37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya. 1,2 Di Indonesia angka kejadian stunting masih terbilang tinggi. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, rata-rata angka malnutrisi yang ditandai dengan anak-anak bertubuh pendek adalah 37,2 persen secara nasional. Ini berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2 persen tersebut terdiri dari 18,0 persen sangat pendek dan 19,2 persen pendek. 3 Menurut hasil South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS), sekitar 24,1 persen anak laki-laki dan 24,3 persen anak perempuan Indonesia mengalami ukuran tubuh pendek (stunting). Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 7.000 anak-anak Indonesia berusia 6 bulan hingga 12 tahun ini juga menunjukkan sekitar 1 dari 3 balita Indonesia mengalami masalah pertumbuhan tinggi badan. Jumlah anak-anak Indonesia dengan ukuran tubuh pendek diketahui lebih banyak dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam. 4,5 Kondisi ini dipicu karena kurangnya asupan gizi yang diterima anak di masa awal kelahirannya. Selain itu,

Bagian Isi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kesehatan

Citation preview

Page 1: Bagian Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau

kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan

dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain

seusianya.1,2 Di Indonesia angka kejadian stunting masih terbilang tinggi. Data dari

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, rata-rata angka malnutrisi yang ditandai

dengan anak-anak bertubuh pendek adalah 37,2 persen secara nasional. Ini berarti

terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi

pendek sebesar 37,2 persen tersebut terdiri dari 18,0 persen sangat pendek dan 19,2

persen pendek.3

Menurut hasil South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS), sekitar 24,1

persen anak laki-laki dan 24,3 persen anak perempuan Indonesia mengalami ukuran

tubuh pendek (stunting). Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 7.000 anak-anak

Indonesia berusia 6 bulan hingga 12 tahun ini juga menunjukkan sekitar 1 dari 3 balita

Indonesia mengalami masalah pertumbuhan tinggi badan. Jumlah anak-anak Indonesia

dengan ukuran tubuh pendek diketahui lebih banyak dibandingkan negara-negara

ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.4,5

Kondisi ini dipicu karena kurangnya asupan gizi yang diterima anak di masa

awal kelahirannya. Selain itu, faktor kurangnya kebutuhan nutrisi saat masa kehamilan

juga turut mempengaruhi. Kekurangan gizi pada anak dapat mempengaruhi

pertumbuhan fisik dan otak anak serta menjadikan perkembangan kognitif anak tidak

bertumbuh optimal, seperti anak menjadi kurus dan pendek (stunting).5

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam

kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil,

artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan

suplementasi zat gizi, dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir

hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan mulai umur 6 bulan

diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.6,7

Usia 0 – 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang

pesat sehingga kerap diistilahkan sebagai “periode emas” sekaligus “periode kritis”.

Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai sejak janin dalam

Page 2: Bagian Isi

kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode emas (seribu hari

pertama kehidupan). Oleh karena itu perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu

hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada

kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya.6,7

Pengobatan stunting pada usia dini dapat dilakukan dengan memberikan zat

gizi yang diperlukan yaitu makronutrien seperti karbohidrat, protein, lemak dan

mikronutrien seperti besi, iodium, vitamin A dan zink. Zat – zat gizi tersebut dapat

mengobati stunting karena pemberian zat – zat tersebut dapat meningkatkan nafsu

makan. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa cara ini efektif untuk mengatasi

stunting.8 Beberapa zat tersebut dapat diperoleh dari sumber bahan makanan nabati.

Salah satu upaya yang dilakukan dengan mengoptimalkan asupan makanan

pada bayi. Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Makanan pendamping ASI yang

merupakan makanan padat pertama yang diperkenalkan kepada bayi adalah makanan

berupa cairan, lembut dan agak cair, misalnya bubur susu tepung beras.6,9 Tujuan

pemberian MP – ASI adalah untuk menambah kelengkapan zat gizi yang diperlukan

untuk pertumbuhan bayi atau anak.9

Daun katuk (Sauropus Androgynus L.Merr) merupakan tanaman sayuran yang

banyak terdapat di Asia Tenggara. Daun katuk memiliki kandungan gizi yang

beragam. Dalam 100 gram daun katuk mengandung energi 59 kkal, protein 4,8 g,

lemak 1,0 g, karbohidrat 11 g, serat 1,5 g, kalsium 204 mg, fosfor 83 mg, besi 3,5 mg,

karoten 10020 mcg (vitamin A), serta air 81 g. Daun katuk lebih sering dimanfaatkan

untuk melancarkan air susu ibu, namun ditinjau dari kandungan gizinya daun katuk

juga berpotensi untuk mencegah terjadinya stunting. Untuk itu pengoptimalan

kandungan zat gizi pada daun katuk sebagai makanan pendamping ASI diperlukan

dalam menunjang kebutuhan asupan pada seribu hari pertama kehidupan.10

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai

analisis kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi dengan substitusi tepung daun

katuk sehingga dapat meningkatkan kandungan gizi bubur, terutama protein,

karbohidrat, lemak, zat besi dan vitamin A (betakaroten) serta dengan memperhatikan

kecukupan serat.

1.2 Rumusan Masalah

Page 3: Bagian Isi

Bagaimana kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi yang disubtitusi tepung

daun katuk?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi yang disubstitusi

tepung daun katuk.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Menganalisis kandungan zat gizi bubur bayi yang disubstitusi tepung

daun katuk meliputi karbohidrat, protein,lemak, zat besi, betakaroten

dan serat.

1.3.2.2 Menganalisis organoleptik bubur bayi yang disubstitusi tepung daun

katuk meliputi warna, rasa, tekstur dan aroma bubur bayi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan tambahan informasi

kepada masyarakat mengenai bubur bayi yang kaya akan zat gizi dengan

memanfaatkan bahan pangan lokal yang mudah diperoleh yaitu daun katuk. Hal

tersebut dapat menunjang dalam upaya menanggulangi bayi stunting. Selain itu

penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 4: Bagian Isi

2.1 Telaah Pustaka

A. Stunting

World Health Organization (WHO) telah membuat suatu standar untuk

menilai pertumbuhan, apakah, normal, atau lebih. Seseorang dengan laju

pertumbuhan optimal atau normal grafiknya akan berada di antara –2 sampai

dengan +2 standar deviasi (SD). Stunting adalah suatu kondisi dimana tinggi badan

atau panjang badan berada dibawah tinggi badan atau panjang badan normal yang

sesuai dengan tingkat usianya (di bawah –2 SD standar WHO).2

Stunting disebabkan oleh banyak faktor yang bisa terjadi sejak janin masih

berada di dalam kandungan. Faktor – faktor tersebut saling berhubungan satu sama

lain. Faktor utama penyebab stunting antara lain asupan makanan tidak seimbang

(berkaitan dengan kandungan zat gizi makro maupun mikro dalam makanan),

riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dan riwayat penyakit.11

Stunting merupakan suatu kondisi kurang gizi yang kronis. Stunting harus

dicegah dan diobati sedini mungkin karena pertumbuhan akan berhenti pada batas

usia tertentu. Semakin dini diatasi maka catch up growth semakin mudah tercapai.

Stunting yang sudah menetap pada usia dewasa tidak dapat lagi diatasi dengan

pengobatan apapun. Hal ini dikarenakan pada orang dewasa lempeng epifisis

sudah menutup sehingga pertumbuhan tulang tidak akan terjadi lagi.12

Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari

pertama kehidupan, meliputi13 :  

1. Pada ibu hamil

Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam

mengatasi stunting. Ibu  hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga

apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang

Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan  makanan tambahan kepada ibu

hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal

90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak

mengalami sakit.13

2. Pada saat bayi lahir

Page 5: Bagian Isi

Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir

melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan

diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).13

3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-

ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.

Bayi memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.13

4. Perilaku hidup bersih dan sehat harus diupayakan oleh setiap rumah tangga.13

Salah satu faktor penyebab kurang gizi termasuk anak pendek adalah infeksi,

terutama diare.14Tiap tahun 20 persen kematian balita disebabkan karena diare

yang disebabkan oleh air minum yang tercemar bakteri. Data dari Water

Sanitation Program (WSP) World Bank tahun 2008 menunjukkan bahwa

masih tingginya angka kematian bayi dan balita, serta kurang gizi sangat terkait

dengan masalah kelangkaan air bersih dan sanitasi. Banyak cara sederhana

dapat dilakukan untuk mengurangi resiko diare, diantaranya dengan cuci

tangan dengan air bersih dan sabun. Telah dibuktikan bahwa cuci tangan

dengan air bersih dan sabun mengurangi kejadian diare 42 – 47 %.15 Dengan

demikian program air bersih dan sanitasi tidak diragukan sangat sensitif

terhadap pengurangan resiko infeksi.

B. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI (Makanan Pendamping

Air Susu Ibu) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan

kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari

ASI.6

MP-ASI harus mengandung berbagai gizi yang dibutuhkan oleh bayi seperti

sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. MP-ASI dapat berupa

biskuit bayi, bubur bayi, atau buah-buahan.16 MP-ASI yang berupa bubur atau

bubuk instan biasanya terbuat dari campuran beras, kacang hijau atau kedelai,

susu, gula, minyak nabati, serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma

(flavour). 17

Komposisi gizi dalam 100 gram MP –ASI yang berupa bubuk instan adalah

sebagai berikut.17

Page 6: Bagian Isi

Tabel 1. Komposisi Gizi Dalam 100 gram17

NO Zat Gizi Kadar

1 Energi 400 – 440 kkal

2 Lemak 10 – 15 gram

3 Protein 15 – 22 gram

4 Karbohidrat :

Gula (sukrosa)

Serat

Maksimum 30 gram

Maksimum 5 gram

5 Vitamin A 250 – 350 mcg

6 Vitamin D 7 – 10 mcg

7 Vitamin E 4 – 6 mg

8 Vitamin K 7 – 10 mcg

9 Thiamin 0,3 – 0,4 mg

10 Riboflavin 0,3 – 0,5 mg

11 Niasin 2,5 – 4,0 mg

12 Vitamin B12 0,3 – 0,6 mg

13 Asam Folat 40 – 100 mcg

14 Vitamin B6 0,4 – 0,7 mg

15 Asam Pantotenat 1,3 – 2,1 mg

16 Vitamin C 27 – 35 mg

17 Besi 5 – 8 mg

18 Kalsium 200 – 400 mg

19 Natrium 240 – 400 mg

20 Seng 2,5 4,0 mg

21 Iodium 45 – 70 mcg

22 Fosfor Perbandingan

Ca:P = 1,2 – 2,0 mg

23 Selenium 10 – 15 mcg

24 Air Maksimal 4 g

C. Daun Katuk

Page 7: Bagian Isi

Katuk (Sauropus androgynus L.Merr) merupakan tanaman sayuran yang

banyak terdapat di Asia tenggara. Katuk termasuk tanaman jenis perdu berumpun

dengan ketinggian 3-5 m. Batangnya tumbuh tegak dan berkayu. Jika ujung batang

dipangkas, akan tumbuh tunas-tunas baru yang membentuk percabangan. Daunnya

kecil-kecil mirip daun kelor, berwarna hijau.10

Daun katuk merupakan daun majemuk genap, berukuran kecil, berwarna

hijau gelap dengan panjang lima sampai enam cm. Kandungan zat besi pada daun

katuk lebih tinggi daripada daun pepaya dan daun singkong. Daun katuk juga kaya

vitamin (A, B1, dan C), protein, lemak, dan mineral. Selain itu daun dan akar

katuk mengandung saponin, flavonoida, dan tanin.10

Tabel 2. Kandungan zat gizi daun katuk per 100 gram10

NO Komponen Gizi Kadar

1 Energi 59 kkal

2 Protein 4,8 gram

3 Lemak 1 gram

4 Karbohidrat 11 gram

5 Serat 1,5 gram

6 Abu 1,7 gram

7 Kalsium 204 mg

8 Fosfor 83 mg

9 Besi 2,7 – 3,5 mg

10 Vitamin C 164 – 239 mg

11 ß – Karoten 10,02 mcg

12 Air 81 g

Daun katuk memiliki manfaat yang beragam, sehingga dapat dikatakan

multimanfaat. Berikut beberapa manfaat yang sering dijabarkan10:

1. Sebagai Sumber Zat Gizi

Produk utama tanaman katuk berupa daun yang masih muda (pucuk). Pucuk

katuk sangat potensial sebagai sumber zat gizi karena memiliki kandungan

setara dengan daun singkong, daun pepaya dan sayuran lainnya.10

Daun katuk kaya akan vitamin A. Kebutuhan vitamin A setiap orang

dipengaruhi oleh pertumbuhan, berat badan dan umur. Meskipun demikian

Page 8: Bagian Isi

WHO dan FAO menganjurkan konsumsi vitamin A sebesar 12 µg/ berat

badan.10

2. Pelancar Air Susu Ibu (ASI)

Ekstrak daun katuk banyak digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk

makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui. Konsumsi sayur katuk oleh

ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara

nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui.10

3. Mengatasi sembelit

Sembelit biasa terjadi karena banyak hal, diantaranya karena terlalu lama

duduk, kurang minum air, menahan-nahan buang air besar, kerja hati dan

kantong empedu yang tidak lancar. Untuk mengusir sembelit, siapkan 200 g

daun katuk segar yang sudah dicuci bersih. Rebus dengan segelas air selama 10

menit, lalu saring. Minum air hasil saringan tersebut secara teratur 2 kali

sehari, masing-masing 100 ml.10

4. Pewarna alami

Daun katuk ternyata bisa juga dipakai sebagai pewarna makanan alami

menggantikan pewarna sintetis. Misalnya untuk membuat tape ketan yang

berwarna hijau. Cara penggunaannya, cuci bersih daun katuk, tambahkan

sedikit air, lalu peras. Sari daun katukini bisa langsung digunakan untuk

mewarnai bahan makanan.10

5. Makanan dan minuman

Daun katuk bisa dikonsumsi sebagai lalapan, sayur bening, dan minuman.

Untuk membuat lalapan, rebus daun katuk dalam air mendidih yang ditambah

sedikit garam selama 3-4 menit. Sementara itu, untuk membuat minuman

segar, ambil 300 g daun katuk segar yang sudah dibersihkan, kemudian rebus

dengan 1,5 gelas air selama 15 menit. Air rebusan daun katuk tersebut dapat

langsung diminum.10

D. Tepung Daun Katuk

Daun katuk dapat diproses menjadi tepung yang dapat diolah menjadi

beragam produk makanan. Proses penepungan dapat mengkonversi bahan pangan

lokal menjadi produk pangan bernilai gizi tinggi, mudah dicampur (bentuk

komposit), praktis, umur simpan lebih lama dan harnganya terjangkau oleh

masyarakat luas.

Page 9: Bagian Isi

Tepung daun katuk berwarna hijau, dengan tekstur halus seperti tepung dan

terasa ringan. Selain itu bila dicium akan tercium bau khas daun katuk. Warna

hijau pada tepung daun katuk berasal dari zat hijau daun (klorofil) yang

terkandung dalam daun katuk.18

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan perlakuan blansing uap air

menghasilkan tepung dengan beberapa karakteristik baik yaitu kadar air 5,27 %,

berwarna hijau agak cerah, rendemen 14,81 % dan secara organoleptik warna

tepung hijau cerah, aroma tepung khas katuk agak kuat.19

Hasil penelitian lain yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa dalam

tepung daun katuk mengandung 12 % abu, lemak 26,32 %, protein 23,13 %,

karbohidrat 29,64 %, ß – karoten (mg/100 g) 165,05 dan energi (kkal) 134,1.20

Proses pengolahan tepung daun katuk diawali dengan pemetikan daun kelor,

kemudian dikeringkan di oven atau dikeringkan dibawah sinar matahari, kemudian

digiling sehingga menjadi tepung.19

E. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat ada yang

dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula

karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungsi

utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan

energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai

karbohidrat berupa glukosa. Kekurangan glukosa darah (hipoglikemia) bisa

menyebakan pingsan atau fatal; sementara bila kelebihan glukosa darah

menimbulkan hiperglikemia yang bila berlangsung terus meningkatkan risiko

penyakit diabetes atau kencing manis.21

Karbohidrat dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah unit gula (glukosa)

yang dikandungnya. Bila mengandung satu unit gula disebut monosakarida, seperti

glukosa dan fruktosa yang banyak terdapat dalam larutan gula dan buah-buahan.

Bila mengandung dua unit gula disebut disakarida, seperti sucrose (dalam gula

meja, buah dan sayur), lactose (dalam susu) dan maltose (dalam karamel). Bila

mengndung 3-10 unit gula disebut oligosakarida, seperti raffinose and stachyose

yang banyak dijumpai dalam kacang-kacangan. Bila mengandung lebih dari

sepuluh unit gula disebut polisakarida seperti kanji (starch), glikogen dan

selulosa.22

Page 10: Bagian Isi

Dalam tubuh manusia, karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam

amino dan sebagian dari gliserol lemak. Tetapi sebagian besar karbohidrat

diperoleh dari bahan makanan yang dimakan sehari – hari, terutama bahan

makanan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan. Dengan mencukupi kebutuhan

karbohidrat dapat membantu mencegah stunting (tubuh pendek) dan wasting

(kekurangan berat badan).22

Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan

kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan

cara perhitungan kasar (proximate analiysis) atau juga disebut Carbohydrate by

Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis suatu analisis dimana

kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis teta[i

melalui perhitungan sebagai berikut22:

% karbohidrat = 100 % - % (protein + lemak + abu + air)

F. Protein

Protein merupakan suatu zat yang amat penting bagi tubuh karena zat ini

disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber

asam-asam amino yang mengandung unsure-unsur C, H, O dan N yang tidak

dimiliki oleh lemak maupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor,

belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan

tembaga.22

Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi

tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur

berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk

zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam

jaringan dan pembuluh darah. Sifat amtofer protein yang dapat bereaksi dengan

asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.22

Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat

penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein erupakan bagian yang sangat

penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar

setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan

seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein.22

Konsekuensi defisiensi zat gizi makro selama masa anak-anak sangat

berbahaya. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan

Page 11: Bagian Isi

kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein juga sering

ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi

yang dinamakan marasmus.23

Protein sendiri mempunyai banyak fungsi, di antaranya membentuk

jaringan tubuh baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh,

memelihara jaringan tubuh, memperbaiki serta mengganti jaringan yang rusak atau

mati, menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim

pencernaan dan metabolisme.23

G. Lemak

Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh,

yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh. Lemak terdiri

dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing-masing mempunyai fungsi

khusus bagi kesehatan manusia. Sebagian besar (99%) lemak tubuh adalah

trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol dan asam-asam lemak. Disamping

mensuplai energi, lemak terutama trigliserida, berfungsi menyediakan cadangan

energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak

esensial. Selain itu juga berfungsi penting dalam metabolisme zat gizi, terutama

penyerapan karoteniod, vitamin A, D, E dan K.21,22

Asam lemak berdasarkan kejenuhannya dikelompokkan menjadi asam

lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh (baik tidak jenuh tunggal maupun tidak

jenuh jamak). Sistem syaraf pusat kaya dengan turunan dua asam lemak Asam

lemak esensial, yaitu asam linoleat dan asam alfa-linolenat24.

Omega-3 (seperti asam linolenat, EPA dan DHA) dan Omega-6 (seperti

asam linoleat dan AA) merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (long

chain fatty acids) yang berfungsi sebagai anti-inflamasi, anti-clotting sehingga

penting bagi kelancaran aliran darah dan fungsi sendi. Efek ketidakcukupan

asupan lemak total adalah gangguan pertumbuhan dan Peningkatan resiko penyakit

kronis, seperti penyakit jantung koroner. Begitu juga ketidakcukupan asupan

omega-6 Polyunsaturated Fatty Acids juga mengakibatkan munculnya tanda-tanda

defisiensi asam lemak esensial. Sedangkan ketidakcukupan asupan omega-3

Polyunsaturated Fatty Acids berakibat gangguan penglihatan dan perilaku

belajar.25

H. Serat

Page 12: Bagian Isi

Serat makanan adalah komponen bahan makanan nabati yang penting yang

tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pada system pencernaan

manusia. Komponen yang terbanyak dari serat makanan ditemukan pada dinding

sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa struktural seperti selulosa,

hemiselulosa, pektin dan ligin.22

Serat tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Serat pangan

(dietary fiber) secara fisik terdiri dari serat pangan yang larut air dan serat pangan

yang tidak larut air. Kedua serat pangan ini memperlama masa transit makanan

dalam organ pencernaan (memperlama rasa kenyang) dan sebagian difermentasi

oleh mikroba usus menjadi asam lemak rantai pendek. Serat pangan larut air yang

umumnya terdapat dalam buah, kacang dan sereal berfungsi untuk memperlambat

penyerapan glukosa, kolesterol dan garam empedu di dalam usus halus, sehingga

menurunkan kadar gula dan kolesterol darah. Sedangkan serat pangan yang tidak

larut air berguna memperlambat pencernaan starch, membantu pergerakan usus dan

melancarkan buang air besar. Serat pangan berupa beta glukan, psyllium, pektin dan

inulin (sejenis fruktooligosakarida – FOS) terbukti dapat mengendalikan

kolesterol.25

I. Zat besi

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini

terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

sintesa haemoglobin (Hb).22 Seorang ibu yang dalam masa kehamilannya telah

menderita kekurangan zat besi tidak dapat memberi cadangan zat besi kepada

bayinya dalam jumlah yang cukup untuk beberapa bulan pertama. Ibu memerlukan

zat besi yang cukup dalam dietnya untuk mencegah anemia. Ibu anemia

meningkatkan risiko premature, janin gagal tumbuh, dan berat badan lahir rendah

(BBLR). Ini memunculkan kesimpulan bahwa ketergantungan manusia terhadap

gizi optimal dimulai sejak dalam kandungan, karena dengan gizi optimal akan

terbentuk janin dengan pertumbuhan yang optimal pula. Janin yang optimal

pertumbuhannya menurunkan risiko BBLR, premature, dan lahir cacat, serta risiko

stunting seiring dengan bertambahnya usia. 24

Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3 – 5 gr

tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan haemoglobin. Besi di dalam tubuh

terdapat dalam haemoglobin sebanyak 1,5 – 3,0 gr dan sisa lainnya terdapat di

Page 13: Bagian Isi

dalam plasma dan jaringan. Di dalam plasma besi terikat dengan protein yang

disebut “transferin” yaitu sebanyak 3 – 4 gr. Sedangkan dalam jaringan berada

dalam suatu status esensial dan bukan esensial. Disebut esensial karena tidak dapat

dipakai untuk pembentukan Hb maupun keperluan lainnya.22

Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem

dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5

– 10% tetapi penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan

ayam merupakan sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem

merupakan Hb. Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-

sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. 22

J. Vitamin A (Betakaroten)

Vitamin A dijumpai pada makanan dalam bentuk bervariasi. Retinoid atau

preformed vitamin A hanya ditemukan dalam sumber bahan makanan hewani

seperti ikan dan daging bagian organ dalam. Akan tetapi bahan pangan nabati

mengandung pigmen yang disebut karotenoid. Karotenoid sebagai provitamin A

banyak ditemukan pada sayuran hijau gelap dan kuning – orange serta beberapa

jenis buah. Provitamin A dalam bahan pangan nabati tersebut yaitu betakaroten.

Kadar betakaroten dalam pangan dapat ditentukan dengan metode

spektrofotometri.22

Defisiensi vitamin A mempengaruhi sintesis protein, sehingga akan

mempengaruhi pertumbuhan sel. Karena itulah, maka anak yang menderit

defisiensi vitamin A akan mengalami kegagalan pertumbuhan. Dalam sebuah

penelitian menemukan bahwa di antara balita yang kadar retinol <20 μg/dl,

ditemukan status gizi (TB/U) pendek sebesar 33,3 persen dan sangat pendek 26,7

persen.26

Pengaruh defisiensi vitamin A terhadap pertumbuhan juga telah dibuktikan

dalam studi tentang suplementasi kapsul vitamin A pada balita usia 6-48 bulan,

yang menyebutkan bahwa anak yang memiliki konsentrasi serum retinol yang

rendah mencapai peningkatan tinggi badan yang lebih besar secara signifikan (0,39

cm/bulan) setelah suplementasi vitamin A dibanding dengan kelompok kontrol.27

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa vitamin A mempengaruhi tingkat

Hemoglobin, sebab terlibat dalam metabolisme Fe dan produksi sel darah merah.

Defisiensi vitamin A dapat meningkatkan penyakit infeksi, gangguan pertumbuhan

Page 14: Bagian Isi

anemia dan meningkatkan risiko kematian. Tetapi dengan suplementasi vitamin A

dapat menurunkan risiko kejadian diare dan menurunkan kematia pada anak.28

K. Uji Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan

kesukaan dan kemauan untuk mempegunakan suatu produk. Uji Organoleptik atau

uji indera atau uji sensori sendiri merupakan cara pengujian dengan menggunakan

indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap

produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan

mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran

mutu dan kerusakan lainnya dari produk.29

Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah adanya

contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur. Dalam

penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk

adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama

menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan,

mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat

indrawi produk tersebut.29

Dalam Uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki

kelebihan dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan

mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen.Selain itu,

metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan

pengamatannya juga cepat diperoleh.29

2.2 Kerangka Konsep

Substitusi Tepung Daun

Katuk

Kualitas Bubur Bayi

Kandungan Zat Gizi :

Karbohidrat, Lemak, protein, Serat, Zat Besi, Betakaroten

Organoleptik :

Warna, Rasa, tekstur, Aroma

Page 15: Bagian Isi

2.3 Hipotesis

1. Ada pengaruh subtitusi tepung daun katuk terhadap kandungan gizi meliputi

karbohidrat, protein, lemak, serat, zat besi dan betakaroten bubur bayi.

2. Ada pengaruh substitusi tepung daun katuk terhadap mutu organoleptik meliputi

warna, rasa, aroma dan tekstur bubur bayi.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu teknologi pangan yang

dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Pangan Fakultas Teknologi Pangan UNIKA.

Waktu pengambilan data dan analisis data dilakukan pada bulan Mei – Juli 2015.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian

acak lengkap satu faktor, yaitu variasi konsentrasi substitusi tepung daun katuk yang

Page 16: Bagian Isi

digunakan pada proses pembuatan bubur bayi dengan 3 taraf perlakuan dan 3 kali

pengulangan. Adapun ketiga perlakuan meliputi:

a. Bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk sebesar 20 mg

b. Bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk sebesar 30 mg

c. Bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk sebesar 50 mg

Analisis kandungan zat gizi yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, serat,

kalsium, zat besi dan betakaroten diuji dengan berbagai metode yaitu menggunakan

metode karbohidrat by difference untuk uji kadar karbohidrat, kjeldahl untuk uji kadar

protein, gravimetri untuk uji kadar serat, metode spektrofotometri untuk uji kadar

betakaroten dan zat besi, metode soxhlet untuk uji kadar lemak. Uji organoleptik

dilakukan untuk mengetahui daya terima bubur bayi dengan panelis agak terlatih

sebanyak 20 orang dari mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi UNDIP.

3.3 Subyek Penelitian

Pada penelitian eksperimen ini dilakukan 3 taraf perlakuan dengan rumus

pengulangan yang digunakan sebagai berikut30 :

(t – 1) (n – 1) ≥ 15

Dimana t = jumlah perlakuan

n = besar ulangan

sehingga,

(3-1) (n-1) ≥ 15

n ≥ 8,5

Maka diperoleh 9 kali pengulangan, karena keterbatasan penelitian sehingga

hanya melakukan 3 kali pengulangan sehingga jumlah sampel 9 yang akan dianalisis

secara duplo meliputi analisis karbohidrat, protein, lemak, serat, zat besi dan

betakaroten.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

a. Variabel independent adalah tepung daun katuk.

b. Variabel dependent kandungan zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak,

serat, zat besi dan beta karoten serta organoleptik meliputi warna, tekstur, rasa

dan aroma bubur bayi.

(t-1)(n-1)≥15(t-1)(n-1)≥15(t-1)(n-1)≥15(t-1)(n-1)≥15

(t-1)(n-1)≥15

Page 17: Bagian Isi

2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala

Bubur Bayi Makanan yang terdiri dari campuran

bahan padat dan cair, dengan

komposisi cairan yang lebih banyak

daripada padatan, dibuat dari tepung

beras dengan substitusi daun katuk

serta penambahan bahan lain selama

proses pemasakan.

- -

Tepung daun

katuk

Hasil penepungan daun katuk yang

dibuat dengan cara memetik daun

katuk kemudian dikeringkan dioven

atau dibawah sinar matahari dan

selanjutnya digiling serta diayak

- -

Kadar

karbohidrat

Kadar karbohidrat bubur bayi yang

disubtitusi tepung daun katuk dengan

metode by difference

Persen Rasio

Kadar protein Kadar protein bubur bayi yang

disubtitusi tepung daun katuk dengan

metode kjeldahl

Persen Rasio

Kadar serat Kadar serat bubur bayi yang

disubtitusi tepung daun katuk dengan

metode gravimetri

Persen Rasio

Kadar Lemak Kadar lemak bubur bayi yang

disubtitusi tepung daun katuk dengan

metode soxlet

Persen Rasio

Kadar

Betakaroten

Kadar betakaroten bubur bayi yang

disubtitusi tepung daun katuk dengan

metode spektrofotometri

Persen Rasio

Kadar zat besi Kadar zat besi bubur bayi yang

disubtitusi tepung daun katuk dengan

metode spektrofotometri

Persen Rasio

Organoleptik Hasil pengujian organoleptik bubur Skoring Interval

Page 18: Bagian Isi

bayi yang disubtitusi tepung daun

katuk meliputi warna, tekstur dan

aroma yang diuji dengan

menggunakan 20 panelis agak

terlatih yaitu mahasiswa Program

Studi Ilmu Gizi UNDIP

Suka 5

Agak suka 4

Netral 3

Agak tidak suka 2

Tidak suka 1

3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian Utama

a. Pembuatan bubur bayi dengan substitusi tepung daun katuk

Prosedur pembuatan bubur bayi meliputi 3 tahap yaitu persiapan bahan baku,

pencampuran bahan, dan pemasakan. Prosedur uji terlampir pada lampiran 1.

b. Uji kandungan gizi dan organoleptik bubur

1. Uji kandungan zat gizi

Uji kandungan zat gizi meliputi kadar karbohidrat, protein, lemak, serat, zat

besi dan betakaroten.

a) Alat

Alat yang digunakan antara lain spektrofotometer, soxhlet, tanur, oven,

labu destruksi, seperangkat alat destiasi, erlenmeyer, gelas beaker,

digestion tube, penangas listrik, desikator, seperangkat alat titrasi, kertas

saring dan pipet.

b) Bahan

Bahan kimia untuk analisis dan sampel bubur bayi yang disubstitusi

tepung daun katuk. Prosedur uji dapat dilihat pada lampiran 2 - .....

2. Uji organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dengan panelis agak

terlatih mahasiswi Program Studi Ilmu Gizi UNDIP sebanyak 20 orang

untuk menilai kesukaan terhadap bubur bayi yang disubtitusi tepung daun

katuk. Pengamatan organoleptik meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur.

Formulir organoleptik dapat dilihat pada lampiran ..

a) Alat : alat tulis, formulir uji organoleptik

b) Bahan : bubur bayi yang disubtitusi tepung daun katuk

Page 19: Bagian Isi

3.6 Alur Kerja

3.7 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari uji

kandungan zat gizi dan organoleptik sampel penelitian meliputi data kadar karbohidrat

diperoleh dengan metode by difference, protein diperoleh dengan metode kjeldahl,

lemak diperoleh dengan metode soxhlet, serat diperoleh dengan metode gravimetri,

betakaroten dan zat besi diperoleh dengan metode spektrofotometri, dan. Data uji

organoleptik menilai warna, rasa, aroma dan tekstur bubur dengan skoring.

3.8 Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang terkumpul akan diedit, di-coding, dan di-entry ke dalam file

komputer dengan menggunakan program SPSS.

2. Analisis Data

a. Analisi Univariat

Analisis data dengan menghitung rata – rata data kandungan zat gizi

dan mutu organoleptik bubur bayi yang disubstitusi daun katuk.

Daun Katuk

Penepungan

Tepung Daun Katuk

Substitusi pada Bubur Bayi

Uji Kandungan Zat Gizi

Uji Organoleptik

Kadar karbohidrat, protein, lemak, serat, zat besi dan betakaroten

Warna, rasa, teksturm, aroma

Page 20: Bagian Isi

b. Analisi Bivariat

Dilakukan uji bivariat dengan uji statistik ANOVA (Analysis of

Varians) salah satu faktor untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari

penggunaan dari berbagai persentase penambahan tepung daun katuk

terhadap kandungan zat gizi dan organoleptik bubur bayi. [engujian

dilakukan pada derajat kepercayaan 95% dengan p value 0,05 dengan α =

0,05. Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak artinya Ada pengaruh subtitusi

tepung daun katuk terhadap kandungan gizi bubur bayi. Jika p value > 0,05

maka Ho diterima artinya tidak ada pengaruh subtitusi tepung daun katuk

terhadap kandungan gizi bubur bayi.

c. Uji Lanjut

Uji lanjut dilakukan jika dalam pengujian ANOVA dihasilkan ada

perbedaan yang bermakna. Untuk menentukan uji yang digunakan perlu

dilihat koefisien keragaman. Koefisien keragaman adalah deviasi baku per

unit percobaan. Koefisien keragaman menentukan derajat kejituan.30

KK = √ RKD x 100%

Ÿ

Keterangan:

KK = koefisien keragaman

RKD = rata – rata kuadran dalam

Ÿ = rata – rata keseluruhan

Uji beda yang sebaiknya digunakan adalah30:

1. Jika KK besar (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal

20% pada kondisi heterogen). Uji yang digunakan adalah uji Duncan.

2. Jika KK sedang (antara 5-10% pada kondisi homogen atau 10-20%

pada kondisi heterogen). Uji yang digunakan adalah uji BNT (Beda

Nyata Terkecil) atau LSD (Least Significance Different).

Page 21: Bagian Isi

3. Jika KK kecil (maksimal 5% pada kondisi homogen atau maksimal

10% pada kondisi heterogen). Uji yang digunakan adalah uji BNJ

(Beda Nyata Jujur) atau Tukey.

d. Data organoleptik bubur untuk tingkat penerimaan

1. Deskripsi rata-rata penerimaan bubur bayi dalam bentuk tabel

Deskripsi berdasarkan skoring yang telah ditentukan

2. Uji beda

Data hasil uji organoleptik ditabulasikan dalam bentuk tabel

kemudian dirata-rata. Data dianalisis menggunakan uji statistik

parametric ANOVA repeated measure bila data berdistribusi

normal, atau menggunakan uji non parametric Friedman bila data

tidak berdistribusi normal dengan kepercayaan 95% dengan α=0,05.

Jika p value <0,05 maka Ho ditolak artinya ada perbedaan

penerimaan bubur bayi dengan berbagai macam persentase

penambahan tepung daun katuk. Jika p value >0,05 maka Ho

diterima artinya tidak ada perbedaan penerimaan bubur bayi dengan

berbagai macam persentase penambahan tepung daun katuk.

DAFTAR PUSTAKA

1. United Nations Children’s Fund, World Health Organization, The World Bank.

UNICEFWHO-World Bank Joint Child Malnutrition Estimates. (New York:

UNICEF, Geneva: WHO Washington DC: The World Bank); 2012. Hal 3.

2. Roche A, Sun S. Human Growth and Development. New York: Cambridge

University Press; 2003. Hal 111.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:

Kemenkes RI; 2013. Hal 256.

4. South East Asian Nutrition Surveys. Regional Overview on Nutrition and Health

Trends. South East Asian: SEANUTS; 2012.

5. Hana S. Kurang Gizi, Tubuh Anak Indonesia Pendek. (updated 2013 May 23, cited

2014 Nov 27). Available from: http://gizi.depkes.go.id/kurang-gizi-tubuh-anak-

indonesia-pendek

Page 22: Bagian Isi

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Umum Pemberian Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP – ASI). Jakarta : Depkes RI; 2006. Hal 1.

7. Zahraini Y. 1000 Hari : Mengubah Hidup, Mengubah Masa Depan. (updated 2013

May 02, cited 2014 Nov 27). Available from : http://gizi.depkes.go.id/1000-hari-

mengubah-hidup-mengubah-masa-depan

8. Chen K, Zhang X, Li TY, Chen L, Wei Xp, Qu P, Liu YX. Effect of Vitamin A,

Vitamin A Plus Iron, and Multiple Micronutrient Fortified Seasoning Powder on

Preshcool Children in Suburb of Chongqing, China. The Journal of Nutrition. 2011

Apr;27(4): 428-434.

9. Muaris H. Bubur susu: makanan pendamping ASI untuk bayi mulai usia 6 bulan.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2005. Hal 34.

10. Rukmana R. Katuk: Potensi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius; 2003. Hal 18 –

21.

11. UNICEF. Progress for Children : Stunting, Wasting, and Overweight. 2007 (cited

2014 Nov 28). Available from :

http://www.unicef.org/progressforchildren/2007n6/index_41505.htm.

12. Umeta M, West CE, Verhoev H, Haidar J, Hautvest J. Factors Associated with

Stunting in Infants Aged 5 – 11 Months in The Dodota – Sire District, Rural

Ethiopia. The Journal of Nutrition 2003: 133: 1064 – 69.

13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Gerakan Sadar Gizi Dalam Rangka

1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Jakarta: Kemenkes RI; 2012. Hal 16 –

20.

14. Mathuram S, Aruna C, Sean F, Christa FW, Abdullah HB, Robert B. Progress and

barriers for the control of diarrhoeal disease. Lancet 2010; 376: 63–67

15. Dewey KG, Brown KH, "Update on technical issues concerning complementary

feeding of young children in developing countries and implications for intervention

programs," Food and Nutrition Bulletin.2003; 24: 5–28.

16. Emma AH, Dian RA, Kawiji, Baskoro KA. Karakterisasi Bubur Bayi Instan

Berbahan Dasar Tepung Millet (Panicum Sp) dan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus

Radiatus) Dengan Flavor Alami Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum

L.). Jurnal Teknosains Pangan UNS Vol 1 No 1 Oktober 2012. ( diakses 30

November 2014).

17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Spesifikasi Teknis Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP – ASI). Jakarta: Kemenkes RI; 2007.

Page 23: Bagian Isi

18. Loveina D. Pengaruh Pencampuran Tepung Terigu, Tepung Singkong (Manihot

utilisima Pohl) dan Tepung Daun Katuk (Saurapus Afrogynus) Terhadap

Karakteristik Biskuit. (Skripsi). Sumatera Barat: Universitas Andalas; 2009.

(diakses 30 November 2014).

19. Herudiyanto M, Agustiana VA. Pengaruh Cara Blansing Pada Beberapa Bagian

Tanaman Katuk (Sauropus Anrogynus L. Merr) Terhadap Warna dan Beberapa

Karakteristik Lain Tepung Katuk. Jurnal Teknologi Pangan Universitas Padjajaran;

2009. (diakses 30 November 2014).

20. Fenita Y, Kususiyah. Penggunaan Ekstrak Air Daun Katuk sebagai Pengganti Feed

additive Komersial untuk Memproduksi Meat Designers yang Efisien. Laporan

Riset Unggulan Universitas. Universitas Bengkulu; 2008.

21. Mahan K. dan Escott-Stump. Food, Nutrition, and Diet Therapy. USA: W.B

Saunders Company; 2008.

22. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2004.

Hal 15 – 17; 50 – 81

23. Marmi S. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2013.

Hal 45 – 48.

24. Brown JE. Nutrition Through the Life Cycle, Fourth Edition. USA : Wadsworth

Cengage Learning; 2011.

25. Institute of Medicine. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber,

Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on

Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and

Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee

on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. Washington DC :

National Academies Press; 2005.

26. Adhi, K. T. Perbedaan Pertumbuhan Linier (TB/U), Kadar Seng dan Kadar

Creactive Protein (CRP) pada Balita dengan Kadar Serum Retinol Normal dan

Tidak Normal. Tesis. Surabaya: Universitas Air Langga Surabaya; 2008.

27. Hadi, H., Stoltzfus, R. J., Dibley, M. J., Moulton, L. H., West, K. P., Kjolhede, J. C.

L., and Sadjimin, T. (2000). “Vitamin A Supplementation Selectively, Improves the

Linear Growth of Indonesia Preschool Children”. Am. J. Clin. Nutr. 71: Page. 507-

513.

28. Bhutta, Z. A., Ahmed, T., Black, R. E., Cousens, S., Dewey, K., Giugliani, E.,

Haider, B. A., Kirkwood, B., Marris, S. S., Sachdev, H. P. S., and Shekar, M.

Page 24: Bagian Isi

(2008). “Mathernal and Child Undernutrition 3, What Works? Interventions for

Maternal and Child Undernutrition and Survival”. www.thelancet.com;

29. Susiwi. Penilaian Organoleptik. Modul Jurusan Pendidikan Kimia Universitas

Pendidikan Indonesia; 2009.

30. Sastroasmoro S. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta:

Sagung Seto; 2011.

Page 25: Bagian Isi