20
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KajianTeori 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah proses yang terjadi dimana saja dan dilakukan dengan berbagai cara agar dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, mengarahkan tingkah laku orang lain, sehingga terjadi sebuah kerjasama untuk dapat mencapai tujuan tertentu (Rivai & Mulyadi, 2012). Menurut Rivai, Bachtiar, & Amar(2014) kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia. Kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan dalam suatu perusahaan. Berhasil tidaknya sebuah perusahaan dalam mencapai suatu tujuan dipengaruhi oleh cara seorang pimpinan. Sosok pemimpin dalam perusahaan dapat menjadi efektif apabila pemimpin tersebut mampu mengelola perusahaannya dan mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun pengertian kepemimpinan menurut (Hasibuan, 2018) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku para bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.1.2 Tipe Kepemimpinan Tewal, & Tumbol(2014) mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan terbagi menjadi beberapa tipe kepemimpinan, antara lain: a. Tipe Kepemimpinan Otokratis Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KajianTeori 2.1.1 Pengertian

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Kepemimpinan adalah proses yang terjadi dimana saja dan dilakukan dengan
berbagai cara agar dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, mengarahkan tingkah laku
orang lain, sehingga terjadi sebuah kerjasama untuk dapat mencapai tujuan tertentu
(Rivai & Mulyadi, 2012). Menurut Rivai, Bachtiar, & Amar(2014) kepemimpinan secara
luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok
dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk
menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau
proses untuk membujuk orang agar bersedia.
Kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan dalam suatu perusahaan.
Berhasil tidaknya sebuah perusahaan dalam mencapai suatu tujuan dipengaruhi oleh cara
seorang pimpinan. Sosok pemimpin dalam perusahaan dapat menjadi efektif apabila
pemimpin tersebut mampu mengelola perusahaannya dan mempengaruhi perilaku
bawahan agar mau bekerja sama dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun pengertian
kepemimpinan menurut (Hasibuan, 2018) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin
dalam mempengaruhi perilaku para bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.1.2 Tipe Kepemimpinan
beberapa tipe kepemimpinan, antara lain:
a. Tipe Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada
kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan
sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan
kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang
mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik
7
terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap
eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat
konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan
apabila mereka patuh.
kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat
menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang
berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak
menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi
hanya berlangsung searah.
kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya
sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan,
(2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan
kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau
hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk
mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha
tahu dan maha benar. Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda
dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan
maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol
disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.
d. Tipe Kepemimpinan Karismatik
Istilah karisma berasal dari kata yunani yang berarti karunia (gift), anugerah atau
pemberian. Karis berarti menyukai, merujuk kepada kepribadian seseorang yang
memiliki kepribadian menarik ataupun memiliki daya pikat mempunyai penampilan
menarik atau mampu berkomunikasi. Sehingga banyak orang yang menyukainya. Artinya
8
orang yang memiliki karisma berarti orang yang memiliki kelebihan, perbedaan dan
keistimewaan dari pada yang lain.
e. Tipe Kepemimpinan Demokratis
dan untuk bersama. Landasan dari kepemimpinan demokratis adalah anggapan dengan
adanya interaksi dinamis maka tujuan organisasi akan tercapai. Gaya Kepemimpinan
Demokratik, yaitu gaya kepemimpinan yang memiliki karakteristik sebagai berikut,
dalam proses pergerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan
dan tujuan organisasi dalam kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya;
senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahan; selalu berusaha
menjadikan bawahannya sukses dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadi
sebagai pemimpin.
sekolah meliputi: kinerja guru dalam mengajar baik dalam memberikan penjelasan
meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap,
pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik dengan kinerja yang baik setelah
menjadi sekolah favorit. Waktu wajar (timelines) yakni sesuai dengan waktu yang wajar
meliputi memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu, waktu ulangan tepat. Handal
(reliability) yakni usia pelayanan bertahan lama. Meliputi pelayanan prima yang
diberikan sekolah bertahan lama dari tahun ke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.Daya tahan (durability) misalnya meskipun
krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan untuk tetap berpenampilan indah (aesteties)
misalnya eksterior dan interior sekolah ditata menarik, guru membuat media-media
pendidikan yang menarik. Hubungan manusiawi (personal interface) yakni menunjung
tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme. Misalnya warga sekolah saling
menghormati, demokrasi, dan menghargai profesionalisme.Mudah penggunaanya (easy
of use) yakni sarana dan prasarana dipakai. Misalnya aturan-aturan sekolah mudah
diterapkan, buku-buku perpustakaan mudah dipinjam di kembalikan tepat waktu. Bentuk
9
khusus (feature) yakni keuggulan tertentu misalnya sekolah unggul dalam hal penguasaan
teknologi informasi (komputerisasi).
Misalnya sekolah tentulah memenuhi standar pelayanan minimal. Konsistensi
(concistency) yakni kesenjangan, konstan dan stabil, misalnya mutu sekolah tidak
menurun dari dulu hingga sekarang, warga sekolah konsisten dengan
perkataanya.Seragam (uniformity) yakni tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya sekolah
melaksanakan aturan, tidak pandang bulu, seragam dan berpakaian. Mampu melayani
(serviceability) yakni mampu memberikan pelayanan prima. Misalnya sekolah
menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk mampu dipenuhi dengan baik
sehingga pelanggan merasa puas.Ketepatan (acuracy) yakni ketepatan dalam pelayanan
misalnya sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan
pelanggan sekolah.
Pengertian Kepala Sekolah Kepala sekolah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang paling berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Sedangkan Istilah kepala sekolah berasal dari dua kata, yaitu kepala dan sekolah.
Menurut Purwanti (2013) Kepala dapat diartikan “Ketua” atau “Pemimpin” dalam suatu
organisasi atau sebuah lembaga. Kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan
seorang tenaga profesional yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dan
menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan
secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dalam
mengelola satuan pendidikan disyaratkan menguasai keterampilan dan kompetensi
tertentu yang dapat mendukung pelaksanaan tugasnya. Sahertian mengartikan
“kompetensi sebagai kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidikan dan latihan. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan latihan dengan
standari dan kualitas tertentu sesuai dengan tugas yang akan dilaksanakan (Nurbaya,
2015).
Kepala sekolah sebagai pemimpin yang baik adalah seorang kepala sekolah yang
memiliki karakter atau ciri-ciri khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar,
pengalaman dan pengetahuan profesional, diklat dan ketrampilan profesional,
10
mendukung pelaksanaan tugasnya. Sahertian mengartikan “kompetensi sebagai
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan latihan dengan standari dan kualitas
tertentu sesuai dengan tugas yang akan dilaksanakan (Nurbaya, 2015).
2.1.5 Kepemimpinan Pembelajaran Kepala Sekolah
Kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) adalah tindakan yang
dilakukan dengan maksud mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan
memuaskan bagi guru, serta mengembangkan kondisi dan hasil belajar yang diinginkan
siswa. Kepemimpinan pembelajaran, kepala sekolah diharapkan mampu
mengekspresikan perilaku-perilaku kepemimpinan pembelajaran yang dicirikan dengan
peranan dan fungsinya sebagai management engineer, communicator, clinical practioner,
role model, dan sebagai high priest.Sebagai pemimpin pembelajaran, kepala sekolah
harus mempertimbangkan faktor eksternal dalam upayanya meningkatkan pembelajaran,
yakni: faktor nilai-nilai dan harapan masyarakat, dan faktor struktur kelembagaan sekolah
(Kusmintardjo, 2014). Kepemimpinan pembelajaran adalah pemimpin yang
memfokuskan/menekankan pada pembelajaran. Komponen-komponen kepemimpinan
pembelajaran meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian, pengembangan
guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah
(Kusuma Wardani & Indriayu, 2015).
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan cara atau usaha kepala sekolah dalam
mempengaruhi (influencing), mendorong, membimbing, mengarahkan dan
menggerakkan guru, siswa, orang tua siswa dan pihak lain yang terkait untuk
bekerja/berperan serta guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Hal ini berarti kepala
sekolah merupakan jabatan pimpinan, yaitu tenaga fungsional guru yang diberi tugas dan
tanggung jawab serta mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang
ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai
tujuan bersama. Kepala sekolah merupakan jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh
sembarang orang tanpa didasarkan atas pertimbangan tertentu. Siapa pun yang akan
diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan
11
tertentu seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, kompetensi, pangkat dan
integritas. Oleh sebab itu, kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal sebab
pengangkatannya melalui suatu proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan yang
berlaku, (Arifin, 2017).
para pendidik. Melalui pendidik yang kompeten akan dihasilkan siswa yang berkualitas.
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena
kepemimpinan pembelajaran berkontribusi yang sangat signifikan terhadap peningkatan
prestasi belajar para siswa. Kepemimpinan pembelajaran dapat mampu memberikan
dorongan dan masukan terhadap warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar para
siswanya. Kepemimpinan pembelajaran juga dapat mampu memfokuskan kegiatan-
kegiatan warganya untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah.
Kepemimpinan pembelajaran juga penting diterapkan di sekolah karena kemampuannya
dalam membangun komunitas belajar warganya bahkan mampu menjadikan sekolahnya
sebagai sekolah pembelajar (learning school) Daryanto, (2011), Mendefinisikan
kepemimpinan pembelajaran yang efektif adalah sebagai berikut:
a) Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas
(1) Melibatkan guru-guru dalam menerapkan dan mengembangkan tujuan serta sasaran
pembelajaran sekolah.
mengembangkan program pembelajaran.
(3) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran.
(4) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran.
b) Menjadi narasumber bagi staf
(1) Bekerja sama dengan guru untuk memperbaiki program pembelajaran di kelas
sesuai dengan kebutuhan siswa.
penelitian dan praktik yang baik.
(3) Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi program
pembelajaran.
12
c) Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran
(1) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya semua
siswa boleh belajar.
(2) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut) bagi
siswa-siswa yang membutuhkannya.
(3) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim
pembelajaran baik dan tertib dalam kelas.
a) Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas
1) Melibatkan guru-guru dalam menerapkan dan mengembangkan tujuan serta sasaran
pembelajaran sekolah.
mengembangkan program pembelajaran.
(3) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran.
(4) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran.
b) Menjadi narasumber bagi staf
(1) Bekerja sama dengan guru untuk memperbaiki program pembelajaran di kelas sesuai
dengan kebutuhan siswa.
dan praktik yang baik.
c) Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran
(1) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya semua
siswa boleh belajar.
(2) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut) bagi
siswa-siswa yang membutuhkannya.
(3) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim
pembelajaran baik dan tertib dalam kelas.
Landasan yuridis tentang kepemimpinan pembelajaran adalah Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa keefektifan kepala sekolah dinilai
angka keditnya dalam kompetensi: (1) Kepribadian dan sosial; (2) Kepemimpinan
13
pembelajaran; (3) Pengembangan sekolah dan madrasah; (4) Manajemen sumber daya;
(5) Kewirausahaan sekolah/madrasah; dan (6) Supervisi pembelajaran.
Kepala sekolah dalam meningkatkan profesonalisme guru diakui sebagai salah satu
faktor yang sangat penting dalam organisasi sekolah, terutama tanggung jawabnya dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah (Gorton & Schneider, 1991).
a) Makna visi sekolah ditentukan melalui berbagi pendapat atau urun rembug dengan
warga sekolah serta mengupayakan agar visi dan misi sekolah tersebut hidup subur
dalam implementasinya.
b) Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah
(manajemen partisipatif).
d) Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar untuk
memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam
sekolah.
e) Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara dapat
mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam mengatasi
kesulitan belajar tersebut.
Ada banyak rumusan tentang arti kepemimpinan pembelajaran, tetapi fokus dan
ketajamannya masih berbeda-beda. Menurut Eggen & Kauchak (2004), kepemimpinan
pembelajaran adalah tindakan yang dilakukan kepala sekolah dengan maksud
mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan memuaskan bagi guru, serta pada
akhirya mampu menciptakan kondisi belajar siswa meningkat. Secara implisit definisi ini
mengandung maksud bahwa kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan yang
mengarah pada terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadiya proses
pembelajaran yang optimal.
Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai
upaya memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat
memperbaiki prestasi belajar siswanya. Definisi ini belum menyeluruh, karena hanya
memfokuskan pada guru.
14
inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat. Dengan
demikian, kepemimpinan pembelajaran memfokuskan/menekankan pada pembelajaran
a) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan;
b) mendorong dan mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa;
dan tujuan sekolah; dan
d) membangun komunitas belajar warga dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya
sebagai sekolah belajar (learning school).
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting diterapkan di sekolah karena
mampu: Kegiatan sekolah memiliki perilaku-perilaku guna memberdayakan warga
sekolah seoptimal mungkin, dan dapat memfasilitasi warga sekolah untuk belajar terus
dan berulang-ulang, mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya, memberi
kewenangan dan tanggung jawab kepada warga sekolahnya, mendorong warga sekolah
untuk akuntabel terhadap proses dan hasil kerjanya, mendorong teamwork yang kompak,
cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan utama yaitu
siswa, juga mengajak warga sekolah untuk menjadikan sekolah berfokus pada layanan
siswa, mengajak warga sekolah untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak
warga sekolah untuk berpikir sistem, mengajak warga sekolah untuk komitmen terhadap
keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolah untuk melakukan perbaikan secara terus-
menerus. Pengaruh kepemimpinan pembelajaran tidak langsung bekerja pada proses
pembelajaran di kelas, namun dengan kepemimpinan pembelajaran akan terbangun iklim
akademik yang positif, komunikasi yang baik antar pimpinan dan bawahan, perumusan
tuntutan akademik yang tinggi, serta tekad untuk mencapai tujuan sekolah.
2.1.7 Karakteristik Kepemimpinan Pembelajaran
Apa peran kepala sekolah dalam kepemimpinan pembelajaran? Perhatikan tabel 1
berikut ini untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Perbedaan Tugas dan Fungsi Manajer sebagai Pemimpin
MANAJER PEMIMPIN
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
yang sudah ditetapkan
maju.
kerja yang ditentukan
pada penuntasan misi
Melakukan pengawasan atas
ditetapkan
misi secara kreatif.
yang dikutip Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (2011: 13-14), antara lain:
a) Mengembangkan misi dan tujuan,
b) Mengelola program pembelajaran,
e) Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif.
(Davies & Davies, 2010) menyatakan bahwa pemimpin harus mampu berkreasi, memberi
motivasi dan bekerja dalam keseimbangan tim. Kepemimpinan pembelajaran harus
bergeser dari kepemimpinan top-downke kepemimpinan dengan pendekatan tim.
Kepemimpinan ini mengutamakan keseimbangan perhatian pada pembelajaran dan peran
tim, serta pengembangan tim.
Kebudayaan di Indonesia (2015) dalam Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan
Pengawas Sekolah dalam Mengelola Implementasi Kurikulum 2013 di Indonesia:
Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013,
Kurniasih & Sani, (2014) untuk Kepala Sekolah menyebutkan tugas kepala sekolah
sebagai pemimpin pembelajaran adalah mengembangkan sekolah dengan berbasis data,
16
menentukan misi sekolah harus berdasarkan data. Sedangkan dalam mengelola
pembelajaran tentu harus disertai dengan menyelaraskan hubungan kerja. Hubungan kerja
antara pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras dan memiliki peluang untuk
meningkatkan kompetensi, akan menjadi modal tumbuhnya iklim belajar yang positif di
sekolah. Jika iklim belajar di sekolah positif tentu akan meningkatkan motivasi warga
sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah. Dampaknya hasil belajar siswa akan
meningkat. Senge (2000), menyebutkan bahwa seorang pemimpin memfasilitasi dan
mendorong suasana untuk kebebasan bertindak. Keyakinan, ide, pendapat dan perilaku
pemimpin adalah penanda budaya belajar yang harus dilakukan dalam lingkungan
sekolah. Dalam dunia olahraga, misalnya, Alex Ferguson adalah seorang pelatih dan
mantan pemain sepak bola yang pernah menangani Manchester United sebagai manajer-
pemimpin, di mana dia telah bertugas lebih dari 1000 pertandingan. Ferguson dianggap
sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah, dia telah memenangkan lebih banyak
hadiah yang diperoleh dari pelatih
a) Kepala sekolah yang hebat adalah pemimpin dan manager yang hebat, dan sebaliknya.
b) Semua pemimpin adalah guru.
c) Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda.
d) Tugas kepala sekolah adalah membangun komunitas diantara siswa, guru, orang tua
dan staf untuk berbagi tujuan.
e) Kepala sekolah harus membangun konteks dan kapasitas komunitas untuk
menjalankan ide-ide dan mengamati apa yang terjadi sampai mereka percaya diri untuk
menyelaminya sendiri.
2.2.1 Pengertian Kinerja Guru
Guru dalam bahasa inggris guru disebut dengan teacher yang memiliki arti
seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain. Guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang
yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan
17
formal, tetapi juga bisa di masjid, rumah, dan sebagainya. Kinerja guru adalah hasil kerja
nyata secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya yang
meliputimenyusun program pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan
evaluasi, dan analisis evaluasi, (Rusman, 2012). Guru merupakan salah satu komponen
utama dalam pendidikan maka guru harus memiliki kinerja yang baik dan memang
dituntut untuk demikian. Guru inilah yang menjadi kunci suksenya dalam proses
pembelajaran disekolah. Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan terlihat dari bagaimana
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut.Kinerja guru dalam pembelajaran
menjadi bagian terpenting dalam mendukung terciptanya proses pendidikan secara efektif
terutama dalam membangun sikap disiplin dan mutu hasil belajar siswa” dengan
demikian, guru sangat menentukan mutu pendidikan, berhasil tidaknya proses
pembelajaran, terorganisasikannya sarana prasana, peserta didik, media, alat dan sumber
belajar.
menjalankan tugas dan kewajibannya mengajar dengan standar mutu yang ditentukan,
yakni kemampuannya merencanakan program pengajaran, melaksanakan di kelas sesuai
dengan jadwal yang ditentukan, serta dapat mencapai hasil pembelajaran yang
memuaskan. Sikap dan perilaku ini diperlukan oleh karena setiap individu yang bekerja
dalam suatu organisasi atau unit kerja selalu diberi tugas dan kewajiban untuk bekerja
sesuai bidangnya dan menunjukkan kinerja yang memuaskan sehingga dapat memberikan
konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut (Suprastowo,
2013).
Kinerja guru merupakan aktivitas atau prilaku yang menonjol oleh para guru
dalam bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Adapun kinerja guru pada tugas
pokok guru adalah sebagai berikut:
1) Membuat program pengajaran/rencana kegiatan belajar mengajar semester/tahun.
2) Membuat program perencanaan pembelajaran.
3) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
4) Mengadakan kegiatan penilaian belajar semester/tahun.
5) Mengisi daftar hadir siswa.
18
7) Menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.
8) Melaksanakan kegiatan membimbing.
9) Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing- masing siswa.
10) Melaksanakan tugas tertentu di sekolah.
2.2.2 Indikator Kinerja Guru
Guru Indikator kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran tolak ukur
dalam menilai kinerja. Menurut Sudarmanto(2009) mengemukakan 4 dimensi yang dapat
dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja secara umum, yaitu;
1. Kualitas, yaitu ; tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
2. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu
kerja efektif/jam kerja hilang.
4. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.
Dari empat indikator kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua hal terkait
dengan aspek keluaran atau hasil pekerjaan yaitu kualitas hasil, kuantitas keluaran dan
dua hal terkait aspek perilaku individu yaitu penggunaan waktu dalam bekerja (tingkat
kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerja sama sehingga keempat indikator diatas
mengukur kinerja pada level individu.
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru
a. Lingkungan Fisik Sekolah
yang dapat pengaruh kinerja. Terlebih dahulu dijelaskan faktor lingkungan fisik.
Lingkungan fisik disini berarti lingkungan kerja. Lingkungan kerja adalah keadaan
bahan, peralatan, proses produksi, cara dan sifat pekerjaan serta keadaan lainnya di
sekitar tempat kerja yang dapat penganut keselamatan dan kesehatan kerja, (Hidayatullah,
et al., 2018).
19
Faktor eksternal lain yang memengaruhi kinerja adalah insentif atau gaji yang
terkait dengan kesejahteraan guru. Faktor selanjutnya adalah kompensasi, gaji, atau
imbalan. Faktor Ini walaupun pada umumnya tidak menempati urutan paling atas, tetapi
masih merupakan faktor yang mudah pengaruh ketenangan dan kegairahan kerja guru.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kesejahteraan guru berpengaruh terhadap
kinerja(Hidayatullah et al., 2018).
c. Kebijakan Sekolah
Faktor eksternal lain yang dapat pengaruh kinerja guru yakni faktor kebijakan dan
sistem administrasi. Kegiatan lembaga pendidikan sekolah selain diatur pemerintah,
sesungguhnya sebagian besar ditentukan oleh aktivitas kepala sekolahnya (Hidayatullah
et al., 2018). Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin dituntut untuk membuat bawahan
bekerja dengan senang dan sukarela melaksanakan tugasnya. Dalam kaitannya dengan
tugas tanggung jawab sebagai pemimpin, ia bertanggungjawab dalam upaya mencapai
tujuan lembaga.
Dr. Donald Kirkpatrick (1924-2014) pada tahun 1950an. Model evaluasi ini digunakan
untuk menilai hasil training dan program academis. Terdapat 4 tahap dalam model ini
yaitu (1) Reaksi (Reaction), untuk mengukur bagaimana peserta bereaksi terhadap
pelatihan, (2) Pembelajaran (Learning), untuk menganalisa apakah peserta memahami
pelatihan yang dilakukan, (3) Perilaku (Behavior) akan melihat apakah peserta
menggunakan apa yang mereka pelajari dalam pelatihan dan (4) Hasil (Result) akan
menentukan apakah materi yang disampaikan dalam training berdampak pada organisasi.
Gambar 2.6.1. Tahap Model Evaluasi Kirkpatrick
20
Youker dan Ingraham (2014) menyebutkan bahwa adanya model evaluasi goal
free telah diterapkan dalam berbagai evaluasi program selama kurang lebih 40 tahun
sejak dicetuskan oleh Scriven pada tahun 1972. Evaluator goal free mencoba dengan
melihat dan mengukur semua hasil, dan dampak dari program baik yang diharapkan
maupun tidak tanpa terikat pada tujuan program tersebut. Dengan kata lain model
evaluasi ini lebih menekankan pada kinerja program daripada tujuan program itu sendiri.
2.3.3 Goal Based Evaluation Model
Berdasarkan deskripsi dari Youker, et al. (2012) evaluasi model goal based
bertujuan untuk menjabarkan apakah program dapat mencapai tujuannya. Model evaluasi
ini dikembangkan oleh Tyler.
2.3.4 Countenance Evaluation Model
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Stake yang menekankan pada evaluasi
yang menggunakan 2 hal yaitu deskripsi dan pembedaan 3 tahap dalam evaluasi program;
persiapan, proses dan hasil. (Dewantara, 2017).
2.3.5 CSE-UCLA Evaluation Model
Divayana (2018). Model evaluasi ini mempunyai 5 tahap yaitu perencanaan,
implementasi, pengembangan, hasil dan dampak. Model ini tepat digunakan untuk
mengevaluasi program yang membantu kehidupan.
2.3.6 CIPP Evaluation Model
CIPP (Context, Input, Process and Product) adalah model yang dikembangkan
oleh Stufflebeam. Disini, evaluasi akan melihat secara keseluruhan dan merupakan
sebuah system. Tujuan evaluasi adalah memperbaiki program (Stufflebeam and McKee,
2003:118)
Selain model penelitian tersebut diatas, Malcom Provus (1971) mengembangkan
penelitian Discrepancy Evaluation Model (DEM). Model penelitian ini berfokus pada
pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Kesenjangan yang
dimaksud yaitu apa yang diharapkan pada rencana atau standar program dengan hasil
21
dalam aplikasi program. Standar merupakan kriteria yang ditentukan dengan harapan ada
hasil yang efektif. Seperti yang dikemukakan oleh Rahman et all (2018), standar juga bisa
disebut desain program.Kesenjangan juga muncul jika hasil lebih tinggi atau kebih
rendah dari standar.
program; (2) menentukan perbedaan antara kinerja dan standar; (3) menggunakan
ketidaksesuaian sebagai bahan untuk mengubah kinerja atau standar program (Fitzpatrick,
Sanders, Worthen, 2004).Rahman, et all (2018) menyatakan ada 5 tahap untuk
mengevaluasi dengan menggunakan DEM, yaitu: desain program (1), instalasi (2), proses
pelaksanaan (3), hasil program (4), analisis biaya manfaat (5), seperti yang dikemukakan
oleh Provus (1971) dan Yavorsky (1984). Penjabarannya adalah sebagai berikut:
- Tahap 1, Desain Program
Dalam tahap ini dikumpulkan informasi mengenai standar atau desain program.
Ada 3 kriteria program dalam tahap 1 meliputi input, proses dan output.
- Tahap 2, Instalasi
Perbandingan pertama antara pelaksanaan program dan standar program
yang muncul di tahap 2 disebut dengan input program. Perbandingan tersebut
digunakan untuk mengevaluasi instalasi program dan untuk mengidentifikasi
apakah ada kesenjangan / discrepancy.
Dalam tahap 3, dilaksanakan untuk menilai apakah proses dapat
mengubah input menjadi output. Hal tersebut untuk memastikan bahwa sumber
dan teknik yang digunakan dalam program, sejalan dengan tujuan program.
- Tahap 4, Hasil Program
program telah dicapai dengan mengevaluasi hasil program.
- Tahap 5, Analisis Biaya Manfaat
Tahap terakhir yaitu tahap lima, digunakan untuk membandingkan
program yang diteliti dengan program lain yang kurang lebih sama, untuk
menentukan program manakah yang lebih baik untuk dilakukan agar alokasi
menjadi efektif. Secara singkat dapat diambil kesimpulan bahwa tahap 1 adalah
22
program.
melaksanakan model discrepancy, yaitu:
1. Mengembangkan desain dan standar karakteristik implementasi ideal dari evalua si (objek
evaluasi): kebijakan, program atau proyek.
2. Merencanakan evaluasi menggunakan model evaluasi discrepancy. Menentukan informasi
yang diperlukan untuk membandingkan implementasi yang sesungguhnya dan dengan
standar yang mendefinisikan kinerja objek evaluasi.
3. Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasil−hasil
kuantitatif dan kualitatif.
dengan pelaksanaan dengan hasil−hasil pelaksanaan objek evaluasi yang sesungguhnya
dan menentukan rasio ketimpangan.
5. Menentukan penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja objek evaluasi.
6. Menghilangkan ketimpangan dengan membuat perubahan−perubahan terhadap
implementasi objek evaluasi.
Ketimpangan ditentukan melalui mempelajari tiga aspek dari program, yaitu
masukan, proses dan keluaran pada tingkat−tingkat pengembangan program:
a. Definisi program yang memfokuskan pada desain dan sifat daripada proyek, termasuk
objektif, siswa, staf, aktivitas, dan sebagainya.
b. Implementasi program.
c. Proses program, difokuskan pada tingkat formatif dimana objektif sedang dicapai. Produk
program atau pertandingan final outcome dengan standar atau objektif.
2.4 Kajian Penelitian yang relevan
Arifin, (2010), dalam penelitiannya bahwa “Kepemimpinan Pembelajaran Kepala
Sekolah Menerapkan Karakter Pada Era Masyarakat Ekonomi Asia” menemukan dan
Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran pada satuan pendidikan memiliki
tanggungjawab untuk berkolaborasi dengan dua sisi perubahan pendidikan, penyelarasan
dengan kebutuhan MEA dan Globalisasi, sekaligus melestarikan karakteristik kebangsaan
23
melalui pendidikan karakter yang berbasis pada local wisdom guna melestarikan jati diri
bangsa yang berperadaban.
efektif untuk meningkatkan profesionalisme pendidik. Kepemimpinan pembelajaran mampu
memberikan dorongan dan arahan terhadap warga sekolah untuk meningkatkan prestasi
belajar siswanya. Kepemimpinan pembelajaran juga mampu memfokuskan kegiatan-
kegiatan warganya untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah. Kepemimpinan
pembelajaran penting diterapkan di sekolah karena kemampuannya dalam membangun
komunitas belajar warganya dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah
pembelajar (learning school)
Transformasional Kepala Sekolah Pada Konteks Pendidikan Di Indonesia” hasil penelitian
ini menunjukkan beberapa temuan:1) Kepemimpinan transformasional adalah gaya
kepemimpinan yang menekankan penyediaan kesempatan untuk meningkatkan setiap
komponen sekolah (yaitu: guru, siswa, staf sekolah, orang tua, masyarakat di sekitar
sekolah, dan lain-lain) untuk bekerja keras saat bertemu sistem nilai yang baik sehingga
setiap anggota di sekolah siap berpartisipasi dan didistribusikan secara optimal untuk
mencapai visi sekolah; 2) Kepemimpinan Transformasional sesuai untuk diterapkan untuk
mengembangkan budaya sekolah. Untuk alasan itu kepala sekolah harus menggunakan
karakteristik dan kualitas yang dijelaskan dalam kepemimpinan transformasional ketika
membuat keputusan mengenai implementasi reformasi budaya sekolah; 3) Pengembangan
strategi budaya sekolah yang seharusnya berlaku dalam konteks membangun budaya
sekolah yang berkualitas di Indonesia termasuk pemodelan, pengajaran, dan penguatan
lingkungan.
Serafim, (2013), Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis atau
tipe kepemimpinan delapan kepala sekolah menengah di wilayah Alentejo. Penelitian ini
merefleksikan, di satu sisi cara guru dan seluruh staf sekolah menilai, melalui persepsi
pribadi, perilaku Kepala Sekolah, dan di sisi lain cara pandang kepemimpinan oleh masing-
masing Kepala Sekolah.
W. Warsilah & Wijayanti, (2015), melalui penelitiannya yang berjudul “Peran
Kepala Sekolah Dalam Pengembangan Budaya Sekolah Di UPT SD Kecamatan Moyudan
24
Kabupaten Sleman”menunjukkan bahwa dengan berbagai upaya telah dilaksanakan oleh
kepala sekolah dalam mengembangkan budaya sekolah. Upaya tersebut meliputi
pemantapkan nilai dasar budaya sekolahtersebut, melakukan pembinaan terhadap anak
sekolah, membuat acara-acara rutinitas, memberikan penilaian dan penghargaan, tanggap
terhadap masalah eksternal dan internal, dan melaksanakan koordinasi dan kontrol.
Carpenter, (2015), dalam penelitian menyatakan penting bagi masyarakat sebagai
kasus khusus yang dapat memberi informasi kepada para pemimpin pendidikan tentang
mekanisme yang dapat dimanfaatkan untuk memastikan keberhasilan implementasi
kebijakan dan prosedur yang digariskan dalam budaya sekolah dan literatur komunitas
pembelajaran profesional.
Nicole paolucci, (2013), dalam penelitian mengatakan bahwa Pengaruh pemimpin
terhadap anggota kelompok dan pada cara kerja dan kinerja kelompok membuat
pembelajarannya penting ketika tujuannya adalah untuk mengetahui kelompok, proses dan
dinamika mereka. Saputro (2018), hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa SMP Negeri 1
Sukoharjo mengimplementasikan pendidikan karakter melalui tiga tahapan, yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, serta tahap monitoring dan evaluasi. Dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter, SMP Negeri 1 Sukoharjo mengalamibeberapa
kendala diantaranya jumlah siswa yang banyak sehingga sulit untukmelakukan pengawasan
terhadap siswa. Kendala selanjutnya adalah sekolahmengalami kesulitan dalam melakukan
pengawasan terhadap siswa ketika beradadi luar lingkungan sekolah yang disana terdapat
berbagai macam pengaruhterhadap karakter siswa. Siswa dapat terpengaruh oleh hal-hal
atau perilaku yangkurang mendidik sehingga hal tersebut menyebabkan kurang berhasilnya
program pendidikan karakter yang telah dilaksanakan oleh sekolah.
Sultoni, Bafadal, & Sudharta, (2018), hasil dari penelitian yaitu, (1) Kepala sekolah
memiliki perilaku yang baik sesuai dengan indikator kompetensi kepribadian kepala
sekolah. (2) Kepala SMPN 11 dan 18 Malang memiliki integritas kepribadian baik yang
ditunjukkan dengan sikap kejujuran, keadilan, disiplin, (3) Dalam pencapaian tujuan.
2.5 Kerangka Pikir
Evaluasi peran kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di Ensino
Secundaria Geral Cristal, Dili Timor-Leste, tujuan untuk mengukur sejauh mana peran
kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru tentang pembelajaran di sekolah
25
tersebut. Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi discrepancy
model. Berdasarkan tujuan penelitian tentang evaluasi peran kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kinerja guru tentang pembelajaran di sekolah. kegiatan evaluasi tersebut berupaya
menganalisis adanya peran kepemimpinan kepala sekolah dan pembelajaran tersebut
melalui kelima komponen dalam (Discrepancy model).yaitu Discrepancy model meliputi :
Disain, Instalasi, Proses, Output Dan Benefit
Hasil dari analisis kelima komponen tersebut nantinya akan menghasilkan
kesimpulan dari hasil evaluasi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru tentang
pembelajaran di sekolah tersebut. Simpulan tersebut diharapkan memberikan masukan bagi
sekolah tetang kendala peran kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru bagi
pembelajaran di sekolah.
Adapun kerangkah pikir dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2:Model Evaluasi Discrepancy
Evaluator