) dan difiksasi dengan cermat.

Uji klinis alergiUji diet. Terdapat dua kategori utama: uji makanan provokatif dan berbagai macam diet eliminasi. Yang pertama pada dasarnyUji in vitro.Uji

PengobatanEliminasi alergenPengobatan alergi hidung tergantung pada beberapa faktor. Yang pertama, bila mungkin agen alergenik harus disingkirkan. Penatalaksanaan medisTerapi hidung lokal bertujuan mengurangi pembengkakan dan pembentukan sekret, serta melonggarkan jalan napas. Kesembuhan sementara diperoleh dengan aplikasi lokal efedrin sulfat 0,5 persen, namun obat ini menjadi kurang efektif pada pemakaian berulang. Obat efektif lainnya adalah oksimetazolin 0,05 persen. Pemberian topikal pada mukosa hidung umumnya menghasilkan masa kesembuhan yang makin lama makin singkat dan sementara, sehingga penggunaannya menjadi kurang efektif dan menimbulkan rhinitis medikamentosa.Telah dilakukan pula injeksi steroid lokal, biasanya dalam bentuk triamsinolon, ke dalam konka inferior. Terapi steroid topikal dengan beklometason atau flunisolid dapat sangat efektif tanpa menyebabkan supresi adrenal atau bahaya lain akibat injeksi intranasal.

Terapi bedahPolip mukoid jinak pada hidung sering kalo dihubungkan dengan alergi hidung. Setelah lesi penyumbat diidentifikasi sebagai polip jinak, maka lesi tersebut dapat diangkat. Polip umumnya berasal dari penonjolan keluar dari mukosa yang menutup sinus maksilaris atau etmoidalis. Pembesaran mukosa yang makin bertambah tersebut, membentuk massa yang bundar, lunak, basah, seringkali gelatinosa dan terkadang seperti berdaging. Polip umumnya berwarna kekuningan atau biru keabuan, namun kadang-kadang menjadi merah akibat iritasi lokal atau infeksi sekunder. Bila polip hanya ditemukan pada satu sisi, maka perlu dipertimbangkan suatu infeksi unilateral setempat pada hidung atau sinus bahkan benda asing dalam hidung. Lesi yang paling sulit dibedakan dengan polip hidung jinak sejati adalah daerah-daerah degenerasi polipoid pada mukosa, paling sering ditemukan pada bagian anterior konka inferior dan media yang membengkak. Diferensiasi dan identifikasi dipermudah dengan menggunakan semprot hidung dekongestan seperti larutan efedrin 1 persen. Selanjutnya gunakan suatu penyedot hidung yang juga juga digunakan untuk palpasi lesi jaringan lunak. Meskipun dapat sedikit bergerak, mukosa polipoid mempunyai perlekatan sesil pada konka dengan tulang yang relatif keras pada pusatnya, sedangkan polip sejati dapat bergerak bebas pada pedikelnya.

Terapi sistemik Metode terapi sistemik termasuk pemberian obat-obatan dan desensitisasi alergi. Rhinitis alergika seringkali diterapi dengan kombinasi dekongestan dan antihistamin. Pasien dengan hipertensi serta mereka yang mendapat pengobatan dengan penghambat monoamin oksidase, seharusnya tidak diberi obat yang mengandung mirip efedrin. Pasien demikian dapat diterapi dengan antihistamin.Terdapat lima kelas antihistamin, dan antihistamin kelas H1 adalah obat terpilih dalam pengobatan rhinitis alergika. Obat ini menganggu kerja histamin dengan menghambat tempat reseptor histamin H1 dan meskipun tahanan jalan napas tetap tinggi, namun gejala alergi lainnya jadi berkurang. Pseudoefedrin dan fenilpropanolamin oral dapat pula digunakan bila gejala utama rhinitis alergika berupaka kongesti. Namun karena efek samping berupa rangsangan berlebihan dan insomnia, maka obat ini paling efektif bila digunakan bersama antihistamin. Pada rhinitis alergika musiman, prednison dapat diberikan selama lima hari, setelah itu dosis segera diturunkan.Tabel 1 Klasifikasi Antihistamin

Kelas 1Etanolamin

Kelas 2Etilendiamin.

Kelas 3Alkilamin

Kelas 4Piperazin

Kelas 5Fenotiazin

Rhinitis vasomotorikGangguan mukosa hidung ini merupakan akibat dua kekuatan yang saling berlawanan : Aktivitas saraf parasimpatik yang menyebabkan pelebaran jaringan vaskular sehingga sumbatan dan peningkatan produksi mukus, sementara aktivitas saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi yang mengakibatkan patensi hidung dan menurunnya produksi mukus. Rhinitis vasomotor seperti yang kin dimengerti, bukanlah gangguan alergi atau peradangan, meskipun dalam pengertian yang tegas, kata yang terakhir mengimplikasikan suatu keadaan radang dari struktur anatomi yang terlibat. Faktor- faktor yang menyebabkan rinopati dapat dipilah secara kasar sebagai induksi-obat, endokrin, vegetatatif dan psikoemosional.

KomplikasiKomplikasi pada obstruksi anatomis yang relatif ringan karena edema, dan akhirnya, efek lanjut gangguan alergenik kronik, seperti hipertrofi mukosa dan poliposis. Aliran udara hidung dapat terganggu oleh kongesti hidung dan rinore yang terjadi pada rhinitis alergi, Nbaik langsung ataupun tidak langsung.

Obstruksi diperberat dengan adanya deviasi septum ke kiri di mana ditemukan hipertrofi konka kanan.

11