42
POLIP HIDUNG PRESENTASI KASUS Pembimbing: Dr. dr. Bambang Hari Wiyanto, Sp.THT-KL (K) Disusun oleh: Rosa Amanda Salim (2010-061-122) Nadya Paramita Winata (2010-061-123) Ferry Kurniawan (2010-061-126) Steffi Wulansari (2011-061-124) Departemen Ilmu Penyakit THT-KL

Case Besar THT - Polip Hidung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case polip

Citation preview

Page 1: Case Besar THT - Polip Hidung

POLIP HIDUNG

PRESENTASI KASUS

Pembimbing:

Dr. dr. Bambang Hari Wiyanto, Sp.THT-KL (K)

Disusun oleh:

Rosa Amanda Salim (2010-061-122)

Nadya Paramita Winata (2010-061-123)

Ferry Kurniawan (2010-061-126)

Steffi Wulansari (2011-061-124)

Departemen Ilmu Penyakit THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode 26 April 2012 – 19 Mei 2012

Page 2: Case Besar THT - Polip Hidung

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An.N

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Dongkelan RT 09 RW 04, Pucung Kidul Kroya, Cilacap,

Jawa Tengah

Tanggal pemeriksaan : 30 April 2012

II. Anamnesa

Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 2 Mei 2012

KELUHAN UTAMA : Hidung sebelah kanan buntu

KELUHAN TAMBAHAN : Pilek dengan sekret kental

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan hidung sebelah kanan buntu sejak 6 bulan yang

lalu. Pasien juga mengalami pilek dengan sekret kental, tidak berbau yang sudah

dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien sudah pernah memiliki riwayat polip di hidung

sebelah kanan dan sudah dioperasi 1 tahun yang lalu. Setelah dioperasi pasien merasa

membaik namun 6 bulan yang lalu pasien mulai merasa kembali gejala hidung

sebelah kanan buntu sehingga kurang leluasa bila bernafas melalui hidung, maka

pasien bernafas melalui mulut. Orang tua pasien mengaku pasien suka mengeluhkan

nyeri di pipi kanan. Orang tua pasien juga mengaku pasien jarang mengalami pilek,

hanya sesekali saja selama 6 bulan yang lalu ini. Pasien tidak mengalami demam,

nafsu makan normal seperti biasa, dan pasien dapat beraktivitas normal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Riwayat polip di hidung sebelah kanan 1 tahun yang lalu

1

Page 3: Case Besar THT - Polip Hidung

RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA

- Riwayat alergi dan polip hidung disangkal oleh orang tua pasien

RIWAYAT PENGOBATAN:

- 1 hari sebelum dioperasi, pasien datang berobat di poli THT RS. Panti Rapih:

Subyektif: hidung buntu – post operasi polip di Banyumas tumbuh lagi

Obyektif: hidung: massa polip nasi sinus maksilaris kanan, penebalan mukosa

Diagnosa: rinosinusitis kronis dengan polip dekstra

Terapi: -, pro-operasi polip nasi dan maksilaris dekstra

HIPOTESIS:

Polip nasi dekstra dan sinusitis maksilaris dekstra

III. Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : Tampak tenang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Suhu : Afebris

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Laju nadi : 104 x/menit

Laju napas : 18 x/menit

Pemeriksaan telinga

- Aurikula sinistra/desktra: Pinna dalam batas normal, kanalis akustikus mukosa

tidak hiperemis, tidak edema, membran timpani intak.

Serumen - . Sekret –

Pemeriksaan hidung

- Inspeksi & palpasi hidung luar : Tidak tampak perdarahan, tidak tampak

deformitas, nyeri tekan pipi kanan.

- Rinoskopi anterior: hipertrofi konka nasal kanan dan kiri,

sekret mukopurulen, massa polip nasi kanan

- Rinoskopi posterior: tidak dilakukan

2

Page 4: Case Besar THT - Polip Hidung

Pemeriksaan tenggorok

- Rongga mulut: Tidak tampak adanya stomatitis.

Tidak hiperemis pada rongga mulut.

- Tonsil palatina: Hiperemis -, hipertrofi tonsil -.

- Lidah: Tidak tampak ada perlukaan.

Permukaan lidah kasar dan tidak kotor.

- Faring: tidak tampak ada kelainan

IV. Resume

Pasien wanita usia 10 tahun datang dengan keluhan hidung sebelah kanan

buntu sejak 6 bulan yang lalu dan dengan sekret kental, tidak berbau yang sudah

dialami sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat polip di hidung sebelah kanan (+) dan sudah

dioperasi 1 tahun yang lalu. Keluhan nyeri di pipi kanan (+). Riwayat alergi pada

pasien disangkal. Riwayat alergi dan polip pada keluarga pasien disangkal.

Pemeriksaan rinoskopi anterior: hipertrofi konka nasal kanan dan kiri, sekret

mukopurulen, massa polip nasi kanan.

V. Diagnosis Kerja

Rinosinusitis maksilaris dekstra kronis dan polip nasi dekstra

VI. Rencana Tatalaksana

- Pro operasi polipektomi dan anthral window

- Pasien rawat dalam bangsal

- IVFD RL 1.500 cc/24 jam

- Periksa laboratorium: darah rutin, APTT/PPT

VII. Pemeriksaan Penunjang

- CT-Scan:

Tampak massa soft tissue di sinus maksilaris dekstra meluas ke cavum nasi

dekstra. Mukosa sinus maksilaris dekstra menebal. Sistem tulang intak.

3

Page 5: Case Besar THT - Polip Hidung

Gambar: CT-Scan pasien

4

Page 6: Case Besar THT - Polip Hidung

- Darah rutin:

Hematologi Hasil

Hemoglobin 13,6 gr%

Leukosit 9 x 103/µl

Eritrosit 5,02 x 106/µl

Hematokrit 40 gr%

Trombosit 337 x 103/µl

Hitung jenis leukosit Hasil

Eosinofil 1,5%

Basofil 0,5%

Neutrofil 75,5%

Limfosit 19,6%

Monosit 3,0%

Indeks eritrosit Hasil

MCV 79,7 fl

MCH 27,1 pg

MCHC 34 g/dl

RDW-CV 14,4%

Koagulasi

Golongan darah O

Protrombin time

Control 13,6 detik

Hasil 12 detik

APTT

Control 32,4 detik

Hasil 32,5 detik

Kimia

Fungsi hati

SGOT 24,5

SGPT 14,6

Diabetes

5

Page 7: Case Besar THT - Polip Hidung

Glukosa

Glukosa darah sewaktu 104

Elektrolit

Kalium 4,6

Natrium 143

Chlorida 107

VIII. Laporan Operasi

Tanggal operasi : 1 Mei 2012

Macam operasi : polipektomi & anthral window

Diagnosis pre-operatif : rhinosinusitis maksillaris dekstra dengan polip nasi

Diagnosis pasca-operatif : rhinosinusitis maksillaris dekstra dengan polip nasi

Polipektomi:

1. Pasien dibaringkan dalam anestesi umum dan posisi kepala ekstensi

2. Melakukan tindakan antisepsis terhadap lapangan operasi dengan Betadine

3. Memasang doek steril di sekitar lapangan operasi

4. Memasang tampon adrenalin di hidung lalu dicabut, terlihat polip di meatus

medius kanan

5. Polip diambil menggunakan polip forceps, jaringan polip sebesar telor puyuh

6. Perdarahan ditampon dengan kasa adrenalin

Anthral window:

7. Perdarahan ditampon dengan kasa adrenalin

8. Konka inferior kanan disubluksasi

9. Dengan trocair, meatus nasi inferior kanan dilubangi dan dilebarkan dan keluar

cairan berupa pus yang dihisap dengan suction

10. Cavum nasi kanan ditampon dengan kasa, vaselin, dan betadine

11. Operasi selesai

6

Page 8: Case Besar THT - Polip Hidung

IX. Laporan Perawatan Pasien

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning

30 April

2012

- Pasien tampak

rileks, tenang,

TTV dalam batas

normal

Pasien

wanita usia

10 tahun

dengan

rinosinusitis

maksilaris

dekstra

kronis dan

polip nasi

dekstra hari

rawat ke-1

Pro-operasi

polipektomi dan

anthral window

Infus RL 20 tpm

2 jam sebelum

operasi,

pre-medikasi

Sedacum 2 mg

IV preop di OK

1 Mei

2012

Muntah, mual Pasien tampak

sakit sedang,

sedikit lesu, akral

hangat, tetesan

infus lancar, TTV

dalam batas

normal

Pasien

wanita usia

10 tahun

dengan

rinosinusitis

maksilaris

dekstra

kronis dan

polip nasi

dekstra hari

rawat ke-2,

post

operative

day ke-1

post

polipektomi

dan anthral

window

Ceftazidime 500

mg IV

Asering 1.500

mL + adona 1

amp/kolf

Dexiclav syrup 3

x 1 cth

Kalium

diklofenak 25 mg

3 x ½ tab

Kalnex 250 mg 2

x 1 tab

Branon IV 1 amp

7

Page 9: Case Besar THT - Polip Hidung

2 Mei

2012

Mual

berkurang,

tidak pusing,

tidak nyeri

Pasien tampak

sakit sedang, akral

hangat, tetesan

infus lancar, TTV

dalam batas

normal

Pasien

wanita usia

10 tahun

dengan

rinosinusitis

maksilaris

dekstra

kronis dan

polip nasi

dekstra hari

rawat ke-3,

post

operative

day ke-2

post

polipektomi

dan anthral

window

Ceftazidime 500

mg IV

Asering 1.500

mL + adona 1

amp/kolf

Dexiclav syrup 3

x 1 cth

Kalium

diklofenak 25 mg

3 x ½ tab

Kalnex 250 mg 2

x 1 tab

3 Mei

2012

Tidak mual,

tidak pusing,

tidak nyeri

Pasien tampak

sakit sedang, akral

hangat, tetesan

infus lancar, TTV

dalam batas

normal

Pasien

wanita usia

10 tahun

dengan

rinosinusitis

maksilaris

dekstra

kronis dan

polip nasi

dekstra hari

rawat ke-4,

post

operative

day ke-3

post

Ceftazidime 500

mg IV

Asering 1.500

mL + adona 1

amp/kolf

Dexiclav syrup 3

x 1 cth

Kalium

diklofenak 25 mg

3 x ½ tab

8

Page 10: Case Besar THT - Polip Hidung

polipektomi

dan anthral

window

Kalnex 250 mg 2

x 1 tab

Pasien boleh

pulang besok

4 Mei

2012

- Pasien tampak

tenang, akral

hangat, tetesan

infus lancar, TTV

dalam batas

normal

Pasien wanita

usia 10 tahun

dengan

rinosinusitis

maksilaris

dekstra kronis

dan polip nasi

dekstra hari

rawat ke-5,

post operative

day ke-4 post

polipektomi

dan anthral

window

Pasien boleh

pulang

Dexiclav syrup

No. I

S 3 dd I cth

Kalium

diklofenak 25 mg

No. XX

S 3 dd ½

Kalnex 250 mg

No. XV

S 2 dd I

Iliadin No. I

S 2 dd gtt II

9

Page 11: Case Besar THT - Polip Hidung

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Hidung1

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M.

Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan

menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar),

antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat

pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

- Superior : os frontal, os nasal, os maksila

- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor

dan kartilago alaris minor. Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi

eksternus bagian inferior menjadi fleksibel.

Gambar 1: Anatomi hidung luar (Diambil dari: Snow JB, Ballenger JJ, ed. Ballenger’s

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-16. Spain: BC Decker; 2003)

10

Page 12: Case Besar THT - Polip Hidung

Gambar 2: Anatomi hidung luar (dilihat dari lateral) (Diambil dari: Snow JB, Ballenger JJ,

ed. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-16. Spain: BC

Decker; 2003)

Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.

Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna,

cabang dari A. Karotis interna)

3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan

yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini

berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa

kranial media. Batas – batas kavum nasi :

Posterior : berhubungan dengan nasofaring

Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

11

Page 13: Case Besar THT - Polip Hidung

Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar

daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum

oris oleh palatum durum.

Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan

(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum

nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris

mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini

disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna =

kolumela.

Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima,

os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Gambar 3: Kavum nasi (Diambil dari: Ellis H. Clinical Anatomy – Applied anatomy

for students and junior doctors. Edisi ke-11. Australia: Blackwell Publishing; 2006)

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.

Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas

dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan

dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi

suprema terletak di bagian ini.

12

Page 14: Case Besar THT - Polip Hidung

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang

merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan

cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa

yang berjalan bersama – sama arteri.

Gambar 4: Arteri yang memperdarahi septum nasi (Diambil dari: Manning SC. Rhinologic

Surgery: Epistaxis. Dalam: Bluestone CD, Rosenfeld RM, ed. Surgical atlas of pediatric

otolaryngology. Edisi ke-1. Canada: BC Decker; 2002)

Gambar 5: Arteri yang memperdarahi dinding nasi lateral (Diambil dari: Manning SC.

Rhinologic Surgery: Epistaxis. Dalam: Bluestone CD, Rosenfeld RM, ed. Surgical atlas of

pediatric otolaryngology. Edisi ke-1. Canada: BC Decker; 2002)

13

Page 15: Case Besar THT - Polip Hidung

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.

Etmoidalis anterior

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum

masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor

menjadi N. Sfenopalatinus.

Gambar 6: Persarafan kavum nasi (Diambil dari: Hansen JT, Lamber TR. Netter’s

Clinical Anatomy. Edisi ke-1. USA: Elsvier; 2005)

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat

pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak

berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada

bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang

terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous

blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel

goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.

Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke

14

Page 16: Case Besar THT - Polip Hidung

arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan

dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam

rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret

terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat –

obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan

tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk

oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah

mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

Fisiologi Hidung1

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran

udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui

koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan

tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang

membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara

yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,

sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu

udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

15

Page 17: Case Besar THT - Polip Hidung

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks

bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime.

4. Indra penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius

pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau

bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung

akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara

sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk

aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

16

Page 18: Case Besar THT - Polip Hidung

Polip Nasi

Definisi

Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.

Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak

karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat

berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih

kenyal (polip fibrosa).1

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan

dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke

arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.

Gambar 7: Polip nasi (Diambil dari: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, ed. Head and neck

surgery – otolaryngology. Edisi ke-4. US: Lippincott Williams & Wilkins; 2006)

Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi

alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum

diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau

sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip

seringkali ditemukan pada pasien dengan rhinosinusitis kronik, termasuk

rhinosinusitis alergik dan kondisi sinonasal kronik inflamatorik lainnya.2

Mekanisme polip dipercaya adalah multifaktorial.2,3 Polip berasal dari

pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian

menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak

17

Page 19: Case Besar THT - Polip Hidung

mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak

mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Yang dapat menjadi faktor

predisposisi terjadinya polip antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi

konka.

Patofisiologi

Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel

merupakan patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan

agen infeksius. Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon

inflamasi dan perbaikan. Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan

hipersekresi mukus yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea. Polip dapat

timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang

mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang

disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab

tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,

vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa.

Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya

membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila,

kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke

kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang

yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada

rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia

karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun.

Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa

menyebabkan obstruksi di meatus media.

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat

di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler,

sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut,

18

Page 20: Case Besar THT - Polip Hidung

mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga

hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan

atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di ostiomeatal.

Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar

baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang

berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. Teori lain mengatakan karena

ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan

gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel

mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip.1

Gejala Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.

Sumbatan ini tidak hilang - timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan

yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus

paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan

rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.

Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat, hiposmia

sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri

pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip

dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep

apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.1,2

Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang

dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien

mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium

sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran udara tidak

terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus.Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh

di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi

cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada

hidung. Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak

menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang terletak

posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang

kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan menghambat

aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren.1,2

19

Page 21: Case Besar THT - Polip Hidung

Gejala subjektif yang biasa dikeluhkan oleh pasien dapat berupa hidung terasa

tersumbat, hiposmia atau anosmia (gangguan penciuman), nyeri kepala, rhinore, bersin, iritasi di

hidung (terasa gatal), post nasal drip, nyeri muka, suara bindeng, telinga terasa penuh, mendengkur,

gangguan tidur, penurunan kualitas hidup. Gejala objektif yang biasanya dapat ditemukan

berupa edema mukosa hidung, submukosa hipertropi dan tampak sembab, terlihat massa lunak

yang berwarna putih atau kebiruan, bertangkai.1

Diagnosis

Anamnesa

Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung tersumbat. Sumbatan ini

menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada

massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan penciuman.

Gejala sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa: adanya post

nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur,

gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis

alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan.1

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai pelebaran

kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid.

2. Rinoskopi Anterior

Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum membuat pemeriksaan

menjadi lebih sulit. Tampak secret mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu

dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan

larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan

mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari daerah sinus

etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum.

20

Page 22: Case Besar THT - Polip Hidung

Gambar 8 : Polip nasi multipel (Diambil dari: http://www.ghorayeb.com/nasalpolyps.html)

3. Rinoskopi Posterior

Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal dari daerah

etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya rinosinusitis.

Pemeriksaan penunjang

1. Nasoendoskopi

Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus baru. Polip stadium awal

tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan

nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai polip yang berasal dari

ostium assesorius sinus maksila.

Gambar 9: Polip pada nasoendoskopi (Diambil dari:

http://www.sciencephoto.com/media/261109)

2. Pemeriksaan radiologi

21

Page 23: Case Besar THT - Polip Hidung

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, Caldwell dan AP) dapat memperlihatkan

penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang

bermanfaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu

dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi

anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat

untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang,

kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Terutama pada kasus polip

yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada

perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai

potongan koronal,sedangkan polip yang rekuren juga diperlukan potongan aksial.

Gambar 10: CT- scan polip (tanda panah putih) (Diambil dari:

http://www.brown.edu/Courses/Digital_Path/systemic_path/hn/nasalpolyp3.html)

Gambar 11: CT-scan polip (Kiri: potongan koronal: penebalan mukosa sinus etmoid dan maksila. Kanan:

potongan parasagital) (Diambil dari: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, ed. Head and neck

surgery – otolaryngology. Edisi ke-4. US: Lippincott Williams & Wilkins; 2006)

3. Tes alergi

22

Page 24: Case Besar THT - Polip Hidung

Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan atau

riwayat alergi pada keluarganya.

 

4. Laboratorium

Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sinusitis alergi ditemukan eosinofil pada

swab hidung, sedang pada non alergi ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya sinusitis

kronis.

Differen si al Diagnosis

Ketika mengevaluasi, sebuah polip nasal harus dibedakan dengan massa pada

nasal, dan kemungkinan adanya penyakit sistemik, seperti contohnya polip nasal

pada anak-anak harus disingkirkan terlebih dahulu kemungkinan adanya cystic

fibrosis dan diskinesia ciliary. Polip yang unilateral harus dicurigai juga adanya

reaksi alergi, infeksi jamur, ataupun sinusitis.

Neoplasma sinonasal biasanya memperlihatkan gambaran endoskopi yang

menyerupai polip, maka dalam mendiagnosa suatu polip, harus dipikirkan juga

kemungkinan massa tersebut merupakan suatu karsinoma, sarcoma, angiofibroma,

meningioma. Pada beberapa pasien dapat dijumpai sebuah massa seperti polip yang

unilateral pada bagian atas dari rongga nasal dengan tangkai yang tidak jelas terlihat

mungkin merupakan suatu encephalocele atau meningocele. Terlihatnya pulsasi

pada pemeriksaan endoskopi pada massa tersebut dan adanya pembesaran massa

tersebut dengan melakukan penekanan pada vena jugularis interna sisi yang sama

dapat memastikan diagnosis tersebut.

Sebagai pegangan, apabila menjumpai massa pada hidung yang tidak memiliki

karakteristik seperti polip, unilateral, mudah berdarah, atau bertangkai tapi tidak

terlihat dengan jelas, pemeriksaan imaging, seperti CT-scan atau MRI perlu

dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengelolaan lebih lanjut.3

Komplikasi

Polip nasi dapat menyebabkan komplikasi karena blokade aliran udara normal

dan drainase cairan, juga karena inflamasi kronik yang mendasari

perkembangannya.

Komplikasi yg mungkin terjadi antara lain:4

Obstructive sleep apnea

23

Page 25: Case Besar THT - Polip Hidung

Serangan asma, akibat rinosinusitis kronik

Infeksi sinus, karena polip nasi dapat menjadikan seseorang lebih mudah

terkena infeksi sinus yang sering berulang atau kronik

Penyebaran infeksi ke daerah mata, yang dapat berakibat bengkak,

ketidakmampuan menggerakkan mata, penurunan penglihatan, atau bahkan

kebutaan permanen

Meningitis

Aneurisma atau terjadi gumpalan darah

Tatalaksana

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-

keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi

infeksi berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien

yang disertai asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga

polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan

kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini

diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada

perbaikan maka diberikan juga kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa

kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh

sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian langsung diberikan

kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku,

pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari

selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Menurut van

Camp dan Clement, dikutip dari Mygind dan Lidholdt, untuk polip dapat diberikan

prednisolon dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60

mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari. Menurut

Naclerio pemberian kortikosteroid tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun.

Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi

mengingat bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada tanda-

tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada kasus polip

dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.

24

Page 26: Case Besar THT - Polip Hidung

Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid : (1) Oral,

misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian dosis

diturunkan perlahan – lahan (tapering off); (2) Suntikan intrapolip, misalnya

triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai

polipnya hilang; (3) Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid,

merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan

pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga

lebih aman.5

Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan pembedahan.  Kasus polip

yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif

dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari

luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas

alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani. Pembedahan dilakukan

pada kondisi-kondisi seperti:5

1. Polip menghalangi saluran nafas

2. Polip menghalangi drainase dari sinus  sehingga sering terjadi infeksi sinus

3. Polip berhubungan dengan tumor

4. Pada anak – anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang

gagal  pengobatan maksimum dengan obat- obatan.

Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat

(snare) kawat dan/atau polipektomi intranasal dengan cunam (forceps) yang dapat

dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal.

Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip

dengan bantuan anestesi lokal, untuk polip yang besar dan menyebabkan kelainan

pada hidung, memerlukan jenis operasi yang lebih besar dan anestesi

umum. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun belum

memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki

gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang tersembunyi atau polip yang

sedikit. Surgical micro debridement  merupakan prosedur yang lebih aman dan

cepat, pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan

visualisasi yang lebih baik. Etmoidektomi; etmoidektomi intranasal atau

etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus

maksila atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan tindakan

pengangkatan polip sekaligus operasi sinus, merupakan teknik yang lebih baik yang

25

Page 27: Case Besar THT - Polip Hidung

tidak hanya membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media yang

merupakan tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi

angka kekambuhan. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat

dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi

atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus

Endoskopik Fungsional lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi

polipektomi endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang

dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat

berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.

Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar, berulang, dan

jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal. Untuk persiapan prabedah,

sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk meredakan

inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian

lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari.

Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum

dan sesudah operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah

profilaksis pasca operasi. Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur

mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa pemberian kortikosteroid

intranasal dapat menurunkan angka kekambuhan.5

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 28: Case Besar THT - Polip Hidung

1. Mangunkusumo E, Wardani RS. Polip Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD, ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok

kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007.

2. Healy GB, Rosbe KW. Sinusitis and Polyposis. Dalam: Snow JB, Ballenger JJ, ed.

Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. Edisi ke-16. Spain: BC

Decker; 2003.

3. Kenna MA. Chronic Hypertrophic Rhinosinusitis and Nasal Polyposis. Dalam: Bailey

BJ, Johnson JT, Newlands SD, ed. Head and neck surgery – otolaryngology. Edisi ke-

4. US: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

4. Mayoclinic. Nasal Polyp. 2011 Feb 19 [Disadur pada 2012 Mei 10]. Dapat diunduh

di: http://www.mayoclinic.com.

5. Adam GL, Boies LR, Hilger PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT (Fundamentals of

Otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 1997.

6. Manning SC. Rhinologic Surgery: Epistaxis. Dalam: Bluestone CD, Rosenfeld RM,

ed. Surgical atlas of pediatric otolaryngology. Edisi ke-1. Canada: BC Decker; 2002.

7. Hansen JT, Lamber TR. Netter’s Clinical Anatomy. Edisi ke-1. USA: Elsvier; 2005.

27