Upload
markell-draco-felton
View
62
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Case THT OMA
Citation preview
Laporan Kasus
Otitis Media Akut
Stadium Perforasi Aurikula Dextra
Nama : Maria Donata Keli
Nim : 11.2015.058
Pembimbing:
dr. Wiendy R.,Sp.THT-KL
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Tarakan Jakarta Pusat
Periode 22 Februari 2016 – 26 Maret 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Otitis Media Akut Stadium Perforasi Aurikula Dextra”.
Makalah ini di buat untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik bagian ilmu
penyakit THT di RSUD Tarakan. Makalah ini berisikan informasi secara teori
mengenai Otitis Media Akut. Penulis berharap melalui makalah ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan pembaca dalam bidang kedokteran di bagian
ilmu penyakit THT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
melengkapi makalah ini.
Jakarta, Maret 2016
Penyusun
BAB I
Pendahuluan
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Sumbatan tuba
Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba
terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga
kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Kuman penyebab OMA
adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemphilus influenza, Eschericia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa.
Perubahan mukosa telinga tengah akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium, yaitu
stadium oklusi, hiperemis, supurasi, perforasi, dan resolusi. Gejala klinik otitis media
akut tergantung stadium penyakit dan usia pasien.pengobatan OMA tergantung pada
stadium penyakitnya.
Tujuan dari pengoabatan OMA yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit,
eradikasi infeksi, dan pencegahan komplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Anatomi telinga
Anatomi Telinga
A. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna/auricula), liang telinga (meatus acusticus
externus, MAE) sampai gendang telinga (membran timpani). Daun telinga merupakan
gabungan dari tulang rawan elastin yang dilapisi kulit.1 Liang telinga berbentuk huruf
S, dengan sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan yang disebut pars
cartilagenous, sedangkan duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang atau
disebut pars osseus. Panjangnya kira-kira 2,5- 3 cm. Pada sepertiga bagian luar liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
B. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:1
- batas luar : membran timpani
- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window) , tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal ratarata 9-10
mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm.
Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring
yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari 4
dataran sagital dan horizontal. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila
dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.1 Bagian
atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa
(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan
epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti
epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.1 Bayangan penonjolan bagian bawah maleus
pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya
(cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan
pada pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah
cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini
dinilai, misalnya bila letak cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba
eustachius.1 Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.1 Di dalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu
maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap
lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.1 Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di
tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.1 Aliran darah membran
timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluhpembuluh epidermal
berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari
arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.1
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :
bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.1 Kavum timpani
terdiri dari :
a) Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b) Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius).
c) Saraf korda timpani.
d) Saraf pleksus timpanikus.
3. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa
kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid.1
4. Tuba eustachius.
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan
nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan
dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.1
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :1
a) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi masuknya
sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar
tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi
ventilasi tuba dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsava dan perasat
Toynbee.1 Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil mulut
dipencet serta mulut ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan terasa ada udara yang
masuk ke telinga tengah yang menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat ini
tidak boleh dilakukan kalau ada infeksi pada jalur nafas atas.1 Perasat Toynbee
dilakukan dengan cara menelan ludah sampai hidung dipencet serta mulut ditutup.
Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani tertarik ke medial. Perasat ini
lebih fisiologis.1
C. Telinga dalam
Terdiri dalam terdiri koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya.1 Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala
media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.1 Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari satu baris sel rambut dalam, tiga
baris sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.1
Fisiologi Telinga
Proses mendengar ini dimulai dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran ini
dialirkan ke telinga tengah dan mengenai membran timpani, sehingga membran
timpani bergetar. Selanjutnya getaran ini akan diteruskan ke telinga tengah melalui
tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain yang terdiri dari maleus,
incus, dan stapes. Stapes akan menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan
perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran melalui membran reissner akan mendorong
endolimfe dan membrane basilaris ke bawah. Perilimfe juga akan bergerak.2 Proses
tersebut akan menyebabkan defleksi stereo silia sel-sel rambut pada organ corti,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, kemudian dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39 dan 40) di lobus temporalis.2
Gambar 2. Fisiologi pendengaran
Otitis Media Akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.3
Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga.
Daerah ini menghubungkan syara dengan alat pendengaran ditelinga dalam. Selain
itu, di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah
dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Fungsi dari saluran ini
adalah:1,3
- Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikan
dnegan tekanan udara diluar telinga.
- Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga
tengah ke bagian belakang hidung
Etiologi
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25%
pasien tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25%
kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis
media ersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophlius influezae,
dan Moraxella catharalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar
kasus disebbkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal
ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran tuba Eustachius akan terbuka
kembali sehingga bakteri akan tersingkirkan bersama aliran lendir.4,5
Anak lebih mudah terserang otitis media dibandingkan orang dewasa karena beberapa
hal:
- Sistem kekebalan tubuh anak masih rendah
- Tuba Eustachius pada anak lebih lurus secara horizotal dan lebih pendek
sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
- Adenoid pada anak relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa. Posisi
adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang
besar dapat menggangu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu, adenoid
dapat terinfeksi dimana infeksi tersebut kemudian akan menyebar ke telinga
tengah lewa saluran eustachius.4,5
Patofisiologi
Oitis media akut terjadi kibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas
menjaga kestrelilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada
saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
lewat tuba Eustachius.4 Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat
menyebabkan infeksi dialuran tersebut sehingga terjadi pembengkakan disekitar
saluran. Tersumbatnya saluran Eustachius menyebabkan transudasi dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh
bakteri dengan mengorbankan dirinya sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah
dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel telinga tengah terkumpul dibelakang
gendang telinga.4 Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubunga gendang
telinga dengan oragan pendengaran didalam telinga tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 dB (bsiikan halus).
Namun, cairan yang lebih banyaj dapatmenyebabkan gangguan pendengaran hingga
45 dB (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan
yang paling berat, cairan yang terlalu banyan tersebut akhirnya dapat merobek
gendang telinga karena tekanannya.4
Manifestasi klinis
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantng pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga
tengah:4,5
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif didalam
telinga tengah. Kadang-kadang berwarna ormal atau keruh pucat. Efusi tidak
dapat dideteksi dan sukar dibedakan dengan otitis media seora akibat virus
atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah melebar disekitar membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin bersifat eksudat serosa sehingga sukar dilihat.
3. Stadium supurasi
Membran timpani menonjol kearah telinga luar akibat tekanan yang hebat
pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta
terbentuknya eksudat purulen dikavum timpani. Pada staidum ini pasien
tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta nyeri ditelinga bertambah
hebat. Apabila tekanan tidak berkurang akan terjadi iskemia, tromboflebitis
dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini
dapat terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah terlihat keluar mengalir dari
telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang,
suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali.
Bila telah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila
daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
tanpa pengobatan. Otitis media (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif
subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau
hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik
(OMSK) bila berlangsung lebih dari 1,5 atau 2 bulan.dapat menimbulkan
gejala sisa yaitu otitis media serosa bila sektret menetap dikavum timpani
tanpa perforasi.
Pada anak keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu yang tinggi.
Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa didapatkan
juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar. Pada bayi dan
anak kecil gejala khas otitis media adalah suhu tubuh yang meninggi (>39,50C) ,
gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang dan kadang-kadang
memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran timpani, suhu tubuh
akan turun dan anak tertidur.5
Diagnosa
Diagnosa OMA harus memenuhi tiga hal tersebut:3,4
1) Penyakit muncul mendadak (akut)
2) Adanya tanda atau peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya
salah satu diantara tanda berikut:
- Kemerahan pada gendang telinga
- Nyeri telinga yang mengganggu saat tidur maupun aktivitas normal
3) Ditemukannya tanda efusi ditelinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya
salah satu diantara tanda berikut:
- Menggembungnya gendang telinga
- Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
- Adanya bayangan cairan dibelakang gendang telinga
- Cairan yang keluar dari telinga
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun
telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan,
mual, dan muntah serta rewel.4,5 Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan
dari telinga) tidak spesifikuntuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat
didasarkan pada riwayat semata.4,5
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop dan dapat dilihat adanya gendang
telinga yang menggembung, perubahan warna pada gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika diperlukan konfirmasi dapat dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan
telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa
udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat
dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini eningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakan dengan otoskop biasa. 4,5
Penatalaksanaan
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditunjukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik.4,5
1. Stadium oklusi
Terapi ditunjukan untuk membuka kembali tuba Eustachisus sehingga tekanan
negatif ditelinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCL efedrin
0,25% untuk anak <12 tahun dan HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis
untuk anak >12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati.
Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Diberikan antibiotik,obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin jika telah terjadi resistensi dapat
diberikan asam klavulanat atau sefalosforin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat didlam darah sehingga
tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
3. Stadium supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi
ruptur.
4. Stadium perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat tetes
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri
dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, skret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antbiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Serumen
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang
terlepas dan partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga.
Serumen diketahui memiliki fungsi proteksi yaitu sebagai sarana pengangkut debris
epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membran timpani. Serumen juga
berfungsi sebagai peluman dan dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fisura
pada epidermis. Efek bakterisidal serumen berasal dari komponen asam lemak,
lisozim dan immunoglobulin. Serumen dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe basah dan
tipe kering. Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.
Tubuh mempunyai mekanisme pembersihan serumen secara alami dan dibantu oleh
gerakan rahang sewaktu mengunyah.6,7,8
Fungsi serumen:
1. Membersihkan
Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses yang
disebut conveyor belt process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan
gerakan rahang seperti mengunyah (jaw movement). Sel-sel terbentuk ditengah
membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari umbo kedinding kanalis
akustikus eksternus dan bergerak keluar. Serumen pada kanalis akustikus
eksternus juga membawa kotoran, debu, dan partikel-partikel yang dapat ikut
keluar. Jaw movement membantu proses ini dengan memampatkan kotoran
yang menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan meningkatkan
pengeluaran kotoran.6,7,8
2. Lubrikasi
Lubrikasi mencegah terjadinya desikasi, gatal, dan ternakarnya kulit kanalis
akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi diperoleh dari
kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada
serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung kolesterol, skualan, dan asam
lemak rantai panjang dalam jumlah yang banyak.6,7,8
3. Fungsi sebagai antibakteri dan antifungal
Fungsi sebagai antibakterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an dan banyak
studi yang menemukan bahwa serumen bersifat antibakterisidal terhadap
beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan kemampuan
hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae, staphylococcus aureus dan
eschericia colli. Pertumbuhan jamur yang biasa menyebabkan otomikosis juga
dapat dihambat dengan signifikan oleh serumen manusia. Kemampuan
antimikroba ini dikarenakan adanya asam lemak tersaturasi lisosim dan
khusunya pH yang relatif rendah pada serumen biasanya 6 pada manusia
normal. Dikatakan pula bahwa serumen juga melindungi telinga tengah dari
infeksi bakteri dan jamur. Beberapa penulis mebgatakan bahwa serumen yang
tertahan dapat menjadi barier untuk membantu pertahanan tubuh melawan
infeksi telinga namun secara klinik dan biologi fungsi ini tampak cukup
lemah.6,7,8
Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan alat-alat. Irigasi
merupakan cara yang halus untuk membersihkan kanalis akustikus eksternus tetapi
hanya boleh dilakukan bila membran timpani intak. Perforasi membran timpani
memungkinkan masuknya larutan yang terkontaminasi ke telinga tengah sehingga
menyebabkan otitis media. Perforasi dapat terjadi akibat semprotan air yang terlalu
keras kearah membran timpani. Liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga
keatas dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan sepanjang dinding
superior kanalis akustikus eksternus sehingga arus yang kembali mendorong serumen
dari belakang. Air yang keluar ditampung dalam wadah yang dipegang erat dibawah
telinga dengan bantuan asisten.7
Tatalaksana pada serumen yang keras yaitu dengan memberikan zat serumenolisis
terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. Zat serumenolisis yang
digunakan antara lain minyakmineral, hydrogen peroksida, debrox, dan cerumenex.
Tidak boleh menggunakan zat ini untuk jangka waktu lama karena dapat
menyebabkan iritasi kulit bahkan dermatitis kontak.7
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.N
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Grogol
Status pernikahan : Belum menikah
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 Maret 2016 pukul 11.20
WIB.
Keluhan Utama:
Keluhan Tambahan:
Riwayat Penyakit Sekarang:
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Penyakit Keluarga:
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS LOKALIS
Telinga
Dextra Sinistra
Bentuk daun telinga Normotia Normotia
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan daun telinga Tidak ada Tidak ada
Kelainan pre-, infra-,
retroaurikuler
Tidak ada Tidak ada
Region mastoid Dalam batas normal Dalam batas normal
Liang telinga Serumen (+), sekret (+) Serumen (+)
Membran Timpani Perforasi sentral Membran timpani utuh,
refleks cahaya angka (+)
Tes Penala
Kanan Kiri
Rinne Tidak dilakukan Negatif
Weber Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Swabach Tidak dilakukan Sama dengan pemeriksa
Penala yang digunakan 512 Hz 512 Hz
Hidung
Dextra Sinistra
Bentuk Dalam batas normal,
tidak deformitas
Dalam batas normal,
tidak deformitas
Tanda peradangan Tidak ada Tidak ada
Daerah sinus frontalis dan
maxillaris
Dalam batas normal Dalam batas normal
Vestibulum Dalam batas normal Dalam batas normal
Cavum Nasi Dalam batas normal Dalam batas normal
Konka inferior Dalam batas normal,
eutrofi (+)
Dalam batas normal,
eutrofi (+)
Meatus nasi inferior Dalam batas normal Dalam batas normal
Konka Medius Dalam batas normal,
eutrofi (+)
Dalam batas normal,
eutrofi (+)
Meatus nasi medius Dalam batas normal Dalam batas normal
Septum nasi Dalam batas normal Dalam batas normal
Rhinopharhinx
Koana : Tidak dilakukan
Septum nasi posterior: Tidak dilakukan
Muara tuba eustachius: Tidak dilakukan
Tuba eustachius : Tidak dilakukan
Torus tubarius : Tidak dilakukan
Post nasal drip : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Transluminasi
Sinus Frontas kanan, Kiri : tidak dilakukan
Sinus Maxilla kanan, Kiri : tidak dilakukan
Tenggorokan
Pharynx
Dinding pharynx : Dalam batas normal
Arcus : Dalam batas normal, simetris kanan dan kiri
Tonsil : T1-T1 tenang, hiperemis (-), kripta (-), detritus (-)
Uvula : Di tengah
Gigi : Gigi berlubang (-), caries (-), gigi palsu (-)
Larynx
Epiglotis : Tidak dilakukan
Plica aryepiglotis: Tidak dilakukan
Arytenoidds : Tidak dilakukan
Ventricular band : Tidak dilakukan
Pita suara : Tidak dilakukan
Rima glotidis : Tidak dilakukan
Cincin trachea : Tidak dilakukan
Sinus Piriformis : Tidak dilakukan
RESUME
Anamnesis
Seorang perempuan berusia
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan otoskop ditemukan
DIAGNOSIS KERJA
Otitis Media Akut Aurikula Dextra Stadium Perforasi
Dasar yang mendukung:
Anamnesis:
- Onset bersifat akut
- Adanya faktor predisposisi ISPA.
- Keluarnya cairan dari telinga kanan.
Pemeriksaan Fisik:
- Pada pemeriksaan dengan menggunakan otoskop, ditemukan sekret sedikit
kental pada liang telinga kanan.
- Membran timpani kanan terlihat mengalami perforasi.
Serumen Bilateral
Dasar yang mendukung:
Pemeriksaan Fisik:
- Pada pemeriksaan dengan menggunakan otoskop, ditemukan serumen pada
liang telinga kanan dan kiri
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Cuci telinga
H2O2 3% 3 x 5 gtt (ADS)
Antibiotik sistemik
Amoxcycilin 3 x 500 mg
Nonmedikamentosa:
Menjaga telinga tetap kering
Menjaga higiene telinga
Tidak boleh berenang
Mempertahankan kondisi tubuh sehat dengan makan yang bergizi
dan olahraga teratur
Tidak mengorek-ngorek telinga
PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
BAB III
PembahasanBerdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada
pasien ini, maka dapat ditegakkan diagnosis kerja Otitis Media Akut Stadium
Perforasi Aurikula Dekstra dan Serumen Bilateral.
Hasil anamnesis yang mendukung adalah adanya onset akut yaitu 2 minggu,
faktor predisposisi ISPA dan keluarnya cairan dari telinga kanan.
Pada pemeriksaan fisik menggunakan otoskop ditemukan sekret sedikit kental
serta serumen pada telinga kanan dan membran timpani telinga kanan mengalami
perforasi. Pada liang telinga kiri hanya didapatkan serumen.
KesimpulanOtitis Media Akut (OMA) Stadium Perforasi merupakan suatu infeksi di
telinga tengah dengan perforasi membran timpani.. OMA ini dibagi menjadi 5
stadium yaitu stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium, supurasi,
stadium perforasi, stadium resolusi. OMA ini sering didahului oleh penyakit ISPA.
Untuk penatalaksanaan yang penting adalah medikamentosa sesuai dengan
stadium penyakit dan non-medikamentosa. Prognosis untuk penyakit ini secara umum
baik bila di terapi dengan cepat dan tepat.
Daftar Pustaka
1. Adams LG, Boies LR, Higler PA. Anatomi telinga. Boies buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.h.30-8, 90-1, 203, 276-8.
2. Restuti RD, Bashiruddin J, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N.Gangguan
pendengaran dan kelainan telinga. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.h.10-6.
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi
13. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.h.392-5.
4. Restuti RD, Bashiruddin J, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N. Otitis
Media Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007.h.66-68.
5. Adams LG, Boies LR, Higler PA. Infeksi kronik pada telinga tengah dan
mastoid. Boies buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.h.107-16.
6. Adams et al. Serumen dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC; 1997. h.76-7.
7. Soepardi E, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti R. Serumen dalam Buku
AjarIlmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta;
Balai penerbit FKUI. 2010. Hal. 59-60.
8. Lalwani A. Disease of External Ear in Current Diagnosis Otolaryngology
Head and Neck Surgery 2nd Ed. New York; McGraw-Hill’s. 2007.