33
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan di bidang teknologi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Penambahan jalan raya dan penggunaan kendaraan bermotor yang tidak seimbang menyebabkan jumlah korban kecelakaan lalu lintas menigkat, tetapi peningkatan jumlah tinggi lebih banyak terjadi di Negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi, dan kondisi fraktur yang paling sering terjadi, yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan harus menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan efek nyeri. Nyeri akut fraktur setidak–tidaknya mempunyai fungsi fisiologis positif, berperan sebagai peringatan bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah 1

BAB 1 KGD Proposal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 KGD Proposal

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan

dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan di

bidang teknologi membawa manfaat yang besar bagi

manusia. Penambahan jalan raya dan penggunaan

kendaraan bermotor yang tidak seimbang menyebabkan

jumlah korban kecelakaan lalu lintas menigkat, tetapi

peningkatan jumlah tinggi lebih banyak terjadi di

Negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan

menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi,

dan kondisi fraktur yang paling sering terjadi, yang

termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan harus

menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan

efek nyeri.

Nyeri akut fraktur setidak–tidaknya mempunyai

fungsi fisiologis positif, berperan sebagai peringatan

bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah

trauma lebih lanjut pada daerah tersebut. Nyeri

fraktur normalnya dapat diramalkan hanya terjadi dalam

durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang

1

Page 2: BAB 1 KGD Proposal

2

diperlukan untuk perbaikan alamiah jaringan- jaringan

yang rusak (Morison, 2004).

Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan

atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan

nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk

menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan.

Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang

klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua

individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada

dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon atau

perasaan yang identik pada individu. Nyeri merupakan

sumber frustasi, baik klien maupun tenaga

kesehatan(Potter dan Perry, 2006).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya

kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di

karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008).

Data World Health Organization (WHO) diperkirakan

setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di

seluruh dunia, satu untuk 25 orang hidup (Haynes, et

al. 2009).penelitian di 56 negara dari 192 negara

anggota WHO tahun 2004 diperkirakan 234,2 juta

prosedur pembedahan dilakukan setiap tahun berpotensi

komplikasi dan kematian (Weiser, et al. 2008). (WHO,

2009).

Page 3: BAB 1 KGD Proposal

3

Masih menurut WHO, kasus fraktur di dunia kurang

lebih 13 juta orang pada tahun 2010, dengan angka

prevalensi sebesar 2,7%. Sedangkan pada tahun 2011

terdapat kurang lebih 18 juta orang mengalami fraktur

dengan prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2012 meningkat

menjadi 21 juta orang dengan prevalensi sebesar 3,5%.

Terjadi fraktur tersebut terjadi insiden kecelakaan,

cidera olahraga, bencana kebakaran dan lain sebagainya

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Depkes RI tahun 2011 di Indonesia terjadi kasus

fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena

jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/

tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami

fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus

kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur

sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda

tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236

orang (1,7%).10 .

Menurut (Direktur Lalu Lintas Polda) di daerah

Nusa Tenggara Barat selama tahun 2011-2013 tercatat

2.132 yang mengalami kecelakaan lalu lintas dengan

jumlah korban meninggal sebanyak 504 jiwa. (Direktur

Lalu Lintas Polda.)

Page 4: BAB 1 KGD Proposal

4

Menurut hasil survey pendahuluan calon peneliti

Diwilayah Nusa Tenggara Barat, khususnya di kabupaten

sumbawa RSUD Sumbawa, terhitung dalam tiga tahun

terakhir (2011-2013) terdapat 468 jumlah pasien

fraktur, 182 orang pasien fraktur perempuan, dan 286

orang pasien fraktur laki-laki, dalam tiga tahun

terakhir jumlah pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD

Sumbawa semakin meningkat. (Direktur RSUD Sumbawa dr.

Selvi).

Menurut Walsh dalam (Harnawatiaj, 2008) pada

pasien fraktur seringkali mengalami nyeri hebat

meskipun tersedia obat-obatan analgesi yang efektif,

namun nyeri fraktur tidak dapat diatasi dengan baik,

sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga dpat

mengganggu kenyamanan pasien.

Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada

sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang

sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme

terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi

diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan

menstimulasi system kontrol desenden, yang

mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang

ditransmisikan ke otak. Teknik relaksasi dipercaya

dapat menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan

ketegangan otot yang menunjang nyeri (Smeltzer and

Page 5: BAB 1 KGD Proposal

5

Bare, 2004). Teknik distraksi audio dan visual dapat

membantu mengurangi dan mengontrol nyeri pada pasien

dan tehnik distraksi audio dan visual dapat

dipraktekkan serta tidak menimbulkan efek samping.

Mencatat studi yang menunjukkan bahwa 60% sampai 70%

pasien dengan ketegangan nyeri dapat mengurangi

nyerinya minimal 50% dengan melakukan tehnik distraksi

audio dan visual.

Berdasarkan uraian diatas maka calon peneliti

melakukan penelitian dengan judul pengaruh tehnik

distraksi terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur

di Ruang Bedah RSUD Sumbawa dengan jenis distraksi

visual dan audio untuk mengurangi rasa nyeri pada

pasien fraktur.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat

dirumuskan masalah seperti berikut : “Apakah ada

pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri

pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa.”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri

pasien fraktur di ruang Bedah RSUD Sumbawa.

Page 6: BAB 1 KGD Proposal

6

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi perubahan nyeri pada pasien

fraktur sebelum dilakukan tehnik distraksi di

Ruang Bedah RSUD Sumbawa.

2. Mengidentivikasi perubahan nyeri pada pasien

fraktur setelah dilakukan tehnik distraksi di

Ruang Bedah RSUD Sumbawa.

3. Menganalisa pengaruh tehnik distraksi terhadapa

perubahan nyeri pada pasien fraktur di Ruang

Bedah RSUD Sumbawa.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi pembaca. Yaitu pihak yang nantinya

dapat mengembangkan dan apabila perlu ditindak lanjuti

dalam dunia kesehatan. Adapun manfaat yang dapat

diambil adalah sebagai berikut :

1. Institusi pendidikan Stikes Mataram

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

tambahan refrensi, dan dapat pula dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dalam penyusunan materi yang

akan diberikan.

2. Responden

Responden mengerti akan pentingnya Tentang

Tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri.

Page 7: BAB 1 KGD Proposal

7

3. Peneliti

Peneliti mendapat pengetahuan dan pengalaman

dalam melakukakn penelitian serta dapat mengetahui

bagaimana tingkat perubahan terhadap penurunan rasa

nyeri pada pasien fraktur.

4. Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

bahan rujukan atau acuan untuk pengembangan

penelitian selanjutnya.

5. Tenaga Kesehatan

Dalam hal ini adalah perawat yang berperan

sebagai seorang Change Agent berkaitan dengan salah

satu peran dan fungsi perawat yaitu sebagai seorang

pendidik. Berperan dalam memberikan pengetahuan

tentang Tehnik distraksi penurunan rasa nyeri pada

pasien Fraktur

Page 8: BAB 1 KGD Proposal

8

Keaslian penelitian

JenisPeneliti dan Tahun Peneliti

Endah Estria Nurhayati(2011)

Rusdha Sarifitri(2014)

Judul pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi di PKU MuhammadiyahGombong

pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa Besardengan jenis distraksi Visual dan audio

Sampel kelayan PKU MuhammadiyahGombong dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive Sampel

pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa dengan tehnik pengambilan sempel purposive sampling

Variable Variable Independent :Pengaruh tehnik distraksi yang diberikan kepada pasien post operasi

Variable dependen:Nyeri post operasi

Variable Independent :Pengaruh tehnik distraksi yang diberikan kepada pasien fraktur

Variable dependen:Nyeri fraktur

Rancangan penelitian

pre eksperimen pre eksperimen

Analisa data

one group pre test–post test

one group pre test–post test

Hasil Ada pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post oprasi di PKU MuhammadiyahGombong

-

Page 9: BAB 1 KGD Proposal

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri

1.Pengertian Nyeri

Menurut International Association for Study of Pain

(1979), nyeri sebagia suatu sensori subjektif dan

pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan

dengan kerusakan jaringan yang bersifat actual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian

di mna terjadi kerusakan.

Arthur C. Curton (1983), nyeri merupakan suatu

mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan

sedang rusa, dan menyebabkan individu tersebut

bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.

2. Respon terhadap Nyeri

a. Respon fisiologis

Perubhan fisiologis dianggap sebagai

indicator nyeri yang lebih akuratdibandingkan

dengan laporan verbal pasien. (Smeltzer, S.C &Bare,

B.G, (2002).)mengungkappan bahwa respon fisiologik

harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan

verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan

Page 10: BAB 1 KGD Proposal

10

jangan digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan

verbal dari nyeri individu.

b. Penilaian respon intensitas nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran seberapa

parah nyeri diraskan oleh individu, pengukuran

nyeri sangat subjektif dan individual serta

kemugkinan nyeri dalam intensitas yang samadiraskan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang

paling mungkin adalah menggunakan respon

fisikologik tubuh terhadap tubuh itu sendiri

( Tamsuri, 2007).

c. Karakteristik Nyeri (Metode P, Q, R,S,T)

1) Faktor Pencetus (P: Provocate)

Pengkajian tentang stimulus nyeri pada klien,

perawat juga dapat mengobservasi bagian-bagian

tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat

mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat

harus dapat mengeksplore perasaan klien dengan

menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat

mencetuskan nyeri.

Page 11: BAB 1 KGD Proposal

11

2) Kualitas (Q: Quality)

Kualitas nyeri merupakan suatu yang subjektif

yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien

mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat:

tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti

tertindih, perih, tertusuk.

3) Lokasi (R: Region)

Untuk melokalisasi nyeri, perawat dapat meminta

pasien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang

palin g nyeri.

4) Keparahan (S: Severe)

Tingkat keparah pasien tentang nyeri merupakan

suatu yang paling subjektif. Klien dimi ta untuk

menggambarkan nyeri yang ai rasakan sebagai nyeri

ringan, nyeri sedang, atau nyeri berat.

Penilaian Intensitas Nyeri

Numeris

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Sangat Nyeri

Deskriptif

Page 12: BAB 1 KGD Proposal

12

Tidak Nyeri (Nyeri ringan) (Nyeri Sedang) (Nyeri Berat) (Nyeri tdk trthn)

Analog

Tidak Nyeri Nyeri yang tidak tertahan

1. Skala Numeris ( Numerical rating scales, NRS)

Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi

kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala

0-10. Skala paling efektif digunakan saaat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai

nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,

1992 dalam Perry dan Potter, 2006).

2. Deskriptif (Verbal Descriptor Scale, VDS)

Sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai

dengan lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan

jarak yang sama disepanjang garis. Skala ini

dirangkai dri “Tdak tersa nyeri” sampai “nyeri tidak

tertahan”. Perawat menunjukan pasien skala an

meminta klien memilih intensitas nyeri terbaru yang

ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh

nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh

nyeri terasa paling tidak menyakitkan (Potter &

Perry, 2006).

Page 13: BAB 1 KGD Proposal

13

3. Analok (Visual Analog scale, VAS)

Suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm,

yang mewakili intensitas nyeri terus-menerus dan

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien

biasa diminta menunjuk titik pada garis yang

menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis

tersebut. Ujung kiri basanya menandakan “tidak ada”

atau “tidak nyeri”, sedang ujung kanan biasanya

menandkan “berat” atau “nyeri yang palig buruk”.

Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan

sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada

garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis

dalam centimeter (Smeltzer,2002).

B. Konsep Tehnik Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien

pada sesuatu selain nyeri, atau distraksi adalah

suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-

hal diluar nyeri. Dengan demikian diharapkan pasien

tidak berfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan

kewaspadaaan pasien terhadap nyeri bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri

dengan menstimulasi sistem control desenden, yang

Page 14: BAB 1 KGD Proposal

14

mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang

ditranmisikan ke otak. Keefektifan distraksi

tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan

membangkitkan input sensori selain nyeri ( Smeltzer

& Bare, 2002). Tehnik ini biasanya tidak efektif

diberikan pada pasien yang mengalami nyeri berat

atau nyeri akut. Hal ini disebabkan pada nyeri

berat dan nyeri akut, pasien tidak dapat

berkonsentrasi dengan baik dan tidak cukup baik

untuk ikut serta dalam aktifitas mental dan fisik

yang kompleks.

Jenis Tehnik Distraksi

a. Distraksi Visual

Distraksi Visual Atau Penglihatan adalah

pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan

kedalam tindakan-tindakan visual atau melalui

pengamatan. Misalnya melihat pertandingan olahraga,

menonton televisi, membaca Koran, melihat

pemandangan atau gambar yang indah.

b. Distraksi Audio

Pengalihan perhatian selain nyeri yang

diarahkan kedalamn tindakan-tindakan memalui organ

Page 15: BAB 1 KGD Proposal

15

pendengaran. Mislanya, mendengarkn music yang

disukai atau mendengarkan suara kicauan burung

serta gemercikan air. Kloien juga diperbolehkan

untuk menggerakan tubuh mengikuti irama lagu

seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki

(Tamsuri, 2007).

c. Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang,

bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat

tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis

cerita.

d. Distraksi pernafasan

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang

fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan

melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan

hitungan satu sampai empat dan kemudian

menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan

dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati).

Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi

pernafasan dan terhadap gambar yang memberi

ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk

pola pernafasan ritmik. Bernafas ritmik dan

massase, instruksi kan klien untuk melakukan

pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan

Page 16: BAB 1 KGD Proposal

16

lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami

nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar

di area nyeri.

C. Konsep Fraktur

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan

tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa

(Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut

Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and

Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap oleh tulang.

Fraktur adalah setiap tulang atau retak pada

tulang yang utuh (Charless J Meeves, 2005).

2. Etiologi (Arief Mansjoer, 2006)

Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup

mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan

tekanan dan fraktur dapat terjadi karena :

a. Trauma

Page 17: BAB 1 KGD Proposal

17

Sebagian fraktur terjadi karena

kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang

dpat berupa pemukulan, penghancuran,

penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila

terjadi kekuatan lansung tulang bisa patah

pada tempat yang terkena, jaringan lemak

juga pasti bisa rusak.

b. Pemukulan

Menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit.

c. Penghancuran

Menyebabkan fraktur komunitif disertai

kerusakan jaringan lemak yang luas. Biula

terkena kekuatan tak langsung dapat

mengalami fraktur pada tempat yang jauh driu

tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak

ditempat fraktur mungkin tidak ada.

d. Kelelahan/tekanan berulang-ulang

Retak dapat terjadi pad tulang,

missal: pada logam/benda lain akibat tekanan

berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi

pada tibia/fibula, radius/ulna. Biasanya

Page 18: BAB 1 KGD Proposal

18

pada olahragawan/atlit (bola volley, senam,

bola basket).

e. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur

patologis)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan

yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor)

atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita

kanker/infeksi.

f. Fraktur stres/fatique fraktur akibat

peningkatan drastis tingkat latihan.

3. Klasifikasi (menurut Arif Mansjoer, 2005)

a. Berdasarkan luas/garis fraktur

1)Fraktur komplit

Bila garis patah melalui seluruh

penampang tulang atau melalui kedua tulang.

2) Fraktur tidak komplit

Bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang, missal:

a) Buckle fracture: terjadi pada lipatan

dari satu korteks dengan kompresi tulang

spongiosa dibawahnya.

Page 19: BAB 1 KGD Proposal

19

b) Green stick fracture: fraktur tidak

sempurnah dan sering terjadi pada anak-

anak, korteks tulang masi utuh begitu

pula periosteum.

b. Berdasarkan posisi fragmen

1) Fraktur undisplaced/tidak

bergeser

Tulang patah, posisi pada tempatnya

normal/garis patah komplit tetapi kedua

fragmen tidak bergeser, periosteum masih

utuh.

2) Fraktur displaced/bergeser

Ujung tulang yang patah berjauhan dari

tempat patah dan terjadi pergeseran fragmen-

fragmen tulang.

c. Berdasarkan bentuk/jumlah garis patah

1) Frkatur komunitif

Garis patah lebih dari satu dn saling

berhubungan

2) Fraktur segmental

Page 20: BAB 1 KGD Proposal

20

Garis patah lebih dari atu, tidak saling

berhubungan karena tulang tertekan menjadi

beberapa bagian.

3) Fraktur multiple

Garis patah lebih dari satu tetapi pada

tulang, tempat yang berlainan.

d. Berdasarkan tempat

Missal: fraktur femur, fraktur humerus,

fraktur radius, ilna, tibia, fibula, vertebra

dll.

e. Berdasarkan garis patah dan hubungannya

dengan mekanisme trauma

1) Fraktur tranversal

Fraktur yang garis patahnya tegak lurus

terhadap sumbu panjang tulang.

2) Fraktur oblik

Fraktur yang garis patahnya membentuk

sudut terhadap tulang.

3) Fraktur spinal

Fraktur tulang yang melingkari tulang.

4) Fraktur kompresi

Page 21: BAB 1 KGD Proposal

21

Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang

ketiga yang berada diantaranya.

5) Fraktur avulse

Fraktur yang memisahkan fragmen tulang

pada tempat inverse tendon ataupun ligament.

f. Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia

luar

1. Fraktur tertutup (closed/simple fracture)

Bila tidak ada hubungan antara fragmen

tylang dengan dunia luar.

2. Fraktur terbuka (open/compound

fracture)

Karena terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya

perlukaan dikulit. Menurut R. Gustillo

(2005), fraktur terbuka terbagi atas 3

derajat:

a. Derajat I

1) Luka < 1 cm

Page 22: BAB 1 KGD Proposal

22

2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada

tanda luka remuk.

3) Fraktur sederhana, tranversal, obliq, atau

komunitif ringan.

4) Kontaminasi minimal

b. Derajat II

1) Laserasi > 1cm

2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,

flap/avulse

3) Fraktur komunitif sedang

4) Kontaminasi sedang

c. Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas

meliputi struktur kulit, otot dan

neurovaskuler serta kontaminasi derajat

tinggi. Terbagi atas:

1) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang

harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan

jaringan lunak.

Page 23: BAB 1 KGD Proposal

23

2) Kehilang jaringan lunak dengan fraktur

tulang yang terpapar/kontaminasi massif.

3) Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang

adekuat, meskipun terdapat laserasi

luas/flap/avulse/fraktur segmental atau

sangat komunitif yang disebabkan trauma

berenergi tanpa melihat besr luasnya luka.

4. Manifestasi Klinik

Tanda dn gejala fraktur menurut Sandra M

Nettira (2006) yaitu:

a.Rasa sakit atau nyeri, dimana nyeri akan

bertambah berat dengan gerakan dan penekanan

diatas fraktur.

b.Pembengkakan disekitar fraktur akan menyertai

proses peradangan.

c.Kelainan bentuk (deformitas), tampak jelas posisi

tulang yang tidak alami.

d.Gangguan fungsi, ekstermitas tidak dapat

digunakan

e.Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa

kesemutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf.

Page 24: BAB 1 KGD Proposal

24

5. Patofisiologi (Corwin, 2005)

Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas

tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan

disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah

dan persarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan

periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum

tulang serta jaringan lemak disekitarnya rusak.

Keadaan terssebut menimbulkan perdarahan dan

terbentuknya hematom dan jaringan netrotik.

Terjadinya jaringan netrotik pada jaringan sekitar

fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa

vasodilatasi, eksudasi plasma dan leokositosis.

Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai

melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki

cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan

tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat

mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.

6. Tahap penyembuhan tulang

a. Tahap pembentukan hematom/hematoma

formation

Dimulai setelah terjadi fraktur (hari ke-5).

Pada saat terjadi fraktur terjadi kerusakan

pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Dalam

24 jam terjadi reaksi peradangan, leukosit dan

Page 25: BAB 1 KGD Proposal

25

sel mast berwkumulasi menyebabkan peninhgkatan

aliran darah pada area luka. Darah menumpuk dan

mengeratkn ujung-ujung tulang patah dan

fagositosis dan pemisahan sel-sel mati dimulai.

Sesusah proses hematom terjadi, kemudian

berkembang menjadi jaringan granulasi.

b. Tahap proliferasi seluler

Terjadi sampai hari ke-12 pada area fraktur,

periosteum,endosteum, dan sumsum tulang mensuplai

sel yang berubah menjadi fibrokartilago,

kartilago hialin dn jaringan penunjang fibrosa

terjadinya osteogenesis dengan cepat.

c. Tahap formasi kallus/prakallus

Terjadi pada hari 6-10 setelah cidera,

jaringan gradulasi berubah menjadi bentuk

prakallus. Prakallus mencapai ukuran maksimal

pada hari ke 14-21 setelah cidera.

d.Tahap osifikasi kallus

Terjadi sampai minggu ke-12 membentuk

osifikasi kallus eksternal (antara periosteum dan

korteks) kallus internal dan kallus intermediate

pada minggu ke-3 sampai ke-10 kallus menjadi

tulang.

Page 26: BAB 1 KGD Proposal

26

e. Tahap konsulidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-

12 bulan)

Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclast,

kallus mengalami pembentukan tulang sesuai dengan

aslinya. Penyembuhan dapat terganggu/terlambat

apabila hematom fraktur/callus rusak sebelum

tulang sejati terbentuk/apabila sel-sel tulang

baru rusak selama proses klasifikasi dan

pengerasan.

7. Prosedur diagnostic (Menurut Arif Mansjoer, 2005)

a. Pemeriksaan penunjang

1. Sinar X. melihat gambaran terakhir atau

mendekati struktur fraktur.

2. Venogram. Menggambarkan arus vaskularisasi.

3. Konduksi saraf dan elektromiogram. Mendeteksi

cidera saraf.

4. Angiografi. Berhubungan dengan pembuluh darah

5. Antrotropi. Mendeteksi keterlibatan sendi

6. Radiografi. Menentukan integritas tulang

Page 27: BAB 1 KGD Proposal

27

7. CT-Scan. Memperlihatkan fraktur atau

mendeteksi struktur fraktur

b. Pemeriksaan laboratorium

LED meningkat bila kerusakan jaringan

lemak luas, leukosit sebagai respon stress normal

setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat

perdarahan.

D. KERANGKA KONSEP

Faktor yang mempengaruhi nyeri

1. Usia2. Jenis Kelamin3. Budaya4. Keluarga5. Ansietas

(cemas)6. Pola koping

Nyeri

Penatalaksanaan

1. Farmakologi2. Non Farma

a. Massageb. Terapi es dan

panas

d. Relaksasie. Imajinasi

c. Distraksi1) Audio2) Visual

Nyeri Ringan

Terputusnya Kontinuitas Jaringan

Nyeri Sedang

Nyeri Berat Nyeri tidak Tertahan

Fraktur

Page 28: BAB 1 KGD Proposal

28

Keterangan := diteliti

= tidak diteliti

Bagan 2.1 : Kerangka Konsep Pengaruh Tehnik Distraksi terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa.

Penurunan Nyeri