Upload
winda-indriati
View
224
Download
24
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tht
Citation preview
LAPORAN KASUS : Sinusitis dan Polip Nasi
KELOMPOK 4
03009144 Maria Ulfa Noor Alika
03009154 Michelle Jansye
03009164 Nabila Zaneta
03009174 Nuraini Sidik
03009184 Pramita Yulia Andini
03009194 Raufina Yunica
03009204 Ricky Suritno
03009214 Ronald Aditya
03009224 Sarah Suci Yurica
03009234 Shilvia Ayu Megawati
03009244 Sureza Larke Wajendra
03009254 Theresia Sujiarto
03009264 Vanny Mahesa
03009274 Yenny Susanti
03009284 Zaddam Wahid
Jakarta19 April 2010
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis,
sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas
bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan
infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta
perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan
adalah otitis, sinusitis, dan faringitis. (1)
Pusat Pengendalian dan
Pencegahan memperkirakan bahwa
hampir 31 juta orang dewasa
menderita sinusitis kronis, yang
mengakibatkan 15 miliar kunjungan
dokter dan lebih dari 200.000
prosedur bedah sinus setiap tahun.
Sinusitis akut lebih sering terjadi,
meskipun tidak ada estimasi yang
baik untuk jumlah orang yang
mengalami sebuah episode dari sinusitis akut setiap tahun. (2)
Polip hidung ditemukan dalam 36% dari pasien dengan intoleransi aspirin, 7% dari
mereka yang asma, 0,1% pada anak-anak, dan sekitar 20% pada pasien dengan fibrosis kistik.
Kondisi lain yang terkait dengan polip hidung adalah Churg-Strauss Syndrome, sinusitis
jamur alergi, dan sindrom silia dyskinetic, (Kartagener) dan Young Sindrom. Polip hidung
secara statistik lebih sering terjadi pada asma nonallergic versus asma alergi (13% vs 5%, P
<0,01. Sekitar 40% dari pasien dengan polypectomies bedah telah kambuh. Tampaknya
menjadi faktor keturunan untuk mengembangkan polip hidung. Sistem klasifikasi untuk
pementasan polip hidung diusulkan untuk standardisasi perawatan, mempertimbangkan
diagnosis diferensial, dan panen yang berarti informasi penelitian komparatif. (3)
LAPORAN KASUS
Seorang wanita usia 30 tahun datang dengan keluhan sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun
yang lalu. Selain itu ia merasakan sumbatan pada kedua sisi hidungnya yang semakin alam
semakin semakin berat disertai dengan gangguan penciuman. Sering bersin pada waktu pagi
disangkal. Riwayat pernah mimisan disangkal.
Pada pemeriksaan THT didapatkan:
Kedua telinga dalam batas normal
Hidung : rinoskopi anterior
cavum nasi lapang, tampak massa berwarna putih kebiruan mengisi 1/3 tengah
cavum nasi kanan dan kiri serta tidak mengecil dengan pemberian tampon
adrenalin, mukosa konka nasalis tampak hiperemis, terdapat sekret mukopurulen,
tidak didapatkan deviasi septum.
rinoskopi posterior
terdapat sekret dari meatus medius, tampak terdapat massa berwarna putih kebiruan.
Adenoid tidak membesar, Atap nasofaring tidak didapatkan adanya massa
Leher dan Tenggorokan dalam batas normal
Pada pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan massa lunak licin berwarna putih kebiruan yang
berasal dari meatus medius mengisi 1/3 tengah cavum nasi kanan dan kiri. Terdapat sekret
mukopurulen dari meatus medius.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan lekositosis, lainnya dalam batas normal.
PEMBAHASAN
SINUS PARANASALIS
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang
atap dan bagian lateral rongga udara hidung,
jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri yang bervariasi.
Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam tulang
wajah dan diberi nama : sinus maksilaris, sinus
sphenoidalis, sinus frontalis, sinus etmoidalis. Sinus
etmoidalis terbagi lagi menjadi sinus etmoidalis
anterior dan posterior. Seluruh sinus dilapisi oleh
epitel saluran pernapasan yang mengalami
modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan
bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung.
Pada orang yang sehat atau normalnya sinus berisi udara sehingga membantu untuk membuat
kepala semakin ringan. (4)
MASALAH PASIEN
1. Subjektif
Sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu
Merasakan sumbatan pada kedua sisi hidungnya yang semakin lama semakin berat
Gangguan penciuman
Nyeri pada wajah jika menunduk
2. Objektif
a. Rinoskopi anterior
Tampak massa putih kebiruan mengisi 1/3 cavum nasi kanan dan kiri serta tidak
mengecil dengan pemberian tampon adrenalin
Mukosa konka nasalis tampak hiperemis
Sekret mukopurulen
b. Rinoskopi posterior
Sekret dari meatus medius tampak terdapat massa berwarna putih kebiruan
HIPOTESIS
Ditinjau dari masalah yang ada pada pasien ini, hipotesisnya adalah pasien ini
mengalami sinusitis atau peradangan pada sinus paranasalis dengan faktor predisposisinya
adalah polip hidung.
SINUSITIS
Sinusitis adalah inflamasi
mukosa sinus paranasal (5) atau
radang pada sinus paranasal. Bila
terjadi pada beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan
bila mengenai seluruhnya disebut
pansinusitis. Yang paling sering
terkena adalah sinus maksila,
kemudian sinus ethmoid, sinus
frontal, dan sinus sphenoid. Hal
ini disebabkan karena sinus maksila adalah sinus yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi
dari dasar, dasarnya adalah dasar akar gigi sehingga dapat berasal dari infeksi gigi, dan
ostiumnya terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga
sering tersumbat. (6)
PEMBAGIAN SINUSITIS
1. Berdasarkan perjalanan penyakitnya (menurut Adams) (6)
a. Sinusitis akut
Bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu
b. Sinusitis subakut
Bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan
c. Sinusitis kronik
Bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun (menurut Cauwenberge, bila
sudah lebih dari 3 bulan)
2. Berdasarkan tipe inflamasinya (7)
a. Sinusitis Infeksi
biasanya disebabkan oleh infeksi virus yang tidak rumit. Pertumbuhan bakteri
penyebab infeksi sinus dan infeksi sinus jamur sangat jarang terjadi. Bentuk sinus
subakut sinus kronik biasanya merupakan hasil dari pengobatan yang tidak adekuat
dari infeksi sinus akut.
b. Sinusitis Noninfeksi
Disebabkan oleh iritasi dan kondisi alergi dan mengikuti garis waktu yang sama untuk
sinusitis akut, subakut dan kronik seperti sinusitis infeksi.
3. Berdasarkan penyebabnya (5)
a. Sinusitis Dentogen
Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan
periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus maksila, atau melalui
pembuluh darah dan limfe.
b. Sinusitis Jamur
Infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak jarang ditemukan. Jenis
jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies
Aspergillus dan Candida.
Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-invasif. Sinusitis
jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.
4. Berdasarkan tempatnya (8)
a. Sinusitis Maksila
Menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.
b. Sinusitis Ethmoid
Menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi.
Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di
tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
c. Sinusitis Frontal
Menyebabkan sakit kepala di dahi
d. Sinusitis Sphenoid
Menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di
puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit
telinga dan sakit leher.
FAKTOR PREDESPOSISI (4, 5, 6)
Lokal :
- ISPA akibat virus
- Malnutrisi
- Kelainan imonologik
- Diskinesia (berkurangnya
kemampuan untuk bergerak
bebas) silia
- Bermacam rinitis, terutama
rinitis alergi, rinitis hormonal
pada wanita hamil
- Polip hidung
- Kelainan anatomi seperti deviasi hidung, hipertrofi konka
- Sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM)
- Infeksi tonsil
- Infeksi gigi
- Kelainan imunologik
- Penyakit fibrosis kistik
- Deformitas rangka
Sistemik :
- Lingkungan dingin, panas, kelembapan, dan kekeringan
- Lingkungan berpolusi
- Kebiasaan merokok
- Alergi obat atau makanan
PATOFISIOLOGI (5)
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearence) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernapasan.
Polusi bahan kimia
Gangguan drainase
Silia
Perubahan mukosa
Obstruksi mekanik
Infeksi kronik
Alergi dan defiseinsi imunologik
Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna
Organ-organ yang membentuk
KOM (Kompleks Ostio Meatal) letaknya
berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu
sehingga silia tidak dapat bergerak
(diskenia) dan ostium tersumbat. Akibatnya
terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh
dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Lalu sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predesposisi), inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan
ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembengkakan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin diperlukan tindakan operasi.
KOMPLIKASI
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi
berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut,
berupa komplikasi orbita atau intra kranial.
1. Kelainan Orbita, disebabkan oleh sinus paranasalis yang berdekatan dengan orbita
(mata). Penyebarannya melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul adalah :
a) Peradangan/reaksi edema ringan, keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papiresea yang memisahkan orbita dan sinus etmoidalis seringkali merekah
pada kelompok umur ini
b) Selulitis Orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah aktif menginvasi isi orbita
namun belum ditemukan pus.
c) Abses Subperiosteal, Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
d) Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
e) Trombosis sinus kavernosus, komplikasi ini akibat dari penyebaran bakteri melalui
sal. Vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjtnya terbentuk suatu tromboflebitis
septik.
2. Kelainan Intrakranial
a) Meningitis akut, infeksi menyebar sepanjang sal. Vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara etmoidalis.
b) Abses Dura, kumpulan Pus diantara dura dan tabula interna kranium.
c) Abses Otak, lokasi abses ujung vena yang pecah meluas menembus dura dan
arachnoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisea korteks serebri.
3. Komplikasi pada sinusitis kronik
a) Osteomielitis dan abses subperiosteal
b) Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto polos atau CT scan
Umumnya untuk menilai sinus-sinus besar seperti sinus maxilla dan frontal
- Pemeriksaan transiluminasi.
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap
- Pemeriksaan mikrobiologi
Dengan cara mengambil sekret (mukus)dari meatus medius/ superior.
- Sinuskopi
PENATALAKSANAAN (6)
1. Sinusitis akut
Terapi medikamentosa berupa antibiotic (amoksisilin dan ampisilin) alternative bagi yang
alergi terhadap penisilin adalah trimetoprim/ sulfametoksazol. Dekongestan oral atau
topical dapat juga diberikan. Kabut dihangatkan atau irigasi salin juga dapat efektif untuk
membuka sumbatan saluran sehingga memungkinkan drainase rabas purulen.
Dekongestan oral yang umum adalah Drixoral dan Dimettap. Dekongestan topical yang
umum adalah Afrin dan Otrivin.
Dekongestan topical harus diberikan dengan posisi kepala pasien kebelakang untuk
meningkatkan drainase maksimal. Jika pasien terus menunjukkan gejala setelah 7 sampai
10 hari, maka sinus perlu diirigasi. Pemberian antihistamin pada sinusitis akut purulen
tidak dianjurkan. Bila perlu diberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri : mukolitik
untuk mengencerkan secret, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan
fibrin.pemberian steroid intranasal : beklometason, fluinosolid, triamsinolon.
2. Sinusitis subakut
Mula –mula diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotic yang sesuai dengan
resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga obat-obatan simtomatis. Berupa dekongestan
local (obat tetes hidung) untuk memperlancar drainase, selam 5-10 hari, dapat diberikan
analgetik, antihistamin dan mukolitik. Bila perlu dapat dilakukan diatermi.
Dilakukan dengan sinar gelombang pendek sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit
untuk memperbaiki vaskularisasi sinus, jika belum membaik dilakukan pencucian sinus.
Tindakan intranasal lain adalah opersi koreksi sputum, pengangkatan polip dan
konkotomi total atau parsial.
3. Sinusitis kronis
Penatalaksanaan medis sama seperti sinusitis akut. Pembedahan diindikasikan pada
sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas structural yang menyumbat ostia sinus.
Pembedahan mencakup aksisi atau kauterisasi polip, perbaikan penyimpangan septum
dan menginsisi serta mendrainase sinus. Perkembangan terakhir adalah Bedah Sinus
Endoskopi Fungsional (BSEF). Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah mendapat
kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang kering.
Berikut daftar golongan dan jenis Dekongestan dan Antibiotik serta cara kerjanya : (10, 11)
Dekongestan : menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui alfa-reseptor 1
sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan
hidung
Nama obat Cara kerjanya
Oksimetazolin (Afrin) Diterapkan langsung ke selaput lendir, di mana merangsang
reseptor alfa-adrenergik dan menyebabkan vasokonstriksi
Fenilefrin (Neosinefrin) Sebuah postsinaptic kuat alfa-reseptor stimulan dengan efek
kecil pada reseptor beta
Pseudoefedrin (Sudafed) Merangsang vasokonstriksi dengan langsung mengaktifkan
reseptor alpha-adrenergik dari mukosa pernapasan.
Meningkatkan laju jantung dan kontraktilitas dengan
merangsang reseptor beta-adrenergik. Menstimulasi sistem saraf
pusat
Antibiotik : zat yang dihasilkan suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau
dapat membasmi mikroba jenis lain.
Nama obat Cara kerjanya
Trimetoprim dan
Sulfametoksazol
(Baktrim, Septra)
Menghambat sintesis bakteri dari asam dihidrofolat . Dengan
menghambat enzim reduktase dihidrofolat, produksi asam
tetrahidrofolik menurun. Efek ini menghambat pertumbuhan
bakteri.
Amoksilin and clavulanate (Augmentin)
Obat kombinasi yang memperluas spektrum antibiotik penisilin termsuk biasanya bakteri resisten terhadap antibiotik beta-laktam
Sefaklor Untuk pengelolaan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme rentan dicampur aerobik-anaerobik. Tepat dosis dan rute pemberian harus ditentukan oleh kondisi pasien, beratnya infeksi, dan kerentanan organisme kausatif
Amoksisilin (Amoks, Polimoks)
Menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh organisme yang rentan dan dapat digunakan sebagai profilaksis dalam prosedur minor.
POLIP NASI
Polip adalah massa lunak
yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna
putih keabu-abuan, yang terjadi
akibat inflamasi mukosa. (5)
Polip nasi bersifat non-
kanker dan tidak menyebar. Polip
nasi dapat terbentuk di pangkal
hidung, di kedua kanan dan kiri
lubang hidung dan dalam satu atau
lebih dari rongga sinus Anda.
Ketika polip nasi berkembang di
meatus medius, mereka dapat
menyebabkan penyumbatan dan
kesulitan bernafas.
Polip hidung juga dapat ditemukan di dinding lateral rongga sinus. Jika seseorang
memiliki deviasi septum, polip nasi lebih cenderung terbentuk pada dinding sinus kemudian
pada septum itu sendiri. Meskipun jarang, polip hidung juga dapat memanjang melalui
sebuah choana. Choana adalah bukaan yang menghubungkan saluran hidung ke bagian
belakang tenggorokan.(9)
PEMBAGIAN POLIP HIDUNG (5)
Pembagian stadium polip menurut Mackey dan Lund (1997):
Stadium 1
Polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2
Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi
rongga hidung
Stadium 3
Polip yang massif
FAKTOR PREDESPOSISI (9)
1. Alergi
Ada reaksi imun terhadap alergen tertentu (debu, serbuk sari, bulu binatang peliharaan),
makanan (seafood, kacang, produk susu). Reaksi normal tubuh terhadap iritasi adalah
untuk menghasilkan banyak lendir untuk flush alergen keluar. Hal ini menyebabkan
radang pada membran lendir. Hay fever, rinitis alergi atau alergi musiman semua reaksi
alergi yang disebabkan oleh pohon yang berbeda dan serbuk sari tanaman. Serbuk sari
yang menyebabkan iritasi selaput lendir lalu membengkak dan terasa gatal.
2. Kondisi keturunan
Cystic fibrosis menyebabkan kelenjar tertentu dalam membran lendir untuk memproduksi
lendir lengket dan banyak yang mengakibatkan peradangan berkepanjangan membran
tersebut.
Kondisi yang diperoleh :
Orang yang memiliki kondisi pernafasan kronis lebih berisiko terkena polip hidung
karena selaput lendir mereka terus meradang. Asma adalah salah satu kondisi seperti
mana lapisan selaput lendir di tenggorokan dan saluran pernapasan menjadi meradang,
mengerut dan menghasilkan jumlah kelebihan lendir.
Infeksi Sinus Kronik
Infeksi peradangan dalam waktu yang lama pada lapisan selaput lendir ditemukan di
rongga sinus dan bagian hidung.
Deviasi Septum
Sebuah deviasi septum terjadi ketika septum (tulang rawan yang memisahkan kiri dan
kanan lubang hidung) bengkok atau rusak. Hal ini dapat disebabkan oleh trauma
hidung (kontak olahraga atau kecelakaan) atau mungkin karena cacat lahir (septum ini
berkembang tidak semestinya, ini dikenal sebagai kelainan pertumbuhan tulang
rawan).
PATOFISIOLOGI (6, 9)
Polip nasi bukanlah penyakit tetapi produk akhir peradangan konstan yang sering
hasil dari pilek dan flu, infeksi bakteri, alergi atau dari reaksi atas sistem kekebalan tubuh
seseorang terhadap jamur.
Polip nasi terjadi akibat selaput lendir yang meradang dalam satu atau lebih dari
rongga sinus dan lubang hidung. Hal ini menyebabkan peradangan kronis pembuluh darah
yang ditemukan di selaput lendir lapisan saluran hidung dan rongga sinus menjadi lebih
permeabel (melewati) untuk cairan dan karena itu memungkinkan plasma untuk mengumpul
di bawah membran ini. Ketika cairan lebih mengumpul di bawah selaput lendir, gravitasi
mulai menarik jaringan yang diisi air ini menyebabkan mereka untuk memperluas dan
berkembang menjadi polip nasi.
KOMPLIKASI (9)
Polip nasi yang tunggal dan kecil mungkin tidak menimbulkan komplikasi. Peradangan di
dalam sinus dari alergi, pilek / flues atau bahkan infeksi bakteri dapat meningkatkan laju
pertumbuhan polip nasi. Polip nasi besar atau multiple dapat menyebabkan penyumbatan
dalam saluran rongga hidung dan sinus. Hal ini dapat mengakibatkan beberapa komplikasi
lain seperti:
- Sinusitis
- Apnea obstruktif tidur
- Perubahan struktur wajah
PEMERIKSAAN PENUNJANG (5)
1. Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell, dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi
cara ini kurang efektif dalam kasus polip
2. Pemeriksaan topografi (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas
keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses peradangan.
PENATALAKSANAAN (5, 6)
- Bila polip masih kecil, dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik
atau oral, misalnya prednison 50mg/hari atau dekametason selama 10 hari. Secara
lokal dapat disuntikan ke dalam polip, misalnya triamsinolon asetonid. Dapat dipakai
sebagai semprot hidung.
Mukosa hidung membengkak karena terisi banyak cairan intraselular dan sel radang
Terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat
- Bila polip sudah besar, dilakukan polipektomi
o Senar polip atau cunam dengan analgesi lokal
o Etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ektranasal untuk polip etmoid
o Operasi Caldwell-Luc untuk sinus maxilla
DIAGNOSIS KERJA
Menurut kelompok kami, diagnosis kerja
dari kasus ini adalah sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut dan polip nasi. Sinusitis kronis
dengan eksaserbasi akut adalah sinusitis yang kronis
dengan menimbulkan gejala akut yang berulang
karena tidak adanya pengobatan atau terapi yang
adekuat. Hal ini didukung oleh pemeriksaan
laboratorium yang menunjukkan ada kesan
lekositosis (gejala akut).
KESIMPULAN
Pasien menderita sinusitis akut dan
polip nasi.
Pentalaksanaannya untuk sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut
adalah dengan cara pembedahan
sinus dan penghilangan faktor
predesposisi karena bila tidak
dihilangkan akan timbul lagi di
kemudian hari. Sedangkan untuk
polip nasi-nya dilakukan polipektomi. Polip nasi harus dihilangkan karena polip nasi
merupakan salah satu faktor predesposisi sinusitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Infeksi Saluran Pernapasan. Available at :
www.pdfqueen.com/pdf/in/ infeksi - saluran - pernapasan -bawah/ . Accesed at April
17, 2010
2. Sinus Infection (Sinusitis). Last Updated March 15, 2010. Available at :
http://www.niaid.nih.gov/topics/sinusitis/Pages/Index.aspx. Accesed at April 17,
2010.
3. Epidemiology of Nasal Polyps. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8922141 . Accesed at April 17, 2010
4. Adams GL, Boies LR, Highler PA. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC ; 1997
5. Soeperdi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6 th
ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.
6. Manjoer A, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI ; 2001.
7. Davis CC. Medicinenet. Sinusitis Infections. In : Shiel WC. Available at :
http://www.medicinenet.com/sinusitis/article.htm . Accesed at April 15, 2010
8. Medicastore. Sinusitis. Available at :
http://medicastore.com/penyakit/55/Sinusitis.html . Accesed at April 15, 2010
9. Nasal Polyps. Available at :
http://nasalpolypwars.com/NasalPolyps.asp . Accesed at April 15, 2010
10. Gory, Hina Z. Emedicine. Sinusitis. Last Updated August 19, 2009. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/764534-overview . Accesed at April 15, 2010.
11. Ganiswarna, Sulistia G. Farmako dan Terapi. 4th ed. In : Setiabudy R, Suyatna FD,
Purwantyastuti, Nafrialdi. Jakarta : Gaya Baru ; 1995.