Upload
viradhea-gita-rl
View
74
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
BAB II
DASAR TEORI
Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori dari Praktikum
Survey Hidrografi II seperti pemasangan patok, kerangka dasar pemetaan vertikal,
pemetaan situasi, pasang surut, batimetri, dan pemeruman yang akan diterangkan
di bawah ini.
II.1 Pemasangan Patok
Patok merupakan suatu tanda untuk meletakkan alat atau rambu dalam
pengukuran di darat dan garis pantai. Fungsi patok dalam pemetaan adalah
memberi suatu tanda agar pengukur dapat melihat detil yang diukur dalam
lapangan. Untuk pemasangan patok perlu diperhatikan syarat-syarat dalam
memasang patok. Syarat-syarat pemasangan patok adalah :
1. Patok diusahakan dapat dibuat semi permanen yang tidak mudah
berpindah posisi.
2. Patok harus dibuat dari bahan yang kuat dan kokoh.
3. Patok diusahakan dibuat jelas dalam lapangan.
4. Patok harus dapat mewakili titik yang ingin diukur.
5. Untuk pemasangan patok di daerah garis pantai bisa menggunakan bambu
yang panjang
II.2 Kerangka Dasar Pemetaan Vertikal
Pengukuran kerangka vertikal terdiri dari beberapa jenis pengukuran
yaitu:
1. Menggunakan pita ukur
Pengukuran dapat ditemui disaat pengukuran gedung bertingkat, di mana
tinggi masing-masing lantai diukur dengan menggunakan pita ukur.
Kelompok II II-1
bah
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
2. Menggunakan barometer
Pada dasarnya pengkuran ini menngunakan prinsip tekanan udara, di mana
makin tinggi tempat maka tekanan udara makin kecil. Hasil dari pengukuran ini
tidak begitu teliti.
3. Menggunakan trigonometric levelling.
Pengukuran ini dengan menngunakan sudut vertikal pada alat theodolite.
4. Menggunakan waterspass instrument untuk melakukan pengukuran beda
tinggi
Waterpass adalah alat yang menggunakan prinsip sipat datar, istilah sipat
datar berarti konsep penentuan beda tinggi antara dua titik atau lebih dengan garis
bidik mendatar atau horisontal yang diarahkan pada rambu–rambu yang berdiri
tegak atau vertical. Sedangkan alat ukurnya dinamakan penyipat datar atau
waterpass instrument. Dengan kata lain waterpass adalah hasil-hasil dari
pengukuran sipat datar diantaranya digunakan untuk perencanaan jalan, jalur
kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi
tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluran-
saluran yang sudah ada, dan lain-lain.
12.5m 12,5m
Gambar 2.1 Beda Tinggi dengan Sipat Datar (Kelompok IV, 2009)
Sipat mendatar dapat dibuat dengan beberapa cara, antara lain dengan
bantuan nivo tabung. Sehingga pada alat ukur sipat datar selain ada teropong juga
dilengkapi dengan nivo tabung untuk mendatarkan garis bidik. Pada penggunaan
alat ukur waterpass selalu harus di sertai dengan rambu ukur ( levelling rod, bak).
Rambu ini terbuat dari bahan kayu atau alumunium, panjangnya 3 meter hingga 5
Kelompok II II-2
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
meter.Yang penting dari rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul-
betul teliti untuk dapat menghasilkan pengukuran yang baik. Disamping itu cara
memegangnya pun harus betul-betul tegak (vertikal).
Istilah-istilah yang sering digunakan dalam waterpass antara lain sebagai
berikut :
1. Tinggi
Jarak dari bidang referensi yang telah ditetapkan ke suatu titik tertentu
sepanjang garis vertikal.
2. Beda tinggi
Perbedaan vertikal dua titik.
3. Mean Sea Level ( muka laut rata-rata )
Hasil rata-rata dari pengukuran permukaan laut tiap-tiap jam selama
jangka waktu yang lama.
Ada berbagai macam peralatan sipat datar yang digunakan dalam
pengukuran, antara lain sebagai berikut :
1. Waterpass
Waterpass instrument hampir sama dengan waterpass. Bedanya adalah
waterpass instrument digunakan dengan memasang diatas kaki tiga dan
pandangan dilakukan melalui teropong, dalam hal ini memindahkan garis datar ke
titik lainnya. Sementara waterpass digunakan untuk menentukan apakah dua buah
titik yang terpisah beberapa inci terletak pada sebuah bidang datar, waterpass
dapat menunujukkan apakah dua titik yang terpisah ratusan feet terletak pada
sebuah garis datar.
Ada banyak tipe waterpass misalnya waterpass air dan waterpass garis
demikian juga terdapat banyak tipe waterpass yang berbeda. Walaupun sebagian
dari waterpass ini mempunyai bentuk dan penampilan yang tidak dipunyai
waterpass lain.
Kelompok II II-3
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Gambar 2.2 Waterpass instrument (indonetwork.or.id, 2009)
Waterpass ini dipasangkan di atas kaki tiga dan pandangan dilakukan
melalui teropong. Ada beberapa macam bagian-bagian dari waterpass, antara lain:
a. Lup merupakan lensa yang bisa disetel menjadi alat pengamat
melakukan pembidikan. Lup tersebut diputar agar salib sumbu bidik
berada dalam fokus.
b. Teropong merupakan tabung yang menjaga agar semua lensa dan gigi
fokus berada pada posisinya yang benar.
c. Pemfokus merupakan sebuah tombol pengatur yang memfokuskan level
sacara internal terhadap target yang dikehendaki.
d. Sekrup-sekrup level merupakan Sekrup-sekrup pengatur yang dipakai
untuk mendatangkan level.
e. Alas merupakan alas tipis berukuran 3 ½ x 8 “ yang mengikat alat pada
tripod.
f. Sekrup tangensial horisontal. Sebuah sekrup pengatur untuk
memperkirakan kelurusan antara salib sumbu bidik dan sasaran bidang
horizontal.
g. Tabung nivo. Sebuah tabung gelas bergraduasi yang berisi cairan yang
sejajar dengan garis bidik teropong.
2. Kaki Tiga
Kaki tiga digunakan untuk menyangga alas waterpass dan menjaganya
tetap stabil selama pengamatan. Kaki tiga ini mempunyai dua baut yaitu baut
pertama digunakan untuk menentukan sambungan kaki dengan kepala sedangkan
baut kedua digunakan untuk penyetelan kekerasan penggerak engsel antara kaki
tiga dengan kepalanya.
Kelompok II II-4
a
d
e
b
c
g
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
3. Mistar ukur/rambu ukur
Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan digunakan
untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah titik tertentu yang
berada di atas atau di bawah garis bidik tadi. Rambu ini terbuat dari bahan kayu
atau aluminium. Panjangnya 3 meter (ada yang 4 dan 5 meter). Yang penting dari
rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul-betul teliti untuk dapat
menghasilkan pengukuran yang baik. Di samping itu cara memegangnya harus
benar-benar tegak (vertikal).
Gambar 2.3 Rambu ukur (tokobagus.com, 2008)
4. Form ukur
Form ukur digunakan untuk memasukan data pengukuran lapangan agar
data tidak hilang dan dapat diolah untuk menjadi data pengukuran yang
sebenarnya.
II.2.1 Perhitungan dengan Menggunakan Alat Waterpass
1. Waterpass Tertutup
a. Mencari beda tinggi dengan rumus ( BT belakang – BT muka).....(2.26)
b. Menghitung rata-rata beda tinggi dengan rumus :
Rata-rata beda tinggi = ∆ h stand 1+∆ h stand 2
2...................................(2.27)
Untuk tanda (+ atau -) mengikuti tanda beda tinggi pergi. Jika beda
tinggi pergi bertanda positif (+), maka rata-rata beda tinggi juga bertanda
positif (+) dan sebaliknya.
c. Menghitung koreksi beda tinggi.
Kelompok II II-5
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Menghitung koreksi beda tinggi dilakukan pada pengukuran
waterpass tertutup.
koreksi=∑ ∆ hn
..........................................................................(2.28)
Keterangan rumus :
∑Δh = Jumlah beda tinggi
n = Jumlah titik
Dengan adanya kesamaan angka pada beda tinggi rata-rata dan
koreksi sehingga mengakibatkan jumlah beda tinggi setelah dikoreksi
sebesar 0.
d. Menghitung beda tinggi definitif.
Perhitungan ini dilakukan pada pengukuran waterpass tertutup.
Definitif = Beda tinggi + koreksi ........................................................(2.29)
Lakukan cara yang sama hingga diketahui definitif titik P28 ke P1
e. Menghitung elevasi titik.
Untuk elevasi awal (200,000). Elevasi awal ini berguna untuk
mencari elevasititik selanjutnya.
Elevasi titik P1= elevasi awal + beda tinggi definitif P0 ke P1...........(2.30)
2. Waterpass Terbuka
a. Mencari beda tinggi dengan rumus ( BT belakang – BT muka).....(2.31)
b. Menghitung rata-rata beda tinggi dengan rumus :
Rata-rata beda tinggi = ∆ h stand 1+∆ hstand 2
2..............................(2.32)
Untuk tanda (+ atau -) mengikuti tanda beda tinggi pergi. Jika beda
tinggi pergi bertanda positif (+), maka rata-rata beda tinggi juga bertanda
positif (+) dan sebaliknya.
c. Menghitung elevasi titik.
Untuk elevasi awal (200,000). Elevasi awal ini berguna untuk
mencari elevasititik selanjutnya.
Elevasi titik P1= elevasi awal + beda tinggi P0 ke P1.........................(2.33)
II.2.2 Kesalahan dalam Pengukuran Waterpass
Kelompok II II-6
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Walaupun sebelum pengukuran peralatan telah dikoreksi dan syarat–syarat
lain telah dipenuhi, namun karena hal–hal yang tak terduga sebelumnya,
kesalahan–kesalahan yang lain tetap dapat terjadi, yang menurut sumbernya
adalah sebagi berikut :
1. Bersumber dari alat ukur, antara lain :
a. Garis bidik tidak sejajar garis arah nivo
Akibat kesalahan ini, maka garis bidik akan menjadi miring.
b. Kesalahan titik nol rambu
Kesalahan ini bisa terjadi dari pabrik, namun bisa pula terjadi
karena alas rambu yang aus dimakan usia atau sebab yang lain.
c. Rambu tidak betul–betul vertikal
Untuk menghindari kesalahan ini maka rambu harus betul–betul
vertikal dengan cara menggunakan nivo rambu atau unting–unting yang
digantungkan padanya juga bias menggunakan base plate.
d. Penyinaran pada alat tidak betul – betul merata
Sinar matahari yang jatuh tidak merata pada alat ukur sipat datar
akan menyebabkan panas dan pemuaian pada alat penyipat datar tidak
merata. Sehingga, untuk menghindari keadaan semacam ini sebaiknya
alat ukur harus dipayungi agar tidak terkena sinar matahari langsung.
2. Bersumber dari pengukur, antara lain :
a. Kurang paham pada pembacaan rambu
Sebelum pengukuran dilakukan surveyor harus betul–betul paham
terhadap sistem pembacaan rambu agar kesalahan jenis ini tidak terjadi.
Untuk mnghindari kesalahn ini pembacaan dikontrol dengan
pembacaan benang atas (BA) dan benang bawah (BB) dimana
2BT = (BA + BB)............................................................................(2.34)
b. Mata cacat atau lelah
Untuk menghindari kesalahan ini sebaiknya mata yang cacat
menggunakan kacamata yang sesuai sehingga tidak timbul kesalahan
pembacaan dan pengamatan dilakukan dengan mata secara bergantian.
Kelompok II II-7
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Mata yang sedang tidak digunakan tidak perlu dipejamkan atau
dipicingkan.
c. Kondisi fisik yang lemah
Keadaan seperti ini disebabkan karena pengamat lapar atau haus
sehingga dibutuhkan banyak istirahat, makan yang teratur serta selalu
menjaga kondisi tubuh.
d. Pendengaran yang kurang
Pengukuran dilakukan oleh dua orang yaitu sebagai pengamat dan
sebagai pencatat. Apabila pendengaran pencatat kurang baik maka yang
diucapkan oleh pengamat akan berbeda dengan apa yang didengar.
3. Bersumber dari alam, antara lain :
a. Kelengkungan permukaan bumi
Karena jarak bidik optimum teropong penyipat datar kurang dari
100 m, maka pengaruh kesalahan untuk pengukuran yang tidak teliti sekali
dapat diabaikan dan pengaruh kesalahan ini dapat dihilangkan dengan
membuat jarak rambu muka sama dengan jarak rambu belakang.
b. Refraksi sinar
Permukaan bumi diselimuti dengan lapisan–lapisan udara yang
ketebalannya tidak sama karena suhu dan tekanan tidak sama. Hal ini akan
mengakibatkan sinar yang sampai pada teropong dari obyek yang dibidik
akan menjadi melengkung ke atas sehingga yang terbaca menjadi besar.
c. Undulasi
Pada tengah hari yang panas sekitar pukul 11.00–14.00 sering
terjadi undulasi yaitu udara di permukaan bumi bergerak naik karena panas
atau biasa disebut fatamorgana. Sehingga jika terjadi undulasi sebaiknya
pengukuran dihentikan.
d. Kondisi tanah tidak stabil
Setiap melakukan pengukuran pasti kondisi tanah tempat berdiri
alat tidak stabil. Apabila kondisi seperti ini tempat berdiri rambu maka
pada saat rambu dibalik dari rambu muka menjadi rambu belakang akan
Kelompok II II-8
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
mengalami perubahan ketinggian. Adapun cara menghindari kesalahan ini
yaitu dengan memilih tempat berdiri alat dan rambu yang betul – betul
stabil dan rambu diberi alas atau sepatu rambu.
II.3 Pengukuran Situasi
Maksud pengukuran situasi detail adalah memudahkan identifikasi untuk
pengikatan bidang-bidang tanah dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan
pemetaan serta pendaftaran tanahnya..
II.3.1 Detail Situasi
Detail-detail situasi terdiri unsur-unsur alam dan unsur-unsur buatan
manusia. Tidak semua detail dilakukan pengukuran tetapi hanya dilakukan
identifikasi lapangan dan memetakan pada peta, misalnya areal hutan, ilalang dan
sebagainya.
1. Batas administrasi
Batas administrasi yaitu batas wilayah berdasarkan wilayah penguasaan
administrasi pemerintahan. Berdasarkan hirarkis pemeritahan yang
tertinggi dapat dibagi menjadi :
a. Batas Negara
b. Batas Dati I atau Batas Propinsi
c. Batas Dati II atau Batas Kotamadya atau Batas Kabupaten
d. Batas Kecamatan
e. Batas Desa atau Batas Kelurahan
Pengukuran batas administrasi harus berdasarkan peta batas wilayah yang
sudah disepakati (batas definitif) dan disetujui antara kedua pemerintah
yang berbatasan. Apabila peta batas wilayah tidak/ belum ada, maka
penentuan batas administrasi dapat dilakukan langsung di lapangan dengan
menghadirkan aparat pemerintah yang mengetahui dari kedua pemerintah
yang berbatasan.
2. Unsur perairan
Unsur perairan adalah detail alam atau buatan manusia yang mengandung
unsur-unsur perairan beserta bangunan-bangunan pendukung yang ada di
atasnya.
Kelompok II II-9
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Adapun unsur perairan terdiri dari :
a. Sungai
b. Saluran atau selokan
c. Lautan
d. Danau atau rawa
e. Empang
Sedangkan bangunan-bangunan pendukung yaitu :
a. Bangunan pembagi air
b. Jembatan
c. Bendungan
d. Bendungan dengan pintu air
3. Titik-titik Tetap
Titik-titik Tetap berupa tugu-tugu yang dipasang baik yang BPN/ Agraria
maupun milik instansi lain, apabila dianggap perlu, adalah detail-detail
yang harus diukur sebagai kelengkapan pengukuran situasi.
Tugu-tugu tersebut terdiri dari :
a. Tugu Kerangka Dasar
b. Tugu Titik Tinggi Geodesi (TTG)
c. Tugu Km
d. Tugu dari PBB, Dep. PU, Dep. Perhubungan dan lain-lain.
4. Jalan
Jalan sebagai sarana penghubung antar wilayah merupakan detail situasi
yang sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan
pemetaan. Jalan dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kondisi-nya, yaitu
jalan yang diperkeras dan jalan tanah.
a. Jalan diperkeras yaitu jalan yang dibangun dengan pondasi batu dan
dilapisi dengan aspal
b. Jalan tanah yaitu jalan yag kondisinya berupa tanah belum dibangun
pondasi, berpondasi batu atau berpondasi pasir dan dipasang conblock.
Di lapangan kondisinya dapat berupa jalan tanah biasa, jalan setapak,
lorong atau gang.
Kelompok II II-10
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
5. Bangunan-bangunan Penting
Bangunan-bangunan penting adalah bangunan milik atau yang digunakan
untuk kegiatan pemerintahan, baik sipil maupun militer, dan untuk
keperluan kegiatan masyarakat umum. Untuk memudahkan mengenali
bangunan tersebut harus diberi nama bangunan tersebut. Jika tidak ada
nama formal-nya maka digunakan nama yang digunakan oleh penduduk
setempat.
II.3.2 Metoda Pengukuran
Peta batimetri yang dilaksanakan secara pengukuran terrestrial merupakan
proses pemetaan dari pengukuran situasi. Pada metoda ini, pengukuran situasi
hanya digunakan untuk kelengkapan detail pada pengukuran titik dasar teknik
orde 4. Dengan demikian pengukuran situasi-nya dilakukan secara bersamaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran situasi adalah :
1. Pengambilan data sudut dan jarak cukup dilakukan satu kali.
2. Pengukuran jarak dapat dilakukan secara optis.
3. Dalam hal detail situasi berupa tugu dari instansi lain yang memenuhi
persyaratan untuk digunakan sebagai titik dasar teknik, pengambilan data
ukuran lapangan sama dengan pada pengukuran titik dasar teknik.
4. Poligon cabang untuk pengambilan detail diperbolehkan.
II.3.3 Perencanaan
Peta dasar teknik yang menggambarkan distribusi titik-titik dasar teknik
orde 2 atau orde 3 digunakan sebagai peta perencanaan jalur-jalur pengukuran
situasi detail. Semua jalur poligon utama harus terikat pada titik-titik dasar teknik
tersebut. Buku tugu dan peta topografi digunakan untuk membantu perencanaan
jalur pengukuran darat dan pesisir.
II.3.4 Metoda Pengukuran
Ada beberapa metoda pengukuran yang digunakan untuk pengukuran
situasi, yaitu :
Kelompok II II-11
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
1. Metoda Offset
2. Metoda Polar
3. Kombinasi dari kedua metoda
II.4 Pengamatan Pasang Surut
Dalam praktikum ini, praktikan harus mendapatkan tinggi MSL (mean sea
level) dengan salah satu pengukurannya dengan pengamatan pasut. Tujuan dari
pengamatan pasang surut (pasut) secara umum adalah sebagai berikut (Djaja,
1989):
1. Menentukan permukaan air laut rata-rata (MSL) dan ketinggian titik ikat
pasut (tidal datum plane) lainnya untuk keperluan survey rekayasa dengan
melakukan satu sistem pengikatan terhadap bidang referensi tersebut.
2. Memberikan data untuk peramalan pasut dan arus serta mempublikasikan
data ini dalam table tahunan untuk arus dan pasut.
3. Menyelidiki perubahan kedudukan air laut dan gerakan kerak bumi.
4. Menyediakan informasi yang menyangkut keadaan pasut untuk proyek
teknik.
5. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu.
6. Melengkapi informasi untuk penyelesaian masalah hokum yang berkaitan
dengan batas-batas wilayah yang ditentukan berdasarkan pasut.
Pasang surut (pasut) sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan penentuan
posisi horizontal, namun demikian akan sedikit diuraikan karena terkait dengan
posisi vertikal atau kedalaman dasar perairan. Secara tidak langsung kedalaman
suatu perairan akan dipertanyakan di lokasi mana kedalaman tersebut. Hal ini
berarti posisi (x,y) dari dasar perairan tersebut dimana. Jadi antara kedalaman dan
posisinya ada keterkaitan secara tidak langsung.
Penentuan letak rambu pasang surut yang ideal mungkin agak sulit dipenuhi,
artinya air yang kena rambu benar-benar tenang tidak terpengaruh oleh ombak
yang besar, angin topan, dan sebagainya. Untuk keperluan peletakan rambu atau
stasiun pasang surut dapat mengikuti criteria yang dibuat oleh IOC (International
Oceanographic Comission) yaitu (BAKOSURTANAL, 2002):
Tersedia informasi awal tentang kondisi lokasi
Kelompok II II-12
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
1. Lokasi pengamatan aman dari pengembangan pelabuhan, sehingga
dimungkinkan stasiun permanen minimal satu perioda panjang yaitu 18,6
tahun.
2. Tidak terletak diujung tanjung yang lancip
3. Stabil dan terlindung dari ombak besar, angin topan, dan lalu lintas kapal
4. Kedalaman air minimum dua meter di bawah permukaan laut terendah
5. Jauh dari muara sungai yang kemungkinan bisa mempercepat
pengendapan seperti estuary dan hindari daerah berarus besar
Gambar 2.4 Contoh pengamaatan pasang surut
II.5 Batimetri
Batimetri terdiri dari dua suku kata yaitu ‘Bathy’ yang berarti kedalaman
serta kata ‘Metry’ yang berarti ilmu pengukuran. Oleh karena itu secara harfiah,
kata batimetri dapat diartikan sebagai ukuran kedalaman laut, baik mengenai
ukuran tentang elevasi maupun mengenai depresi dasar laut yang merupakan
sumber informasi dan gambaran dari dasar laut,serta memberikan banyak
petunjuk tentang struktur laut (Nurjaya, 1991). Batimetri (bathos: kedalaman,
metry: pengukuran) adalah pengukuran kedalaman laut dan memetakannya
berdasarkan kondisi dan topografi dasar laut (Thurman, 2004).
Peta bathymetri adalah peta yang menyajikan kedalaman air dan konfigurasi
Kelompok II II-13
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
topografi bawah laut, umumnya mempunyai sistem koordinat yang bereferensi
pada sistem koordinat peta topografi.
Awalnya, batimetri terlibat pengukuran kedalaman laut melalui
perambatan bunyi. Teknik awal yang digunakan pra-diukur berat tali atau kabel
menurunkan lebih teknik side. Kapal ini mengukur kedalaman hanya satu titik
pada satu waktu, dan tidak efisien. Hal ini juga kena pergerakan kapal dan arus
bergerak dari garis benar dan karena itu tidak akurat.
Data yang digunakan untuk membuat peta batimetri hari ini biasanya
berasal dari echosounder (sonar) dipasang di bawah atau di sisi kapal, "ping"
seberkas suara ke bawah di dasar laut atau dari LIDAR penginderaan jauh atau
sistem LADAR. jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara atau cahaya untuk
melakukan perjalanan melalui air, memantul dasar laut, dan kembali ke sounder
memberitahu peralatan apa yang jarak ke dasar laut tersebut. LIDAR / LADAR
survei biasanya dilakukan oleh sistem udara.
Dimulai pada awal 1930-an, satu-kotak pembunyi digunakan untuk
membuat peta batimetri. sekarang, Multibeam Echosounder (MBES) biasanya
digunakan, yang menggunakan ratusan Transducer yang berdekatan sangat sempit
diatur dalam titik seperti kipas dari biasanya 90-170 derajat. Secara umum
berbagai titik, yang kedalaman tergantung, memungkinkan kapal untuk
memetakan dasar laut lebih dalam waktu kurang dari echosounder tunggal
Transducer dengan membuat pass yang lebih sedikit. Transducer memperbarui
data per detik (biasanya 0,1-50 Hz, tergantung pada kedalaman air),
memungkinkan kecepatan kapal cepat dengan tetap menjaga cakupan 100% dari
dasar laut. Saat sensor memungkinkan untuk koreksi, pitch gulungan perahu dan
pelurusan di permukaan laut, dan gyrocompass sebuah pos memberikan
informasi yang akurat untuk mengoreksi pelurusan kapal. (sistem paling modern
MBES menggunakan sistem motion-sensor dan posisi terintegrasi yang mengukur
pelurusan serta dinamika lain dan posisi.) Sebuah perahu-mount Global
Positioning System (GPS) (atau global Navigasi Satelit System (GNSS))
memposisikan Soundings terhadap permukaan bumi. Suara kecepatan profil
(kecepatan suara dalam air sebagai fungsi dari kedalaman) dari kolom air yang
Kelompok II II-14
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
benar untuk refraksi atau "sinar-bending" dari gelombang suara karena tidak
seragam karakteristik kolom air seperti suhu, konduktivitas, dan tekanan. Sebuah
sistem komputer memproses semua data, mengoreksi semua faktor di atas serta
untuk sudut dari setiap berkas data. Pengukuran tersimpan kemudian diproses
secara manual, semi otomatis atau otomatis (dalam keadaan terbatas) untuk
menghasilkan peta wilayah tersebut. Pada 2010 sejumlah output yang berbeda
dihasilkan, termasuk sub-set dari pengukuran asli yang memenuhi beberapa
kondisi (misalnya, Soundings yang paling representatif, di suatu daerah dangkal,
dll) atau terintegrasi Digital Terrain Model (DTM) (misalnya , lajur teratur atau
tidak teratur dari poin terhubung ke permukaan). Secara historis, pemilihan
pengukuran lebih umum pada aplikasi hidrografi sementara DTM konstruksi
digunakan untuk survei teknik, geologi, pemodelan aliran, dll Sejak tahun . 2003-
2005, DTMs telah menjadi lebih diterima dalam praktek hidrografi.
Satelit juga digunakan untuk mengukur batimetri. Satelit radar peta laut
topografi dengan mendeteksi variasi halus dalam permukaan laut yang disebabkan
oleh tarikan gravitasi dari pegunungan bawah laut, pegunungan, dan massa
lainnya. Rata-rata, permukaan laut lebih tinggi di atas gunung dan pegunungan,
lebih dari pada dataran abyssal dan parit.
Pekerjaan atau karier yang berkaitan dengan batimetri termasuk studi
tentang lautan dan batuan dan mineral di dasar laut, dan studi tentang gempa bumi
bawah laut atau gunung berapi. Pengambilan dan analisis pengukuran batimetri
merupakan salah satu bidang utama hidrografi modern, dan komponen
fundamental dalam memastikan transportasi barang yang aman di seluruh dunia.
Gambar 2.5 cetakan pertama peta batimetri
Kelompok II II-15
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Diproduksi dengan data USS Dolphin (1836)
II.6 Pemeruman
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh
gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface).
Proses penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan
hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. Model batimetri (kontur
kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman
bergantung pada skala model yang hendak dibuat.
Titik-titik pengukuran kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran
kedalaman yang disebut sebagai lajur perum (sounding line). Jarak antar titik-titik
fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih
rapat dari interval lajur perum.
Pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk
mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut juga
dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya
pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut sebagai titik fiks
perum. Pada setiap titik fiks perum harus juga dilakukan pencatatan waktu (saat)
pengukuran untuk reduksi hasil pengukuran karena pasut.
Kelompok II II-16
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Gambar 2.6 Tahapan Pembuatan Peta Bathimetri
II.6.1 Desain Lajur Perum
Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran
kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran
konsentrik, atau lainnya sesuai metode yang digunakan untuk penentuan posisi
titik-titik fiks perumnya. Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih ekstrem. Untuk
itu, desain lajur-lajur perum harus memperhatikan kecenderungan bentuk dan
topografi pantai sekitar perairan yang akan disurvei. Agar mampu mendeteksi
perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan arah yang
tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai.
Kelompok II II-17
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
Gambar 2.7 Lajur-Lajur Garis Perum Garis Lurus
Dari pengukuran kedalaman di titik-titik fiks perum pada lajur-lajur perum
yang telah didesain, akan didapatkan sebaran titik-titik fiks perum pada daerah
survei yang nilai-nilai pengukuran kedalamannya dapat dipakai untuk
menggambarkan batimetri yang diinginkan. Berdasarkan sebaran angka-angka
kedalaman pada titik-titik fiks perum itu, batimetri perairan yang disurvei dapat
diperoleh dengan menarik garis-garis kontur kedalaman. Penarikan garis kontur
kedalaman dilakukan dengan membangun grid dari sebaran data kedalaman. Dari
grid yang dibangun, dapat ditarik garis-garis yang menunjukkan angka-angka
kedalaman yang sama.
II.6.2 Prinsip Penarikan Garis Kontur
Teknik yang paling sederhana untuk menarik garis kontur adalah dengan
teknik triangulasi menggunakan interpolasi linier. Grid dengan interval yang
seragam dibangun di atas sebaran titik-titik tersebut. Nilai kedalaman di setiap
titik-titik grid dihitung berdasarkan tiga titik kedalaman terdekat dengan
pembobotan menurut jarak. Dari angka-angka kedalaman di setiap titik-titik grid,
dapat dihubungkan dari titik-titik yang mempunyai nilai kedalaman yang sama.
II.6.3 Penentuan Posisi Titik Fix Perum Menggunakan GPS
Posisi atau letak atau kedudukan atau tempat di laut dapat dinyatakan
dengan koordinat. Koordinart tersebut terkait dengan suatu sistem tertentu,
sehingga antara satu posisi dengan posisi lainnya dapat terkait hubungannya
secara matematis. Sistem koordinat yang untuk posisi horizontal di laut umumnya
menggunakan sistem koordinat geografis dan koordinat kartesian/kartesius.
Sistem koordinat geografis mempunyai pengertian bahwa semua posisi tempat
yang dalam hal ini diwakili titik, dinyatakan dengan lintang dan bujur geografis.
Sedangkan sistem koordinat kartesian mempunyai pengertian bahwa semua posisi
Kelompok II II-18
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
tempat yang dalam hal ini diwakili titik, dinyatakan dengan absis dan ordinat atau
x dan y.
Pada pengukuran batimetri (kedalaman laut) dilakukan di atas wahana
yang bergerak, baik yang disebabkan oleh wahananya sendiri, maupun karena
permukaan air laut itu sendiri yang selalu bergerak vertikal ataupun horizontal.
Dengan demikian maka setiap kali pengukuran kedalaman perlu ditentukan pula
posisinya (horizontal dan vertikal) pada saat yang bersamaan, dengan demikian
setiap angka kedalaman (z) yang didapat akan dapat dikenal/ditentukan posisinya
(x,y). posisi kedalaman yang didapat dari pengukuran ini disebut dengan titik
Snellius, sedangkan posisi kedalaman yang terletak di antara dua titik Snellius
ditentukan dari hasil interpolasi jarak terhadap kedua titik tersebut. Penentuan
posisi titik-titik Snellius menggunakan alat bantu yang berupa elektronik maupun
bukan elektronik (optic).
GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan
satelit. GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu:
1. Segmen angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS
2. Segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiun-
stasiun pemonitor dan pengontrol satelit
3. Segmen pemakai (user segment) yaitu terdiri dari pemakai GPS termasuk
alat-alat penerima dan pengolah signal dan data GPS
Satelit GPS dapat dianalogikan sebagai stasiun radio di angkasa, yang
dilengkapi dengan antena-antena untuk mengirim dan menerima sinyal-sinyal
gelombang. Sinyal-sinyal ini selanjutnya diterima oleh receiver GPS di atau dekat
permukaan bumi dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan maupun
waktu. Selain itu, satelit GPS dilengkapi dengan peralatan untuk mengontrol
tingkah laku satelit serta senso-sensor untuk mendeteksi peledakan nuklir dan
lokasinya.
Satelit GPS terdiri dari 24 satelit yang menempati enam bidang orbit yang
bentuknya mendekati lingkaran. Orbit satelit GPS berinklinasi 55° terhadap
bidang ekuator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20200
km. Satelit GPS bergerak dalam orbitnya dengan kecepatan kira-kira 3,87 km/s
Kelompok II II-19
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II
dan mempunyai periode 11 jam dan 58 menit (sekitar 12 jam). Dengan adanya 24
satelit yang mengangkasa tersebut, 4 sampai 10 satelit GPS akan selalu dapat
diamati pada setiap waktu darimanapun di permukaan bumi (Abidin,2005).
Gambar 2.8 contoh pemeruman
Kelompok II II-20