Upload
muhanarafika
View
233
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kesehatan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau
kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan
dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya.1,2 Di Indonesia angka kejadian stunting masih terbilang tinggi. Data dari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, rata-rata angka malnutrisi yang ditandai
dengan anak-anak bertubuh pendek adalah 37,2 persen secara nasional. Ini berarti
terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi
pendek sebesar 37,2 persen tersebut terdiri dari 18,0 persen sangat pendek dan 19,2
persen pendek.3
Menurut hasil South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS), sekitar 24,1
persen anak laki-laki dan 24,3 persen anak perempuan Indonesia mengalami ukuran
tubuh pendek (stunting). Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 7.000 anak-anak
Indonesia berusia 6 bulan hingga 12 tahun ini juga menunjukkan sekitar 1 dari 3 balita
Indonesia mengalami masalah pertumbuhan tinggi badan. Jumlah anak-anak Indonesia
dengan ukuran tubuh pendek diketahui lebih banyak dibandingkan negara-negara
ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.4,5
Kondisi ini dipicu karena kurangnya asupan gizi yang diterima anak di masa
awal kelahirannya. Selain itu, faktor kurangnya kebutuhan nutrisi saat masa kehamilan
juga turut mempengaruhi. Kekurangan gizi pada anak dapat mempengaruhi
pertumbuhan fisik dan otak anak serta menjadikan perkembangan kognitif anak tidak
bertumbuh optimal, seperti anak menjadi kurus dan pendek (stunting).5
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil,
artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan
suplementasi zat gizi, dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir
hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan mulai umur 6 bulan
diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.6,7
Usia 0 – 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat sehingga kerap diistilahkan sebagai “periode emas” sekaligus “periode kritis”.
Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai sejak janin dalam
kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode emas (seribu hari
pertama kehidupan). Oleh karena itu perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu
hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya.6,7
Pengobatan stunting pada usia dini dapat dilakukan dengan memberikan zat
gizi yang diperlukan yaitu makronutrien seperti karbohidrat, protein, lemak dan
mikronutrien seperti besi, iodium, vitamin A dan zink. Zat – zat gizi tersebut dapat
mengobati stunting karena pemberian zat – zat tersebut dapat meningkatkan nafsu
makan. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa cara ini efektif untuk mengatasi
stunting.8 Beberapa zat tersebut dapat diperoleh dari sumber bahan makanan nabati.
Salah satu upaya yang dilakukan dengan mengoptimalkan asupan makanan
pada bayi. Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Makanan pendamping ASI yang
merupakan makanan padat pertama yang diperkenalkan kepada bayi adalah makanan
berupa cairan, lembut dan agak cair, misalnya bubur susu tepung beras.6,9 Tujuan
pemberian MP – ASI adalah untuk menambah kelengkapan zat gizi yang diperlukan
untuk pertumbuhan bayi atau anak.9
Daun katuk (Sauropus Androgynus L.Merr) merupakan tanaman sayuran yang
banyak terdapat di Asia Tenggara. Daun katuk memiliki kandungan gizi yang
beragam. Dalam 100 gram daun katuk mengandung energi 59 kkal, protein 4,8 g,
lemak 1,0 g, karbohidrat 11 g, serat 1,5 g, kalsium 204 mg, fosfor 83 mg, besi 3,5 mg,
karoten 10020 mcg (vitamin A), serta air 81 g. Daun katuk lebih sering dimanfaatkan
untuk melancarkan air susu ibu, namun ditinjau dari kandungan gizinya daun katuk
juga berpotensi untuk mencegah terjadinya stunting. Untuk itu pengoptimalan
kandungan zat gizi pada daun katuk sebagai makanan pendamping ASI diperlukan
dalam menunjang kebutuhan asupan pada seribu hari pertama kehidupan.10
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai
analisis kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi dengan substitusi tepung daun
katuk sehingga dapat meningkatkan kandungan gizi bubur, terutama protein,
karbohidrat, lemak, zat besi dan vitamin A (betakaroten) serta dengan memperhatikan
kecukupan serat.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi yang disubtitusi tepung
daun katuk?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi yang disubstitusi
tepung daun katuk.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menganalisis kandungan zat gizi bubur bayi yang disubstitusi tepung
daun katuk meliputi karbohidrat, protein,lemak, zat besi, betakaroten
dan serat.
1.3.2.2 Menganalisis organoleptik bubur bayi yang disubstitusi tepung daun
katuk meliputi warna, rasa, tekstur dan aroma bubur bayi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan tambahan informasi
kepada masyarakat mengenai bubur bayi yang kaya akan zat gizi dengan
memanfaatkan bahan pangan lokal yang mudah diperoleh yaitu daun katuk. Hal
tersebut dapat menunjang dalam upaya menanggulangi bayi stunting. Selain itu
penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
A. Stunting
World Health Organization (WHO) telah membuat suatu standar untuk
menilai pertumbuhan, apakah, normal, atau lebih. Seseorang dengan laju
pertumbuhan optimal atau normal grafiknya akan berada di antara –2 sampai
dengan +2 standar deviasi (SD). Stunting adalah suatu kondisi dimana tinggi badan
atau panjang badan berada dibawah tinggi badan atau panjang badan normal yang
sesuai dengan tingkat usianya (di bawah –2 SD standar WHO).2
Stunting disebabkan oleh banyak faktor yang bisa terjadi sejak janin masih
berada di dalam kandungan. Faktor – faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lain. Faktor utama penyebab stunting antara lain asupan makanan tidak seimbang
(berkaitan dengan kandungan zat gizi makro maupun mikro dalam makanan),
riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dan riwayat penyakit.11
Stunting merupakan suatu kondisi kurang gizi yang kronis. Stunting harus
dicegah dan diobati sedini mungkin karena pertumbuhan akan berhenti pada batas
usia tertentu. Semakin dini diatasi maka catch up growth semakin mudah tercapai.
Stunting yang sudah menetap pada usia dewasa tidak dapat lagi diatasi dengan
pengobatan apapun. Hal ini dikarenakan pada orang dewasa lempeng epifisis
sudah menutup sehingga pertumbuhan tulang tidak akan terjadi lagi.12
Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari
pertama kehidupan, meliputi13 :
1. Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam
mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga
apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang
Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu
hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal
90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak
mengalami sakit.13
2. Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir
melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan
diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).13
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.
Bayi memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.13
4. Perilaku hidup bersih dan sehat harus diupayakan oleh setiap rumah tangga.13
Salah satu faktor penyebab kurang gizi termasuk anak pendek adalah infeksi,
terutama diare.14Tiap tahun 20 persen kematian balita disebabkan karena diare
yang disebabkan oleh air minum yang tercemar bakteri. Data dari Water
Sanitation Program (WSP) World Bank tahun 2008 menunjukkan bahwa
masih tingginya angka kematian bayi dan balita, serta kurang gizi sangat terkait
dengan masalah kelangkaan air bersih dan sanitasi. Banyak cara sederhana
dapat dilakukan untuk mengurangi resiko diare, diantaranya dengan cuci
tangan dengan air bersih dan sabun. Telah dibuktikan bahwa cuci tangan
dengan air bersih dan sabun mengurangi kejadian diare 42 – 47 %.15 Dengan
demikian program air bersih dan sanitasi tidak diragukan sangat sensitif
terhadap pengurangan resiko infeksi.
B. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI (Makanan Pendamping
Air Susu Ibu) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan
kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari
ASI.6
MP-ASI harus mengandung berbagai gizi yang dibutuhkan oleh bayi seperti
sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. MP-ASI dapat berupa
biskuit bayi, bubur bayi, atau buah-buahan.16 MP-ASI yang berupa bubur atau
bubuk instan biasanya terbuat dari campuran beras, kacang hijau atau kedelai,
susu, gula, minyak nabati, serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma
(flavour). 17
Komposisi gizi dalam 100 gram MP –ASI yang berupa bubuk instan adalah
sebagai berikut.17
Tabel 1. Komposisi Gizi Dalam 100 gram17
NO Zat Gizi Kadar
1 Energi 400 – 440 kkal
2 Lemak 10 – 15 gram
3 Protein 15 – 22 gram
4 Karbohidrat :
Gula (sukrosa)
Serat
Maksimum 30 gram
Maksimum 5 gram
5 Vitamin A 250 – 350 mcg
6 Vitamin D 7 – 10 mcg
7 Vitamin E 4 – 6 mg
8 Vitamin K 7 – 10 mcg
9 Thiamin 0,3 – 0,4 mg
10 Riboflavin 0,3 – 0,5 mg
11 Niasin 2,5 – 4,0 mg
12 Vitamin B12 0,3 – 0,6 mg
13 Asam Folat 40 – 100 mcg
14 Vitamin B6 0,4 – 0,7 mg
15 Asam Pantotenat 1,3 – 2,1 mg
16 Vitamin C 27 – 35 mg
17 Besi 5 – 8 mg
18 Kalsium 200 – 400 mg
19 Natrium 240 – 400 mg
20 Seng 2,5 4,0 mg
21 Iodium 45 – 70 mcg
22 Fosfor Perbandingan
Ca:P = 1,2 – 2,0 mg
23 Selenium 10 – 15 mcg
24 Air Maksimal 4 g
C. Daun Katuk
Katuk (Sauropus androgynus L.Merr) merupakan tanaman sayuran yang
banyak terdapat di Asia tenggara. Katuk termasuk tanaman jenis perdu berumpun
dengan ketinggian 3-5 m. Batangnya tumbuh tegak dan berkayu. Jika ujung batang
dipangkas, akan tumbuh tunas-tunas baru yang membentuk percabangan. Daunnya
kecil-kecil mirip daun kelor, berwarna hijau.10
Daun katuk merupakan daun majemuk genap, berukuran kecil, berwarna
hijau gelap dengan panjang lima sampai enam cm. Kandungan zat besi pada daun
katuk lebih tinggi daripada daun pepaya dan daun singkong. Daun katuk juga kaya
vitamin (A, B1, dan C), protein, lemak, dan mineral. Selain itu daun dan akar
katuk mengandung saponin, flavonoida, dan tanin.10
Tabel 2. Kandungan zat gizi daun katuk per 100 gram10
NO Komponen Gizi Kadar
1 Energi 59 kkal
2 Protein 4,8 gram
3 Lemak 1 gram
4 Karbohidrat 11 gram
5 Serat 1,5 gram
6 Abu 1,7 gram
7 Kalsium 204 mg
8 Fosfor 83 mg
9 Besi 2,7 – 3,5 mg
10 Vitamin C 164 – 239 mg
11 ß – Karoten 10,02 mcg
12 Air 81 g
Daun katuk memiliki manfaat yang beragam, sehingga dapat dikatakan
multimanfaat. Berikut beberapa manfaat yang sering dijabarkan10:
1. Sebagai Sumber Zat Gizi
Produk utama tanaman katuk berupa daun yang masih muda (pucuk). Pucuk
katuk sangat potensial sebagai sumber zat gizi karena memiliki kandungan
setara dengan daun singkong, daun pepaya dan sayuran lainnya.10
Daun katuk kaya akan vitamin A. Kebutuhan vitamin A setiap orang
dipengaruhi oleh pertumbuhan, berat badan dan umur. Meskipun demikian
WHO dan FAO menganjurkan konsumsi vitamin A sebesar 12 µg/ berat
badan.10
2. Pelancar Air Susu Ibu (ASI)
Ekstrak daun katuk banyak digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk
makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui. Konsumsi sayur katuk oleh
ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara
nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui.10
3. Mengatasi sembelit
Sembelit biasa terjadi karena banyak hal, diantaranya karena terlalu lama
duduk, kurang minum air, menahan-nahan buang air besar, kerja hati dan
kantong empedu yang tidak lancar. Untuk mengusir sembelit, siapkan 200 g
daun katuk segar yang sudah dicuci bersih. Rebus dengan segelas air selama 10
menit, lalu saring. Minum air hasil saringan tersebut secara teratur 2 kali
sehari, masing-masing 100 ml.10
4. Pewarna alami
Daun katuk ternyata bisa juga dipakai sebagai pewarna makanan alami
menggantikan pewarna sintetis. Misalnya untuk membuat tape ketan yang
berwarna hijau. Cara penggunaannya, cuci bersih daun katuk, tambahkan
sedikit air, lalu peras. Sari daun katukini bisa langsung digunakan untuk
mewarnai bahan makanan.10
5. Makanan dan minuman
Daun katuk bisa dikonsumsi sebagai lalapan, sayur bening, dan minuman.
Untuk membuat lalapan, rebus daun katuk dalam air mendidih yang ditambah
sedikit garam selama 3-4 menit. Sementara itu, untuk membuat minuman
segar, ambil 300 g daun katuk segar yang sudah dibersihkan, kemudian rebus
dengan 1,5 gelas air selama 15 menit. Air rebusan daun katuk tersebut dapat
langsung diminum.10
D. Tepung Daun Katuk
Daun katuk dapat diproses menjadi tepung yang dapat diolah menjadi
beragam produk makanan. Proses penepungan dapat mengkonversi bahan pangan
lokal menjadi produk pangan bernilai gizi tinggi, mudah dicampur (bentuk
komposit), praktis, umur simpan lebih lama dan harnganya terjangkau oleh
masyarakat luas.
Tepung daun katuk berwarna hijau, dengan tekstur halus seperti tepung dan
terasa ringan. Selain itu bila dicium akan tercium bau khas daun katuk. Warna
hijau pada tepung daun katuk berasal dari zat hijau daun (klorofil) yang
terkandung dalam daun katuk.18
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan perlakuan blansing uap air
menghasilkan tepung dengan beberapa karakteristik baik yaitu kadar air 5,27 %,
berwarna hijau agak cerah, rendemen 14,81 % dan secara organoleptik warna
tepung hijau cerah, aroma tepung khas katuk agak kuat.19
Hasil penelitian lain yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa dalam
tepung daun katuk mengandung 12 % abu, lemak 26,32 %, protein 23,13 %,
karbohidrat 29,64 %, ß – karoten (mg/100 g) 165,05 dan energi (kkal) 134,1.20
Proses pengolahan tepung daun katuk diawali dengan pemetikan daun kelor,
kemudian dikeringkan di oven atau dikeringkan dibawah sinar matahari, kemudian
digiling sehingga menjadi tepung.19
E. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat ada yang
dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula
karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungsi
utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan
energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai
karbohidrat berupa glukosa. Kekurangan glukosa darah (hipoglikemia) bisa
menyebakan pingsan atau fatal; sementara bila kelebihan glukosa darah
menimbulkan hiperglikemia yang bila berlangsung terus meningkatkan risiko
penyakit diabetes atau kencing manis.21
Karbohidrat dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah unit gula (glukosa)
yang dikandungnya. Bila mengandung satu unit gula disebut monosakarida, seperti
glukosa dan fruktosa yang banyak terdapat dalam larutan gula dan buah-buahan.
Bila mengandung dua unit gula disebut disakarida, seperti sucrose (dalam gula
meja, buah dan sayur), lactose (dalam susu) dan maltose (dalam karamel). Bila
mengndung 3-10 unit gula disebut oligosakarida, seperti raffinose and stachyose
yang banyak dijumpai dalam kacang-kacangan. Bila mengandung lebih dari
sepuluh unit gula disebut polisakarida seperti kanji (starch), glikogen dan
selulosa.22
Dalam tubuh manusia, karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam
amino dan sebagian dari gliserol lemak. Tetapi sebagian besar karbohidrat
diperoleh dari bahan makanan yang dimakan sehari – hari, terutama bahan
makanan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan. Dengan mencukupi kebutuhan
karbohidrat dapat membantu mencegah stunting (tubuh pendek) dan wasting
(kekurangan berat badan).22
Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan
kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan
cara perhitungan kasar (proximate analiysis) atau juga disebut Carbohydrate by
Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis suatu analisis dimana
kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis teta[i
melalui perhitungan sebagai berikut22:
% karbohidrat = 100 % - % (protein + lemak + abu + air)
F. Protein
Protein merupakan suatu zat yang amat penting bagi tubuh karena zat ini
disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber
asam-asam amino yang mengandung unsure-unsur C, H, O dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak maupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor,
belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga.22
Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi
tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur
berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk
zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam
jaringan dan pembuluh darah. Sifat amtofer protein yang dapat bereaksi dengan
asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.22
Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat
penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein erupakan bagian yang sangat
penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar
setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan
seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein.22
Konsekuensi defisiensi zat gizi makro selama masa anak-anak sangat
berbahaya. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan
kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein juga sering
ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi
yang dinamakan marasmus.23
Protein sendiri mempunyai banyak fungsi, di antaranya membentuk
jaringan tubuh baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh,
memelihara jaringan tubuh, memperbaiki serta mengganti jaringan yang rusak atau
mati, menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim
pencernaan dan metabolisme.23
G. Lemak
Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh,
yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh. Lemak terdiri
dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing-masing mempunyai fungsi
khusus bagi kesehatan manusia. Sebagian besar (99%) lemak tubuh adalah
trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol dan asam-asam lemak. Disamping
mensuplai energi, lemak terutama trigliserida, berfungsi menyediakan cadangan
energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak
esensial. Selain itu juga berfungsi penting dalam metabolisme zat gizi, terutama
penyerapan karoteniod, vitamin A, D, E dan K.21,22
Asam lemak berdasarkan kejenuhannya dikelompokkan menjadi asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh (baik tidak jenuh tunggal maupun tidak
jenuh jamak). Sistem syaraf pusat kaya dengan turunan dua asam lemak Asam
lemak esensial, yaitu asam linoleat dan asam alfa-linolenat24.
Omega-3 (seperti asam linolenat, EPA dan DHA) dan Omega-6 (seperti
asam linoleat dan AA) merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (long
chain fatty acids) yang berfungsi sebagai anti-inflamasi, anti-clotting sehingga
penting bagi kelancaran aliran darah dan fungsi sendi. Efek ketidakcukupan
asupan lemak total adalah gangguan pertumbuhan dan Peningkatan resiko penyakit
kronis, seperti penyakit jantung koroner. Begitu juga ketidakcukupan asupan
omega-6 Polyunsaturated Fatty Acids juga mengakibatkan munculnya tanda-tanda
defisiensi asam lemak esensial. Sedangkan ketidakcukupan asupan omega-3
Polyunsaturated Fatty Acids berakibat gangguan penglihatan dan perilaku
belajar.25
H. Serat
Serat makanan adalah komponen bahan makanan nabati yang penting yang
tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pada system pencernaan
manusia. Komponen yang terbanyak dari serat makanan ditemukan pada dinding
sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa struktural seperti selulosa,
hemiselulosa, pektin dan ligin.22
Serat tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Serat pangan
(dietary fiber) secara fisik terdiri dari serat pangan yang larut air dan serat pangan
yang tidak larut air. Kedua serat pangan ini memperlama masa transit makanan
dalam organ pencernaan (memperlama rasa kenyang) dan sebagian difermentasi
oleh mikroba usus menjadi asam lemak rantai pendek. Serat pangan larut air yang
umumnya terdapat dalam buah, kacang dan sereal berfungsi untuk memperlambat
penyerapan glukosa, kolesterol dan garam empedu di dalam usus halus, sehingga
menurunkan kadar gula dan kolesterol darah. Sedangkan serat pangan yang tidak
larut air berguna memperlambat pencernaan starch, membantu pergerakan usus dan
melancarkan buang air besar. Serat pangan berupa beta glukan, psyllium, pektin dan
inulin (sejenis fruktooligosakarida – FOS) terbukti dapat mengendalikan
kolesterol.25
I. Zat besi
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini
terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam
sintesa haemoglobin (Hb).22 Seorang ibu yang dalam masa kehamilannya telah
menderita kekurangan zat besi tidak dapat memberi cadangan zat besi kepada
bayinya dalam jumlah yang cukup untuk beberapa bulan pertama. Ibu memerlukan
zat besi yang cukup dalam dietnya untuk mencegah anemia. Ibu anemia
meningkatkan risiko premature, janin gagal tumbuh, dan berat badan lahir rendah
(BBLR). Ini memunculkan kesimpulan bahwa ketergantungan manusia terhadap
gizi optimal dimulai sejak dalam kandungan, karena dengan gizi optimal akan
terbentuk janin dengan pertumbuhan yang optimal pula. Janin yang optimal
pertumbuhannya menurunkan risiko BBLR, premature, dan lahir cacat, serta risiko
stunting seiring dengan bertambahnya usia. 24
Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3 – 5 gr
tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan haemoglobin. Besi di dalam tubuh
terdapat dalam haemoglobin sebanyak 1,5 – 3,0 gr dan sisa lainnya terdapat di
dalam plasma dan jaringan. Di dalam plasma besi terikat dengan protein yang
disebut “transferin” yaitu sebanyak 3 – 4 gr. Sedangkan dalam jaringan berada
dalam suatu status esensial dan bukan esensial. Disebut esensial karena tidak dapat
dipakai untuk pembentukan Hb maupun keperluan lainnya.22
Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem
dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5
– 10% tetapi penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan
ayam merupakan sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem
merupakan Hb. Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-
sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. 22
J. Vitamin A (Betakaroten)
Vitamin A dijumpai pada makanan dalam bentuk bervariasi. Retinoid atau
preformed vitamin A hanya ditemukan dalam sumber bahan makanan hewani
seperti ikan dan daging bagian organ dalam. Akan tetapi bahan pangan nabati
mengandung pigmen yang disebut karotenoid. Karotenoid sebagai provitamin A
banyak ditemukan pada sayuran hijau gelap dan kuning – orange serta beberapa
jenis buah. Provitamin A dalam bahan pangan nabati tersebut yaitu betakaroten.
Kadar betakaroten dalam pangan dapat ditentukan dengan metode
spektrofotometri.22
Defisiensi vitamin A mempengaruhi sintesis protein, sehingga akan
mempengaruhi pertumbuhan sel. Karena itulah, maka anak yang menderit
defisiensi vitamin A akan mengalami kegagalan pertumbuhan. Dalam sebuah
penelitian menemukan bahwa di antara balita yang kadar retinol <20 μg/dl,
ditemukan status gizi (TB/U) pendek sebesar 33,3 persen dan sangat pendek 26,7
persen.26
Pengaruh defisiensi vitamin A terhadap pertumbuhan juga telah dibuktikan
dalam studi tentang suplementasi kapsul vitamin A pada balita usia 6-48 bulan,
yang menyebutkan bahwa anak yang memiliki konsentrasi serum retinol yang
rendah mencapai peningkatan tinggi badan yang lebih besar secara signifikan (0,39
cm/bulan) setelah suplementasi vitamin A dibanding dengan kelompok kontrol.27
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa vitamin A mempengaruhi tingkat
Hemoglobin, sebab terlibat dalam metabolisme Fe dan produksi sel darah merah.
Defisiensi vitamin A dapat meningkatkan penyakit infeksi, gangguan pertumbuhan
anemia dan meningkatkan risiko kematian. Tetapi dengan suplementasi vitamin A
dapat menurunkan risiko kejadian diare dan menurunkan kematia pada anak.28
K. Uji Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan
kesukaan dan kemauan untuk mempegunakan suatu produk. Uji Organoleptik atau
uji indera atau uji sensori sendiri merupakan cara pengujian dengan menggunakan
indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap
produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan
mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran
mutu dan kerusakan lainnya dari produk.29
Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah adanya
contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur. Dalam
penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk
adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama
menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan,
mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat
indrawi produk tersebut.29
Dalam Uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki
kelebihan dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan
mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen.Selain itu,
metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan
pengamatannya juga cepat diperoleh.29
2.2 Kerangka Konsep
Substitusi Tepung Daun
Katuk
Kualitas Bubur Bayi
Kandungan Zat Gizi :
Karbohidrat, Lemak, protein, Serat, Zat Besi, Betakaroten
Organoleptik :
Warna, Rasa, tekstur, Aroma
2.3 Hipotesis
1. Ada pengaruh subtitusi tepung daun katuk terhadap kandungan gizi meliputi
karbohidrat, protein, lemak, serat, zat besi dan betakaroten bubur bayi.
2. Ada pengaruh substitusi tepung daun katuk terhadap mutu organoleptik meliputi
warna, rasa, aroma dan tekstur bubur bayi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu teknologi pangan yang
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Pangan Fakultas Teknologi Pangan UNIKA.
Waktu pengambilan data dan analisis data dilakukan pada bulan Mei – Juli 2015.
3.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian
acak lengkap satu faktor, yaitu variasi konsentrasi substitusi tepung daun katuk yang
digunakan pada proses pembuatan bubur bayi dengan 3 taraf perlakuan dan 3 kali
pengulangan. Adapun ketiga perlakuan meliputi:
a. Bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk sebesar 20 mg
b. Bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk sebesar 30 mg
c. Bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk sebesar 50 mg
Analisis kandungan zat gizi yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, serat,
kalsium, zat besi dan betakaroten diuji dengan berbagai metode yaitu menggunakan
metode karbohidrat by difference untuk uji kadar karbohidrat, kjeldahl untuk uji kadar
protein, gravimetri untuk uji kadar serat, metode spektrofotometri untuk uji kadar
betakaroten dan zat besi, metode soxhlet untuk uji kadar lemak. Uji organoleptik
dilakukan untuk mengetahui daya terima bubur bayi dengan panelis agak terlatih
sebanyak 20 orang dari mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi UNDIP.
3.3 Subyek Penelitian
Pada penelitian eksperimen ini dilakukan 3 taraf perlakuan dengan rumus
pengulangan yang digunakan sebagai berikut30 :
(t – 1) (n – 1) ≥ 15
Dimana t = jumlah perlakuan
n = besar ulangan
sehingga,
(3-1) (n-1) ≥ 15
n ≥ 8,5
Maka diperoleh 9 kali pengulangan, karena keterbatasan penelitian sehingga
hanya melakukan 3 kali pengulangan sehingga jumlah sampel 9 yang akan dianalisis
secara duplo meliputi analisis karbohidrat, protein, lemak, serat, zat besi dan
betakaroten.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel
a. Variabel independent adalah tepung daun katuk.
b. Variabel dependent kandungan zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak,
serat, zat besi dan beta karoten serta organoleptik meliputi warna, tekstur, rasa
dan aroma bubur bayi.
(t-1)(n-1)≥15(t-1)(n-1)≥15(t-1)(n-1)≥15(t-1)(n-1)≥15
(t-1)(n-1)≥15
2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
Bubur Bayi Makanan yang terdiri dari campuran
bahan padat dan cair, dengan
komposisi cairan yang lebih banyak
daripada padatan, dibuat dari tepung
beras dengan substitusi daun katuk
serta penambahan bahan lain selama
proses pemasakan.
- -
Tepung daun
katuk
Hasil penepungan daun katuk yang
dibuat dengan cara memetik daun
katuk kemudian dikeringkan dioven
atau dibawah sinar matahari dan
selanjutnya digiling serta diayak
- -
Kadar
karbohidrat
Kadar karbohidrat bubur bayi yang
disubtitusi tepung daun katuk dengan
metode by difference
Persen Rasio
Kadar protein Kadar protein bubur bayi yang
disubtitusi tepung daun katuk dengan
metode kjeldahl
Persen Rasio
Kadar serat Kadar serat bubur bayi yang
disubtitusi tepung daun katuk dengan
metode gravimetri
Persen Rasio
Kadar Lemak Kadar lemak bubur bayi yang
disubtitusi tepung daun katuk dengan
metode soxlet
Persen Rasio
Kadar
Betakaroten
Kadar betakaroten bubur bayi yang
disubtitusi tepung daun katuk dengan
metode spektrofotometri
Persen Rasio
Kadar zat besi Kadar zat besi bubur bayi yang
disubtitusi tepung daun katuk dengan
metode spektrofotometri
Persen Rasio
Organoleptik Hasil pengujian organoleptik bubur Skoring Interval
bayi yang disubtitusi tepung daun
katuk meliputi warna, tekstur dan
aroma yang diuji dengan
menggunakan 20 panelis agak
terlatih yaitu mahasiswa Program
Studi Ilmu Gizi UNDIP
Suka 5
Agak suka 4
Netral 3
Agak tidak suka 2
Tidak suka 1
3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian Utama
a. Pembuatan bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk
Prosedur pembuatan bubur bayi meliputi 3 tahap yaitu persiapan bahan baku,
pencampuran bahan, dan pemasakan. Prosedur uji terlampir pada lampiran 1.
b. Uji kandungan gizi dan organoleptik bubur
1. Uji kandungan zat gizi
Uji kandungan zat gizi meliputi kadar karbohidrat, protein, lemak, serat, zat
besi dan betakaroten.
a) Alat
Alat yang digunakan antara lain spektrofotometer, soxhlet, tanur, oven,
labu destruksi, seperangkat alat destiasi, erlenmeyer, gelas beaker,
digestion tube, penangas listrik, desikator, seperangkat alat titrasi, kertas
saring dan pipet.
b) Bahan
Bahan kimia untuk analisis dan sampel bubur bayi yang disubstitusi
tepung daun katuk. Prosedur uji dapat dilihat pada lampiran 2 - .....
2. Uji organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dengan panelis agak
terlatih mahasiswi Program Studi Ilmu Gizi UNDIP sebanyak 20 orang
untuk menilai kesukaan terhadap bubur bayi yang disubtitusi tepung daun
katuk. Pengamatan organoleptik meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur.
Formulir organoleptik dapat dilihat pada lampiran ..
a) Alat : alat tulis, formulir uji organoleptik
b) Bahan : bubur bayi yang disubtitusi tepung daun katuk
3.6 Alur Kerja
3.7 Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari uji
kandungan zat gizi dan organoleptik sampel penelitian meliputi data kadar karbohidrat
diperoleh dengan metode by difference, protein diperoleh dengan metode kjeldahl,
lemak diperoleh dengan metode soxhlet, serat diperoleh dengan metode gravimetri,
betakaroten dan zat besi diperoleh dengan metode spektrofotometri, dan. Data uji
organoleptik menilai warna, rasa, aroma dan tekstur bubur dengan skoring.
3.8 Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang terkumpul akan diedit, di-coding, dan di-entry ke dalam file
komputer dengan menggunakan program SPSS.
2. Analisis Data
a. Analisi Univariat
Analisis data dengan menghitung rata – rata data kandungan zat gizi
dan mutu organoleptik bubur bayi yang disubstitusi daun katuk.
Daun Katuk
Penepungan
Tepung Daun Katuk
Substitusi pada Bubur Bayi
Uji Kandungan Zat Gizi
Uji Organoleptik
Kadar karbohidrat, protein, lemak, serat, zat besi dan betakaroten
Warna, rasa, teksturm, aroma
b. Analisi Bivariat
Dilakukan uji bivariat dengan uji statistik ANOVA (Analysis of
Varians) salah satu faktor untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari
penggunaan dari berbagai persentase penambahan tepung daun katuk
terhadap kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi. [engujian
dilakukan pada derajat kepercayaan 95% dengan p value 0,05 dengan α =
0,05. Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak artinya Ada pengaruh subtitusi
tepung daun katuk terhadap kandungan gizi bubur bayi. Jika p value > 0,05
maka Ho diterima artinya tidak ada pengaruh subtitusi tepung daun katuk
terhadap kandungan gizi bubur bayi.
c. Uji Lanjut
Uji lanjut dilakukan jika dalam pengujian ANOVA dihasilkan ada
perbedaan yang bermakna. Untuk menentukan uji yang digunakan perlu
dilihat koefisien keragaman. Koefisien keragaman adalah deviasi baku per
unit percobaan. Koefisien keragaman menentukan derajat kejituan.30
KK = √ RKD x 100%
Ÿ
Keterangan:
KK = koefisien keragaman
RKD = rata – rata kuadran dalam
Ÿ = rata – rata keseluruhan
Uji beda yang sebaiknya digunakan adalah30:
1. Jika KK besar (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal
20% pada kondisi heterogen). Uji yang digunakan adalah uji Duncan.
2. Jika KK sedang (antara 5-10% pada kondisi homogen atau 10-20%
pada kondisi heterogen). Uji yang digunakan adalah uji BNT (Beda
Nyata Terkecil) atau LSD (Least Significance Different).
3. Jika KK kecil (maksimal 5% pada kondisi homogen atau maksimal
10% pada kondisi heterogen). Uji yang digunakan adalah uji BNJ
(Beda Nyata Jujur) atau Tukey.
d. Data organoleptik bubur untuk tingkat penerimaan
1. Deskripsi rata-rata penerimaan bubur bayi dalam bentuk tabel
Deskripsi berdasarkan skoring yang telah ditentukan
2. Uji beda
Data hasil uji organoleptik ditabulasikan dalam bentuk tabel
kemudian dirata-rata. Data dianalisis menggunakan uji statistik
parametric ANOVA repeated measure bila data berdistribusi
normal, atau menggunakan uji non parametric Friedman bila data
tidak berdistribusi normal dengan kepercayaan 95% dengan α=0,05.
Jika p value <0,05 maka Ho ditolak artinya ada perbedaan
penerimaan bubur bayi dengan berbagai macam persentase
penambahan tepung daun katuk. Jika p value >0,05 maka Ho
diterima artinya tidak ada perbedaan penerimaan bubur bayi dengan
berbagai macam persentase penambahan tepung daun katuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. United Nations Children’s Fund, World Health Organization, The World Bank.
UNICEFWHO-World Bank Joint Child Malnutrition Estimates. (New York:
UNICEF, Geneva: WHO Washington DC: The World Bank); 2012. Hal 3.
2. Roche A, Sun S. Human Growth and Development. New York: Cambridge
University Press; 2003. Hal 111.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Kemenkes RI; 2013. Hal 256.
4. South East Asian Nutrition Surveys. Regional Overview on Nutrition and Health
Trends. South East Asian: SEANUTS; 2012.
5. Hana S. Kurang Gizi, Tubuh Anak Indonesia Pendek. (updated 2013 May 23, cited
2014 Nov 27). Available from: http://gizi.depkes.go.id/kurang-gizi-tubuh-anak-
indonesia-pendek
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Umum Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP – ASI). Jakarta : Depkes RI; 2006. Hal 1.
7. Zahraini Y. 1000 Hari : Mengubah Hidup, Mengubah Masa Depan. (updated 2013
May 02, cited 2014 Nov 27). Available from : http://gizi.depkes.go.id/1000-hari-
mengubah-hidup-mengubah-masa-depan
8. Chen K, Zhang X, Li TY, Chen L, Wei Xp, Qu P, Liu YX. Effect of Vitamin A,
Vitamin A Plus Iron, and Multiple Micronutrient Fortified Seasoning Powder on
Preshcool Children in Suburb of Chongqing, China. The Journal of Nutrition. 2011
Apr;27(4): 428-434.
9. Muaris H. Bubur susu: makanan pendamping ASI untuk bayi mulai usia 6 bulan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2005. Hal 34.
10. Rukmana R. Katuk: Potensi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius; 2003. Hal 18 –
21.
11. UNICEF. Progress for Children : Stunting, Wasting, and Overweight. 2007 (cited
2014 Nov 28). Available from :
http://www.unicef.org/progressforchildren/2007n6/index_41505.htm.
12. Umeta M, West CE, Verhoev H, Haidar J, Hautvest J. Factors Associated with
Stunting in Infants Aged 5 – 11 Months in The Dodota – Sire District, Rural
Ethiopia. The Journal of Nutrition 2003: 133: 1064 – 69.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Gerakan Sadar Gizi Dalam Rangka
1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Jakarta: Kemenkes RI; 2012. Hal 16 –
20.
14. Mathuram S, Aruna C, Sean F, Christa FW, Abdullah HB, Robert B. Progress and
barriers for the control of diarrhoeal disease. Lancet 2010; 376: 63–67
15. Dewey KG, Brown KH, "Update on technical issues concerning complementary
feeding of young children in developing countries and implications for intervention
programs," Food and Nutrition Bulletin.2003; 24: 5–28.
16. Emma AH, Dian RA, Kawiji, Baskoro KA. Karakterisasi Bubur Bayi Instan
Berbahan Dasar Tepung Millet (Panicum Sp) dan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus
Radiatus) Dengan Flavor Alami Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum
L.). Jurnal Teknosains Pangan UNS Vol 1 No 1 Oktober 2012. ( diakses 30
November 2014).
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Spesifikasi Teknis Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP – ASI). Jakarta: Kemenkes RI; 2007.
18. Loveina D. Pengaruh Pencampuran Tepung Terigu, Tepung Singkong (Manihot
utilisima Pohl) dan Tepung Daun Katuk (Saurapus Afrogynus) Terhadap
Karakteristik Biskuit. (Skripsi). Sumatera Barat: Universitas Andalas; 2009.
(diakses 30 November 2014).
19. Herudiyanto M, Agustiana VA. Pengaruh Cara Blansing Pada Beberapa Bagian
Tanaman Katuk (Sauropus Anrogynus L. Merr) Terhadap Warna dan Beberapa
Karakteristik Lain Tepung Katuk. Jurnal Teknologi Pangan Universitas Padjajaran;
2009. (diakses 30 November 2014).
20. Fenita Y, Kususiyah. Penggunaan Ekstrak Air Daun Katuk sebagai Pengganti Feed
additive Komersial untuk Memproduksi Meat Designers yang Efisien. Laporan
Riset Unggulan Universitas. Universitas Bengkulu; 2008.
21. Mahan K. dan Escott-Stump. Food, Nutrition, and Diet Therapy. USA: W.B
Saunders Company; 2008.
22. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2004.
Hal 15 – 17; 50 – 81
23. Marmi S. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2013.
Hal 45 – 48.
24. Brown JE. Nutrition Through the Life Cycle, Fourth Edition. USA : Wadsworth
Cengage Learning; 2011.
25. Institute of Medicine. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber,
Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on
Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and
Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee
on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. Washington DC :
National Academies Press; 2005.
26. Adhi, K. T. Perbedaan Pertumbuhan Linier (TB/U), Kadar Seng dan Kadar
Creactive Protein (CRP) pada Balita dengan Kadar Serum Retinol Normal dan
Tidak Normal. Tesis. Surabaya: Universitas Air Langga Surabaya; 2008.
27. Hadi, H., Stoltzfus, R. J., Dibley, M. J., Moulton, L. H., West, K. P., Kjolhede, J. C.
L., and Sadjimin, T. (2000). “Vitamin A Supplementation Selectively, Improves the
Linear Growth of Indonesia Preschool Children”. Am. J. Clin. Nutr. 71: Page. 507-
513.
28. Bhutta, Z. A., Ahmed, T., Black, R. E., Cousens, S., Dewey, K., Giugliani, E.,
Haider, B. A., Kirkwood, B., Marris, S. S., Sachdev, H. P. S., and Shekar, M.
(2008). “Mathernal and Child Undernutrition 3, What Works? Interventions for
Maternal and Child Undernutrition and Survival”. www.thelancet.com;
29. Susiwi. Penilaian Organoleptik. Modul Jurusan Pendidikan Kimia Universitas
Pendidikan Indonesia; 2009.
30. Sastroasmoro S. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta:
Sagung Seto; 2011.