Upload
chairil-akbar-b
View
184
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dengan adanya berbagai macam pengobatan yang modern dalam
perkembangan dunia kedokteran dan farmasi telah menciptakan bahan-bahan sintetik
yang diproduksi kadangkala menimbulkan efek samping yang lebih besar dan
berbahaya, sehingga masyarakat pada umumnya sekarang ini mulai memilih
alternative baru yaitu dengan back to natural atau kembali ke bahan-bahan alam yang
memiliki efek samping yang sangat minimalis bahkan diusahakan tidak memiliki
kerugian apapun jika digunakan. Oleh karena itu, mulai dikembangkan teknik
akupuntur atau penggunaan bahan alam seperti ekstrak, galenin, rebusan dan
pengembangan bahan alam yang lebih modern adalah dengan teknik pengisolasian
bahan alam.
Kemudian menyangkut pula hal-hal yang mengenai sifat-sifat kimiawi dan
sifat-sifat fisika dari beberapa bahan, sifat-sifat karakteristik yang perlu untuk
identifikasi dan mengetahui kualitasnya dan juga susunan kimiawi bahan-bahan
tersebut. Semuanya ini menyangkut ilmu kimia farmasi.
Farmakognosi mempelajari tentang bahan-bahan farmasetis yang berasal
dari makhluk hidup, meliputi dimana terdapatnya di alam, biosintesanya,
identifikasinya dan penentuan kadar secara kuantitatif di dalam bahan alam darimana
bahan tersebut berasal, juga cara penggunaan dan cara kerjanya. Pengetahuan akhir-
akhir ini dikenal sebagai fitokimia atau plantchemistry. Juga termasuk di dalam
1
1
farmakognosi cara-cara penanaman, seleksi pengumpulan, produksi, pengawetan,
penyimpanan dan perdagangan dari bahan obat.
Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari
struktur dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis dan
senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan
khasiat dan manfaat yang dimilikinya. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat
telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah
keanekaragaman senyawa yang telah ada. Pencarian tersebut dilakukan dengan
berbagai pendekatan seperti cara empiris, etbotani, dan etnofarmakologi. Hasil
pencarian dan penelitan tersebut kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian
senyawa murni dan turunnya sebagai bahan dasar obat modern atau pembuatan
ekstrak untuk obat fitofarmaka.
Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik didalam
maupun diluar negeri berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama dari
segi farmakologi maupun fitokimianya berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang
telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris.
Hasil penelitian tersebut, tentunya lebih memantapkan tumbuhan obat akan khasiat
maupun kegunaannya, terlebih lagi uji toksikologi juga telah banyak dilakukan untuk
mengetahui keamanan tumbuhan obat yang sering digunakan untuk pemakaian
jangka panjang maupun pemakaian insidential.
Ciplukan (Physalis angualata Linn.) adalah salah satu tanaman yang tumbuh liar di
daerah tropis, yaitu pada ketinggian 1550 di atas permukaan laut, dan orang mulai
melirik tanaman ini agar dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Untuk
2
mengetahui khasiat atau kegunaan dari tanaman ini maka dilakukan pengujian-
pengujian atau reaksi identifikasi agar dapat diketahui senyawa-senyawa atau
kandungan kimia yang terkandung di dalamnya yang kemudian dilanjutkan dengan
teknik pengisolasian agar dapat diperoleh kandungan kimia yang lebih spesifik untuk
pengobatan penyakit tertentu.
I.2. Rumusan masalah
1. Apakah Ciplukan (Physalis angualata Linn) merupakan salah satu tumbuhan yang
berkhasiat obat?
2. Apa kandungan kimia dari tanaman Ciplukan (Physalis angualata Linn) yang
dapat berkhasiat obat?
3. Apa efek farmakologi yang terdapat dalam Ciplukan (Physalis angualata Linn)?
I.3. Maksud Penelitian
Untuk mengetahui teknik atau metode pemeriksaan farmakognostik meliputi
anatomi, morfologi dan organoleptik serta identifikasi kandungan kimia pada
tumbuhan ciplukan (Physalis angualata Linn.).
I.4. Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh data farmakognostik yang meliputi anatomi, morfologi dan
organoleptik serta identifikasi kandungan kimia pada tumbuhan ciplukan (Physalis
angualata Linn).
1.5 Kontribusi penelitian bagi IPTEK
3
Dapat memberikan informasi tentang morfologi, anatomi, organoleptik dan
senyawa kimia yang terkandung pada tanaman Ciplukan (Physalis angualata Linn)
dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan tanaman tradisional
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Tentang Tanaman
2.1.1. Sistematik (www. Flora Indonesia.com).
Sistematik dari tanaman ciplukan (Phylsalis angulata Linn.) :
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Subdivisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Subclass : Asteridae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Physalis L.
Spesies : Physalis angulata Linn.
2.1.2. Nama Daerah (Dharma A.P., 1985).
Sumatera : Leletop. Jawa : Cecendet, cecendetan, cecendetan kunir,
cecindit, ceplukan, ceplukan sapi, ceplokan, ciplikan, ciplukan cina,
ciciplukan, jojoran. Nusatenggara : Angket, keceplokan, kopok-kopokan,
padang rase, dedes, kemampok. Sulawesi : Leletokan. Makassar : Lappo-
lappo, Bugis : Lappo-lappo, Mandar : Lippa-lippa, Enrekang : La’po-la’po,
Keli (Sulteng) : Suloekura, Tolaki (Sultra) : Tameau, kamabotu.
5
5
2.1.3. Morfologi (Sastroamijojo S., 1998).
Batang ciplukan (Physalis angulata Linn.) mempunyai percabangan
yang banyak, dimana tumbuh tegak berbatang banyak dank keras,
permukaan batang licin dan berbentuk segiempat berwarna coklat kehijauan
dan merupakan tanaman perdu atau pohon kecil dengan tinggi sampai 1 m
atau 1550 m di atas permukaan laut.
Daun termasuk daun tunggal, bertangkai pendek, bentuk pangkal
daun berlekuk, bentuk helain daun lanset, bentuk ujung daun meruncing,
bentuk tepi daun bergerigi, permukaan daun halus dan berwarna hijau tua.
Memiliki akar tunggang yang sedikit bercabang, bentuk gasing,
pangkal akar besar membulat, akar-akar serabut sebagai cabang hanya pada
ujung yang sempit meruncing.
Buah termasuk buah kotak sejati, buah yang semata-mata terbentuk
dari bakal buah ataupun paling banyak terdapat sisa-sisa bagian bunga yang
lazimnya telah gugur. Berbentuk lonceng, bercangap lima, kelopak besar
sampai 21/2 cm.
2.1.4. Anatomi tanaman (Sastroamijojo S., 1998).
Merupakan tanaman perdu hidup 1 tahun tegak berbatang banyak
tinggi sampai 1 m, sampai 1550 m di atas permukaan laut di tempat yang
panas atau agak teduh tidak becek, di tegalan, di kebun-kebun, di pinggir
jalan dan lain-lain.
6
2.1.5. Kandungan Kimia (Sastroamijojo S., 1998).
Pada daun dan kelopak mengandung physaline = C14H10O5,
aleuron, pati, tannin dan pada buah terdapat asam sitrun.
2.1.6. Kegunaan (Sastroamijojo S., 1998).
Semua bagian tanaman ini masing-masing mempunyai khasiat atau
kegunaan yaitu akar, batang, daun dan buah. Pada akar (digiling halus)
sebagai obat cacing, (diseduh), obat demam. Pada daun (ditambahkan adas
pulosari, garam dan daun sirih, digosok dengan minyak sebagai salep), obat
koreng, sakit perut, (sebagai serbuk ditambah kunyit atau dilayuhkan dan
minyak), obat borok, (direbus ditambah daun urat = Plantago asistica), obat
gonore (diuretikum). Buah yang matang (diuretikum), obat iskhoria (kemih
tertahan dalam kandung kencing), indrops, ikhterus, epilepsy dan lain-lain.
2.2 Tinjauan Tentang Pemeriksaan Farmakognostik (G.Kartasapoetra , 2002)
2.2.1 Pengertian dan sejarah Farmakologi
Istilah farmarkognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A.Seydler (1815)
seorang penelitik kedokteran di Halle Jerman, farmakognosi berasal dari
bahasa Yunani, pharmakon yang artinya “obat” dan gnosis yang artinya
pengetahuan.Jadi farmakognosi adalah pengetahuan tentang obat-obatan
alamiah,
Sedangkan menurut J.A.Schmdit menggunakan istilah farmakognosi
sebagai salah satu subjudul dari buku Lehrbrch der Materia Medica yang
diterbitkan Vienna 1811.Ia mengartikan farmakognosi sebagai pharma
7
(“obat”) dan cognitif (pengenalan), jadi farmakognosi, merupakan cara
pengenalan ciri-ciri/karakteristik obat yang bersal dari bahan alam.
2.2.2 Ruang lingkup pemeriksaan Farmakognostik
2.2.2.1 Identifikasi dan Determinasi Tanaman (G.Kartasapoetra,2002)
Pemeriksaan organoleptik merupakan salah satu syarat dalam
identifikasi farmakognostik, dimana pada tahap ini pemeriksaan dilakukan
pada simplisia dengan berdasarkan warna, bau,rasa dari bahan /simplisia.
Dalam buku resmi dinyatakan pemberian yang memuat paparan mengenai
bentuk dan rasa yang dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk mengenal
simplisia nabati sebagai syarat baku meliputi :
1, Uji bau
Uji bau dilakukan dengan cara mengambil sampel lalu di cium
untuk mengetahui bau yang dimiliki oleh sampel tersebut.
2.Uji rasa
Uji rasa dilakukan dengan cara mencicipi sedikit dari sampel
tersebut
3. Uji warna
Uji warna dilakukan hanya dengan pengamatan biasa, yakni
dengan warna tembelekan secara langsung pada waktu basah(segar) dan
pada waktu kering.
2.2.1. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik merupakan salah satu syarat dalam
identifikasi farmakognostik, dimana pada tahap ini pemeriksaan dilakukan
8
pada simplisia dengan berdasarkan warna, bau, rasa dari bahan/simplisia.
Dalam buku resmi dinyatakan yaitu pemerian yang memuat paparan
mengenai bentuk dan rasa yang dimaksudkan Untuk dijadikan petunjuk
mengenal simplisia nabati sebagai syarat baku meliputi :
1. Uji bau
Uji bau dilakukan dengan cara mengambul sampel lalu dicium
untuk mengetahui bau yang dimiliki oleh sampel tersebut.
2. Uji rasa
Uji rasa dilakukan dengan cara mencicipi sedikit dari sampel
tersebut.
3. Uji warna
Uji warna dilakukan hanya dengan pengamatan biasa, yakni
dengan warna tembelekan secara langsung pada waktu basah (segar) dan
pada waktu kering.
2.2.2.2 Morfologi Tanaman
Makroskopik, kecuali dinyatakan lain memuat uraian makroskopik
paparan mengenai bentuk ukuran, warna dan bidang patahan/irisan.
Pemeriksaan mengenai bentuk fisik atau bentuk luar dari tanaman atau
simplisia, yang menyangkut bentuk daun, batang, akar, buah, dan biji.
2.2.2.3 Anatomi Tanaman
Mikroskopik, kecuali dinyatakan lain memuat paparan anatomis dan
penampang melintang simplisia dan fragmen pengenal serbuk simplisia.
Pemeriksaan anatomi simplisia adalah tahap pemeriksaan simplisia,
9
khususnya pada jaringan dalam dari simplisia yang dilakukan dengan
bantuan mikroskop, diperiksa mengenai jaringan pembangun, tipe
pembuluh, stomata, dan lain-lain.
Memuat paparan anatomis, penampang melintang simplisia, fragmen
pengenal serbuk simplisia, meliputi uraian mengenai jaringan :
a.Jaringan pada batang, akar dan rimpang, terdiri dari :
1. Jaringan primer (epidermis, korteks, endodermis, caspari,
perisikel, silinder pusat dan empulur).
2. Jaringan sekunder (periderm, felogen, dan ritidom).
3. Perubahan susunan silinder pusat atau pertumbuhan sekunder.
b. Jaringan pada daun, terdiri dari :
1. Tipe stomata
2. Jenis rambut (rambut penutup, dan rambut kelejar)
c. Jaringan pada daun, batang, dan akar, terdiri dari :
1. Tipe sel idioblas
2. Tipe sel sklerenkim
d. Tetapan fisika, meliputi pemeriksaan indeks bias, bobot jenis, titik
lebur rotasi optik, mikrosublimasi dan reklistalisasi.
e. Kimiawi meliputi reaksi warna, pengendapan, penggaraman,
logam dan kompleks.
f. Biologi meliputi pemeriksaan mikrobiologi seperti penetapan angka
kuman, pencemaran dan percobaan terhadap hewan.
10
g. Analisis bahan meliputi penetapan jenis konstituen (zat
kandungan), kadar konstituen (kadar abu, kadar sari, kadar air, kadar
logam) dan standardisasi simplisia.
h. Kemurnian meliputi kromatografi, kinerja tipis, kolom dan bas
untuk menentukan senyawa komponen kimia tunggal dalam simplisia
hasil metabolit primer dan sekunder tanaman.
2.2.2.4 Identifikasi kandungan kimia tanaman
Hal ini sangat penting karena dapat diketahui kandungan kimia
dari tanaman tersebut sehingga benar – benar diketahui apakah tanaman
tersebut dapat bermanfaat sebagai obat atau tidak.
2.2.2.5 Pemeriksaan mutu dan standarisasi
Tujuan pemeriksaan mutu simplisia dan standarisasi agar diperoleh
simplisia yang memenuhi persyaratan umum yang ditetapkan oleh
Departemen kesehatan RI dalam buku – buku resmi seperti Materia medika
Indonesia, farmakope Indonesia dan ekstra farmakope Indonesia. (Anonim,
2009 )
2.3. Tinjauan Tentang Simplisia
2.3.1. Pengertian Simplisia (Dirjen POM, 1979)
Pengertian simplisia menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah
bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
11
pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah
dikeringkan.
2.3.2 Penggolongan Simplisia
Simplisia terbagi 3 golongan yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi yang spontan
keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan
cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara
tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni.
2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.
3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal lain, yaitu benda
organic asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau keseluruhan dari
apa-apa yang disebut dibawah ini :
a.Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian
tanaman yang disebut dalam paparan makroskopik, atau bagian
sedemikian nilai batasnya disebut monografi.
b. Hewan hewan asing, merupakan zat yang dikeluarkan oleh hewan,
kotoran hewan, batu tanah atau pengotor lainnya.
12
Kecuali yang dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan benda
asing pada simplisia nabati adalah benda asing yang berasal dari tanaman.
Simplisia nabati harus bebas serangga, fragme hewan, atau kotoran hewan ;
tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir,
atau cendawan, atau menunjukkan adanya zat pengotor lainnya; pada
perhitunganpenetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar abu
yang larut dalam air , sari yang larut dalam air, atau sari yang larut dalam
etanol didasarkan pada simplisia yang belum ditetapkan susut
pengeringannya.
Sedangkan susut pengering sendiri adalah banyaknya bagian zat
yang mudah menguap termasuk air, tetapkan dengan cara pengeringan,
kecuali dinyatakan lain, dilakukan pada suhu 150o hingga bobot tetap.
Agar simplisia yang kita butuhkan bermutu baik, maka dilakukan
pemeriksaan mutu simplisia yang bertujuan agar diperpoleh simplisia yang
memenuhi persyaratan umum yang ditetaokan oleh Depkes RI dalam buku
resmi seperti materi medika Indonesia, Farmakope Indonesia, dan ekstra
Farmakope Indonesia.
2.3.3. Cara pembuatan simplisia (Asni Amin, 2006).
Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari
alam yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki.
1. Pengumpulan bahan/panen
a. Teknik pengumpulan
13
Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau
menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara
langsung (pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si
pemetik, agar diperoleh tanaman/bagian tanaman yang dikehendaki,
misalnya dikehendaki daun yang muda, maka daun yang tua jangan
dipetik dan jangan merusak bagian tanaman lainnya. Kalau
menggunakan alat, harus disesuaikan dengan kandungan kimianya
agar tidak merusak zat aktif yang dikandungnya, misalnya jangan
menggunakan alat yang terbuat dari logam untuk simplisia yang
mengandung senyawa fenol dan glikosa.
b. Waktu pengumpulan atau panen
Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh
waktu panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan
lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga diperlukan satu waktu
pengumpulan yang tepat yaitu pada saat kandungan zat aktifnya
mencapai jumlah maksimal tanaman yang diambil harus sehat, tidak
berpenyakit atau terjangkit jamur, bakteri dan virus karena dapat
menyebabkan berkurangnya kandungan zat aktif dan terganggunya
proses metabolisme serta terbentuknya produk metabolit yang tidak
diharapkan.
Pada umumnya waktu pengumpulan sebagai berikut :
1. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum
buah menjadi masak, contohnya, daun Athropa belladonna
14
mencapai kadar alkaloid tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai
berbunga. Tanaman yang berfotosintesis diambil daunnya saat
reaksi fotosintesis sempurna yaitu pukul 09.00-12.00.
2. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.
3. Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik
sebelum buah masak.
4. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.
5. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus),
dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.
c. Bagian Tanaman
Adapun cara pengambilan simplisia/bagian tanaman adalah:
1. Klika batang/klika/korteks
Klika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaliknya dengan cara
berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk klika
yang mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol gunakan alat
pengelupas yang bukan terbuat dari logam.
2. Batang (caulis)
Batang diambil dari cabang utama sampai leher akar, dipotong-
potong dengan panjang dan diameter tertentu.
3. Kayu (Lignum)
Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya dan
potong-potong kecil.
15
4. Daun (Folium)
Daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk) dipetik satu
persatu secara manual.
5. Bunga (Flos)
Tergantung yang dimaksud, dapat berupa kuncup atau bunga
mekar atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik
langsung dengan tangan.
6. Akar (Radix)
Bagian yang digunakan adalah bagian yang berada di bawah
permukaan tanah, dipotong-potong dengan ukuran tertentu.
7. Rimpang (Rhizoma)
Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar,
dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Pengambilan
sebaiknya pada musim kering dan bagian atas tanaman
mengering (layu).
8. Buah (Fructus)
Dapat berupa buah yang masak, matang atau buah muda, dipetik
dengan tangan.
9. Biji (Semen)
Buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan atau alat,
biji dikumpulkan dan dicuci.
10. Bulbus
16
Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari daun dan akar dengan
memotongnya.
2. Pencucian dan Sortasi Basah
Pencucian dan sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan
simplisia dari benda-benda asing dari luar (tanah, batu dan sebagainya),
dan memisahkan bagian tanaman yang tidak dikehendaki. Pencucian
terutama dilakukan bagi simplisia utamanya bagian tanaman yang
berada di bawah tanah (akar, rimpang, bulbus), untuk membersihkan
simplisia dari sisa-sisa tanah yang melekat.
3. Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan
dan pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda
asing, materi/sampel dijemur dulu +- 1 hari kemudian dipotong-potong
kecil dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan
4/18 (tergantung jenis simplisia). Pembuatan serbuk simplisia kecuali
dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk
(4/18). Semakin tipis perajangan maka semakin cepat proses
pengeringan kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap
perajangan tidak boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya
atau hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal
pengeringannya lama dan mudah berjamur.
17
4. Pengeringan
Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah :
1. Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat
digunakan dalam jangka yang relative lama.
2. Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan
oleh jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam
jaringan tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik
tidak dapat berlangsung, kadar air yang dainjurkan adalah kurang
dari 10 %.
3. Mudah dalam penyimpanan dan mudah dihaluskan bila ingin dibuat
serbuk.
Cara pengeringan dapat dilakukan secara alamiah dan secara
buatan.
a. Pengeringan alamiah
Tergantung dari kandungan zat aktif simplisia, pengeringan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman yang
keras (kayu, kulit biji, biji dan sebagainya) dan mengandung zat
aktif yang relative stabil oleh panas)
2. Diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung, umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga,
18
daun dan lain-lain) dan zat aktif yang dikandungnya tidak stabil
oleh panas (minyak atsiri).
b. Pengeringan buatan
Cara pengeringan dengan ,menggunakan alat yang dapat
diatur suhu, kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya.
5. Pengawetan simplisia
Cara pengawetan untuk tanaman atau bagian tanaman sebelum
dikeringkan direndam dahulu dalam alcohol 70 % atau dialiri uap panas,
sedangkan cara pengawetan untuk hewan-hewan laut terutama yang
mudah berubah bentuknya setelah mati seperti bintang laut (Asteroida),
bulu babi (Echinoidea), jenis hewan berongga (Coelenterata) dan hewan
berduri (Echinodermata) terdiri dari zat kapur maka binatang ini
diawetkan dengan alcohol 70 % agar zat kapurnya tidak larut.
6. Pewadahan dan penyimpanan simplisia
Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia bertujuan
memisahkan sisa-sisa benda asing atau bagian tanaman yang tidak
dikehendaki yang tidak tersortir pada saat sortasi basah.
Simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan
pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia.
Wadah terbuat dari plastic tebal atau gelas yang berwarna gelap dan
tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap
isinya, wadah dari logam tidak dianjurkan agar tidak berpengaruh
19
terhadap simplisia. Ruangan penyimpanan simplisia harus diperhatikan
suhu, kelembaban udara dan sirkulasi udara ruangannya.
2.3.4. Pemeriksaan Mutu dan Standararisasi :
1) Organoleptik
Adalah pemeriksaan warna, bau dan rasa dari bahan simplisia .
dalam buku resmi dinyatakan pemerian yaitu memuat paparan
mengenai bentuk dan rasa yang dimaksudkan untuk menjadi
petunjuk mengenal simplisia sebagai syarat baku.
2) Makroskopik
Yaitu memuat uraian makroskopik paparan mengenai bentuk,
ukuran, warna, dan bidang patahan/ irisan.
3) Memuat paparan anatomis, penampang melintang simplisia,
dengan fragmen pengenal serbuk simplisia yang meliputi uraian
mengenai :
a. Jaringan pada batang. Akar, dan daun yang terdiri dari :
i. Jaringan primer (epidermis, kortex, endodermis, caspari,
perisikel, silinder pusat dan empulur )..
ii. Jaringan sekunder (periderm, felagen, rifidom)
iii. Perubahan susunan silinder pusat atau pertumbuhan
sekunder.
b. Jaringan pada daun, terdiri dari :
i. Tipe stomata
ii. Jenis rambut ( penutup & kelenjar)
20
c. Jaringan pada daun, batang dan akar, terdiri atas ;
i. Tipe sel idioblas
ii. Tipe sel skelerenkim
4). Tetapan fisika
Meliputi pemeriksaan indeks bias, bobot jenis, titik lebur, rotasi
optic, mikrosublimasi dan rekristalisasi.
5). Tetapan kimia
Meliputi reaksi warna, pengendapan, penggaraman, logam, dan
kompleks.
6). Biologi
Meliputi pemeriksaan mikrobiologi seperti penetapan angka
kuman, pencemaran, dan percobaan terhadap kuman.
A. Analisis bahan, meliputi penetapan jenis konstituen (zat
kandungan) kadar konstituen ( kadar abu , kadar sari, Kadar air,kadar
logam), dan standarlisasi simplisia .
B. Kemurrnian, meliputi kromatografi : kinerja tinggi, lapis tipis, kolom,
kertas, dan gas/. Untuk menentukan senyawa / komponen kimia
tunggal dalam simplisia hasil metabolit primer dan sekunder tanaman.
2.4. Identifikasi Kandungan Kimia Simplisia Secara Kemotaksonomi
2.4.1. Penggolongan Tanaman berdasarkan kemotaksonomi
Ciplukan disebut dengan Physalis angualata Linn termasuk kedalam
family tumbuhan Solanaceae. Pada family ini kandungan kimianya berasal
21
dari batang, daun dan kelopak. Pada daun dan kelopak mengandung
physaline = C14H10O5, aleuron, pati, tannin dan pada buah terdapat asam
sitrun.
2.4.2. Kegunaan umum tanaman berdasarkan Kemotaksonomi
S.emua bagian tanaman ini masing-masing mempunyai khasiat atau
kegunaan yaitu akar, batang, daun dan buah. Pada akar (digiling halus)
sebagai obat cacing, (diseduh), obat demam. Pada daun (ditambahkan adas
pulosari, garam dan daun sirih, digosok dengan minyak sebagai salep), obat
koreng, sakit perut, (sebagai serbuk ditambah kunyit atau dilayuhkan dan
minyak), obat borok, (direbus ditambah daun urat = Plantago asistica), obat
gonore (diuretikum). Buah yang matang (diuretikum), obat iskhoria (kemih
tertahan dalam kandung kencing), indrops, ikhterus, epilepsy dan lain-lain.
Cara Mengidentifikasi Kandungan Kimia Simplisia
a. Reaksi Warna
1. Lignin
Basahi irisan atau serbuk dengan larutan florogiusin P, amati
dalam asam klorida P, dinding sel berwarna merah.
2. Pati & Aleuron
Tambahkan Iodium 0,1 N pada bahan yang akan diperiksa, pati
berwarna biru dan aleuron warna kuning coklat sampai coklat.
3. Suberun ,Kutin,Minyak Lemak dan Minyak Atsiri
22
Bahan yang akan diperiksa diletakkan diatas kaca objek,
tambahkan beberapa tetes Sudan III LP, bahan dapat dijernikan
dengan kloralhidarat LP, kecuali bahan yang mengandung minyak
atsiri. Biarkan selama 30 menit – 48 jam dengan bejana tertutup
yang didalamnya terdapat cawan yang berisi etanol 90% P. Bagian
yang mengandung suberin, kutin, minyak lemak,minyak atsiri,getah
dan resin berwarna jingga.
4. Lendir dan peptin
Letakkan serbuk atau bahan di atas kaca objek, ditambahkan
beberapa tetes Merah Ruthenium LP, tutup dengan kaca penutup
biarkan selama 15 menit, lender asam dan pectin berwarna merah
intensif.
5. Selulosa
Bahan ditambahkan larutan seng (II) klorida beriodium,
memberikan warna ungu merah.
6. Zat samak/tannin
Bahan ditambahkan besi (III) ammonium sulfat LP yang telah
diencerkan 5 kali, zat semak dan senyawa tannin lainnya berwarna
hijau atau biru sampai hitam.
7. Turunan katekol
Letakan bahan atau serbuk diatas kaca objek ditambahkan
larutan vanillin P 10 % b/v dalam etanol 90% P, kemudian dalam
23
asam klorida P, bagian yang mengandung turunan katekol berwarna
merah intensif.
8. Dioksiantrakinon bebas
Serbuk dalam tabung reaksi ditambahkan kalium hidroksi etanol
LP, warna merah.
9. Fenol
a. Hasil mikrosublimasi tambahan fosfomolibdat asam
sulfat LP, terjadi warna biru.
b. Hasil mikrosublimasi tambahan asam diazoben zensulfonat
LP, terjadi warna biru.
c. Ekstrak methanol ditambahkan :
- Larutan besi (III) klorida 1 % terbentuk warna ungu
biru.
- Pereaksi Millon , terbentuk warna merah ungu
10.Saponin
Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa dalam tabung reaksi
tambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian kocok kuat
selama 10 detik,terbentuk buih yang mantap selama kurang lebih
10 menit setinggi 1-10 cm, dan pada penambahan 1 tetes asam
hidroklorida 2 N, buih tidak hilang.
11.Flavanoid
Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa dengan 10 ml methanol dengan
alat pendingin balikselama 10 menit,saring panas,saring filtrate
24
dengan 10 ml air,selama dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah
P, kocok hati-hati diamkan. Ambil lapisan methanol, uapkan pada
suhu ≥ 40oC dibawah tekanan,sisa dilarutkan dalam 5 ml etanol 95
% P, tambahkan 0,1 gram serbuk magnesium P dan 10 ml asam
klorida P, jika terjadi warna merah jingga-merah ung berarti ada
flavanoid, dan jika kuning jingga terdapat flavon, kalkon dan
auron.
12.Karbohidrat
Serbuk dilarutkan dengan air, larutkan serbuk simplisia
disentrifuge filtrate terbagi 3 :
a. Filtrat I ditambahkan Molish, alfa naftol dan
HCl 20% terbentuk cicncin ungu.
b. Filtrat II ditambahkan larutan Luff dan NaOH,
berwarna merah setelah dipanaskan.
c. Filtrat III ditambahkan larutan Barfoed dan
NaOH berwarna merah jika dipanaskan.
Dapat pula menggunakan ekstrak ethanol – air 2 ml dalam cawan
porselin,diupkan, ditambahkan 2-3 tetes asam sulfat P, diamkan
selama 4 menit,tambahkan pereaksi Molish, terjadi warna merah.
13.Glikosida
Ekstrak methanol dimasukkan dalam tabung reaksi dan dibagi 3
dan ditambahkan :
25
a. Larutan besi (III) klorida 3 ml dan asam klorida P, terjadi warna
coklat kemerahan perlahan berbah menjadi violet atau ungu.
b. Pelarut benzene 5 ml,pisahkan larutan benzena ditambahkan 3
ml larutan ammonia 10 % terbentuk warna merah muda pucat.
c. Larutan ammonia encer 3,5 lalu dikocak,terjadi warna merah
lembayung.
14.Glikosida Antrakinon
Campur 200 mg serbuk simplisia dengan 45 ml asam sulfat encer
P, didihkan sebentar,dinginkan,tambahkan 10 ml benzene P, kocok
diamkan. Pisahkan antara lapisan benzene, saring,filtare berwarna
kuning menujukan adanya antrakinon.
15.Steroid
Ekstrak methanol kering disuspensikan dengan air, kemudian
ditambahkan eter/hexan,petroleum eter, dencenter filtrate dibuang,
diulangi sampai heksan/petroleum eter tidak berwarna lagi, residu
ditambah 10 ml kloroform, kocok 5 menit. Dekanter dalam tabung
reaksi berisi 10 ml NaSO4 anhisrat kemudian disaring.
a. Pereaksi liberman – Bouchardat, menghasilkan warna biru
sampai hijau.
b. ,Pereaksi Salkwowski, menghasilkan lapisan berwarna merah,
berarti positif mengadung steroid.
26
b. Reaksi Pengendapan
16.Alkaloida
Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida
2 N, dinginkan dan saring, pidahkan masing-masing 3 tetes filtrate
pada 2 kaca arloji :
a. Tambahkan 2 ml Mayer LP pada kaca arloji pertama,terbentuk
endapan menggumpal berwarna putih.Tambahkan 2 tetes
Bouchardat LP pada kaca arloji kedua, terbentuk endapan
warna coklat sampai hitam.
c. Kromatografi Lapisan Tipis
Kromatografi Lapisan Tipis adalah salah satu tehnik pemisahan
komponen kimia dengan prinsip adsorbsi dan partisi menggunakan
lempeng yang berukuran 3x7 cm, yang dilapisi oleh silica gel sebagai
fase absorban (penyerap) atau disebut fase diam, dan eluen berupa
campuran beberapa pelarut atau fase gerak yang dapat memisahkan
senyawa kimia.
27