10
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Proses Training Tahap Kedua di Training Center Satu tahun sudah, saya menjalani magang bakti di BCA. Tepatnya di Wisma Asia tempat saya ditempatkan. Dengan awal yang agak kurang baik, saya kurang yakin jika saya itu bisa menjalani permagangan ini hingga satu tahun. Memang semua tidak ada yang mustahil, tetapi rasa kurang yakin itu pasti muncul ketika kita melakukan kesalahan yang tidak pernah saya duga dan memikirkan apa resiko dari kesalahan tersebut. Tetapi, semua itu tetap bisa saya lewati dengan bantuan dari rekan-rekan teller WSA, para kabag teller, dan juga kedua orang tua, serta keluarga saya. Hingga akhirnya, saya menerima kabar untuk mengikuti training lanjutan untuk tahap dua, yaitu tahap terampil. Pada tahap dua ini, saya diajarkan tentang valas. Takut sekali saya saat itu, pertanyaan demi pertanyaan pun saya ajukan kepada para senior di WSA tentang apa itu sebenarnya valas. Dan yang paling membuat saya takut saat itu, semua senior di WSA itu selalu mendapatkan peringkat pertama di kelas saat training. Hingga akhirnya rekan saya yang hanya berbeda satu angkatan dengan sayapun mendapatkan peringkat pertama saat training valas. Rasa takut dan tegang pun makin saya rasakan. Karena selain itu, pastinya dengan 13

BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Training Tahap Kedua di Training Center

Satu tahun sudah, saya menjalani magang bakti di BCA. Tepatnya di

Wisma Asia tempat saya ditempatkan. Dengan awal yang agak kurang baik, saya

kurang yakin jika saya itu bisa menjalani permagangan ini hingga satu tahun.

Memang semua tidak ada yang mustahil, tetapi rasa kurang yakin itu pasti muncul

ketika kita melakukan kesalahan yang tidak pernah saya duga dan memikirkan apa

resiko dari kesalahan tersebut. Tetapi, semua itu tetap bisa saya lewati dengan

bantuan dari rekan-rekan teller WSA, para kabag teller, dan juga kedua orang tua,

serta keluarga saya.

Hingga akhirnya, saya menerima kabar untuk mengikuti training lanjutan

untuk tahap dua, yaitu tahap terampil. Pada tahap dua ini, saya diajarkan tentang

valas. Takut sekali saya saat itu, pertanyaan demi pertanyaan pun saya ajukan

kepada para senior di WSA tentang apa itu sebenarnya valas. Dan yang paling

membuat saya takut saat itu, semua senior di WSA itu selalu mendapatkan

peringkat pertama di kelas saat training. Hingga akhirnya rekan saya yang hanya

berbeda satu angkatan dengan sayapun mendapatkan peringkat pertama saat

training valas. Rasa takut dan tegang pun makin saya rasakan. Karena selain itu,

pastinya dengan saya melanjutkan training dan test bersama teman-teman satu

angkatan yang berbeda-beda tempat penempatannya, itu berarti saya sedang

training membawa nama Wisma Asia. Dan saatnya training pun tiba.

Di hari pertama, saya masih tegang dan gugup. Tapi, saya tetap berusaha

santai dan rileks di depan ketiga head teller saya (ibu Melanie, koko Iwan, dan

cici Yeni) serta rekan-rekan teller yang lain. Meski, beberapa dari senior saya tahu

kalau saya tegang, dan merasa takut jika tidak mendapatkan peringkat pertama.

Ka Adam yang selalu menertawakan saya, sedangkan ka Gita, Riendha, Weni,

Fiska dan Citra selalu menenangkan saya untuk tetap semangat dan biasa-biasa

saja. “Yang terpenting adalah ketika praktik di lapangan kamu sudah paham dan

mengerti.” Itu kata-kata yang selalu diucapkan para senior saya. Sebelum

mengikuti kelas, saya tetap sempatkan untuk hadir dan mengikuti morning

13

Page 2: BAB II

14

breafing yang rutin kami lakukan tiap pagi. Support dan doa pun dilanturkan

untuk saya agar lancar dalam menjalani training selama tiga hari hari, paham dan

mengerti sehingga bisa langsung mempraktikkan di cabang.

Setelah breafing selesai, saya segera keatas untuk mengikuti training.

Senang, bangga, tegang dan takut tetap saya rasakan pagi itu. Saya senang bisa

kembali bertemu dengan teman-teman satu angkatan saya, bangga pada diri saya

karena ternyata saya bisa, dan takut seperti yang tadi saya ceritakan. Di kelas,

ramai sekali. Dan hampir semua teman saya berbeda, dengan wajah, dan

penampilan yang baru. Meski takut, saya terus lawan rasa takut saya dan

bersenang-senang dengan teman-teman satu angkatan saya dan pastinya tetap

tekun memahami bahasan yang diajarkan. Selama training berlangsung, saya terus

memperhatikan apa yang dijelaskan oleh trainer saya, karena saya selalu

terbayang untuk bisa menyenangkan teman dan head teller saya di cabang untuk

mendapatkan hasil yang sangat memuaskan.

Usaha dan doa terus saya jalankan. Hingga akhirnya, tibalah saat test pada

hari ketiga. Saya tetap berdoa dan berusaha optimal untuk meraih peringkat

pertama. Dan, Alhamdulillah, ternyata saya bisa meraihnya. Meskipun, nama saya

berada pada urutan ke dua tapi nilai kami sebenarnya sama. Itu, hanya karena saya

kalah dalam urutan nama berdasarkan alfabetis.

Senaaangnya saya saat itu. Dengan bangganya saya turun, dan

memperlihatkan nilai saya kepada kabag dan rekan-rekan teller. Dan sayapun

mendapatkan sebuah coklat dari ibu Melanie.

2.2 Penerapan di Cabang

Id valas saya pun dibuka. Tapi saya masih di counter multi yaitu counter

sembilan. Pertama sih, saya merasa sangat kebingungan. Dan lambat launpun saya

faham. Karena semua lebih banyak ke logika. Nasabah valas pertama saya itu PT

Shinwaya, cair dengan mata uang JPY. Saya jalankan transaksinya dan untuk

memastikan benar atau tidaknya saya bertanya dengan senior saya yang duduk

sebelah counter saya, ka Gita. “Assyik, ternyata saya bisaa….”

Page 3: BAB II

15

Setelah tiga hari, saya langsung dipindahkan ke counter biz, counter

penukaran uang juga di counter tiga. “Waaaah, mengeriiikan….” Selain takut

dengan valasnya, juga takut dengan penukaran uangnya, karena rentan untuk

selisih. Tapi, saya harus bisa. “temaan yang lain saja bisa..” Satu sampai tiga hari

masih lancar, tapi dihari keempat saya mendapatkan transaksi bank note. Aduh,

saya takut, karena bertemu dengan petugas valas dan kata orang-orang agak galak

koko Arinya. Prosedur untuk mengurus bank note pun saya bingung, karena diatas

saat training tidak menggunakan fisik uang secara langsung. Tapi, senior saya

baik-baik kook. Terlebih lagi kak Weny. Dia selalu mengajarkan saya dengan

baik. Satu bulan sudah saya di counter biz, hingga pada suatu hari di cabang

sedang kurang orang. Sayapun berpindah ke counter valas setelah jam penukaran

uang selesai. Transaksipun berjalan lancar hingga sore hari. Dan keesokan

harinya, saya berpindah setelah jam penukaran uang selesai ke counter setoran

cepat. Rasa senang dan bangga itu ada. Karena dahulunya saya ingin sekali seperti

ini, seperti senior-senior lain yang saya lihat sebelumnya, mereka bisa segalanya.

Dan akhirnya pun saya bisa rasakan itu semua. Dan pastinya rasa penasaran dan

bimbang itu hilang. Di counter cepatpun saya dengan bangga melayani nasabah

valas, yang seharusnya itu tidak boleh dan jarang terjadi.

Di tahun kedua ini banyak sekali pengalaman saya hadapi. Saya semakin

merasakan benar-benar kami semua itu saudara, salalu kita menyebutnya second

family. Karena, ya memang benar-benar banyak sekali waktu kami untuk

bersama. Saya semakin sayang kepada tim Teller WSA, tapi tidak hanya sesama

tim, lambat launpun saya merasa dekat ke semua unit baik BO maupun CSO.

Karena kita semua memang saling keterkaitan.

Di tahun kedua ini, tim WSA juga mengalami perubahan, kakak senior

saya banyak yang habis masa baktinya. Ka Riendha, Adam, Gita, Citra, dan

Weny. Mereka sudah selesai selama tiga tahun di WSA. Seediiih sekali, begitu

juga dengan Koko Iwan dan Cici Yeni. Mereka juga berpindah tempat. Dan

digantikan dengan ibu Windi dan cici Ani. Yaaa, itulah kehidupan. Pasti ada

perputaran. Kepala layanan dan operasionalpun mengalami perubahan. Tadinya

pak Jimmy dan ibu Rissa, sekarang ibu Melly, dan ibu Annie.

Page 4: BAB II

16

Saya juga selain semakin dekat dengan rekan-rekan dan unit lain, semakin

dekat dan memahami macam-macam nasabah baik rupiah maupun valas. Semakin

banyak nasabah yang saya kenal, dan semakin betah juga saya di BCA. Semakin

pula saya mencintai pekerjaan saya. Ternyata menjadi front liner itu sangat

menyenangkan. Banyak sekali yang saya dapat dan saya petik hikmahnya. Pola

pikir saya pun berubah. Yang awalnya masih kekanak-kanakan, sekarang mulai

dewasa. Mulai mengetahui dan memahami apa itu kehidupan. Karena, saya belum

pernah sebelumnya merasakan, mengalami, mendapatkan ini semua. Saya selalu

bersyukur kepada tuhan, sudah dipertemukan dengan orang-orang hebat di sini.

Saya dibentuk menjadi pribadi yang baik, yang mencitai pekerjaan dan

bertanggung jawab.

Banyak sekali yang saya dapat, banyak juga peristiwa yang saya alami,

dan banyak juga ternyata macam-macam maunya nasabah itu. Ada nasabah yang

senangnya dengan uang baru dan diperhatikan, yaitu pak Unang dan ibu Mimi.

Dahulu, pak unang itu setiap kali transaksi di WSA selalu terburu-buru dan muka

tegang tanpa senyum. Tiap transaksi selalu pasang muka marah, dan sayapun

mulai mendapatkan celah dan memahami bahwa pak Unang itu memang maunya

uang baru dan tidak mau banyak pertanyaan yang diajukan, dan sekarangpun pak

Unang sudah berubah. Mau senyum dan membalas ucapan terimakasih dari saya.

Ada nasabah yang maunya diberikan minum dan snack. Ya itu adalah pak yanto.

Pak yanto ini awalnya transaksi dengan Tika, rekan saya. Waktu itu dia terlihat

lelah dan berkeringat. Disuguhkanlah air oleh Tika dan sebungkus snack yang

memang sudah disediakan. Eeeh, ternyata berkelanjutan. Dan banyak sekali

macamnya nasabah itu. Tetapi kalau kita berfikir positif, hasilnya pasti

menyenangkan. Intinya, jangan pernah membeda-bedakan dan merendahkan

nasabah. Buatlah fikiran kita bahwa mereka itu lebih tinggi jabatannya dari kita,

sehingga kita bisa menjaga sikap dan menghormati dia meski sambil banyak

canda tawa.

Banyak taraining yang saya ikuti di tahun kedua, seperti training motivasi

dan training VBT. Dari training tersebut saya mendapatkan banyak manfaat,

karena dari syering dan pengalaman serta penjelasan dari trainer yang hebat.

Page 5: BAB II

17

Mengerti, bagaimana kehidupan di dunia layanan (front liner) dan bagaimana

menyikapinya. Semua dijelaskan dan diputarkan beragam video.

Ketegangan menghadapi selisih pun saya dapatkan. Karena mustahil jika

teller tidak pernah mengalaminya. Suatu hari, saya mendapatkan nasabah dengan

setoran nominal dua ratus juta dan banyak sekali uang kecilnya. Padahal, saat itu

waktu saya tinggal sepuluh menit, dan waktunya saya istirahat. Keadaan saat

itupun di cabang sedang sangat ramai. Dan akhirnya sayapun tukeran istirahat

dengan teller lainnya. Ketika itu, ada uang yang jatuh. Ibu Melanie pun

mengingatkan saya dan sayapun mengambilnya. Hingga transaksi selesai dan jam

makan siang saya tiba. Sayapun balancing mencocokkan jumlah uang dilaci

danmenyesuaikan dengan nominal di IBS. Saat itu saya panic karena ternyata saya

mengalami selisih kurang kas sebesar lima juta. Sayapun mencari. Mulai dari slip,

laci dan tempat sampah. Tapi tidak ditemukan juga. Hingga akhirnya dibantu dan

proses berlangsung sudah berjalan satu jam. Dan itu berarti waktu istirahat saya

usai. Saya semakin bingung dan panik. Hingga akhirnya koko Iwan dating dan

memeriksa smua laci dan tempat sampah. Ternyata uang saya masuk ke tempat

sampah saat jatuh tadi. Yang saya ambil hanya satu gepok pecahan sepuluh ribu,

sedangkan ternyata yang jatuh itu dua gepok. Bersyukur, masih bisa ditemukan

meski bingung saat saya mencari ke tempat sampah tidak ada. Dan memang

mungkin saya terlalu panik saat itu.

Selisih juga pernah saya dapatkan pada transaksi valas. Pagi itu, nasabah

pertama saya membawa bank note untuk dicairkan dalam mata uang rupiah.

Setelah saya cek bank notenya, karena transaksi jual beli bank note harus

menginput nomor identitas nasabah yang ada. Sedangkan, nasabah saya baru

pertama kali melakukan transaksi valas saat itu. Setelah menunggu penginputan,

saya pun mengebon uang awal hari ke kasanah.setelah semua selesai, tanpa sadar

saya langsung memberikan uang tersebut ke nasabah saya tanpa menginput TDP.

Dan hingga saatnya saya istirahat dan balancing, ternya saya mengalami selisih

kurang kas senilai enam juta tujuh ratus ribu rupiah. Sayapun bingung dan

mencari. Namun tidak ketemu. Dan kemudian orang bank note pun keluar sedang

mengecek transaksi yang ada saat itu. Kabag sayapun menanyakan adakah selisih

Page 6: BAB II

18

senilai enam juta tujuh ratus ribu di petugas bank notenya. Dan ternyata benar

kalau saya belum memberikan TDP ke bagian bank note.

Ditahun kedua juga, saya pernah mendapatkan kesempatan yang luar biasa

menurut saya. Saya disuruh mewakili tim untuk mengikuti program smart reward

yang rutin ada pada tiap tahunnya. “waaaaah, luar biasa,, karena saya merasa saya

belum pantas dan belum cukup baik untuk mengikuti itu”. Waktu itu, saya

diberitahu oleh kabag saya ibu Melanie, bahwa sayalah yang mewakili pada tahun

ini dari tim kita. Sungguh, saya senang, tapi saya sempat takut dan ragu. Jika saya

hanya memalukan WSA saja. Tapi ibu Melanie pun meyakinkan saya untuk

mengikutinya. Karena memang sudah banyak pertimbangannya sebelum memilih.

Meskipun tidak lolos, tapi banyak juga hikmahnya. Banyak juga pengalamannya

meski berlangsung sebulan. Banyak pelajaran yang saya dapat, karena kalau saja

tidak mengikuti program ini saya tidak pernah mempelajari dan memahami

produk agak dalam. Saya berusaha dan terus berusaha secara maksimal, namun

saya belum lebih baik dari yang ada. Dan dari pengalaman ini juga, saya mulai

berfikir, bahwa kalau kita biasa-biasa saja, hasilnyapun biasa. Tapi, jika kita

melakukan lebih dari apa yang ada, hasilnya juga pasti lebih. Jadi, tidak pernah

saya berfikir BCA itu banyak tuntutannya. Seperti kebanyakan orang bilang. Tapi

jika kita berusaha dan mencoba melakukannya dengan baik. Hasilnyapun akan

baik. Saya terus menerima masukan-masukan dari rekan maupun atasan saya.

Karena saya yakin apa yang mereka katakana itu untuk membuat saya menjadi

lebih baik lagi. Terima kasih semua……