Author
dokhanh
View
350
Download
1
Embed Size (px)
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ibadah
2.1.1 Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta
tunduk. Sedangkan menurut syara (terminologi), ibadah mempunyai
banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain
adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla,
yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa
mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan di ridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa
khauf (takut), raja (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati).Sedangkan tasbih, tahlil, takbir,
tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah
(lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah
badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-
macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
2.1.2 Dalil yang menerangkan tentang Ibadah
Adapun ayat-ayat yang menerangkan tentang perintah ibadah seperti
firman Alloh :
2
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan
Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku.
Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh. [Adz-Dzaariyaat : 56-58]
2.1.3 Ketentuan umum pelaksanaan macam-macam ibadah
a.) Thaharah
Thaharah berarti bersih ( nadlafah ), suci ( nazahah )
terbebas ( khulus ) dari kotoran ( danas ). Seperti tersebut dalam
surat Al- Araf ayat 82 :
Yang artinya : Sesungguhnya mereka adalah orang
orang yang berpura pura mensucikan diri .
Menurut syara thaharah itu adalah mengangkat (
menghilangkan ) penghalang yang timbul dari hadats dan najis.
Dengan demikian thaharah syara terbagi menjadi dua yaitu
thaharah dari hadats dan thaharah dari najis.
Thaharah dari hadats
Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu,
mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk
bersuci adalah air mutlak untuk wudhu dan mandi, tanah
yang suci untuk tayammum.
a. Wudhu
Menurut lughat ( bahasa ), adalah perbuatan
menggunakan air pada anggota tubuh tertentu.
Dalam istilah syara wudhu adalah perbuatan
tertentu yang dimulai dengan niat. Mula mula
wudhu itu diwajibkan setiap kali hendak
3
melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban itu
dikaitkan dengan keadaan berhadats.
Dalil dalil wajib wudhu :
1. Ayat Al Quran surat Al Maidah ayat
6
` Hai orang orang yang beriman, apabila
kamu hendak melakukan sholat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (
basuh ) kakimu sampai dengan ke dua mata
kaki
2. Hadits Rasul SAW
Yang artinya :
Allah tidak menerima shalat
seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia
berwudhu ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan
Tirmizi )
4
a). Fardhu wudhu yaitu :
1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh tangan
4. Menyapu kepala
5. Membasuh kaki
6. Tertib
b). Sunat wudhu yaitu :
1. Membaca basmalah pada awalnya
2. Membasuh ke dua telapak tangan sampai
ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum
berkumur kumur, walaupun diyakinin
tangannya itu bersih
3. Madmanah, yakni berkumur kumur
memasukan air ke mulut sambil
mengguncangkannya lalu membuangnya.
4. Istinsyaq, yakni memasukan air ke hidung
kemudian membuangnya
5. Meratakan sapuan keseluruh kepala
6. Menyapu kedua telinga
7. Menyela nyela janggut dengan jari
8. Mendahulukan yang kanan dari kiri
9. Melakukan perbuatan bersuci itu tiga kali
tiga kali
10. Muwalah, yakni melakukan perbuatan
tersebut secara beruntun
11. Menghadap kiblat
12. Mengosok gosok anggota wudhu
khusus nya bagian tumit
13. Menggunakan air dengan hemat
c). Terdapat tiga pendapat mengenai kumur kumur
dan menghisap air di dalam wudhu yaitu :
5
1. Kedua perbuatan itu hukumnya sunah. Ini
merupakan pendapat Imam Malik, asy-
SyafiI dan Abu hanifah.
2. Keduanya fardhu , di dalam wudhu. Dan
ini perkataan Ibnu abu Laila dan kelompoka
murid Abu Daud
3. Menghisap air adalah fardhu, dan
berkumur-kumur adalah sunah. Ini adalah
pendapat Abu Tsaur, Abu Ubadah dan
sekelompok ahli Zahir.Dalam wudhu
terdapat niat.
Ada beberapa pendapat mengenainya.
Sebagian Ulama amshar berpendapat
bahwa niat itu menjadi syarat sahnya
wudhu, mereka adalah Ima as- syafiI,
Malik, Ahmad, Abu Tsaur, dan Daud.
Sedang Fuqoha lainnya berpendapat bahwa
niat tidak menjadi syarat ( sahnya wudhu ).
Mereka adalah abu Hanifah, dan Ats-
sauri. Perbedaan mereka karena, perbedaan
pandangan mengenai wudhu itu sendiri.
Yang memang bukan ibadah murni seperti
sholat. Hal ini dilakukan demi mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
d). Hal hal yang membatalkan wudhu :
1. Keluar sesuatu dari qubul atau dubur,
berupa apapun , benda padat atau cair, angin.
Terkecuali maninya sendiri baik yang biasa
maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar
daripadanya. Dalil yang berkenaan dengan
hal in yaitu surat Al- Maidah ayat 6 yang
6
artinya atau keluar dari tempat buang
air ( kakus )
2. Tidur, kecuali duduk keadaan mantap.
Tidur merupakan kegiatan yang tidak kita
sadari, maka lebih baik berwudhu lagi
karena dikhawatirkan pada saat tidur (
biasanya ) duburnya keluar sesuatu tanpa ia
sadari.
3. Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk,
atau lainnya. Batalnya wudhu dengan
hilangnya akal adalah berdasarkan qiyas
kepada tidur, degan kehilangan kesadaran
sebagai persamaannya.
4. Bersentuh kulit laki laki dan perempuan.
b. Mandi ( al ghusl )
Menurut lughat, mandi disebut al ghasl
atau al ghusl yang berarti mengalirnya air pada
sesuatu. Sedangkan di dalam syara ialah
mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan
niat.
a). Fardhu yang mesti dilakukan ketika mandi yaitu
:
1. Niat.
Niat tersebut harus pula di lakukan
serentak dengan basuhan pertama. Niat
dianggap sah dengan berniat untuk
mengangkat hadats besar, hadats , janabah,
haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh
tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
2. Menyampaikan air keseluruh tubuh,
meliputi rambut, dan permukaan kulit.
Dalam hal membasuh rambut, air harus
7
sampai ke bagian dalam rambut yang tebal.
Sanggul atau gulungan rambut wajib dibuka.
Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak
wajib di basuh bagian dalamnya.
b). Untuk kesempurnaan mandi, di sunatkan pula
mengerjakan hal-hal berikut ini :
1) Membaca basmalah
2) Membasuh tangan sebelum
memasukannya ke dalam bejana
3) Bewudhu dengan sempurna sebelum
memulai mandi
4) Menggosok seluruh tubuh yang
terjangkau oleh tangannya
5) Muwalah
6) Mendahulukan menyiram bagian kanan
dari tubuh
7) Menyiram dan mengosok badan
sebanyak- banyaknya tiga kali
c). Sebab sebab yang mewajibkannya mandi :
1) Mandi karena bersenggama
2) Keluar mani
3) Mati, kecuali mati sahid
4) Haidh dan nifas
5) Waladah ( melahirkan )
6) Sembuh dari gila ( hilang akal )
Perempuan diwajibkan mandi setelah
melahirkan, walaupun anak yang di
lahirkannya itu belum sempurna. Misalnya
masih merupakan darah beku ( alaqah ), atau
segumpal daging ( mudghah ).
8
c. Tayammum
Tayammum menurut lughat yaitu
menyengaja. Menurut istilah syara yaitu
menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan
beberapa syarat dan ketentuan. Macam Thaharah
yang boleh diganti dengan tayamum yaitu bagi
orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat Al
Maidah ayat 6,
yang artinya dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air ( kakus ) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah
yang baik ( bersih )
a). Tayammum itu dibenarkan apabila
terpenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
1. Ada uzur, sehingga tidak dapat
menggunakan air. Uzur mengunakan air itu
terjadi dikarenakan sedang dalam perjalanan
( musafir ), sakit, hajat. Ada beberapa
kriteria musafir yang diperkenankan
bertayammum, yaitu :
- Ia yakin bahwa disekitar tempatnya
itu benar-benar tidak ada air maka ia
boleh langsungbertayammum tanpa
harus mencari air lebih dulu.
- Ia tidak yakin, tetapi ia menduga
disana mungkin ada air tetapi
mungkin juga tidak. Pada keadaan
demikian ia wajib lebih dulu mencari
air di tempat- tempat yang
dianggapnya mungkin terdapat air.
9
- Ia yakin ada air di sekitar
tempatnya itu. Tetapi menimbang
situasi pada saat itu tempatnya jauh
dan dikhawatirkan waktu shalat akan
habis dan banyaknya musafir yang
berdesakan mengambil air, maka ia
diperbolehkan bertayammum.
2. Masuk waktu shalat
3. Mencari air setelah masuk waktu shalat.
4. Tidak dapat menggunakan air
dikarenakan uzur syari seperti takut akan
pencuri atau ketinggalan rombongan
5. Tanah yang murni ( khalis ) dan suci.
Tayammum hanya sah dengan menggunakan
turab, tanah yang suci dan berdebu. Bahan-
bahan lainnya seperti semen, batu, belerang,
atau tanah yang bercampur dengannya, tidak
sah dipergunakan untuk bertayammum.
b). Rukun tayammum, yaitu :
1) Niat istibahah ( membolehkan ) shalat
atau ibadah lain yang memerlukan thaharah,
seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain
sebagainya. Dalil wajibnya niat disini ialah
Hadits yang juga dikemukakan sebagai dalil
niat pada wudhu. Niat ini serentak dengan
pekerjaan pertama tayammum, yaitu ketika
memindahkan tanah ke wajah.
2) Menyapu wajah.
Sesuai firman Allah dalam surat An-Nisa
ayat 43
10
yang artinya sapulah mukamu dan tanganmu, sesungguhnya Allah maha
pemaaf lagi maha pengampun .
3) Menyapu kedua tangan.
Fuqoha berselisih pendapat
mengenai batasan tangan yang diperintahkan
Allah untuk disapu.
Hal seperti tersebut terdapat dalam
Al- Quran surat Al Maidah ayat 6
yang artinya sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu.. .
Berangkat dari ayat tersebut lahirlah
pendapat berikut ini :
Berpendirian bahwa batasan
yang wajib untuk melakukan
tayammum adalah sama dengan
wudhu , yakni sampai dengan
siku-siku ( madzhab maliki )
Bahwa yang wajib adalah
menyapu telapak tangan ( ahli
zahir dan ahli Hadits )
Berpendirian bahwa yang wajib
hanyalah menyapu sampai siku-
siku ( imam malik)
11
Berpendirian bahwa yang wajib
adalah menyapu sampai bahu.
Pendapat yan asing ini
diriwayatkan oleh Az Zuhri
dan Muhammad bin
Maslamah.
4) Tertib, yakni mendahulukan wajah
daripada tangan.
c). Hal-hal yang sunat dikerjakan pada waktu
tayammum yaitu :
1. Membaca basmalah pada awalnya
2. Memulai sapuan dari bagian atas wajah
3. Menipiskan debu di telapak tangan
sebelum menyapukannya
4. Meregangkan jari-jari ketika
menepukannya pertama kali ke tanah
5. Mendahulukan tangan kanan dari tangan
kiri
6. Menyela nyela jari setelah menyapu
kedua tangan
7. Tidak mengangakat tangan dari anggota
yang sedang disapu sebelum selesai
menyapunya
8. Muwalah
Hal hal yang membatalkan tayammum ,
yaitu semua yang membatalkan wudhu, melihat air
sebelum melakukan sholat , murtad.
Thaharah Dari Najis
Berbagai tempat yang harus dibersihkan lantaran
najis, ada tiga tempat, yaitu : tubuh, pakaian dan masjid.
Kewajiban membersihkan pakaian didasarkan pada firman
Allah pada surat Al Mudatsir ayat 4.
12
Dan pakaianmu bersihkanlah..
Benda yang dipakai untuk membersihkan najis
yaitu air. Umat Islam sudah mengambil kesepakatan bahwa
air suci yang mensucikan bisa dipakai untuk membersihkan
najis untuk ketiga tempat tersebut. Pendapat lainnya
menyatakan bahwa najis tidak bisa dibersihkan (
dihilangkan ) kecuali dengan air. Selain itu bisa dengan
batu, sesuai dengan kesepakatan ( Imam Malik dan Asy
SyafiI ).
Para ulama mengambil kata sepakat bahwa cara
membersiohkan najis adalah dengan membasuh ( menyiram
), menyapu, mencipratkan air. Perihal menyipratkan air,
sebagian fuqaha hanya mangkhususkan untuk
membersihkan kencing bayi yang belum menerima
tambahan makanan apapun.
Cara membersihkan badan yang bernajis karena jilatan
anjing adalah dengan membasuhnya dengan air sebanyak
tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur dengan tanah.
b.) Sholat
Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan
menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan
persyaratan yang ada.
13
c.) Puasa
Puasa menurut bahasa berarti menahan dari sesuatu. Dalam
al-qur'an Surah Maryam Ayat 26.
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika
kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "sesungguhnya
aku telah bernazar berpuasa untuk tuhan yang maha pemurah,
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada
hari ini."
Adapun puasa menurut istilah adalah menahan diri dari hal-hal
yang membatalkan puasa yang disertai niat pada siang hari mulai
dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa puasa itu menahan
diri dari dua syahwat ( perut dan farj(kemaluan) ) dan dari segala
yang memasuki tenggorokan seperti obat dan lain sebagainya pada
waktu tertentu yaitu dari terbitnya fajar kedua/shadik sampai
kepada tenggelamnya matahari dari orang tertentu(yang wajib
puasa) seperti orang muslim, baligh, berakal dan tidak dalam
keadaan haid dan nifas(wanita baru melahirkan) disertai dengan
niat ( keinginan hati untuk melaksanakan suatu pekerjaan tanpa ada
keraguan) untuk membedakan antara ibadah dan adab (kebiasaan).
Rukun Puasa
Menahan diri dari syahwat perut dan kemaluan atau
menahan diri hal-hal yang membatalkan puasa. Ulama
Malikiyah dan Syafiiyah menambahkan satu rukun lagi
yaitu niat berpuasa pada malamnnya.
14
Waktu Puasa
Dari terbit sampai tenggelamnya matahari. Adapun
daerah dimana siang dan malam sama panjangnya. Atau
kadang siang lebih panjang dari malamnya seperti Bulgaria,
maka waktu puasanya mengikuti negara terdekat atau
disesuaikan dengan waktu Mekah.
Manfaat Puasa
Manfaat dari ibadah puasa banyak sekali dari segi
rohani dan materi. Puasa merupakan salah satu bentuk
ketaatan kepada Allah. Pahala yang diberikan kepada
siapapun yang melakukannya tidak terbatas. Karena puasa
itu spesial untuk Allah yang memiliki kemurahan yang
luas. Orang yang ikhlas berpuasa berhak memasuki pintu
khusus yang disebut "Ar-Rayyan".
d.) Zakat
Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh;
berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau
dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah
: 10)
Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap
orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian.
Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Menurut Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama
bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut
sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan
tertentu.
15
Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an
dan As Sunnah
Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku.
Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-
hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang?
Haq (QS. Al An'am : 141)
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan.
16
Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Al 'Afuw (QS. Al A'raf : 199)
Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan
menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat
Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib
(fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori
ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur
secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As
Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan ummat
manusia.
Macam-macam Zakat
a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
b. Zakat Maal (harta).
17
Syarat-syarat Wajib Zakat
a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Memiliki harta yang mencapai nishab
e.) Haji
Pengertian Haji
Sengaja datang ke Mekah, mengunjungi
Ka'bah dan tempat-tempat lainnya untuk melakukan
serangkaian ibadah dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan.
Syarat Haji
a. Islam
b. Baligh (dewasa)
c. Aqil ( berakal )
d. Merdeka (bukan budak)
e. Istithaah (mampu)
Rukun Haji a. Ihram (niat)
b. Wukuf di Arafah
c. Thawaf
d. Ifadhah
e. Sai
f. Cukur
g. Tertib Keutamaan Haji
Ibadah Haji merupakan salah satu perintah
Allah yang harus dikerjakan, bagi yang mampu.
1) Ibadah Haji merupakan Jihad fi Sabilillah.
18
2) Ibadah Haji dapat menghapuskan dosa, bagi
yang menjalankannya sesuai dengan
perintah Allah SWT.
3) Haji dan Umroh merupakan kifarat/penebus
dosa.Ada dosa yang yang hanya dapat ditebus
dengan wukuf di Arafah saat Ibadah Haji.
4) Surga adalah balasan bagi Haji yang mabrur.
5) Biaya yang dikeluarkan untuk Ibadah Haji
merupakan infaq fi sabilillah.
2.1.4 Ruang Lingkup Ibadah
Dengan hati yang ikhlas menurut cara-cara yang ditentukan oleh
agama. Hukum syariat yakni:
1. Wajib
Yang dimaksud dengan wajib dalam pengertian hukum islam
adalah ketentuan syarI yang menuntut para mukallaf untuk
melakukanya dengan tuntutan yang mengikat serta diberi imbalan
pahala bagi yang melakukanya dan ancaman dosa bagi yang
meninggalkanya
2. Sunnah
Yang dimaksud dengan sunnah adalah ketentuan SyarI tentang
berbagai amaliah yang harus dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang
tidak mengikat. Dan pelakunya diberi imbalan pahala tanpa ancaman dosa
bagi yang meninggalkanya.
3. Haram
Yang dimaksud dengan haram adalah tuntutan syari kepada
mukallaf untuk meninggalkanya dengan tuntutan yang mengikat., beserta
imbalan pahala bagi yang menaatinya dan balasan dosa bagi yang
melanggrnya.
19
2.1.5 Nilai-Nilai Filosofi Ibadah dalam sehari-hari
Adapun macam-macam nilai edukasi dari ibadah yaitu mencukup semua
ibadah pada umumnya, tetapi kami khususkan terhadap rukun Islam yang kelima,
yaitu: shalat, puasa, zakat, dan haji. Berikut ini kami jelaskan satu persatu.
1. Nilai-Nilai Edukasi dari Shalat
Nilai pendidikan ibadah bagi anak akan membiasakannya
melaksanakan kewajiban. Pendidikan yang diberikan luqman pada
anaknya merupakan contoh baik bagi orang tua. Luqman
menyuruh anak-anaknya shalat ketika mereka masih kecil dalam
Al Quran Allah swt berfirman :
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan mungkar
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. (QS. Luqman : 17)
Dari ayat tersebut, Luqman menanamkan nilai-
nilaipendidikan ibadah kepada anak-anaknya sejak dini. Dia
bermaksud agar anak-anaknya mengenal tujuan hidup manusia,
yaitu menghambakan diri kepada Allah swt. bahwa sesungguhnya
tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah swt. Apa yang
dilakukan luqman kepada anak-anaknya bisa dicontoh orang tua
zaman sekarang ini. Rasulullah saw. memberikan tauladan pada
umatnya tentang nilai pendidikan ibadah. Beliau mengajarkan anak
yang berusia tujuh tahun harus sudah dilatih shalat dan ketika
berusia sepuluh tahun mulai disiplin shalatnya sabda Nabi saw.
Rasulullah saw bersabda : Suruhlah anak-anak kalian berlatih
shalat sejak mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika
meninggalkan shalat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat
tidur mereka (sejak usia 10 tahun). (HR. abu dawud).
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam shalat diantaranya:
a. Shalat diawali dengan bersuci
Hal ini tentunya mendidik kita agar senantiasa
menjaga kesucian fitrah kita sebagai manusia dan
mengingatkan kita bahwa Allah adalah dzat yang Maha
20
Suci yang hanya menerima hamba-Nya yang suci untuk
menghadap kepada-Nya.
b. Shalat mendidik untuk berlaku jujur
Dalam shalat, apabila ia buang angin yang tidak
tertahankan pada saat shalat, tentunya seseorang akan berhenti dari
shalatnya dan mengulang lagi shalat-nya, karena kita semua tahu,
buang angin pada saat shalat adalah hal yang membatalkan shalat.
Berlaku jujur pada diri sendiri. Tentunya, berlaku jujur tidak hanya
pada saat shalat, tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah
mewujudkan perilaku jujur pada saat setelah shalat. Berlaku jujur
dalam setiap perilaku, dalam setiap keadaan, baik dalam berbicara,
dalam berdagang, dan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
c. Shalat diakhiri salam ke kanan dan ke kiri
Ucapan salam mengandung doa. Dan pada saat kita
mengakhiri shalat, kita mendoakan mereka yang ada di kanan dan
kiri kita. Salah satu makna dari hal ini adalah, sebagaimana sabda
rasulullah :
Seorang muslim sejati adalah ketika manusia selamat dari lisan
dan tangannya, dan mumin sejati, adalah ketika manusia merasa aman
darinya atas harta dan darahnya (HR. Ahmad)
Artinya, seseorang yang mengakhiri salam dalam shalatnya,
hendaknya menegakkan doa yang ia setelah selesai melaksanakan
shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, maka ia tidak akan
mencelakakan orang lain dengan lisan dan tangannya.
d. Wujud terhadap nilai keikhlasan kepada Allah swt
Keikhlasan kepada Allah, tidak hanya tertanam dalam
qolbu seseorang, yang lebih penting lagi adalah mewujudkannya
dengan melakukan shalat. Ikhlas mengajarkan kepada kita untuk
mencapai kesuksesan hakiki, kesuksesan yang abadi, dan
kesuksesan dalam pandangan Allah swt.
21
2. Nilai-Nilai Edukasi dari Puasa
Nilai-nilai edukasi puasa yang berbasis ajaran Islam yang
selanjutnya panduan hidup dan akan berimplikasi besar terhadap
perbaikan moral pribadi, bangsa, kelangsungan hidup dan
krhidupan manusia.
a. Nilai pemeliharaan jiwa Tauhid yang ada di dalam diri setiap orang
Melalui ibadah puasa pada bulan ramadhan, Allah
melakukan penyadaran total kepada setiap hamba-Nya. Dalam
salah satu ayat al-Quran kita telah diberitahu bahwa dalam diri
kalian ada unsur fitrah, yang dengannya kalian perlu menyadari
bahwa diri kalian diciptakan oleh Allah, berada dalam genggaman
kekuasaan Allah, dan pada saatnya akan kembali jua kepada-Nya.
Fitrah yang ada di dalam setiap individu merupakan factor
dasar dan dominan dimana seseorang yakin bahwa ada Yang Maha
Menguasai alam, yaitu Allah SWT. Unsur utama yang terkandung
dalam fitrah itulah yang kita sebut iman. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus (QS. Ar-Rum;30).
Atas dasar iman kepada Allah, seseorang akan selalu dan
terus termotivasi untuk melakukan perubahan yang bernilai
kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah semua pikiran,
perbuatan yang baik menurut Allah SWT dan baik pula bagi
pelakunya.
b. Nilai historia puasa
Sejarah berfungsi untuk dijadikan sebagai unsure ibrah atau
pembelajaran yang amat berharga bagi setiap orang, baik sebagai
individu maupun sosial.
c. Nilai ketaqwaan kepada Allah swt
Taqwa adalah tujuan utama puasa. Taqwa harus menjadi
pakaian kita dalam menjalani kehidupan duniawi ini. Puasa wajib
ramadhan merupakan upaya Allah swt mendidik hamba-Nya untuk
memasuki fase kehidupan yang tidak bergantung kepada materi,
melainkan kepada-Nya semata.
22
d. Nilai imsak
Yang berarti suatu fase dimana seseorang yang mau
berpuasa mulai menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang
membatalkan puasa. Nilai dan filosofi sangat tinggi dimana
seseorang mulai mampu menahan diri untuk tidak melakukan
segala hal yang memungkinkan mengurangi dan membatalkan
berpuasa.
Nilai imsak ini mendidik manusia untuk melatih kesabaran
untuk menahan diri selama berpuasa. Sebagaimana firman Allah
swt: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
disempurnakan pahalanya tanpa batas. (QS. Az-Zumar:10).
e. Nilai ihtisaban (intropeksi diri)
Sabda Nabi saw: Barangsiapa berpuasa penuh keimanan dan
intropeksi diri, maka diampuni segala dosa yang telah lalu. (HR.
Bukhari Muslim).
Nilai ihtisaban ini mendidik manusia untuk adanya kemauan dan
kemampuan untuk melihat dan mengetahui kekurangan diri sendiri akan
melahirkan sikap rendah hati (tawadhu) dan jujur (shiddiq) sekaligus
menjauhi sikap yang angkuh dan khianat.
f. Nilai qiyam al-layl (shalat tarawih)
Setiap malam ramadhan umat Islam disunnahkan untuk beramai-ramai
mendatangi tempat ibadah untuk melaksanakan shalat tarawih.
Melalui shalat tarawih, manusia di didik dalam suasana kekeluargaan, rasa
persaudaraan serta rasa kesetaraan di hadapan Allah swt. Setiap orang
Islam bergegas untuk mendatangi tempat Ibadah dengan pakaian bagus,
rapi, kemudian saling menyapa satu sama lain dengan penuh senyum rasa
hormat antar sesama Muslim.
23
3. Nilai-Nilai Edukasi dari Zakat
Konsep zakat menurut Islam adalah suatu kewajiban bagi
orang kaya yang hartanya sudah waktunya untuk dizakati (sudah
satu nisab), yang diberikan oleh sikaya kepada simiskin dengan
syarat-syarat yang ditentukan, sebagai bentuk rasa syukur atas
segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada mereka. Adapun
nilai-nilai edukasi dari ibadah shalat adalah:
a. Nilai takwa
. Seseorang itu mensikapi akan perintah
Allah untuk mengeluarkan zakat, karena harta yang dicintai
harus dikeluarkan sebagian. Dengan dikeluarkan zakat,
seseorang di didik dapat lebih senantiasa bertakwa kepada
Allah swt.
b. Nilai ukhuwah
Perasaan persaudaraan yang benar melahirkan
perasaan yang mulia didalam jiwa muslim untuk
membentuk sikap-sikap sosial yang positif, seperti tolong-
menolong, mengutamakan orang lain, kasih sayang dan
pemberian maaf serta menjauhi sifat-sifat negatif.
Manusia adalah bersaudara antara satu dengan yang
lain, seseorang bisa dikatakan memahami hakekat
persaudaraan apabila seseorang menyadari kewajibannya
sebagai saudara, yaitu saling menolong orang miskin
membutuhkan bantuan harta benda orang kaya, sementara
orang kaya yang mempunyai rasa spiritual keimanan akan
merasa berkewajiban untuk memberikan zakat sebagai hak
bagi orang-orang miskin.
c. Nilai solidaritas sosial
Bahwa dalam masyarakat manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendirian tetapi saling
membutuhkan dengan jalan itu diharapkan saling
membantu, sehingga ada balance (keseimbangan) dalam
24
masyarakat. Dalam kontek solidaritas sosial ini zakat
sebagai kunci untuk berbicara bahwasanya kalau sikaya
bisa berkembang mengapa simiskin tidak bisa berkembang,
maka dengan ditanamkan nilai solidaritas sosial, sikaya
merasa senasib sepenanggungan dengan simiskin yang
dalam hal ini diimplementasikan dengan mengeluarkan
zakat, karena itulah bentuk rasa solidaritas yang harus
ditunjukan oleh kaum muslim. Dengan demikian maka
akan tercipta solidaritas yang tinggi dalam masyarakat.
d. Nilai keadilan
Pada dasarnya manusia adalah sama dihadapan Allah
yang membedakan hanyalah derajat ketakwaan seseorang,
oleh karena itu tidak ada perbedaan antara sikaya dan
simiskin. Maksudnya adalah bagaimana seorang paham
akan kebersamaan, sehingga memberikan kesempatan bagi
simiskin untuk bisa bangkit dengan cara memberikan
bantuan (zakat/modal) sebagai modal usahanya, walaupun
kenyataannya perbedaan simiskin dan kaya dalam hal harta
itu tidak bisa dihilangkan.
4. Nilai-Nilai Edukasi dari Haji
Ibadah haji adalah membuat keputusan untuk mengunjungi
tempat yang suci. Disebut demikian karena kaum muslimin
minimal sekali seumur hidupnya sedapat mungkin membuat
keputusan untuk mengunjungi tanah suci, khususnya mekkah dan
sekitarnya guna menunaikan rukin islam yang kelima.
Dalam melaksanakan ibadah haji, terkandung banyak nilai
nilai pendidikan didalamnya. Bila kita melihatnya dari sisi
pelaksanaan haji itu sendiri, maka kita dapat menagkap nilai
pendidikan dari istilah istilah penting dalam haji, diantaranya:
Pertama, ibadah haji dimulai dengan niat sambil
menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram.
25
Tak dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya
dan juga menurut Alquran berfungsi sebagai pembeda antara
seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut
dapat mengantar kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau
profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis pada
pemakainya. Itulah makanya, di Miqat, tempat di mana ritual
ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan tersebut harus
ditanggalkan.
Semua harus memakai pakaian yang sama. Pengaruh-
pengaruh psikologis dari pakaian harus ditanggalkan, hingga
semua merasa berada dalam satu kesatuan dan persamaan. Dengan
mengenakan dua helai pakaian berwarna putih putih,
sebagaimana yang akan yang akan membalut tubuhnya ketika ia
mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini. Seseorang yang
melaksanakan ibadah haji akan dipengaruhi jiwanya oleh pakaian
ini, ia juga seharusnya juga merasakan kelemahan dan merasakan
keterbatasannya serta pertanggung jawaban yang akan
ditunaikannya kelak di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang di
sisi-Nya tiada perbedaan antara seseorang dengan yang lain,
kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.
Sebagaimana firman Allah :Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia beramal shaleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah
kepada Tuhannnya. (QS. Al-Kahfi, 110).
Kedua, dengan dikenakannya pakaian ihram, maka
sejumlah larangan harus diindahkan oleh pelaku ibadah haji.
Misalnya, larangan menyakiti binatang, membunuh, menumpahkan
darah, dan mencabut pepohonan. Mengapa? Karena manusia
berfungsi memelihara makhluk-makhluk Tuhan dan memberinya
kesempatan seluas mungkin mencapai tujuan penciptaannya. Tidak
diperbolehkan juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu atau
kawin, dan berhias supaya setiap peserta haji menyadari bahwa
26
manusia bukan hanya materi semata-mata, pun bukan pula birahi.
Hiasan yang dinilai Tuhan adalah hiasan rohani. Dilarang pula
menggunting rambut, kuku, supaya masing-masing menyadari jati
dirinya dan menghadap pada Tuhan sebagaimana apa adanya.
Ketiga, Kabah yang dikunjungi mengandung pelajaran
amat berharga dari segi kemanusiaan. Di sana, misalnya, ada Hijr
Ismail yang arti harfiahnya adalah pangkuan Ismail. Di sanalah
Ismail a.s. putra Ibrahim a.s., pembangun Kabah ini pernah berada
dalam pangkuan Ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam
yang miskin dan bahkan budak, yang konon kuburannya pun di
tempat itu. Namun demikian, budak wanita ini ditempatkan Tuhan
di sana dan peninggalannya diabadikan untuk menjadi pelajaran
bahwa Allah SWT memberi kedudukan untuk seseorang bukan
karena keturunan atau status sosialnya, tapi karena kedekatannya
kepadaNya dan usahanya untuk berhijrah dari kejahatan menuju
kebaikan, dari keterbelakangan menuju peradaban.
Keempat, setelah selesai melakukan tawaf yang menjadikan
pelakunya larut dan berbaur bersama manusia-manusia lain, serta
memberi kesan kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni
berada dalam lingkungan Allah SWT, dilakukanlah sai. Di sini
muncul lagi Hajar, wanita bersahaja yang diperistri Nabi Ibrahim
a.s. itu, diperagakan pengalamannya mencari air untuk putranya.
Keyakinan wanita ini akan kebesaran dan kemahakuasaan Allah
sedemikian kokoh. Terbukti, jauh sebelum peristiwa pencaharian
ini, ketika ia bersedia ditinggal (Ibrahim) bersama anaknya di suatu
lembah yang tandus, keyakinannya yang begitu dalam tak
menjadikannya sama sekali berpangku tangan menunggu turunnya
hujan dari langit, tapi ia berusaha dan berusaha berkali-kali
mondar-mandir demi mencari air.
Hajar memulai usahanya dari bukit Shafa yang arti
harfiahnya adalah kesucian dan ketegaran - sebagai lambang
bahwa mencapai kehidupan harus dengan usaha yang dimulai
27
dengan kesucian dan ketegaran - dan berakhir di Marwa yang
berarti ideal manusia, sikap menghargai, bermurah hati dan
memaafkan orang lain.
Kalau tawaf menggambarkan larut dan meleburnya
manusia dalam hadirat Ilahi, atau dalam istilah kaum sufi al-fana
fi-Allah, maka sai menggambarkan usaha manusia mencari hidup.
Thawaf dan sai melambangkan bahwa kehidupan dunia dan
akhirat merupakan sutu kesatuan dan keterpaduan. Dengan tawaf,
disadarilah tujuan hidup manusia. Sedangkan ditunaikannya sai
menggambarkan tugas manusia sebagai upaya semaksimal
mungkin. Hasil usaha pasti akan diperoleh baik melalui usahanya
maupun melalui anugerah Allah, seperti yang dialami Hajar
bersama putranya Ismail dengan ditemukannya air Zam Zam itu.
Sebagaimana Allah berfirman :Dan carilah apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan
janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan)
duniawi ((QS Al- Qashash : 77).
Kelima, wukuf di Arafah. Di padang yang luas lagi gersang
itu seluruh jamaah wuquf (berhenti) sampai terbenamnya matahari.
Di sanalah manusia seharusnya menemukan makrifat pengetahuan
sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya. Di sana pula
ia mesti menyadari langkah-langkahnya selama ini, sebagaimana ia
menyadari pula betapa besar dan agung Tuhan yang kepadaNya
bersimpuh seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan dalam ritual
thawaf di padang tersebut.
Kesadaran-kesadaran itulah yang mengantarkannya di
padang Arafah untuk menjadi arif atau sadar dan mengetahui. Ia
tak akan mengintip-ngintip kelemahan atau mencari-cari kesalahan
orang, ia tidak akan cepat tersinggung walau melihat yang
mungkar sekalipun karena jiwanya selalu diliputi rahmat dan kasih
sayang.
28
Keenam, dari Arafah para jamaah ke Mudzdalifah
mengumpulkan senjata menghadapi musuh utama yaitu setan.
Kemudian melanjutkan perjalanan ke Mina dan di sanalah para
Jamaah haji secara simbolis melampiaskan kebencian dan
kemarahan mereka masing-masing terhadap musuh yang selama
ini menjadi penyebab segala kegetiran yang dialaminya.
Salah satu bukti yang jelas tentang keterkaitan ibadah haji
dengan nilai-nilai pendidikan bagi manusia adalah isi khutbah Nabi
Muhammad SAW pada haji wada (haji perpisahan) yang intinya
menekankan: persamaan; keharusan memelihara jiwa, harta dan
kehormatan orang lain; dan larangan melakukan penindasan atau
pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun
fisik.
2.2 Muamalah
2.2.1 Pengertian Muamalah dan pokok-pokok muamalah
Muamalah berasal dari bahasa arab, dari kata bentuk masdar
dari kata - yang mempunyai arti Saling bertindak, saling
berbuat, saling mengamalkan.Sedangkan pengertian muamalah secara
istilah di bagi menjadi dua, yakni :
a. Pengertian secara luas
Muamalah merupakan Aturan-aturan Allah untuk mengatur
manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam
pergaulan social.Sedangkan menurut Ibnu Abidin, arti
muamalah secara luas di bagi menjadi 5 konteks bidang, antara
lain :
1. Muawadhah Maliyah (hukum kebendaan)
2. Munakahat (Hukum perkawinan)
3. Muhasanat (Hukum Acara)
4. Amanat dan Ariyah (Pinjaman)
5. Tirkah (harta warisan)
29
a) Pengertian secara sempit
Muamalah merupakan aturan tentang kegiatan ekonomi
manusia.Pada dasarnya, perbedaan dari pengertian muamalah
secara luas maupun secara sempit terletak pada cangkupannya,
pengertian luas mencangkup munakahat, politik, warisan, dan
pidana. Sedangkan dalam pengertian sempit cangkupannya hanya
tentang ekonomi.
b) Pembagian Muamalah
Muamalah dibagi menjadi dua :
a. Muamalah Al-Maddiyah
Muamalah jenis ini megkaji tentang Objeknya
(bendanya). Sehingga kajiannya Bersifat kebendaan.
Seperti apakah benda itu Halal, haram,
syubhat,mengandung manfaat atau mudharat.
Serta Keharusan membeli benda halal misalnya
dimaksudkan Untuk mencari ridha Allah,Bukan profit
oriented.
b. Muamalah Al-Adabiyah
Sedangkan jenis muamalah ini mengkaji
Subjeknya,seperti kajian tentang ijab-qabul,
penipuan,kerelaan, dusta,Sumpah palsu dan persoalan Yang
berkaitan dengan Etika bisnis (adabiyah) dari pelakunya
Pada prakteknya, pembagian al-muamalah al-maddiyah dan
al-muamalah al-adabiyah tidak dapat dipisahkan, Jadi pembagian
ini hanyalah teoritis saja.
2.2.2 Dalil yang menerangkan muamalah
Allah Swt menjelaskan pokok-pokok muamalah kehartabendaan
(muamalah maliyah) yang adil dalam Al-Quran Adapun prinsip muamalah
maliyah tersebut ialah :
30
a. Melarang memakan makanan secara bathil (4:29)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu];
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
b. Melaksanakan transaksi bisnis atas dasar ridha
(Qs.4:29)
c. Pencatatan transaksi hutang-piutang (QS.2:282)
31
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya,
dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang
itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak
mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang
seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali
jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu
adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
d. Akad tansaksi bisnis disaksikan oleh saksi (2:282)
e. Larangan riba (Qs.2:275-279)
32
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]
.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[(sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa."
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan
amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati."
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman.
33
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
2.2.3 Harta,Kepemilikan dan Akad
Pengertian Harta
Harta atau mal jamaknya amwal, secara etimologis
mempunyai beberapa arti yaitu condong, cenderung, dan miring.
Karena memang manusia condong dan cenderung untuk memiliki
harta. Ada juga mengartikan al-mal dengan sesuatu yang
menyenangkan manusia dan mereka menjaganya, baik dalam
bentuk materi maupun manfaat. Ada juga yang mengartikan
dengan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik
berupa benda yang tidak tampak seperti emas, perak, binatang,
tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti
kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.
Oleh karena itu, menurut etimologis, sesuatu yang dikuasai
manusia tidak bisa dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan
didalam air, pohon di hutan, dan barang tambang yang ada di
bumi. Adapun pengertian harta secara terminologis, yaitu sesuatu
yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu
akan memberikannya atau menyimpannya. Sedangkan menurut
ulama Hanafiyah, harta adalah segala sesuatu yang mungkin
diambil dan dikuasai serta dimanfaatkan menurut adat kebiasaan.
Menurut jumhur fuqaha, harta adalah segala sesuatu yang
bernilai yang mewajibkan kepada orang yang merusaknya untuk
menggantinya.Dari definisi diatas bahwa sedikit ada perbedaan
34
pendapat Hanafiyah dan jumhur ulama. Hanafiyah memandang
bahwa manfaat dari suatu benda bukan harta. Sedangkan menurut
jumhur ulama tidak demikian, manfaat termasuk daripada harta.
Sebab, yang penting dari suatu benda benda adalah manfaatnya
bukan zatnya.
Pembagian harta
Wahbah Zuahaili membagi harta menjadi empat bagian,
antara lain:
1.Ditinjau dari segi manfaat terbagi menjadi dua
bagian:
a. Al-Ml Al-Mutaqowwim: adalah segala
sesuatu yang dapat dikuasai secara langsung
dan syara membolehkannya untuk di
manfaatkannya.
b. Al-Ml Ghair Al-Mutaqowwim: adalah
segala sesuatu yang tidak boleh dikuasai
secara langsung dan atau tidak boleh
dimanfaatkannya menurut ketentuan syara.
Contoh, tidak boleh dikuasai secara
langsung ialah iakan di lautan, burung di
udara, contoh yang tidak boleh dimanfaatkan
kecuali dalam darurat ialah daging babi,
minuman keras, bangkai dan lain
semacamnya.
2.Dilihat dari segi jenisnya.
a. Al-Ml Manqul (harta bergerak): adalah
harta yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain. Menurut Hanafiyah
mendefinisikan harta bergerak yakni harta
yang mungkin dipindahkan dari suatu tempat
35
ke tempat lain dalam keadaan tetap bentuk
kondisinya, maupun bentuk dan kondisinya
berubah setelah dipindahkan. Sedangkan
menurut Malikiyah, berpindahnya harta
tersebut harus tetap dalam bentuk dan
kondisinya seperti semula.
3.Dilihat dari segi ada atau tidak adanya harta
sejenis di pasaran:
a. Al-Ml Al-mitsli: adalah harta yang ada
jenisnya dipasaran, yakni harta yang salah
satunya dapat ditimbang (seperti kapas, besi,
dan paku), ditakar (seperti beras, gandung,
dll), dihitung (seperti telur dan buah) dan
yang dijual dengan meter (kain, papan dan
balok).
4. Dilihat dari segi masih tetapnya atau habis
setelah dipakai, terbagi menjadi dua bagian:
a. Al-Ml Al-Istihlaki: adalah harta yang
apabila dimanfaatkan berakibat akan
menghabiskan harta itu, seperti makanan dan
sejenisnya.
b. Al-Ml Al-istimli: adalah harta yang
apabila digunakan atau dimanfaatkan harta
itu tetap utuh, sekalipun manfaatnya sudah
banayak terpakai, seperti kebun, sawah,
rumah, dll.
Fungsi Harta
Harta merupakan suatu kebutuhan yang paling urgen dalam
kehidupan manusia, baik jangka pendek maupun jangka panjang
seperti makan, sandang dan pangan.
Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk
manusia, sedangkan tugas sebagai manusia adalah mencari dan
36
mengolah apa yang telah Allah sediakan untuk dimanfaatkan untuk
memenuhi tiga kebutuhan tersebut.
Sebagaimana dikemukakan oleh Rachmat Syafii, fungsi harta
antara lain:
1. Untuk kesempurnaan pelaksanaan ibadah mahdah,
seperti sholat memerlukan kain untuk menutup aurat, untuk
pergi haji dierlukan uang untuk biaya transportasi, makan
dan sebagainya.
2. Untuk memelihara, menjaga, dan meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sebab
godaan kemiskinan dan kefakiran bisa mendekatkan kepada
kekafiran.
3. Untuk meneruskan estafet kehidupan, agar dengan
harta yang cukup generasi yang akan datang tidak lemah
karena berbagai kebutuhannya dipenuhi.
4. Untuk menyelaraskan antara kehidupan dunia dan
akhirat.
5. Untuk bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
6. Untuk keharmonisan hidup bernegara dan
bermasyarakat, seperti orang yang kaya memberi pekerjaan
kepada orang yang miskin.
Dari beberapa fungsi harta diatas jelas bahwa manusia
sangat membutuhkan harta untuk kepentingan duania maupun
akhirat. Harta merupakan salah satu instrumen maqsid as-
syarah. Jenis maqsid as-syarah diantara lain adalah:
a) Hifz ad-dn: memelihara agama
b) Hifz an-nafs: memelihara jiwa
c) Hifz al-aql: memelihara akal
d) Hifz al-ml: memelihara harta
e) Hifz al-ard: memelihara kehormatan
Asas Kepemilikan Amwal (Harta)
37
Pemilikan Amwal didasarkan pada asas:
a. Amanah, bahwa pemilikan amwal pada
dasarnya merupakan titipan dari Allah Subhanahu
wataala untuk didayagunakan bagi kepentingan
hidup.
b. Infiradiyah, bahwa pemilikan benda pada
dasarnya bersifat individual dan penyatuan benda
dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha atau
korporasi.
c. Ijtimaiyah, bahwa pemilikan benda tidak
hanya memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan hidup
pemiliknya, tetapi pada saat yang sama di dalamnya
terdapat hak masyarakat.
d. Manfaat, bahwa pemilikan benda pada
dasarnya diarahkan untuk memperbesar manfaat
dan mempersempit madharat.
Hak Milik
Pengertian hak secara etimologis yaitu ketetapan dan
kepastian. Adapun secara terminologi fiqh, hak yaitu sesuatu
hukum yang telah ditetapkan secara syara. Adapun pengertian
milik secara etimologis yaitu penguasaan terhadap sesuatu, dan
secara terminologis yaitu kekhususan terhadap pemilik suatu
barang menurut syara untuk bertindak secara bebas bertujuan
mengambil selama tidak ada penghalang syari.
Hak milik dalam Islam selalu dihubungkan dengan
keberadaan manusia sebagai khalifah di bumi yang bertugas untuk
memakmurkan bumi sebagai manifestasi pertanggungjawabannya.
Hak milik merupakan bagian dari pembahasan harta benda (al
mal), yang merupakan kajian dari Fiqh Mu`amalat.
Dalam fiqh muamalat harta memiliki kedudukan sangat
penting karena berkaitan dengan syarat sahnya sebuah transaksi
harta benda. Transaksi dapat dilakukan jika kepemilikan terhadap
38
harta benda menjadi kepemilikan yang sah dan tidak ada sebab lain
yang menghilangkan haknya dari orang yang melakukan transaksi
tersebut.
Secara mendasar Islam mengajarkan bahwa kepemilikan
yang paling asasi dari seluruh harta adalah Allah, manusia menjadi
pemilik atas harta hanya sebagai amanat dari Allah. Pemanfaatan
kepemilikan oleh manusia sebatas sebagai makhluk yang harus
sesuai dengan ketetapan-Nya, dan untuk tujuan yang yang telah
ditetapkan melalui ajaran agama dan sunnah nabi-Nya.
Hak milik terbagi menjadi dua bagian:
1. Hak milik sempurna (Al-Milk At-Tm)
Pengertian hak milik sempurna menurut Wahbah Zuhaili
adalah sebagai berikut:
Hak milik yang sempurna adalah hak milik terhadap zat
sesuatu (bendanya) dan manfaatnya bersama-sama,
sehingga dengan demikian semua hak-hak yang diakui oleh
syara tetap ada ditangan pemilik.
Yaitu apabila materi atau manfaat hartu itu dimiliki
sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang
terkait dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik
seperti ini bersifat mutlak tidak dibatasi waktu dan tidak
digugurkan orang lain. Misalnya seseorang mempunyai
rumah, maka ia berkuasa penuh terhadap rumah itu dan
boleh ia manfaatkan secara bebas.
2. Hak milik yang tidak sempurna ( Al-Milk An-
Nqish)
Yaitu kepemilikan sesuatu, akan tetapi hanya zatnya
(badannya) saja, atau meiliki manfaatnya saja. Karena bisa saja
wujud harta itu dimiliki oleh orang lain, dan bisa saja memiliki
manfaatnya saja tanpa wujud dari bendanya itu sendiri.
39
Ada pembagian Hak milik yang tidak sempurna menjadi 3
bagian:
1. Milk al-ain yaitu: kepemilikan terhadap sesuatu,
akan tetapi hanya bendanya saja.
2. Milk al-manfaat asy-syakhshi atau haqqul intif:
yaitu kepemilikan atas manfaat suatu barang
yang bersifat personal atau hak pemanfaatan dan
penggunaan.
Faktor yang menyebabkan munculnya
kepemilikan manfaat diantaranya adalah
peminjaman, penyewaan, pewakafan, wasiat, dan
ibahah.
3. Milk al-manfaat al-aini atau haq irtifaq.
Hak irtifaq adalah sebuah hak yang
ditetapkan atas suatu harta tidak bergerak demi
kemanfaatan dan kepentingan harta tidak bergerak
lainnya yang dimiliki orang lain. Ini adalah sebuah
hak yang berlaku tetap selama kedua harta tidak
bergerak itu masih ada tanpa melihat siapa
pemiliknya. Seperti; hak irigasi, hak saluran air, hak
lewat dan hak berdampingan.
Sebab-sebab Kepemilikan
Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang
disyariatkan dalam Islam, yaitu:
1. Melalui penguasaan harta yang belum dimiliki
seseorang atau lembaga hukum lainnya, yang dalam
Islam disebut harta yang mubah, contohnya
bebatuan di sungai yang belum dimiliki seseorang
atau badan hukum, apabila seseorang mengambil
bebatuan itu lalu membawanya pulang, bebatuan itu
miliknya.
40
2. Melalui transaksi yang ia lakukan dengan
seseorang atau suatu lembaga badan hukum, seperti
jual beli, hibah, dan wakaf.
3. Melalui peninggalan seseorang, seperti
menerima warisan dari ahli warinya yang wafat.
4. Hasil/buah harta yang telah dimiliki
seseorang, baik dari hasil itu datang secara alami. Seperti
kebun buah, anak sapi yang lahir dan lain semacamnya.
Sedangkan menurut pasal 18 kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, benda dapat diperoleh dengan cara:
a. Pertukaran
b. Pewarisan
c. Hibah
d. Pertambahan alamiah
e. Jual beli
f. Luqhatah
g. Wakaf
h. Cara lain yang dibenarkan menurut syariah.
i. Macam-macam Kepemilikan
Pengertian akad
Kata akad berasal dari Bahasa Arab al-aqd yang secara
etimologi berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan.
[1] Secara terminology fiqh, akad didefinisikan dengan pertalian
ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Kabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh pada objek perikatan.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieq, yang mengutip definisi yang
dikemukakan Al-Sanhury, akad ialah: perikatan ijab dan Kabul
yang dibenarkan syara yang menetapkan kerelaan kedua belah
pihak.
41
[2]Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan Kabul dengan cara
yang dibenarkan syara, yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum
pada objeknya.
Tujuan akad
Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu tujuan akad dipandang sah dan mempunyai
akibat hukum[3],
yaitu:
1. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada
atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang
diadakan.
2. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya
pelaksanaan akad.
3. Tujuan akad harus dibenarkan syara.
Rukun dan syarat akad
Dalam menjalankan Akad perlu adanya Rukun dan
syarat akad yang harus dijalani, berikut adalah rukun dan
syaratnya:
Rukun-rukun akad
1. Aqid, adalah orang yang berakad
terkadang masing-masing pihak terdiri
dari satu orang, terkadang terdiri dari
beberapa beberapa orang.
2. Maqud alaih, ialah benda-benda yang
diakadkan, seperti benda-benda yang
dijual dalam akad jual beli, dalam akad
hibah (pemberian), gadai, utang yang
dijamin seseorang dalam akad kafalah.
3. Maudhu al-aqd, yaitu tujuan atau
maksud pokok mengadakan akad.
Berbeda akad maka berbedalah tujuan
pokok akad.
42
4. Shighat al-aqd, ialah ijab Kabul, ijab
ialah permulaan penjelasan yang keluar
dari salah seorang yang berakad sebagai
gambaran kehendaknya dalam
mengadakan akad. Kabul ialah
perkataam yang keluar dari pihak yang
berakad pula yang diucapkan setelah
adanya ijab.
Syarat-syarat akad
1. ) Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat
yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad:
1. Kedua orang yang melakukan akad
cakap bertindak (ahli), maka akad
orang tidak cakap (orang gila, orang
yang berada dibawah pengampuan
(mahjur) karena boros dan lainnya
akadnya tidak sah.
2. Yang dijadikan objek akad dapat
menerima hukumnya.
3. Akad itu diijinkan oleh syara,
dilakukan oleh orang yang
mempunyai hak melakukannya,
walaupun dia bukan akid yang
memiliki barang.
4. Akad bukan jenis akad yang
dilarang.
5. Akad dapat memberi faedah.
6. Ijab harus berjalan terus, maka ijab
tidak sah apabila ijab tersebut
dibatalkan sebelum adanya qobul.
43
7. Ijab dan qobul harus bersambung,
jika seseorang melakukan ijab dan
berpisah sebelum terjadinya qobul,
maka ijab yang demikian dianggap
tidak sah.
2. ) Syarat-syarat yang bersifat khusus,
yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad.
Syarat khusus ini juga disebut dengan idhofi (tambahan) yang harus
ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi
dalam pernikahan.
Dasar hukum syari akad
Firman Allah dalam Al Quran Surat Al
Maidah ayat 1 yakni:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu dihalalkan bagimu binatang ternak,
kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.
Dalam kaidah fiqih dikemukakan yakni:
Hukum asal dalam transaksi adalah keridlaan kedua
belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku
sahnya yang diakadkan.
44
Maksud keridlaan tersebut yakni keridlaan
dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh
karena itu, transaksi barulah sah apabila didasarkan
kepada keridlaan kedua belah pihak.
Hikmah akad
Diadakanya akad dalam muamalah antar
sesame manusia tentu mempunyai hikmah,
hikmah akad antara lain:
1. Adanya ikatan yang kuat antara dua
orang atau lebih dalam bertransaksi
2. Tidak dapat sembarangan dalam
membatalkan suatu ikatan perjanjian.
3. Akad merupakan paying hokum
didalam kepemilikan sesuatu,
sehingga orang lain tidak dapat
menggugat atau milikinya.
2.2.4 Ruang Lingkup pokok-pokok muamalah
Sebagaimana telah disampaikan di muka dimana fiqih muamalah
diartikan sebagai bagian hukum islam yang mengatur hubungan
keperdataan antar manusia, maka dapatlah dikatakan bahwa fikih
muamalah lebih mudah dipahami sebagai hukum perdata islam. Namun
dibandingkan dengan istilah hukum perdata yang berlaku dalam disiplin
ilmu hukum umum, fikih muamalah lebih sempit.
Dalam hal ini ruang lingkup fikih muamalah secara garis besarnya
hanya meliputi pembahasan tentang al-mal (harta), al-buquq (hak-hak
kebendaan), dan hukum perikatan (al-aqad).
Hukum benda, ruang lingkupnya terdiri dari dari tiga pokok
pembahasan masing-masing dalam satu bab : Pertama, konsep harta (al-
mal), meliputi pembahasan tentang pengertian harta, unsur-unsurnya dan
jenis-jenis harta. Kedua, konsep haq (al-huquq) meliputi pembahasan
tentang pengeertian hak, sumber hak, perlindungan pembatasan dan
pembagian jenis-jenis hak.
Ketiga, konsep tentang hak milik (al-milkiyah), meliputi
pembahasan tentang pengertian hak milik, sumber-sumber pemilikan dan
http://kingilmu.blogspot.com/2015/08/pengertian-tujuan-syarat-rukun-dan.html
45
pembagian macam-macam hak milik.Keempat, konsep umum akad
meliputi pembahasan tentang pengertian akad dan tasharruf, unsur-unsur
akad dan syarat masing-maasing unsur, serta macam-macam akad.
Kelima, aneka macam akad khusus meliputi pembahasan tentang jual beli,
sewa menyewa, utang piutang, penanggungan, gadai, bagi hasil,
persekutuan, pinjam meminjam, penitipan, dll.