65
PRESENTASI KASUS Oleh: Asmie Utamy Asfar Niken Nurul Paramesti Nikken Rima Oktavia Pembimbing: dr. Farida , SpTHT-KL KEPANITERAAN KLINIK THT RSUD BEKASI

CASE THT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

acv

Citation preview

Page 1: CASE THT

PRESENTASI KASUS

Oleh:

Asmie Utamy Asfar

Niken Nurul Paramesti

Nikken Rima Oktavia

Pembimbing:

dr. Farida , SpTHT-KL

KEPANITERAAN KLINIK THT RSUD BEKASI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: CASE THT

LEMBAR PERSETUJUAN

Presentasi laporan kasus dengan judul

“Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)”

Oleh

Asmie Utamy Asfar (11111030000)

Niken N. Paramesti (1111103000029)

Nikken R. Oktavia (1111103000044)

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan

kepaniteraan klinik Ilmu THT-KL di RSUD Kota Bekasi periode 29 Juni-2 Agustus 2015.

Bekasi, Juli 2015

dr. Farida Nurhayati, Sp. THT-KL, M. Kes

Page 3: CASE THT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronik” ini

dapat diselesaikan dengan baik. shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada

Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Farida Nurhayati, Sp. THT-KL telah

membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini.

semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang

menempuh kegiatan kepaniteraan klinik stase THT-KL RSUD Kota Bekasi

Bekasi, 27 Juli 2015

Penulis

Page 4: CASE THT

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………… i

KATA PEGANTAR……………………………………………………………....... ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...... iii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………...... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 3

2.1 ANATOMI TELINGA

2.1.1 Telinga luar

2.1.2 Telinga tengah

2.1.3 Telinga dalam

2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN

2.3 OMSK

2.3.1 Definisi

2.3.2 Epidemiologi

2.3.3 Etiologi

2.3.4 Patogenesis

2.3.5 Klasifikasi

2.3.6 Manifestasi Klinis

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang

2.3.8 Tatalaksana

2.3.9 Komplikasi

BAB 3 LAPORAN KASUS

BAB 4 PEMBAHASAN

BAB 5 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: CASE THT

BAB 1

PENDAHULUAN

Ot i t i s M ed ia S upu ra t i f K ron ik (OM S K) merupa kan s ua t u r ada ng

k ron i s t e l i nga t engah denga n pe r fo r a s i me mbran t impa n i dan riwayat

keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang

timbul.

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden

OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Lebih dari 90% beban

dunia akibat OMSK in i d ip i ku l o l eh nega ra -ne ga ra d i A s i a Tengga ra ,

dae r a h P as i f i k Ba ra t , A f r ika , dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.

Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta

gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar  untuk meningkatnya

prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. . Secara umum, prevalensi

OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari

pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.

Penatalaksanaan  OMSK  yang  efektif  harus  didasarkan  pada  faktor-

faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah

dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis,

perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta

mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga.

Page 6: CASE THT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TELINGA2.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.

Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun

telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus

eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di

sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen

(modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat

pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai

kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-

kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan

sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa,

yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah

padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen

berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.

Page 7: CASE THT

Gambar. Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga

2.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap

bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga

dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran

Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya

berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam

dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai

satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin

yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo.

Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang

menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi

dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis

yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-

belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane

timpani.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar

kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah

saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus

melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong

Page 8: CASE THT

yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan

persendian.

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria

yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah

terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi

konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars

flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu

lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius

termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga

tengah.

Gambar 2.2 : Membran Timpani

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba

auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi

membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika

menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan

usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut

terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga

tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan

permukaan luar membran tympani.

2.1.3 Telinga Dalam

Page 9: CASE THT

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap.

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani

sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala

timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli

disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media

adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran

tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel

rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

Page 10: CASE THT

Gambar. labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam

Koklea

bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia

panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi

sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf.

Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari

septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman

penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi

menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini

bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula

pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari

pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang

dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang

dibatasi oleh:

Page 11: CASE THT

1. membrane reissner bagian atas

2. lamina spiralis membranasea bagian bawah

3. dinding luar koklea

saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi

endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria

vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar. Koklea

Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana

basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane basilaris

dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada

dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah

berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

Gambar. Organ korti

Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.

Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada

Page 12: CASE THT

alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang

mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi

kortilimf.

Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions.

Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan

penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan

promontorium.

Vestibulum

Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi

perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang

berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari stapes.

Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan

utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain

dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus

endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian

belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.

Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel

penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan

pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.

Kanalis semisirkularisanlis

Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu

sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam

perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan

tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).

Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media

dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis

semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung

yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan

bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.

Page 13: CASE THT

Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea.

Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis

membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini

terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.

Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista

ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini

mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari

ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.

2.2 FISIOLOGI PENDENGARANProses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga

dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran

tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian

tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang

pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan

tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan

melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan

gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan

rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,

sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.

Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-

40) di lobus temporalis.

Page 14: CASE THT

Gambar. Fisiologi Pendengaran

2.3 OMSK

2.3.1 Definisi Ot i t i s M ed ia S upu ra t i f K ron ik (OM S K) merupa kan s ua t u r ada ng

k ron i s t e l i nga t engah denga n pe r fo r a s i me mbran t impa n i dan riwayat

keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang

timbul.

2.3.2 EpidemiologiInsiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden

OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Misalnya, OMSK lebih

sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin

Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90%

beban dunia akibat OMSK in i d i p iku l o l eh nega ra -nega ra d i A s i a Tengga ra ,

dae r a h P as i f i k Ba ra t , A f r ika , dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.

Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta

gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar  untuk meningkatnya

prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.

Page 15: CASE THT

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi

dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,

menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan

telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran

yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan

pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT

rumah sakit di Indonesia.

2.3.3. Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,

jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,

tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba

Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan

cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi

nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor

Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun

sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti

infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.

Penyebab OMSK antara lain:

Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana

kelompok sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir

dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang

padat.

Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden

OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.

Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui

apakah hal ini primer atau sekunder.

Page 16: CASE THT

Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis

media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang

menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis

Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak

bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang

digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora

tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.

Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya

tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga

memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus auditoris

eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli

dan Aspergillus. Organisme  dari  nasofaring  diantaranya  Streptococcus  viridians

(Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan Pneumococcus).

Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap

otitis media kronis.

Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding

yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi

terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum

terbukti kemungkinannya.

Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi

apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada

telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba

Page 17: CASE THT

eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan

negatif menjadi normal.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap

pada OMSK :

1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi

sekret telinga purulen berlanjut.

2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

perforasi.

3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme

migrasi epitel.

4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang

cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan

spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada

telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat

disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau

timpanosklerosis.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.

2.3.4. Patogenesis

Banyak  penelitian  pada  hewan  percobaan  dan  preparat  tulang  temporal

menemukan bahwa  adanya  disfungsi  tuba  Eustachius,  yaitu  suatu  saluran  yang

Page 18: CASE THT

menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah

(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis

media).

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan

akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan

tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi

tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada

anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran

nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga

lebih sering menimbulkan Otitis Media daripada dewasa.

Gambar Anatomi Tuba Eustachius Anak dan Dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari

nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan

terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga

tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun

infiltrat, seperti netrofil, monosit, d an l eukos i t s e r t a s e l l oka l s epe r t i

ke r a t i nos i t da n se l mas to s i t ak iba t p ro s e s i n f eks i t e r se bu t akan

mena mbah pe rmi ab i l i t a s pembu l uh da ra h dan mena mbah penge l ua ran

sekret  di  telinga  tengah.  Selain  itu,  adanya peningkatan  beberapa  kadar  sitokin

Page 19: CASE THT

kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan

terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.

Bagan perjalanan penyakit Otitis Media Supuratif Kronik

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk

dari satu l ap i sa n , ep i t e l s kuamos a se de rhana , me n jad i

pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel

tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia,

mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan Otitis

Media ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke

bentuk lapisan epitel sederhana.

Page 20: CASE THT

2.3.5 Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan

gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa

faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi Tuba

eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap

infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang r e ndah ,

d i s amp i ng i t u c ampuran bak t e r i a e rob dan a nae rob , l ua s da n

de ra j a t pe ruba han mukos a , s e r t a mig ra s i   s e kunde r da r i ep i t e l

skua mous . S ek re t mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia

goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan

mukosiliar yang jelek.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

A . Konge n i t a l

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis

(1965) adalah :

Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.

Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel

undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital

kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,

umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat

unilateral, dan gangguan keseimbangan.

B . Di dapa t .

Ko l e s t ea toma ya ng d idapa t s e r ingnya be rkembang da r i s ua tu

kan tong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong

Page 21: CASE THT

retraksi dengan komponen  telinga  tengah,  kantong  tersebut  sulit  untuk  mengalami

perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka

menjadi area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane

timpani.

Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan

sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan

p rose s pe mber s ihan i n i gaga l , deb r i s ke r a t i n a kan t e rkum pu l dan pa da

akhirnya membentuk kolesteatoma.

Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi

tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata yang

sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit

yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri

penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.

Teori  lain  pembentukan  kolesteatoma  menyatakan  bahwa  metaplasia skuamosa

pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau

adanya suatu  pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar  pinggir

perforasi, terutama pada perforasi marginal.

Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat,

yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma

kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya

hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga

tengah atau mastoid.

Gra nu loma ko l e s t e ro l , d i s ebabka n o l eh ada nya k r i s t a l ko l e s t e ro l

da r i eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda

asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

2.3.6 Manifestasi Klinis

1. Telinga berair (otorrhoe)

S ek re t be r s i f a t pu ru l en (ken ta l , pu t i h ) a t au m uko id

( se pe r t i a i r dan e nce r ) tergantung stadium peradangan. Sekret yang

Page 22: CASE THT

mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar  se k re to r i k t e l i nga t e ngah

dan ma s t o id .

P ada OM S K t ipe j i nak , c a i r a n yang ke l ua r  mukopus yang

tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga

tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret

biasanya hilang-timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan

infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi

atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret

telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi

kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-

keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur

mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya

lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan

adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya

kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa

nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

Ini  tergantung  dari  derajat  kerusakan  tulang-tulang  pendengaran.

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,

karena daerah yang sakit ataupun ko le s t e a tom , dapa t m engham ba t buny i

dengan e f ek t i f ke f enes t r a ova l i s . B i l a t i dak  dijumpai kolesteatom,

tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang

pendengaran  masih  baik.  Kerusakan dan  fiksasi  dari  rantai  tulang  pendengaran

menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian

tergantung dari besar  dan  letak  perforasi  membran timpani  serta  keutuhan  dan

mobilitas  sistem pengantaran suara ke telinga tengah.

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduk t i f be r a t

ka r ena pu tu s nya r an t a i t u l ang pendenga ran , t e t a p i s e r i ng ka l i

Page 23: CASE THT

j uga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang

pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan

berulangnya in f eks i ka r ena pene t r a s i t ok s i n m e l a lu i j en de l a bu l a t

( f o r ame n ro tundum) a t au f i s t e l labirin tanpa terjadinya labirinitis

supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,

hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada

merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena

terbendungnya drainase pus. Nye r i dapa t be r a r t i ada nya anca man

kompl i kas i ak iba t ham ba ta n penga l i r a n s ek re t , terpaparnya

durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan

absesotak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis

eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK

seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin

akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul

biasanya akibat perubahan tekanan udarayang mendadak atau pada

panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena

perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih

mudah terangsang  oleh  perbedaan  suhu. Penyebaran  infeksi  ke  dalam  labirin

juga  akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat

komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena

infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke

telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut

menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus

OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan

Page 24: CASE THT

positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan

melalui rongga telinga tengah.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna

Adanya Abses atau fistel retroaurikular 

Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani

Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)

Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom

2.3.7 Pemeriksaan Klinis

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati

tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,

beratnya ketulian tergantung besar  dan letak perforasi membran timpani

serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran sua ra d i t e l i nga

t enga h .

P apa re l a , B ra dy dan H oe l ( 1970 ) me lapo rka n pada

pende r i t a OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan

dengan difusi produk toksin ke dalam skala  timpani  melalui  membran

fenstra rotundum, sehingga  menyebabkan penu runan a mbang han t a r an

tu l a ng s eca ra t empore r /pe rma nen ya ng pada f a s e aw a l terbatas

pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.

Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang

berat, dan ketulian total, t e rga n tung da r i ha s i l pem er ik s aan

( aud iom e t r i a t au t e s t be rb i s ik ) . De ra j a t ke t u l i a n ditentukan dengan

membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada

frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan

skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO

1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran

Normal : -10 dB sampai 26 Db

Page 25: CASE THT

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi

koklea. De ngan me nggunakan aud i ome t r i nada m urn i pada

han ta r an uda ra da n tu l a ng se r t a penilaian tutur, biasanya kerusakan

tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa  ditentukan  manfaat

operasi  rekonstruksi  telinga  tengah  untuk  perbaikan pendengaran. Untuk

melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu:

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20

dB

2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli

konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang

masihutuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan

hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian

pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur

dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli

campur.

2. Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan  radiografi  daerah  mastoid  pada  penyakit  telinga  kronis

nilai diagnostiknya  terbatas  dibandingkan  dengan  manfaat  otoskopi  dan

audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid

yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit

dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama

Page 26: CASE THT

pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang

biasa digunakan adalah :

1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah

lateraldan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan

posisi sinus lateral dan t egme n . P ada keada an m as to id yang

sk l e r i t i k , gam baran r ad i og ra f i i n i s anga t membantu ahli bedah

untuk menghindari dura atau sinus lateral.

2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan

tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat

diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.

3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid

petrosus dan yang lebih  jelas  memperlihatkan  kanalis  auditorius  interna,

vestibulum  dan  kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan

antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya

pembesaran akibat kolesteatom.

4 . P royeks i Chaus e I I I , me mber i ga mbara n a t i k s ec a r a

l ong i t ud ina l s eh ingga dapa t memperlihatkan kerusakan dini

dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scandapat

menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau

tidak tulang-tu l a ng pendenga ra n dan bebe ra pa kas us t e r l i ha t

f i s t u l a pada kana l i s sem is i rku l a r i s horizontal. Keputusan untuk

melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasilX- r a y sa j a .

P ada keadaa n t e r t en t u s epe r t i b i l a d i j um pa i s inus l a t e r a l i s

t e r l e t a k l eb ih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida.

Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer,

tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang

sebenarnya.

Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong

retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian

Page 27: CASE THT

posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian

posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksternayang ma suk ke

kavum t impa n i me la lu i pe r fo r a s i m embran t impa n i a t au kantong

retraksi membran timpani pars tensa.

2.3.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan  OMSK  yang  efektif  harus  didasarkan  pada  faktor-

faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah

dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis,

perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta

mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis

kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan

untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

Prinsip  pengobatan  tergantung  dari  jenis  penyakit  dan  luasnya  infeksi,  dimana

pengobatan dapat dibagi atas:

1. Konservatif

2. Operasi

Penatalaksanaan OMSK Benigna Tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk

jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang

dan segera berobat bila  menderita  infeksi  saluran  nafas  atas.  Bila  fasilitas

memungkinkan  sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,

timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

Penatalaksanaan OMSK Benigna Aktif

Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah:

1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)

Page 28: CASE THT

Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai

untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan

media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Bagan pengerjaan aural toilet

Cara pembersihan liang telinga (aural toilet)

a. Aural toilet secara kering ( dry mopping).

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan

dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan

di klinik atau dapat juga dilakukan olehanggota keluarga. Pembersihan

liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telingakering.

b. Aural toilet secara basah ( syringing)

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan

nanah, kemudian dengan kapas l i d i s t e r i l da n d ibe r i s e rbuk

an t i b io t i k . M es k ipun ca r a i n i s anga t e f e k t i f un tuk  membersihkan

telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain  dan

ke  mastoid.  Pemberian serbuk  antibiotik  dalam  jangka  panjang  dapat

menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti

dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.

c. Aural toilet dengan pengisapan ( suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan

mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.

Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yangberproliferasi dan polipoid

Page 29: CASE THT

sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi d r a ina se yang

ba ik dan r e s o rbs i mukos a . P ada o r ang de was a yang kope ra t i f

c a r a i n i dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan

anastesi. Pencucian telinga dengan H 2O 2 3% akan me ncapa i

sa sa r annya b i l a d i l akukan dengan “d i s p l a ceme n t methode” seperti

yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika :

a. Antibiotika/antimikroba topikal

Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika

topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan

secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret

berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik

dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan ga ram f aa l aga r l i ngkungan

be r s i f a t a s am dan merupa kan m ed ia yang bu ruk  untuk tumbuhnya kuman.

Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh

antibiotika topikal.

Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topical se suda h i r i ga s i

s e k re t p ro fus dengan has i l cukup mem uas kan , ke cua l i ka sus de ngan

jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid.

Mengingat pembe r i an oba t t op ika l d imaks udkan aga r mas uk sa mpa i

t e l i nga t engah , ma ka t i dak  dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya

neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang

paling baik adalah dengan berdasarkan kultur  kuman penyebab dan uji

resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang

biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.

Bubuk telinga yang digunakan seperti:

1) Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

2) Terramycin

3) Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Page 30: CASE THT

Pengobatan  antibiotika  topikal  dapat  digunakan  secara  luas  untuk  OMSK

aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.

Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Staphylococcus aureus tetapi

tidak aktif melawan gram nega t i f a nae rob dan m empunya i ke r j a yang

t e rba t a s m e la wan Ps eudom onas k a r ena meningkatnya  resistensi.  Polimiksin

efektif  melawan Pseudomonas  aeruginosa dan bebe ra pa g r a m ne ga t i f t e t ap i

t i da k e f ek t i f me l aw an o rgan i sm e g ram pos i t i f . S epe r t i aminoglikosida

yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negative.

Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.

Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan

hidrokortison, bila  sensitif  dengan  obat  ini  dapat  digunakan  sulfanilaid-steroid  tetes

mata. K l o ramfe n iko l t e t e s t e l i nga t e r s ed i a da l a m ac i d ca r r i e r dan

t e l i nga akan sa k i t b i l a diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram

positif dan gram negative kecuali Pseudomonas  aeruginosa,  tetapi  juga  efektif

melawan  kuman  anaerob,  khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes

telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang

akan menyebabkan ototoksik.

An t ib io t ika t op ika l yang s e r ing d iguna kan pada pe ngoba ta n

Ot i t i s M ed i a S upu ra t i f  Kronik (OMSK) adalah

Bagan antibiotika topikal pada pengobatan OMSK

Page 31: CASE THT

Sebagai catatan, terapi  topikal  lebih  baik  dibandingkan  dengan  terapi  sistemik.

Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan

antibiotik yang memilikiaktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas,

dan gram positifterutamaStaphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali

gagal, hal ini dapat disebabkanadanya debris selain juga akibat resistensi kuman.

Terapi sistemik diberikan pada pasienyang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus

infeksi di mastoid, tentunya tidak dapathanya dengan terapi topikal saja,

pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapatmembantu mengeliminasi

infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di RS untuk men dapa tka n a u ra l

t o i l e t yan g l eb ih i n t ens i f .  Te r ap i d i l an ju tk an h ingga 3 -4 mi n ggu setelah

otore hilang.

Antibiotika sistemik 

Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan

kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan

harus disertaipembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu

diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Page 32: CASE THT

Dalam  penggunaan  antimikroba,  perlu  diketahui  daya  bunuh

antimikrobaterhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal

terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-

masing jaringan tubuhdan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan

konsentrasi obat dan daya bunuh t e rha dap mi k roba , an t i mik roba dapa t d i bag i

men j ad i 2 go l ongan . G o longa n pe r t ama antimikroba dengan daya bunuh

yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin  banyak  kuman

terbunuh,  misalnya  golongan  aminoglikosida  dan kuinolon. Go l ongan kedua

ada l ah an t i mik roba yang pada kons en t r a s i t e r t en tu da ya bunuhnya

paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba

golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah

Tabel pilihan antibiotic sistemik dalam pengobatan OMSK

Antibiotika  golongan  kuinolon  (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai

aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan

untuk  anak  dengan umur  dibawah  16  tahun.  Golongan  sefalosforin  generasi  III 

Page 33: CASE THT

(sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap Pseudomonas,

tetapi harusdiberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan

untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.

Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol

dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200

mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

Penatalaksanaan OMSK Maligna

Pengobatan  yang  tepat  untuk  OMSK  maligna  adalah  operasi.  Pengobatan

konservatif  dengan  medikamentosa  hanyalah  merupakan  terapi  sementara sebelum

dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses

sebaiknyadilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat

dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara

lain:

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

2. Mastoidektomi radikal

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

4. Miringoplasti

5 . T im panop la s t i

6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Bagan pembedahan pada tatalaksana OMSK

Page 34: CASE THT

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,

memperbaiki membrantimpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi

atau kerusakan pendengaranyang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Algoritma pedoman umum pengobatan penderita OMSK

2.3.9 Komplikasi

Komplikasi intratemporal Komplikasi ekstratemporal

1. Komplikasi di telinga tengah

Perforasi membran timpani

persisten

Erosi tulang pendengaran

Paralisis nervus fasialis

2. Komplikasi ke rongga mastoid

Petrositis

Mastoiditis kcalesen

1. Komplikasi intrakranial

Abses ekstradura

Abses subdura

Abses otak

Meningitis

Tromboflebitis sinus lateralis

Hidrosefalus otitis

2. Kompleks ekstrakranial

Page 35: CASE THT

3. Komplikasi ke telinga dalam

Labirinitis

Tuli saraf/ sensorineural

Abses retroaurikuler

Abses Bezold’s

Abses zygomaticus

BAB 3

LAPORAN KASUS

Page 36: CASE THT

1. Identitas

Nama : Ny. T M

Usia : 39 Tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tanggal Lahir : 03/10/1975

Alamat : Kp. Lokomotif No.75 RT/RW 05/06 Kali Abang Tengah

Pekerjaan : PNS

Status : Menikah

Tanggal pemeriksaan : 09 Juli 2015

2. Anamnesis

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan telinga kiri nyeri sejak 4 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri. Nyeri yang dirasakan

menjalar sampai ke belakang telinga. Nyeri terutama dirasakan ketika pasien menguap.

Nyeri awalnya dirasakan sangat berat, dan saat ini mulai berkurang. Pada telinga tersebut

pun keluar cairan bening dan encer. Satu hari yang lalu keluar cairan menjadi

kekuningan. Cairan berbau disangkal. Pasien merasa telinga nya pun gatal dan seperti

kemasukan air.Pasien mengorek telinganya dengan cotton bud, dan setelah selesai

mengorek pada cotton bud terdapat warna merah jambu. Setelah mengorek telinga

dirasakan seperti penuh. Terdapat keluhan penurunan pendengaran pada telinga kiri.

Keluhan mendengar bunyi “nging” dan “ngung” di telinga disangkal. Keluhan pusing

berputar disangkal. Tidak terdapat keluhan demam. Saat ini pasien tidak sedang flu dan

batuk. Pasien sudah berobat sebelumnya ke puskesmas, diberi obat amoksisilin, antalgin,

dan antiinflamasi.

Page 37: CASE THT

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah memiliki riwayat keluar cairan di telinga sejak tahun 1994. Riwayat

alergi disangkal. Riwayat sering bersin di pagi hari atau ketika udara berdebu disangkal.

Riwayat asma disangkal. Pasien memiliki riwayat hipertensi namun tidak teratur minum

obat. Riwayat diabetes disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat Lingkungan Sosial

Pasien tinggal di tempat yang tenang dan jauh dari sumber kebisingan

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum dan Tanda Vital

a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Tanda vital : Tidak ada keluhan

Status Generalis

a. Kepala : Normosefali, tidak ada deformitas, tidak terdapat

facies adenoid

b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

c. Mulut : Halitosis (-), trismus (-)

d. Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

e. Thorax

Paru : Tidak ada keluhanJantung : Tidak ada keluhan

f. Abdomen : Tidak dilakukan

Ekstremitas : Tidak dilakukan

Page 38: CASE THT

Status THT

PemeriksaanTelinga

Kanan Kiri

Normotia Bentuk telinga

luar

Normotia

fistel (-), tag (-) Preaurikuler fistel (-), tag (-)

Nyeri tarik (-), Nyeri tekan

tragus (-), hematom (-), tanda

radang (-), kista (-)

Daun telinga

Nyeri tarik (-), Nyeri tekan tragus

(-), hematom (-), tanda radang (-),

kista (-)

Fistel (-), Abses (-), nyeri tekan

(-), scar (-)Retroaurikuler

Fistel (-), Abses (-), nyeri tekan

(-), scar (-)

Liang telinga

Lapang Lapang/sempit Sempit, edema

Hiperemis (-) Warna epidermis Hiperemis (+)

Sekret (-), darah (-) Sekret Sekret (-), darah (-)

Serumen (-) Serumen Serumen (-)

Furunkel (-), kolesteatom (-) Kelainan lain Furunkel (-), kolesteatom (-)

Membran Timpani

Membran timpani intak, refleks cahaya (+), arah jam 5, hiperemis (-), perforasi (-), jaringan parut (-), kolesteatom (-)

Membran timpani perforasi sentral, refleks cahaya (-), hiperemis (-), jaringan parut (-), kolesteatom (-)

Page 39: CASE THT

Pemeriksaan Penala

AD AS

Rhinne (+) (-)

Weber Lateralisasi ke kiri

Swabach Normal Memendek

Pemeriksaan Hidung

Kanan Kiri

normal, tanda radang (-) Bentuk hidung luar normal, tanda radang (-)

(-) Deformitas (-)

Palpasi Sinus

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Sinus Frontalis

Sinus Ethmoid

Sinus Maksilaris

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

(-) Krepitasi (-)

Rhinoskopi Anterior

Tanda radang (-), furunkel (-), Vestibulum Tanda radang (-), furunkel (-),

Eutrofi, hiperemis (-), livid (-) Konka Inferior atrofi, hiperemis(-),livid (-)

Sekret (-) Meatus inferior Sekret (-)

Hiperemis (-), tanda radang (-) Mukosa Hiperemis (-), tanda radang (-)

Tidak ada deviasi Septum Tidak ada deviasi

Page 40: CASE THT

Pemeriksaan Faring

Kanan Kiri

Simetris Arkus Faring Simetris

Hiperemis (-) Pilar anterior Hiperemis (-)

Hiperemis (-) Palatum molle Hiperemis (-)

Hiperemis (-), sekret (-),

post nasal drip (-)Mukosa faring

Hiperemis (-), sekret (-),

post nasal drip (-)

Hiperemis (-), granuler (-) Dinding faring Hiperemis (-), granuler (-)

Simetris, terangkat ditengah Uvula Simetris, terangkat ditengah

T1, hiperemis (-), kripta tidak

melebar, detritus (-),Tonsil Palatina

T2, hiperemis (-), kripta tidak

melebar, detritus (-),

hiperemis (-) Pilar Posterior hiperemis (-)

Resume

Pasien wanita usia 39 tahun datang ke poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan nyeri

pada telinga kiri sejak 4 hari smrs. Nyeri yang dirasakan menjalar sampai ke belakang telinga.

Nyeri terutama dirasakan ketika pasien menguap. Nyeri awalnya dirasakan sangat berat, dan

saat ini mulai berkurang. Pada telinga tersebut pun keluar cairan bening dan encer. Satu hari

yang lalu keluar cairan menjadi kekuningan. Cairan berbau disangkal.Pasien mengorek

telinganya dengan cotton bud, dan setelah selesai mengorek pada cotton bud terdapat warna

merah jambu. Setelah mengorek telinga dirasakan seperti penuh. Terdapat keluhan penurunan

pendengaran pada telinga kiri. Keluhan mendengar bunyi “nging” dan “ngung” di telinga

disangkal. Keluhan pusing berputar disangkal. Tidak terdapat keluhan demam. Saat ini pasien

tidak sedang flu dan batuk. Pasien sudah berobat sebelumnya ke puskesmas, diberi obat

Page 41: CASE THT

amoksisilin, antalgin, dan antiinflamasi. Pasien pernah memiliki riwayat keluar cairan di

telinga sejak tahun 1994. Riwayat alergi disangkal. Riwayat sering bersin di pagi hari atau

ketika udara berdebu disangkal. Riwayat asma disangkal.

Pada pemeriksaan fisik telinga ditemukan liang telinga kiri hiperemis dan edema,

perforasi sentral membran timpani aurikula sinistra. Pemeriksaan penala dalam keadaan

normal. Pemeriksaan hidung dan tenggorok dalam keadaan normal.

Diagnosis

Diagnosis Kerja

- OMSK tipe benign

Diagnosis Banding

(-)

Tata Laksana

Medikamentosa

- Antibiotik topikal :

R/ ofloxacin ear drops

2 dd gtt VI AS

- Antibiotik sistemik :

R/ Cefadroxil tab 1000 mg

1 dd tab I p.c

Non Medikamentosa

- Hindari kebiasaan mengorek-ngorek telinga

- Hindari telinga kemasukan air

Gunakan penutup telinga ketika mandi

Dilarang berenang

Page 42: CASE THT

Anjuran Pemeriksaan

Pemeriksaan audiometri

Kultur dan uji resistensi MO sekret telinga

Prognosis

Ad Vitam : Bonam

Ad Sanationam : Dubia ad malam

Ad Functionam : Dubia ad bonam

Page 43: CASE THT

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis berupa Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) AS tipe

jinak berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik telinga.

Dari anamnesis, keluhan dan perjalanan penyakit sesuai dengan OMSK. Telinga kiri pasien

dirasakan nyeri yang berat yang disertai dengan keluar cairan berwarna jernih. Keluhan juga

disertai dengan keluhan telinga terasa penuh dan kurang pendengaran, sesuai dengan perubahan

struktur anatomi pada pasien OMSK yakni adanya perforasi membran timpani membuat pasien

mengalami tuli konduktif, dan cairan dari dalam telinga tengah dapat mengalir ke telinga luar.

Pasien juga memiliki riwayat congean saat pasien kecil yang tidak diobati dengan baik, hal ini

merupakan faktor risiko terjadinya OMSK.

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan liang telinga yang sempit dan edema, hal ini dapat terjadi

karena adanya trauma setelah pasien mengorek telinga menggunakan cotton bud sehingga

menimbulkan inflamasi. Membran timpani pasien terdapat perforasi sentral yang menunjukkan

bahwa OMSK yang dialami pasien merupakan tipe yang jinak. Pada pemeriksaan penala

didapatkan rinne (-) pada sisi kiri, weber lateralisasi ke kiri, dan swabach memendek pada sisi

kiri yang menunjukkan adanya tuli konduktif pada pasien ini.

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan yaitu pemeriksaan audiometri dan kultur dan resistensi

kuman. Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk memastikan jenis ketulian pasien dan ambang

dengar pasien. Pemeriksaan kultur dan resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman yang

menginfeksi pasien dan untuk pemilihan terapi pada pasien sehingga penanganan lebih optimal.

Untuk penatalaksanaannya diberikan antibiotik spektrum luas topikal maupun oral untuk

mengatasi penyebab. Pasien juga diedukasi agar telinganya tidak dikorek dan tidak kemasukkan

air agar penyakit yang dialami pasien tidak memberat dan diharapkan membran timpani pasien

dapat membaik.

Page 44: CASE THT

BAB 5

KESIMPULAN

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis gejala yang dialami pasien, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, keluhan dan riwayat perjalanan penyakit sesuai

dengan otitis media supuratif kronik. Pada pemeriksaan fisik, perforasi membran timpani

dan adanya tuli konduktif pada tes penala mendukung diagnosis tersebut. Perforasi di

sentral menunjukkan bahwa OMSK yang diderita pasien merupakan tipe jinak.

Page 45: CASE THT

DAFTAR PUSTAKA

1. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.

Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:

EGC, 1997: 88-118

2. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from

URL: http://www.pediatrics.org/

3. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis media,

attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from

URL: http://www.jneuro.org/

4. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical

antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a

community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal

of Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/

5. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of

Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/

6. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication of chronic

suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.

Available from URL: http://www.rborl.org.br/

7. Aboet, Askarullah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun dalam: Pidato Pengukuhan Guru

Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher FK

USU. Medan: FK-USU.

8. Braunwald, Eugene et al. 2009. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 17. Amerika

Serikat: McGraw-Hill.

9. Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 179 – 185.