33
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Perpajakan Pengertiaan pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011) adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan oleh salah satu ahli yaitu M.J.H. Smeets dalam Erly Suandy (2011) adalah sebagai berikut: Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma- norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Menurut Erly Suandy (2011) ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah. 2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

  • Upload
    haliem

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpajakan

2.1.1 Pengertian Perpajakan

Pengertiaan pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28

Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011) adalah

sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum”.

Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan oleh salah satu ahli

yaitu M.J.H. Smeets dalam Erly Suandy (2011) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-

norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya

kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,

maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Menurut Erly Suandy (2011) ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai

definisi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

10

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila

dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai publik investment.

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari

pemerintah.

7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung”.

2.1.2 Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketauhi ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak

dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak menurut Waluyo (2011)

yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

2. Fungsi Mengatur (Regular)

Menurut Waluyo (2011) fungsi pajak yang pertama yaitu sebagai Fungsi

Penerimaan (Budgeter). Yang dimaksud dengan Fungsi Penerimaan (Budgeter).

adalah sebagai berikut:

“Penerimaan pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan

bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh:

dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri”.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

11

Sedangkan Fungsi pajak yang kedua menurut Waluyo (2011) yaitu sebagai

Fungsi Mengatur (Regular). Yang dimaksud dengan Fungsi Mengatur (Regular)

adalah sebagai berikut:

“Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya

pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian

pula terhadap barang mewah”.

2.1.3 Jenis Pajak

Menurut Waluyo (2011) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kelompok, adalah sebagai berikut:

1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini:

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib

Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifat

Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan

pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut.

a. Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti

memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

12

3. Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut :

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak

reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.

2.2 Pemeriksaan Pajak

2.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pengertian pemeriksaan menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai

berikut:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah

data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan

dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam

melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan yang dilaksanakan secara objektif

dan profesional.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

13

2.2.2 Unsur- unsur Pemeriksaan Pajak

Unsur-unsur pokok dalam pemeriksaan pajak yang dapat diuraikan

menurut Erly Suandy (2011) adalah sebagai berikut:

1. Informasi yang terukur dengan kriteria tetap, yaitu untuk proses

pemeriksaan pajak dimulai dengan mencari, menghimpun, dan mengolah

informasi yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) yang diisi oleh

Wajib Pajak sesuai dengan sistem self assessment. Dalam setiap

pemeriksaan diperlukan informasi yang dapat dibuktikan dan standar atau

kriteria yang dapat dipakai pemeriksa sebagai pegangan untuk melakukan

evaluasi terhadap informasi yang diperoleh.

2. Satuan usaha, yaitu setiap akan melakukan pemeriksaan pajak, ruang

lingkup pemeriksaan harus dinyatakan secara jelas. Kesatuan usaha dapat

berbentuk Wajib Pajak perorangan atau Wajib Pajak badan. Pada

umumnya periode waktu pemeriksaan pajak adalah satu tahun tetapi ada

pula pemeriksaan untuk satu bulan, satu kuartal atau beberapa tahun. Hal

ini disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti, maksudnya adalah segala

informasi yang dipergunakan oleh pemeriksa pajak untuk menentukan

informasi terukur yang diperiksa melalui evaluasi agar sesuai dengan

kriteria yang telah ditetapkan.

4. Pemeriksa yang kompeten dan independen, yaitu setiap pemeriksa pajak

harus memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang cukup agar

dapat memahami kriteria yang dipergunakan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

14

2.2.3 Tujuan Pemeriksaan

Mardiasmo (2011) mengemukakan tujuan pemeriksaan pajak adalah

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka

memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak,

yang dapat dilakukan dalam hal:

a. Surat pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk

yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi.

c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada

waktu yang telah ditetapkan.

d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh

Direktur Jenderal Pajak.

e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban Surat Pemberitahuan

tidak dipenuhi.

2.2.4 Kriteria Pemeriksaan Pajak

Terdapat dua kriteria pemeriksaan pajak, yaitu kriteria rutin dan kriteria

khusus. Menurut peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 kriteria

pemeriksaan rutin diatur di pasal 4 yang terdiri dari:

a. Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih

bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak;

b. Wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak;

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

15

c. Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;

d. Wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran likuidasi,

pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;

e. Wajib pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan

atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;

f. Wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat

Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan

dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan

berdasarkan analisis risiko; atau

g. Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk

dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

2.2.5 Prosedur Pemeriksaan

Untuk melakukan pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2011) Petugas

pajak harus melakukan prosedur pemeriksaan sebagai berikut:

1) Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan

dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

2) Wajib Pajak yang diperiksa harus:

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan dokumen

yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan

penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib

Pajak, atau objek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

16

c. Memberi keterangan yang diperlukan.

3) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen

serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban

untuk merahasiakan, maka kewajiban merahasiakan itu ditiadakan.

4) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau

ruangan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibannya.

2.2.6 Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak

Jenis-jenis pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2011) dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Rutin

2. Pemeriksaan khusus

Berdasarkan jenis-jenis pemeriksaan di atas menurut Suandy (2011)

dijelaskan sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Rutin, adalah pemeriksaan yang langsung dilakukan oleh unit

pemeriksa tanpa harus ada persetujuan terlebih dahulu dari unit atasan,

biasanya harus segara dilakukan terhadap:

a. Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar;

b. Surat Pemberitahuan (SPT) rugi;

c. Surat Pemberitahuan (SPT) yang menyalahi penggunaan norma

penghitungan.

Batas waktu pemeriksaan rutin lengkap paling lama tiga bulan sejak

pemeriksaan dimulai. Sedangkan pemeriksaan lokasi lamanya

maksimal 45 hari sejak Wajib Pajak diperiksa. Pemeriksaan rutin

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

17

terhadap Wajib Pajak yang tahun sebelumnya telah dilakukan

pemeriksaan lengkap dua tahun berturut-turut tidak lagi dilakukan

pemeriksaan lengkap pada tahun ketiga.

2) Pemeriksaan Khusus, dilakukan setelah ada persetujuan atau instruksi dari

unit atasan (Direktur Jenderal Pajak atau kepala kantor yang bersangkutan)

dalam hal:

a. Terdapat bukti bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang

disampaikan oleh Wajib Pajak tidak benar;

b. Terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana

dibidang perpajakan;

c. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi dari Direktur Jenderal Pajak

atau kepala kantor wilayah (misalnya ada pengaduan dari

masyarakat)

2.2.7 Metode Pemeriksaan Pajak

Metode pemeriksaan pajak yang sering digunakan menurut Waluyo (2012)

adalah sebagai berikut:

1. Metode langsung

metode langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan

melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT yang

dilakukan langsung terhadap laporan keuangan dan buku-buku, catatan-

catatan, serta dokumen-dokumen pendukungnya sesuai dengan urutan

proses pemeriksaan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

18

2. Metode tidak langsung

Sedangkan metode tidak langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan

pajak dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam

SPT. Pendekatan yang dilakukan untuk metode tidak langsung yaitu

dengan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya yang

meliputi Metode transaksi tunai, metode transaksi bank, metode sumber

dan pengadaan dana, metode perbandingan kekayaan bersih, metode

perhitungan persentase, metode satuan dan volume, pendekatan produksi,

pendekatan laba kotor dan pendekatan biaya hidup.

2.2.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan

Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan menurut Waluyo (2012)

ditetapkan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama enam

bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat

panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal

laporan hasil pemeriksaan.

2. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama

empat bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama delapan

bulan yang dihitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai

dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

3. Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi

yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain

yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

19

memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu

yang lebih lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam jangka

waktu paling lama dua tahun.

4. Dalam pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksa pajak,

mengenai pengajuan permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak oleh Wajib Pajak, jangka waktu pemeriksaan

sebagaimana dimaksud pada butir 1,2, dan 3 di atas, harus

memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian

kelebihan pembayaran pajak.

2.2.9 Produk Hukum Pemeriksaan Pajak

Produk hukum pemeriksaan pajak menurut Suhartono dan Ilyas (2010)

adalah sebagai berikut:

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat pajak yang

terutang tidak atau kurang bayar.

2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit pajak

atau jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada jumlah pajak

yang terutang.

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit pajak

atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

20

atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada

pembayaran pajak.

4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan

jumlah pajak terutang. Penerbitan SKPKBT dengan syarat sebelumnya

telah terbit ketetapan pajak (SKPKB, SKPN, atau SKPLB) untuk tahun

atau Masa Pajak yang sama.

5. Surat Tagihan Pajak (STP)

Diterbitkan untuk menagih sanksi administrasi berupa denda atau bunga

terkait keterlambatan pembayaran atau pelaporan SPT, dan pembuatan

Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan perpajakan.

2.2.10 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama Pemeriksaan

Menurut Waluyo (2012) hak dan kewajiban Wajib Pajak selama

pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Hak Wajib Pajak selama proses pemeriksaan ini meliputi:

a. Meminta Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah

Pemeriksaan kepada pemeriksa pajak;

b. Meminta Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak;

c. Meminta penjelasan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada

Pemeriksa Pajak;

d. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan

dokumen-dokumen secara terperinci;

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

21

e. Meminta rincian dan penjelasan yang berkenaan dengan hal-hal

yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat

Pemberitahuan (SPT) untuk ditanggapi;

f. Memberikan sanggahan terhadap koreksi-koreksi yang dilakukan

Pemeriksa Pajak, dengan menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan

sah dalam rangka closing conference;

g. Meminta petunjuk mengenai penyelenggaraan pembukuan atau

pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban

perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan

dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan

dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun

selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

h. Menerima buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen

yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak selama proses pemeriksaan

secara lengkap paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya

proses pemeriksaan.

2. Kewajiban Wajib Pajak apabila dilakukan pemeriksaan pajak, maka Wajib

Pajak wajib untuk:

a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan kantor

sesuai dengan waktu yang ditentukan;

b. Memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,

dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran

pemeriksaan;

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

22

c. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat

atau ruangan yang dipandang perlu;

d. Memberikan keterangan secara tertulis maupun lisan yang

diperlukan oleh Pemeriksa selama proses pemeriksaan;

e. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila Wajib Pajak

menyetujui seluruh hasil pemeriksaan;

f. Menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, bila Wajib Pajak

tidak atau tidak seluruhnya menyetujui hasil pemeriksaan tersebut;

g. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, apabila

Wajib Pajak/wakil/kuasanya menolak membantu kelancaran

pemeriksaan;

h. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk melakukan

penyegelan tempat atau ruangan tertentu.

2.2.11 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak

UU KUP menegaskan mengenai sanksi perpajakan yang terkait dengan

pemeriksaan yang dikutip oleh Suhartono dan Ilyas (2010) adalah sebagai berikut:

1. Apabila Hasil Pemeriksaan Terdapat Pajak Kurang Dibayar

a. Jumlah pajak yang kurang dibayar pajak ditambah dengan sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan

paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat

terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun

pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

23

b. PPN & PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih

lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tairf 0% dikenakan

sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% atas pajak yang

tidak atau kurang bayar.

2. Wajib Pajak Tidak Memenuhi Kewajiban Pemeriksaan.

Sanksi Administrasi

Apabila kewajiban pembukuan atau pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga

tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, atas jumlah pajak

dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan

yaitu:

1. 50% untuk PPh Badan dan/atau Orang Pribadi,

2. 100% untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan PPN dan

PPnBM.

Sanksi Pidana

Dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta

denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

apabila termasuk kategori tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 39 UU

KUP.

2.3 Penagihan Pajak

2.3.1 Pengertian Penagihan Pajak

Pada pasal 1 angka 9 dalam Undang-undang penagihan pajak dengan surat

paksa yang dimaksud dengan penagihan pajak yaitu:

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

24

“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.”

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa adanya

surat penagihan untuk memberitahukan agar penanggung pajak melunasi utang

dan biaya penagihan pajak dan sekaligus memberitahukan surat paksa

mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,

dan menjual barang yang telah disita.

2.3.2 Timbulnya Utang Pajak

Pengertian utang pajak menurut Pasal 1 ayat (8) tentang Undang-undang

Penagihan Pajak adalah sebagai berikut:

“Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi

administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam

surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Menurut Siti Resmi (2008) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang

pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu:

1. Ajaran Materil; dan

2. Ajaran formil.

Dari kedua ajaran di atas, Ajaran Materil menyatakan bahwa utang pajak

timbul karena diberlakukannya undang-undang perpajakan. Seseorang dikenai

pajak karena suatu keadaan atau perbuatan yang dapat menimbulkan utang pajak.

Sedangkan Ajaran Formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

25

2.3.3 Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak menurut Pasal 18 ayat (1) Undang-undang KUP

adalah sebagai berikut:

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan

6. Putusan Banding, dan

7. Putusan Peninjauan Kembali

Dasar penagihan di atas menurut Siti Resmi (2009) dijelaskan sebagai

berikut:

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau

sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak

mempunyai ketetapan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

2. Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah

kekuranga pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan

jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKB hanya dapat diterbitkan

terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan

lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

26

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu

5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,

bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang

mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan

tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan.

4. Surat Putusan Pembetulan

Atas permohonan Wajib Pajak, atau karena jabatannya, Direktur Jenderal

Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak

yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung,

dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan

perundang-undangan perpajakan.

5. Surat Keputusan Keberatan

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap

surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh

pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

6. Putusan Banding

Putusan banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding

terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak

apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keberatan yang

diajukannya.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

27

7. Putusan Peninjauan Kembali

Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Makamah Agung atas

permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau

Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan

dari badan peradilan pajak, apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan

dengan Putusan Banding.

Berdasarkan dasar penagihan pajak di atas menurut Pasal 19 ayat (1)

Undang-Undang KUP dapat dijelaskan sebagai berikut:

“Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali,

yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah,

pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah

pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi

berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang

dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau

tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pasal 19 ayat (1) hanya

mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga berdasarkan jumlah pajak

yang masih harus dibayar yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo

pelunasan atau terlambat dibayar.

2.3.4 Penagihan Seketika dan Sekaligus

Menurut Mardiasmo (2011) yang dimaksud dengan penagihan seketika

dan sekaligus adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak

kepada Penaggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang

meliputi seluruh utang pajak dari semua pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.

Penagihan ini dilakukan dalam hal:

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

28

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya atau berniat untuk itu;

2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau

yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan

perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia;

3. Terdapat tanda-tanda Penanggung Pajak akan membubarkan badan

usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya,

memindahtangan-kan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya,

atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.

5. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau

terdapat tanda-tanda kepailitan.

2.3.5 Tindakan Penagihan Pajak

Proses penagihan pajak menurut Suhartono dan Ilyas (2010) adalah

sebagai berikut:

Urutan Tahapan kegiatan Waktu

pelaksanaan

kegiatan

Dasar hukum

1 Penerbitan Surat Teguran

atau Surat Peringatan atau

surat lain yang sejenis

7( tujuh) hari sejak

saat jatuh tempo

utang pajak

penanggung pajak

tidak melunasi

utang pajaknya

Pasal 8 s.d 11

Permenkeu Nomor

24/PMK.03/2008

2 Penerbitan Surat Paksa

Sudah lewat

21(dua puluh satu)

hari sejak

diterbitkanya Surat

(pasal 7 UU

Nomor 19/2000

dan pasal 15 s.d 23

peraturan menteri

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

29

teguran /surat

peringatan dan

penanggung pajak

tidak melunasi

utang pajak

keuangan nomor

24 /PMK.03/2008

3 Penerbitan surat perintah

melaksanakan penyitaan

Setelah lewat 2x24

jam Surat Paksa

diberitahukan

kepada

penanggung pajak

dan utang pajak

belum dilunasi

Pasal 12 UU

Nomor 19/2000

4 Pengumuman lelang

setelah lewat

waktu 14 hari

sejak tanggal

pelaksanaan

penyitaan dan

penanggung pajak

tidak melunasi

utang pajak

Pasal 26 peraturan

menteri keuangan

nomor

24/PMK.03.2008

5 Penjualan / pelelangan

barang sitaan

Pasal 26 UU

Nomor 19/2000

dan pasal 28

peraturan menteri

keuangan nomor

24/PMK.03.2008

Tabel 2.1

Tindakan Penagihan Pajak

2.3.6 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)

Menurut Fidel (2010) UU PPSP yaitu:

1. Falsafah UU PPSP No.19/2000

a) Menampung perkembangan sistem hukum nasional perlunya

dipertegaskan perolehan hak karena waris dan hibah wasiat yang

merupakan objek pajak.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

30

b) Mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

c) Adanya kepastian hukum dan menegakan keadilan.

2. Tujuan Perubahan UU PPSP No.19/2000

a) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukan

jumlah yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan

penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang

memaksa.

b) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi

strategis dalam peningkatan penerimaan pajak.

c) Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan

berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk

meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis

bagi Wajib Pajak.

d) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada Penanggung

Pajak maupun kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan

gugatan.

3. Hal-hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000

a) Mempertegaskan proses pelaksanaan penagihan pajak dengan

menambahkan ketentuan Penerbitan Surat teguran, Surat

Peringatan dan Surat Lain yang sejenisnya sebelum Surat Paksa

dilaksanakan.

b) Mempertegaskan jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

31

c) Mempertegaskan pengertian Penanggung Pajak yang meliputi

komisaris, pemegang saham, dan pemilik modal.

d) Menaikan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan

dalam rangka menjaga kelangsungan usaha Penanggung Pajak.

e) Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari

lelang.

f) Mempertegaskan besarnya biaya penagihan pajak, yang

didasarkan atas persentase tertentu dari hasil penjualan.

g) Mempertegaskan bahwa pengajuan keberatan atau permohonan

banding oleh Wajib Pajak tidak menunda pembayaran dan

pelaksanaan penagihan pajak.

h) Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi

batasan nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa

dalam rangka efisiensi.

i) Memperjelas hak Penanggung Pajak untuk memperoleh ganti

rugi dan pemulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan.

j) Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang

sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan

pelaksanaan penagihan pajak.

2.3.7 Daluwarsa Penagihan Pajak

Menurut Pasal 22 ayat (1) Undang-undang KUP menjelaskan bahwa

daluwarsa penagihan ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan

Utang Pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

32

tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan.

Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding,

atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak

tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,

Putusan Banding, atau Peninjauan Kembali.

2.3.8 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak

Menurut Pasal 22 Undang-Undang KUP daluwarsa tertangguh apabila:

a. Diterbitkan Surat Paksa;

b. Ada pengakuan Utang Pajak dari Wajib Pajak baik Langsung

maupun tidak langsung;

c. Diterbitkan SKPKB atau SKPKBT sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 15 ayat (4); atau

d. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

2.4 Kepatuhan Wajib Pajak

2.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Siti Kurnia

Rahayu (2010) menjelaskan bahwa Istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh

pada ajaran atau aturan.

Kepatuhan Pajak menurut Norman D dalam Rahayu (2010) adalah:

“Sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban

perpajakan, tercermin dalam situasi dimana : Wajib Pajak paham atau

berusaha untuk memahami sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,

menghitung jumlah pajak terutang dengan benar, membayar pajak yang

terutang tepat pada waktunya”.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

33

Kepatuhan Pajak menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu

(2010:138) menjelaskan bahwa Kepatuhan Perpajakan dapat didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana Wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan perpajakannya.

Kepatuhan Pajak menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu

(2010) adalah:

“Kepatuhan Wajib Pajak adalah: Kepatuhan Wajib Pajak dalam

mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali SPT, kepatuhan

dalam pembayaran pajak terutang, kepatuhan dalam pembayaran

tunggakan”.

Terdapat dua macam kepatuhan, menurut Siti Kurnia Rahayu (2010)

yakni:

1. Kepatuhan Formal

2. Kepatuhan Material

Berdasarkan uraian di atas Kepatuhan Formal merupakan suatu keadaan

dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Sedangkan Kepatuhan Material

adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua

ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang

perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal.

Menurut Erly Suandy (2011) tetang masalah kepatuhan wajib pajak yaitu:

“Masalah kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah penting di seluruh dunia,

baik bagi negara maju maupun di negara berkembang. Karena jika Wajib

Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan

tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan, dan pelalaian pajak.

Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan

pajak Negara akan berkurang”.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

34

2.4.2 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007,

Wajib Pajak dimasukan dalam kategori Wajib Pajak Patuh apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua

jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran

pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.

d. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 2007 KUP pasal 28,

dan dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan,

koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak

yang terutang paling banyak 5%.

e. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir

diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian

atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi

laba rugi fiskal.

Berdasarkan pengertian di atas, kepatuhan mengandung unsur sebagai

berikut:

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

35

a. Adanya pengetahuan dan pengertian dari subjek pajak terhadap objek

pajak.

b. Adanya sikap setuju dari subjek.

c. Adanya tindakan perbuatan yang konsisten dengan pengetahuan dan

sikap yang telah dimilikinya.

2.4.3 Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengertian Wajib Pajak menurut Erly Suandy (2011) sebagai berikut:

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan”

Sedangkan pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi menurut Erly Suandy

(2011) sebagai berikut:

“Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk

melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau

pemotong pajak tertentu”.

2.5 Kerangka Pemikiran

2.5.1 Hubungan Pemeriksaan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi

Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara.

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara maka penerimaan pajak terus

dipacu agar target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) dapat tercapai. Dengan adanya target penerimaan pajak yang

terus meningkat, sudah tentu fiskus sangat berkepentingan untuk mengamankan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

36

pendapatan negara dari sektor pajak melalui pengujian kepatuhan Wajib Pajak

(Pajak.go.id).

Kepatuhan Wajib Pajak sangat berperan khususnya dalam perpajakan

Indonesia yang menganut self assessment system. Self assessment system adalah

sistem di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk

menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Self assessment

system yang diterapkan saat ini pun secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi ketaatan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Sistem ini memiliki kelemahan yang memungkin Wajib Pajak

melakukan kecurangan-kecurangan atau kemungkinan terjadinya kelalaian yang

menyebabkan kerugian bagi negara (Siti Kurnia Rahayu, 2006).

Salah satu upaya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya maka aparat pajak atau fiskus melakukan kegiatan

pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengertian pemeriksaan pajak

berdasarkan Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah

data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.”

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

37

Dengan demikian tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji

kepatuhan Wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya harus mendapat prioritas

utama dan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh fiskus untuk menguji

kepatuhan Wajib Pajak harus secara objektif dan profesional sesuai dengan tata

cara pemeriksaan pajak.

Dengan adanya hubungan antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan

kepatuhan wajib pajak maka diharapkan dapat memberikan dampak yang

mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak.

2.5.2 Hubungan Penagihan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi

Teori pendukung yang menghubungkan penagihan pajak terhadap

kepatuhan Wajib Pajak menurut Gatot (2009) adalah sebagai berikut:

“Disamping bertujuan untuk mencairkan tunggakan pajak, tindakan

penagihan pajak dengan surat paksa juga merupakan wujud law

enforcement untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek

psikologis bagi wajib pajak”.

2.5.3 Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Jhon Hutagaol (2006) teori pengaruh pemeriksaan dan penagihan

pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak adalah:

“Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak diperlukan penegakan

hukum (law enforcement sanksi perpajakan) sesuai ketentuan.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pilar-pilar penegakan hukum terdiri

dari pemeriksaan pajak (tax audit), penyidik pajak (tax investigation) dan

penagihan pajak (tax collection). Penegakan hukum merupakan bentuk

lain dari pelayanan karena selain menerapkan sanksi perpajakan atas

pelanggaran perpajakan juga memberikan pelajaran kepada Wajib Pajak

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

38

sehingga mereka dapat melaksanakan pemenuhan kewajiban dan haknya

dibidang kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku”.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran ini dapat dilihat

dalam gambar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

Pemeriksaan

Pajak

(X1)

Penagihan Pajak

(X2)

Kepatuhan Wajib

Pajak

(Y)

Kantor

Pelayanan

Pajak (KPP)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

39

Adapun beberapa penelitian terdahulu mengenai pemeriksaan pajak,

penagihan pajak dan pengaruhnya terhadap kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat

pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2

Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Sampel Hasil Penelitian

1. Reni Priantini

Desca

(2011)

Pengaruh

Pemeriksaan Pajak

Terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib

Pajak dalam

Pemenuhan

Kewajiban

Perpajakan Pajak

Penghasilan

14 orang

pemeriksa pajak

dapa seksi

Pemeriksaan dan

Kelompok

Fungsional

Pemeriksaan di

KPP Pratama

Jakarta Tebet

Pemeriksaan pajak memiliki

pengaruh terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak dalam

pemenuhan kewajiban

perpajakan Pajak

Pengahasilan. Besarnya

pengaruh pemeriksaan pajak

terhadap kepatuhan Wajib

Pajak adalah sebesar 20,3%

2. Fitta Amaliasari

(2012)

Penagaruh

Kesadaran

Membayar Pajak,

Pengetahuan dan

Pemahaman

tentang Peraturan

Perpajakan, dan

Persepsi yang Baik

atas Efektifitas

Sistem Perpajakan

terhadap Kemauan

untuk Membayar

Pajak Wajib Pajak

Orang Pribadi yang

Melakukan

Pekerjaan Bebas

100 responden

Wajib Pajak di

KPP Pratama

Subang.

Kesadaran Membayar Pajak,

pengetahuan dan Pemahaman

tentang Peraturan Perpajakan,

dan Persepsi yang Baik Atas

efektifitas Sistem Perpajakan

memiliki pengaruh terhadap

Kemauan untuk Membayar

Pajak Wajib Orang Pribadi

yang Melakukan Pekerjaan

Bebas. Pengaruh Kesadaran

Membayar Pajak,

Pengetahuan dan Pemahaman

tentang Peraturan Perpajakan,

dan Persepsi yang Baik atas

Efektifitas Sistem Perpajakan

terhadap Kemauan untuk

Membayar Pajak Wajib

Orang Pribadi yang

Melakukan Pekerjaan Bebas

yaitu sebesar 25,2%

3. Hafsyaf Nur

Hidayah Harahap

(2013)

Pengaruh

Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak

Terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib

Pajak Badan

60 responden

Wajib Pajak di

KPP Pratama

Bandung

Cibeunying.

Pelaksanaan Pemeriksaan

Pajak berpengaruh terhadap

tingkat kepatuhan Wajib

Pajak badan. Koefisien

determinasi menunjukan

bahawa tingkat kepatuhan

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

40

Wajib Pajak badan

dipengaruhi pelaksanaan

pemeriksaan pajak sebesar

69,1%.

4. Dani

Mardiansyah

(2013)

Pengaruh

Penagihan Pajak

Dan Kepatuhan

Wajib Pajak

Terhadap

Tunggakan Pajak

16 Kantor

Pelayanan Pajak

di Wilayah Jawa

Barat 1.

Penagihan pajak memiliki

arah hubungan positif antara

kepatuhan penagihan pajak

dengan kepatuhan Wajib

Pajak menunjukan bahwa

jumlah tagihan pajak yang

semakin besar cenderung

diikuti meningkatnya jumlah

SKPKB. Penagihan pajak

hanya memberikan pengaruh

sebesar sebesar 1,2%

terhadap kepatuhan Wajib

Pajak yang masuk kategori

sangat rendah atau sangat

lemah, sedangkan sisanya

sebesar 98,8% dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain

diantaranya tarif pajak,

tingkat ekonomi Wajib Pajak,

pelaksanaan sensus Pajak

nasional.

5. Shintiana Salam

(2012)

Pengaruh

Penagihan Pajak

dan Kualitas

Pelayanan

Terhadap

Kepatuhan Wajib

Pajak

Kantor Pelayanan

Pajak Pratama

Cicadas Bandung

Penagihan Pajak terhadap

kepatuhan Wajib Pajak

sebesar 24,6% termasuk

dalam kategori cukup baik,

artinya penagihan pajak di

Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Cicadas Bandung

sudah dilaksanakan dengan

cukup baik.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian

41

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dan dukungan teori yang ada

maka diajukan hipotesis penelitian yaitu:

H1: Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

H2: Penagihan Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

H3: Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak berpengaruh terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak.