30
Laporan Praktikum Survey Hidrografi II BAB II DASAR TEORI Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori dari Praktikum Survey Hidrografi II seperti pemasangan patok, kerangka dasar pemetaan vertikal, pemetaan situasi, pasang surut, batimetri, dan pemeruman yang akan diterangkan di bawah ini. II.1 Pemasangan Patok Patok merupakan suatu tanda untuk meletakkan alat atau rambu dalam pengukuran di darat dan garis pantai. Fungsi patok dalam pemetaan adalah memberi suatu tanda agar pengukur dapat melihat detil yang diukur dalam lapangan. Untuk pemasangan patok perlu diperhatikan syarat-syarat dalam memasang patok. Syarat-syarat pemasangan patok adalah : 1. Patok diusahakan dapat dibuat semi permanen yang tidak mudah berpindah posisi. 2. Patok harus dibuat dari bahan yang kuat dan kokoh. 3. Patok diusahakan dibuat jelas dalam lapangan. 4. Patok harus dapat mewakili titik yang ingin diukur. 5. Untuk pemasangan patok di daerah garis pantai bisa menggunakan bambu yang panjang Kelompok II II-1

Bab II Surhid II Kel II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

BAB II

DASAR TEORI

Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori dari Praktikum

Survey Hidrografi II seperti pemasangan patok, kerangka dasar pemetaan vertikal,

pemetaan situasi, pasang surut, batimetri, dan pemeruman yang akan diterangkan

di bawah ini.

II.1 Pemasangan Patok

Patok merupakan suatu tanda untuk meletakkan alat atau rambu dalam

pengukuran di darat dan garis pantai. Fungsi patok dalam pemetaan adalah

memberi suatu tanda agar pengukur dapat melihat detil yang diukur dalam

lapangan. Untuk pemasangan patok perlu diperhatikan syarat-syarat dalam

memasang patok. Syarat-syarat pemasangan patok adalah :

1. Patok diusahakan dapat dibuat semi permanen yang tidak mudah

berpindah posisi.

2. Patok harus dibuat dari bahan yang kuat dan kokoh.

3. Patok diusahakan dibuat jelas dalam lapangan.

4. Patok harus dapat mewakili titik yang ingin diukur.

5. Untuk pemasangan patok di daerah garis pantai bisa menggunakan bambu

yang panjang

II.2 Kerangka Dasar Pemetaan Vertikal

Pengukuran kerangka vertikal terdiri dari beberapa jenis pengukuran

yaitu:

1. Menggunakan pita ukur

Pengukuran dapat ditemui disaat pengukuran gedung bertingkat, di mana

tinggi masing-masing lantai diukur dengan menggunakan pita ukur.

Kelompok II II-1

Page 2: Bab II Surhid II Kel II

bah

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

2. Menggunakan barometer

Pada dasarnya pengkuran ini menngunakan prinsip tekanan udara, di mana

makin tinggi tempat maka tekanan udara makin kecil. Hasil dari pengukuran ini

tidak begitu teliti.

3. Menggunakan trigonometric levelling.

Pengukuran ini dengan menngunakan sudut vertikal pada alat theodolite.

4. Menggunakan waterspass instrument untuk melakukan pengukuran beda

tinggi

Waterpass adalah alat yang menggunakan prinsip sipat datar, istilah sipat

datar berarti konsep penentuan beda tinggi antara dua titik atau lebih dengan garis

bidik mendatar atau horisontal yang diarahkan pada rambu–rambu yang berdiri

tegak atau vertical. Sedangkan alat ukurnya dinamakan penyipat datar atau

waterpass instrument. Dengan kata lain waterpass adalah hasil-hasil dari

pengukuran sipat datar diantaranya digunakan untuk perencanaan jalan, jalur

kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi

tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluran-

saluran yang sudah ada, dan lain-lain.

12.5m 12,5m

Gambar 2.1 Beda Tinggi dengan Sipat Datar (Kelompok IV, 2009)

Sipat mendatar dapat dibuat dengan beberapa cara, antara lain dengan

bantuan nivo tabung. Sehingga pada alat ukur sipat datar selain ada teropong juga

dilengkapi dengan nivo tabung untuk mendatarkan garis bidik. Pada penggunaan

alat ukur waterpass selalu harus di sertai dengan rambu ukur ( levelling rod, bak).

Rambu ini terbuat dari bahan kayu atau alumunium, panjangnya 3 meter hingga 5

Kelompok II II-2

Page 3: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

meter.Yang penting dari rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul-

betul teliti untuk dapat menghasilkan pengukuran yang baik. Disamping itu cara

memegangnya pun harus betul-betul tegak (vertikal).

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam waterpass antara lain sebagai

berikut :

1. Tinggi

Jarak dari bidang referensi yang telah ditetapkan ke suatu titik tertentu

sepanjang garis vertikal.

2. Beda tinggi

Perbedaan vertikal dua titik.

3. Mean Sea Level ( muka laut rata-rata )

Hasil rata-rata dari pengukuran permukaan laut tiap-tiap jam selama

jangka waktu yang lama.

Ada berbagai macam peralatan sipat datar yang digunakan dalam

pengukuran, antara lain sebagai berikut :

1. Waterpass

Waterpass instrument hampir sama dengan waterpass. Bedanya adalah

waterpass instrument digunakan dengan memasang diatas kaki tiga dan

pandangan dilakukan melalui teropong, dalam hal ini memindahkan garis datar ke

titik lainnya. Sementara waterpass digunakan untuk menentukan apakah dua buah

titik yang terpisah beberapa inci terletak pada sebuah bidang datar, waterpass

dapat menunujukkan apakah dua titik yang terpisah ratusan feet terletak pada

sebuah garis datar.

Ada banyak tipe waterpass misalnya waterpass air dan waterpass garis

demikian juga terdapat banyak tipe waterpass yang berbeda. Walaupun sebagian

dari waterpass ini mempunyai bentuk dan penampilan yang tidak dipunyai

waterpass lain.

Kelompok II II-3

Page 4: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Gambar 2.2 Waterpass instrument (indonetwork.or.id, 2009)

Waterpass ini dipasangkan di atas kaki tiga dan pandangan dilakukan

melalui teropong. Ada beberapa macam bagian-bagian dari waterpass, antara lain:

a. Lup merupakan lensa yang bisa disetel menjadi alat pengamat

melakukan pembidikan. Lup tersebut diputar agar salib sumbu bidik

berada dalam fokus.

b. Teropong merupakan tabung yang menjaga agar semua lensa dan gigi

fokus berada pada posisinya yang benar.

c. Pemfokus merupakan sebuah tombol pengatur yang memfokuskan level

sacara internal terhadap target yang dikehendaki.

d. Sekrup-sekrup level merupakan Sekrup-sekrup pengatur yang dipakai

untuk mendatangkan level.

e. Alas merupakan alas tipis berukuran 3 ½ x 8 “ yang mengikat alat pada

tripod.

f. Sekrup tangensial horisontal. Sebuah sekrup pengatur untuk

memperkirakan kelurusan antara salib sumbu bidik dan sasaran bidang

horizontal.

g. Tabung nivo. Sebuah tabung gelas bergraduasi yang berisi cairan yang

sejajar dengan garis bidik teropong.

2. Kaki Tiga

Kaki tiga digunakan untuk menyangga alas waterpass dan menjaganya

tetap stabil selama pengamatan. Kaki tiga ini mempunyai dua baut yaitu baut

pertama digunakan untuk menentukan sambungan kaki dengan kepala sedangkan

baut kedua digunakan untuk penyetelan kekerasan penggerak engsel antara kaki

tiga dengan kepalanya.

Kelompok II II-4

a

d

e

b

c

g

Page 5: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

3. Mistar ukur/rambu ukur

Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan digunakan

untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah titik tertentu yang

berada di atas atau di bawah garis bidik tadi. Rambu ini terbuat dari bahan kayu

atau aluminium. Panjangnya 3 meter (ada yang 4 dan 5 meter). Yang penting dari

rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul-betul teliti untuk dapat

menghasilkan pengukuran yang baik. Di samping itu cara memegangnya harus

benar-benar tegak (vertikal).

Gambar 2.3 Rambu ukur (tokobagus.com, 2008)

4. Form ukur

Form ukur digunakan untuk memasukan data pengukuran lapangan agar

data tidak hilang dan dapat diolah untuk menjadi data pengukuran yang

sebenarnya.

II.2.1 Perhitungan dengan Menggunakan Alat Waterpass

1. Waterpass Tertutup

a. Mencari beda tinggi dengan rumus ( BT belakang – BT muka).....(2.26)

b. Menghitung rata-rata beda tinggi dengan rumus :

Rata-rata beda tinggi = ∆ h stand 1+∆ h stand 2

2...................................(2.27)

Untuk tanda (+ atau -) mengikuti tanda beda tinggi pergi. Jika beda

tinggi pergi bertanda positif (+), maka rata-rata beda tinggi juga bertanda

positif (+) dan sebaliknya.

c. Menghitung koreksi beda tinggi.

Kelompok II II-5

Page 6: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Menghitung koreksi beda tinggi dilakukan pada pengukuran

waterpass tertutup.

koreksi=∑ ∆ hn

..........................................................................(2.28)

Keterangan rumus :

∑Δh = Jumlah beda tinggi

n = Jumlah titik

Dengan adanya kesamaan angka pada beda tinggi rata-rata dan

koreksi sehingga mengakibatkan jumlah beda tinggi setelah dikoreksi

sebesar 0.

d. Menghitung beda tinggi definitif.

Perhitungan ini dilakukan pada pengukuran waterpass tertutup.

Definitif = Beda tinggi + koreksi ........................................................(2.29)

Lakukan cara yang sama hingga diketahui definitif titik P28 ke P1

e. Menghitung elevasi titik.

Untuk elevasi awal (200,000). Elevasi awal ini berguna untuk

mencari elevasititik selanjutnya.

Elevasi titik P1= elevasi awal + beda tinggi definitif P0 ke P1...........(2.30)

2. Waterpass Terbuka

a. Mencari beda tinggi dengan rumus ( BT belakang – BT muka).....(2.31)

b. Menghitung rata-rata beda tinggi dengan rumus :

Rata-rata beda tinggi = ∆ h stand 1+∆ hstand 2

2..............................(2.32)

Untuk tanda (+ atau -) mengikuti tanda beda tinggi pergi. Jika beda

tinggi pergi bertanda positif (+), maka rata-rata beda tinggi juga bertanda

positif (+) dan sebaliknya.

c. Menghitung elevasi titik.

Untuk elevasi awal (200,000). Elevasi awal ini berguna untuk

mencari elevasititik selanjutnya.

Elevasi titik P1= elevasi awal + beda tinggi P0 ke P1.........................(2.33)

II.2.2 Kesalahan dalam Pengukuran Waterpass

Kelompok II II-6

Page 7: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Walaupun sebelum pengukuran peralatan telah dikoreksi dan syarat–syarat

lain telah dipenuhi, namun karena hal–hal yang tak terduga sebelumnya,

kesalahan–kesalahan yang lain tetap dapat terjadi, yang menurut sumbernya

adalah sebagi berikut :

1. Bersumber dari alat ukur, antara lain :

a. Garis bidik tidak sejajar garis arah nivo

Akibat kesalahan ini, maka garis bidik akan menjadi miring.

b. Kesalahan titik nol rambu

Kesalahan ini bisa terjadi dari pabrik, namun bisa pula terjadi

karena alas rambu yang aus dimakan usia atau sebab yang lain.

c. Rambu tidak betul–betul vertikal

Untuk menghindari kesalahan ini maka rambu harus betul–betul

vertikal dengan cara menggunakan nivo rambu atau unting–unting yang

digantungkan padanya juga bias menggunakan base plate.

d. Penyinaran pada alat tidak betul – betul merata

Sinar matahari yang jatuh tidak merata pada alat ukur sipat datar

akan menyebabkan panas dan pemuaian pada alat penyipat datar tidak

merata. Sehingga, untuk menghindari keadaan semacam ini sebaiknya

alat ukur harus dipayungi agar tidak terkena sinar matahari langsung.

2. Bersumber dari pengukur, antara lain :

a. Kurang paham pada pembacaan rambu

Sebelum pengukuran dilakukan surveyor harus betul–betul paham

terhadap sistem pembacaan rambu agar kesalahan jenis ini tidak terjadi.

Untuk mnghindari kesalahn ini pembacaan dikontrol dengan

pembacaan benang atas (BA) dan benang bawah (BB) dimana

2BT = (BA + BB)............................................................................(2.34)

b. Mata cacat atau lelah

Untuk menghindari kesalahan ini sebaiknya mata yang cacat

menggunakan kacamata yang sesuai sehingga tidak timbul kesalahan

pembacaan dan pengamatan dilakukan dengan mata secara bergantian.

Kelompok II II-7

Page 8: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Mata yang sedang tidak digunakan tidak perlu dipejamkan atau

dipicingkan.

c. Kondisi fisik yang lemah

Keadaan seperti ini disebabkan karena pengamat lapar atau haus

sehingga dibutuhkan banyak istirahat, makan yang teratur serta selalu

menjaga kondisi tubuh.

d. Pendengaran yang kurang

Pengukuran dilakukan oleh dua orang yaitu sebagai pengamat dan

sebagai pencatat. Apabila pendengaran pencatat kurang baik maka yang

diucapkan oleh pengamat akan berbeda dengan apa yang didengar.

3. Bersumber dari alam, antara lain :

a. Kelengkungan permukaan bumi

Karena jarak bidik optimum teropong penyipat datar kurang dari

100 m, maka pengaruh kesalahan untuk pengukuran yang tidak teliti sekali

dapat diabaikan dan pengaruh kesalahan ini dapat dihilangkan dengan

membuat jarak rambu muka sama dengan jarak rambu belakang.

b. Refraksi sinar

Permukaan bumi diselimuti dengan lapisan–lapisan udara yang

ketebalannya tidak sama karena suhu dan tekanan tidak sama. Hal ini akan

mengakibatkan sinar yang sampai pada teropong dari obyek yang dibidik

akan menjadi melengkung ke atas sehingga yang terbaca menjadi besar.

c. Undulasi

Pada tengah hari yang panas sekitar pukul 11.00–14.00 sering

terjadi undulasi yaitu udara di permukaan bumi bergerak naik karena panas

atau biasa disebut fatamorgana. Sehingga jika terjadi undulasi sebaiknya

pengukuran dihentikan.

d. Kondisi tanah tidak stabil

Setiap melakukan pengukuran pasti kondisi tanah tempat berdiri

alat tidak stabil. Apabila kondisi seperti ini tempat berdiri rambu maka

pada saat rambu dibalik dari rambu muka menjadi rambu belakang akan

Kelompok II II-8

Page 9: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

mengalami perubahan ketinggian. Adapun cara menghindari kesalahan ini

yaitu dengan memilih tempat berdiri alat dan rambu yang betul – betul

stabil dan rambu diberi alas atau sepatu rambu.

II.3 Pengukuran Situasi

Maksud pengukuran situasi detail adalah memudahkan identifikasi untuk

pengikatan bidang-bidang tanah dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan

pemetaan serta pendaftaran tanahnya..

II.3.1 Detail Situasi

Detail-detail situasi terdiri unsur-unsur alam dan unsur-unsur buatan

manusia. Tidak semua detail dilakukan pengukuran tetapi hanya dilakukan

identifikasi lapangan dan memetakan pada peta, misalnya areal hutan, ilalang dan

sebagainya.

1. Batas administrasi

Batas administrasi yaitu batas wilayah berdasarkan wilayah penguasaan

administrasi pemerintahan. Berdasarkan hirarkis pemeritahan yang

tertinggi dapat dibagi menjadi :

a. Batas Negara

b. Batas Dati I atau Batas Propinsi

c. Batas Dati II atau Batas Kotamadya atau Batas Kabupaten

d. Batas Kecamatan

e. Batas Desa atau Batas Kelurahan

Pengukuran batas administrasi harus berdasarkan peta batas wilayah yang

sudah disepakati (batas definitif) dan disetujui antara kedua pemerintah

yang berbatasan. Apabila peta batas wilayah tidak/ belum ada, maka

penentuan batas administrasi dapat dilakukan langsung di lapangan dengan

menghadirkan aparat pemerintah yang mengetahui dari kedua pemerintah

yang berbatasan.

2. Unsur perairan

Unsur perairan adalah detail alam atau buatan manusia yang mengandung

unsur-unsur perairan beserta bangunan-bangunan pendukung yang ada di

atasnya.

Kelompok II II-9

Page 10: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Adapun unsur perairan terdiri dari :

a. Sungai

b. Saluran atau selokan

c. Lautan

d. Danau atau rawa

e. Empang

Sedangkan bangunan-bangunan pendukung yaitu :

a. Bangunan pembagi air

b. Jembatan

c. Bendungan

d. Bendungan dengan pintu air

3. Titik-titik Tetap

Titik-titik Tetap berupa tugu-tugu yang dipasang baik yang BPN/ Agraria

maupun milik instansi lain, apabila dianggap perlu, adalah detail-detail

yang harus diukur sebagai kelengkapan pengukuran situasi.

Tugu-tugu tersebut terdiri dari :

a. Tugu Kerangka Dasar

b. Tugu Titik Tinggi Geodesi (TTG)

c. Tugu Km

d. Tugu dari PBB, Dep. PU, Dep. Perhubungan dan lain-lain.

4. Jalan

Jalan sebagai sarana penghubung antar wilayah merupakan detail situasi

yang sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan

pemetaan. Jalan dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kondisi-nya, yaitu

jalan yang diperkeras dan jalan tanah.

a. Jalan diperkeras yaitu jalan yang dibangun dengan pondasi batu dan

dilapisi dengan aspal

b. Jalan tanah yaitu jalan yag kondisinya berupa tanah belum dibangun

pondasi, berpondasi batu atau berpondasi pasir dan dipasang conblock.

Di lapangan kondisinya dapat berupa jalan tanah biasa, jalan setapak,

lorong atau gang.

Kelompok II II-10

Page 11: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

5. Bangunan-bangunan Penting

Bangunan-bangunan penting adalah bangunan milik atau yang digunakan

untuk kegiatan pemerintahan, baik sipil maupun militer, dan untuk

keperluan kegiatan masyarakat umum. Untuk memudahkan mengenali

bangunan tersebut harus diberi nama bangunan tersebut. Jika tidak ada

nama formal-nya maka digunakan nama yang digunakan oleh penduduk

setempat.

II.3.2 Metoda Pengukuran

Peta batimetri yang dilaksanakan secara pengukuran terrestrial merupakan

proses pemetaan dari pengukuran situasi. Pada metoda ini, pengukuran situasi

hanya digunakan untuk kelengkapan detail pada pengukuran titik dasar teknik

orde 4. Dengan demikian pengukuran situasi-nya dilakukan secara bersamaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran situasi adalah :

1. Pengambilan data sudut dan jarak cukup dilakukan satu kali.

2. Pengukuran jarak dapat dilakukan secara optis.

3. Dalam hal detail situasi berupa tugu dari instansi lain yang memenuhi

persyaratan untuk digunakan sebagai titik dasar teknik, pengambilan data

ukuran lapangan sama dengan pada pengukuran titik dasar teknik.

4. Poligon cabang untuk pengambilan detail diperbolehkan.

II.3.3 Perencanaan

Peta dasar teknik yang menggambarkan distribusi titik-titik dasar teknik

orde 2 atau orde 3 digunakan sebagai peta perencanaan jalur-jalur pengukuran

situasi detail. Semua jalur poligon utama harus terikat pada titik-titik dasar teknik

tersebut. Buku tugu dan peta topografi digunakan untuk membantu perencanaan

jalur pengukuran darat dan pesisir.

II.3.4 Metoda Pengukuran

Ada beberapa metoda pengukuran yang digunakan untuk pengukuran

situasi, yaitu :

Kelompok II II-11

Page 12: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

1. Metoda Offset

2. Metoda Polar

3. Kombinasi dari kedua metoda

II.4 Pengamatan Pasang Surut

Dalam praktikum ini, praktikan harus mendapatkan tinggi MSL (mean sea

level) dengan salah satu pengukurannya dengan pengamatan pasut. Tujuan dari

pengamatan pasang surut (pasut) secara umum adalah sebagai berikut (Djaja,

1989):

1. Menentukan permukaan air laut rata-rata (MSL) dan ketinggian titik ikat

pasut (tidal datum plane) lainnya untuk keperluan survey rekayasa dengan

melakukan satu sistem pengikatan terhadap bidang referensi tersebut.

2. Memberikan data untuk peramalan pasut dan arus serta mempublikasikan

data ini dalam table tahunan untuk arus dan pasut.

3. Menyelidiki perubahan kedudukan air laut dan gerakan kerak bumi.

4. Menyediakan informasi yang menyangkut keadaan pasut untuk proyek

teknik.

5. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu.

6. Melengkapi informasi untuk penyelesaian masalah hokum yang berkaitan

dengan batas-batas wilayah yang ditentukan berdasarkan pasut.

Pasang surut (pasut) sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan penentuan

posisi horizontal, namun demikian akan sedikit diuraikan karena terkait dengan

posisi vertikal atau kedalaman dasar perairan. Secara tidak langsung kedalaman

suatu perairan akan dipertanyakan di lokasi mana kedalaman tersebut. Hal ini

berarti posisi (x,y) dari dasar perairan tersebut dimana. Jadi antara kedalaman dan

posisinya ada keterkaitan secara tidak langsung.

Penentuan letak rambu pasang surut yang ideal mungkin agak sulit dipenuhi,

artinya air yang kena rambu benar-benar tenang tidak terpengaruh oleh ombak

yang besar, angin topan, dan sebagainya. Untuk keperluan peletakan rambu atau

stasiun pasang surut dapat mengikuti criteria yang dibuat oleh IOC (International

Oceanographic Comission) yaitu (BAKOSURTANAL, 2002):

Tersedia informasi awal tentang kondisi lokasi

Kelompok II II-12

Page 13: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

1. Lokasi pengamatan aman dari pengembangan pelabuhan, sehingga

dimungkinkan stasiun permanen minimal satu perioda panjang yaitu 18,6

tahun.

2. Tidak terletak diujung tanjung yang lancip

3. Stabil dan terlindung dari ombak besar, angin topan, dan lalu lintas kapal

4. Kedalaman air minimum dua meter di bawah permukaan laut terendah

5. Jauh dari muara sungai yang kemungkinan bisa mempercepat

pengendapan seperti estuary dan hindari daerah berarus besar

Gambar 2.4 Contoh pengamaatan pasang surut

II.5 Batimetri

Batimetri terdiri dari dua suku kata yaitu  ‘Bathy’ yang berarti kedalaman

serta kata ‘Metry’ yang berarti  ilmu pengukuran. Oleh karena itu secara harfiah,

kata batimetri dapat  diartikan sebagai ukuran kedalaman laut, baik mengenai

ukuran tentang elevasi maupun mengenai depresi dasar laut yang merupakan

sumber informasi dan gambaran dari dasar laut,serta memberikan banyak

petunjuk tentang struktur laut (Nurjaya, 1991). Batimetri (bathos: kedalaman,

metry: pengukuran) adalah pengukuran kedalaman laut dan memetakannya

berdasarkan kondisi dan topografi dasar laut (Thurman, 2004).

Peta bathymetri adalah peta yang menyajikan kedalaman air dan konfigurasi

Kelompok II II-13

Page 14: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

topografi bawah laut, umumnya mempunyai sistem koordinat yang bereferensi

pada sistem koordinat peta topografi.

Awalnya, batimetri terlibat pengukuran kedalaman laut melalui

perambatan bunyi. Teknik awal yang digunakan pra-diukur berat tali atau kabel

menurunkan lebih teknik side. Kapal ini mengukur kedalaman hanya satu titik

pada satu waktu, dan tidak efisien. Hal ini juga kena pergerakan kapal dan arus

bergerak dari garis benar dan karena itu tidak akurat.

Data yang digunakan untuk membuat peta batimetri hari ini biasanya

berasal dari echosounder (sonar) dipasang di bawah atau di sisi kapal, "ping"

seberkas suara ke bawah di dasar laut atau dari LIDAR penginderaan jauh atau

sistem LADAR. jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara atau cahaya untuk

melakukan perjalanan melalui air, memantul dasar laut, dan kembali ke sounder

memberitahu peralatan apa yang jarak ke dasar laut tersebut. LIDAR / LADAR

survei biasanya dilakukan oleh sistem udara.

Dimulai pada awal 1930-an, satu-kotak pembunyi digunakan untuk

membuat peta batimetri. sekarang, Multibeam Echosounder (MBES) biasanya

digunakan, yang menggunakan ratusan Transducer yang berdekatan sangat sempit

diatur dalam titik seperti kipas dari biasanya 90-170 derajat. Secara umum

berbagai titik, yang kedalaman tergantung, memungkinkan kapal untuk

memetakan dasar laut lebih dalam waktu kurang dari echosounder tunggal

Transducer dengan membuat pass yang lebih sedikit. Transducer memperbarui

data per detik (biasanya 0,1-50 Hz, tergantung pada kedalaman air),

memungkinkan kecepatan kapal cepat dengan tetap menjaga cakupan 100% dari

dasar laut. Saat sensor memungkinkan untuk koreksi, pitch gulungan perahu dan

pelurusan di permukaan laut, dan gyrocompass sebuah pos memberikan

informasi yang akurat untuk mengoreksi pelurusan kapal. (sistem paling modern

MBES menggunakan sistem motion-sensor dan posisi terintegrasi yang mengukur

pelurusan serta dinamika lain dan posisi.) Sebuah perahu-mount Global

Positioning System (GPS) (atau global Navigasi Satelit System (GNSS))

memposisikan Soundings terhadap permukaan bumi. Suara kecepatan profil

(kecepatan suara dalam air sebagai fungsi dari kedalaman) dari kolom air yang

Kelompok II II-14

Page 15: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

benar untuk refraksi atau "sinar-bending" dari gelombang suara karena tidak

seragam karakteristik kolom air seperti suhu, konduktivitas, dan tekanan. Sebuah

sistem komputer memproses semua data, mengoreksi semua faktor di atas serta

untuk sudut dari setiap berkas data. Pengukuran tersimpan kemudian diproses

secara manual, semi otomatis atau otomatis (dalam keadaan terbatas) untuk

menghasilkan peta wilayah tersebut. Pada 2010 sejumlah output yang berbeda

dihasilkan, termasuk sub-set dari pengukuran asli yang memenuhi beberapa

kondisi (misalnya, Soundings yang paling representatif, di suatu daerah dangkal,

dll) atau terintegrasi Digital Terrain Model (DTM) (misalnya , lajur teratur atau

tidak teratur dari poin terhubung ke permukaan). Secara historis, pemilihan

pengukuran lebih umum pada aplikasi hidrografi sementara DTM konstruksi

digunakan untuk survei teknik, geologi, pemodelan aliran, dll Sejak tahun . 2003-

2005, DTMs telah menjadi lebih diterima dalam praktek hidrografi.

Satelit juga digunakan untuk mengukur batimetri. Satelit radar peta laut

topografi dengan mendeteksi variasi halus dalam permukaan laut yang disebabkan

oleh tarikan gravitasi dari pegunungan bawah laut, pegunungan, dan massa

lainnya. Rata-rata, permukaan laut lebih tinggi di atas gunung dan pegunungan,

lebih dari pada dataran abyssal dan parit.

Pekerjaan atau karier yang berkaitan dengan batimetri termasuk studi

tentang lautan dan batuan dan mineral di dasar laut, dan studi tentang gempa bumi

bawah laut atau gunung berapi. Pengambilan dan analisis pengukuran batimetri

merupakan salah satu bidang utama hidrografi modern, dan komponen

fundamental dalam memastikan transportasi barang yang aman di seluruh dunia.

Gambar 2.5 cetakan pertama peta batimetri

Kelompok II II-15

Page 16: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Diproduksi dengan data USS Dolphin (1836)

II.6 Pemeruman

Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh

gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface).

Proses penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan

hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. Model batimetri (kontur

kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman

bergantung pada skala model yang hendak dibuat.

Titik-titik pengukuran kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran

kedalaman yang disebut sebagai lajur perum (sounding line). Jarak antar titik-titik

fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih

rapat dari interval lajur perum.

Pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk

mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut juga

dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya

pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut sebagai titik fiks

perum. Pada setiap titik fiks perum harus juga dilakukan pencatatan waktu (saat)

pengukuran untuk reduksi hasil pengukuran karena pasut.

Kelompok II II-16

Page 17: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Gambar 2.6 Tahapan Pembuatan Peta Bathimetri

II.6.1 Desain Lajur Perum

Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran

kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran

konsentrik, atau lainnya sesuai metode yang digunakan untuk penentuan posisi

titik-titik fiks perumnya. Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga

memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih ekstrem. Untuk

itu, desain lajur-lajur perum harus memperhatikan kecenderungan bentuk dan

topografi pantai sekitar perairan yang akan disurvei. Agar mampu mendeteksi

perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan arah yang

tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai.

Kelompok II II-17

Page 18: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

Gambar 2.7 Lajur-Lajur Garis Perum Garis Lurus

Dari pengukuran kedalaman di titik-titik fiks perum pada lajur-lajur perum

yang telah didesain, akan didapatkan sebaran titik-titik fiks perum pada daerah

survei yang nilai-nilai pengukuran kedalamannya dapat dipakai untuk

menggambarkan batimetri yang diinginkan. Berdasarkan sebaran angka-angka

kedalaman pada titik-titik fiks perum itu, batimetri perairan yang disurvei dapat

diperoleh dengan menarik garis-garis kontur kedalaman. Penarikan garis kontur

kedalaman dilakukan dengan membangun grid dari sebaran data kedalaman. Dari

grid yang dibangun, dapat ditarik garis-garis yang menunjukkan angka-angka

kedalaman yang sama.

II.6.2 Prinsip Penarikan Garis Kontur

Teknik yang paling sederhana untuk menarik garis kontur adalah dengan

teknik triangulasi menggunakan interpolasi linier. Grid dengan interval yang

seragam dibangun di atas sebaran titik-titik tersebut. Nilai kedalaman di setiap

titik-titik grid dihitung berdasarkan tiga titik kedalaman terdekat dengan

pembobotan menurut jarak. Dari angka-angka kedalaman di setiap titik-titik grid,

dapat dihubungkan dari titik-titik yang mempunyai nilai kedalaman yang sama.

II.6.3 Penentuan Posisi Titik Fix Perum Menggunakan GPS

Posisi atau letak atau kedudukan atau tempat di laut dapat dinyatakan

dengan koordinat. Koordinart tersebut terkait dengan suatu sistem tertentu,

sehingga antara satu posisi dengan posisi lainnya dapat terkait hubungannya

secara matematis. Sistem koordinat yang untuk posisi horizontal di laut umumnya

menggunakan sistem koordinat geografis dan koordinat kartesian/kartesius.

Sistem koordinat geografis mempunyai pengertian bahwa semua posisi tempat

yang dalam hal ini diwakili titik, dinyatakan dengan lintang dan bujur geografis.

Sedangkan sistem koordinat kartesian mempunyai pengertian bahwa semua posisi

Kelompok II II-18

Page 19: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

tempat yang dalam hal ini diwakili titik, dinyatakan dengan absis dan ordinat atau

x dan y.

Pada pengukuran batimetri (kedalaman laut) dilakukan di atas wahana

yang bergerak, baik yang disebabkan oleh wahananya sendiri, maupun karena

permukaan air laut itu sendiri yang selalu bergerak vertikal ataupun horizontal.

Dengan demikian maka setiap kali pengukuran kedalaman perlu ditentukan pula

posisinya (horizontal dan vertikal) pada saat yang bersamaan, dengan demikian

setiap angka kedalaman (z) yang didapat akan dapat dikenal/ditentukan posisinya

(x,y). posisi kedalaman yang didapat dari pengukuran ini disebut dengan titik

Snellius, sedangkan posisi kedalaman yang terletak di antara dua titik Snellius

ditentukan dari hasil interpolasi jarak terhadap kedua titik tersebut. Penentuan

posisi titik-titik Snellius menggunakan alat bantu yang berupa elektronik maupun

bukan elektronik (optic).

GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan

satelit. GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu:

1. Segmen angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS

2. Segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiun-

stasiun pemonitor dan pengontrol satelit

3. Segmen pemakai (user segment) yaitu terdiri dari pemakai GPS termasuk

alat-alat penerima dan pengolah signal dan data GPS

Satelit GPS dapat dianalogikan sebagai stasiun radio di angkasa, yang

dilengkapi dengan antena-antena untuk mengirim dan menerima sinyal-sinyal

gelombang. Sinyal-sinyal ini selanjutnya diterima oleh receiver GPS di atau dekat

permukaan bumi dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan maupun

waktu. Selain itu, satelit GPS dilengkapi dengan peralatan untuk mengontrol

tingkah laku satelit serta senso-sensor untuk mendeteksi peledakan nuklir dan

lokasinya.

Satelit GPS terdiri dari 24 satelit yang menempati enam bidang orbit yang

bentuknya mendekati lingkaran. Orbit satelit GPS berinklinasi 55° terhadap

bidang ekuator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20200

km. Satelit GPS bergerak dalam orbitnya dengan kecepatan kira-kira 3,87 km/s

Kelompok II II-19

Page 20: Bab II Surhid II Kel II

Laporan Praktikum Survey Hidrografi II

dan mempunyai periode 11 jam dan 58 menit (sekitar 12 jam). Dengan adanya 24

satelit yang mengangkasa tersebut, 4 sampai 10 satelit GPS akan selalu dapat

diamati pada setiap waktu darimanapun di permukaan bumi (Abidin,2005).

Gambar 2.8 contoh pemeruman

Kelompok II II-20