57
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan caceing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10- 30 tahun. Satu dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki- laki lebih banyak menderita appendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Appendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-nanak dibawah 2 tahun. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang

Apendisitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Apendisitis

Citation preview

Page 1: Apendisitis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks

dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks

disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus

buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan

radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan

limfe, fekalith, tumor apendiks, dan caceing ascaris dapat juga menimbulkan

penyumbatan.

Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan

wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun

penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10- 30 tahun. Satu

dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat

pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki- laki lebih

banyak menderita appendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25

tahun. Appendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-nanak dibawah 2 tahun. Dari

berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang

dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman yang

merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz

kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis bersama

E.coli.

1.2 IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Umur : 12 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : -

Page 2: Apendisitis

2

Pendidikan : Pelajar SMP

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sumbersari II / 99

Status Perkawinan : Belum Menikah

Suku : Jawa

1.3 ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak kurang lebih 3 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut kanan

bawah seperti ditusuk-tusuk, nyerinya terus-menerus, dibuat istirahat agak

baikan, nyeri menjalar ke belakang perut. Sejak satu minggu yang lalu pasien

mengeluh demam yang naik turun, disertai mual, tetapi tidak disertai muntah, dan

nafsu makan pasien mulai menurun. Sejak 1 hari yang lalu nyeri terasa semakin

hebat. Sebelumnya pasien sudah berobat ke dokter dekat rumah keluhan

berkurang setelah minum obat yaitu diberi obat antibiotik dan anti nyeri, nyerinya

kembali ketika obatnya habis. BAK lancar, tidak tersendat-sendat dan tidak

didapatkan darah pada air seni nya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat sakit serupa : disangkal

- Riwayat mondok : disangkal

- Riwayat sakit gula : disangkal

- Riwayat penyakit jantung : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat sakit kejang : disangkal

- Riwayat alergi obat : disangkal

- Riwayat alergi makanan : disangkal

- Riwayat alergi udara dingin : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal

Page 3: Apendisitis

3

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat sakit gula : disangkal

- Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok : (-)

- Riwayat minum alkohol : disangkal

- Riwayat olah raga : jarang olah raga

- Riwayat pengisian waktu luang: bermain dengan teman dan berkumpul

bersama keluarga

6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, seorang anak

tinggal dengan ayah, ibu dan neneknya. Penderita adalah seorang pelajar SMP.

Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta, ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah

tangga. Saat ini penderita tinggal dalam extended family. Satus perekonomian

keluarga menengah kebawah. Hubungan pasien dengan anggota keluarga yang

lain dalam satu rumah baik-baik semua.

7. Riwayat Gizi:

Penderita makan sehari-hari biasanya 3 kali dengan nasi sepiring, sayur,

dan lauk pauk tahu, tempe. Terkadang dengan telur dan daging. Buah kadang-

kadang seperti pepaya. Kesan status gizi cukup.

1.4 ANAMNESIS SISTEM

a. Kulit : kulit gatal (-).

b. Kepala : sakit kepala (-), berputar (-), cekot-cekot (-), rambut kepala

tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan / borok di kepala

(-).

c. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur

(-), ketajaman penglihatan berkurang (-).

d. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-).

e. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-).

Page 4: Apendisitis

4

f. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-), ngiler

(-).

g. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-).

h. Pernafasan : sesak nafas (-), , mengi (-), batuk (-),

i. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

j. Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-),

nyeri perut (-), tidak bisa BAB (+).

k. Genitourinaria : BAK lancar

l. Neurologik : kejang (-), kelumpuhan kaki (-), kelumpuhan lidah (-)

m. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri kaki (-), nyeri otot (-).

n. Ekstremitas :

o Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

o Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

o Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

o Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

1.5 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum: lemah, tampak kesakitan, kesadaran compos mentis (GCS

E4V5M6), kesan gizi cukup baik.

2. Tanda Vital

BB : 50 kg

TB : 155 cm

BMI : 20 (Normo weight)

Tensi : 110/60 mmHg

Nadi : 128 X/menit

Pernafasan : 18 X/menit

Suhu : 37,5˚c

3. Kepala:

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), makula

(-), atrofi m. temporalis (-), papula (-), nodula (-), bells palsy (-).

Page 5: Apendisitis

5

4. Mata:

Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+),reflek kornea

(+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), arkus senilis (+/+), radang (-/-).

5. Hidung:

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),

hiperpigmentasi (-), saddle nose (-).

6. Mulut :

Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah

hiperemis (+).

7. Telinga:

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga

dalam batas normal.

8. Tenggorokan:

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

9. Leher:

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).

10. Toraks:

Simetris, bentuk normochest, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-),

spider nevi (-), venectasi (-), pembesaran kelenjar limfe (-)

- Cor :I : ictus cordis tak tampak

P : ictus cordis tak kuat angkat

P : batas kiri atas :SIC II linea para sternalis sinistra

batas kanan atas :SIC II linea para sternalis dekstra

batas kiri bawah :SIC V 1 cm lateral linea medio clavicularis

sinistra

batas kanan bawah :SIC IV linea para sternalis dekstra

pinggang jantung :SIC III linea para sternalis sinistra (batas

jantung kesan tidak melebar

A : Bunyi Jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

Page 6: Apendisitis

6

- Pulmo: Statis (depan dan belakang)

I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.

P : fremitus raba kanan sama dengan kiri

P : sonor/sonor

A: suara dasar vesikuler →

suara tambahan ronki/ whizing

11. Sistem Collumna Vertebralis:

I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

P : nyeri tekan (-)

P : Nyeri ketuk costo vertebralis (-)

12. Ektremitas: palmar eritema(-/-)

akral dingin oedem ulkus

- - - - - -

- - - - - -

13. Sistem genetalia: dalam batas normal

14. Pemeriksaan Neurologik:

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

Fungsi Sensorik : N N

N N

Fungsi motorik :

K 5 5 T N N RF 2 2 RP - -

5 5 N N 2 2 - -

15. Pemeriksaan Psikiatrik:

+ +

+

+ +

- -

-

- -

Page 7: Apendisitis

7

Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran : kualitatif tidak berubah ; kuantitatif compos mentis

Afek : appropriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : bentuk :realistik

isi :waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

arus :koheren

Insight : baik

16. Status lokalis (Abdomen)

I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)

A : peristaltik (+) normal

P : timpani seluruh lapang perut

P : supel, nyeri tekan (+) di McBurney di regio inguinal dextra, hepar dan

lien tak teraba, psoas sign (+), obturator sign (+)

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Tanggal 28-9-2012

Hematologi:

Item periksa Hasil pemeriksaan Nilai normal satuan

Hemoglobin 15,5 12-16 g/dl

Leukosit 14.900 4-10 ribu/mm3

Trombosit 197.000 150-400 ribu/mm

LED - 2-20 mm/jam

PCV/HCT 49,5 37-48 %

Eritrosit 6,00 4,0-5,5 juta/mm3

Hitung jenis eosinofil 1 1-3

Hitung jenis basofil 7 0-1

Hitung jenis N.Stab - 2-6

Hitung jenis N.Segmen 84 50-70

Hitung jenis lymphosit 8 20-40

Page 8: Apendisitis

8

Hitung jenis monosit - 2-8

Tanggal 29-9-2012

Faal Hemostasis:

Item periksa Hasil pemeriksaan Nilai normal satuan

Waktu perdarahan 2 1-3 menit

Waktu pembekuan 12 9-15 menit

USG: Edema pada appendiks

1.8 RESUME :

Sejak kurang lebih 3 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah

seperti ditusuk-tusuk, nyerinya terus-menerus, dibuat istirahat agak baikan, nyeri

menjalar ke belakang perut. Sejak satu minggu yang lalu pasien mengeluh demam yang

naik turun, disertai mual, tetapi tidak disertai muntah, dan nafsu makan pasien mulai

menurun. Sejak 1 hari yang lalu nyeri terasa semakin hebat. Sebelumnya pasien sudah

berobat ke dokter dekat rumah keluhan berkurang setelah minum obat yaitu diberi obat

antibiotik dan anti nyeri, nyerinya kembali ketika obatnya habis. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan kesadaran composmentis (GCS 456), pada abdomen terdapat nyeri tekan

pada McBurney di regio inguinalis dextra. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan,

leukositosis 14.900 (↑), Hematokrit 49,5 (↑), Hitung jenis basofil 7 (↑), Hitung jenis

neutrofil segmen 84 (↑), Hitung jenis limfosit 8 (↓), dari USG ada edema pada appendik.

1.9 WORKING DIAGNOSA

Appendisitis akut

1.10 DIAGNOSA BANDING

a. Appendisitis

b. Urolithiasis

c. Colitis

1.11 DIAGNOSIS HOLISTIK

Page 9: Apendisitis

9

An. A dengan usia 12 tahun adalah penderita appendisitis. An. A tinggal

dalam Extended Family dengan ibu, ayah, dan neneknya. Hubungan An. A

dengan keluarganya harmonis, dan dalam kehidupan sosial, An. N adalah anak

yang lumayan aktif di sekolahnya.

i Diagnosis dari segi biologis :

Appendisitis Akut

ii Diagnosis dari segi psikologis :

Hubungan An. A dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga yg lain baik, di

buktikan dengan saling membantu antar anggota keluarga apabila salah satu

anggota keluarga sakit yang lainnya membantu menyelesaikan pekerjaan

rumah.

iii Diagnosis dari segi sosial :

Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa, di lingkungan

sekolahnya lumayan aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar maupun

kegiatan ekstrakulikuler. Jikab ada waktu luang pasien biasanya main dengan

teman-teman sekolahnya ataupun dengan tetangga rumah.

1.12 PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT

Medikamentosa: Pre-Operasi.

Infus RL (Ringer Lactat ) 20 tpm

Antrain 3x1 amp iv

Amoxan 3x1 amp iv

Profenid supp

Non medikamentosa pre-operasi - Stabilisasi: Airway (saluran napas), breathing (pernapasan), circulation

(sirkulasi), disability (evaluasi neurologis), exposure (kontrol lingkungan)

- Setelah stabil, observasi keluhan nyeri dan kaji tingkat nyeri pasien

- Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang

- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik

Page 10: Apendisitis

10

- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian diet yang sesuai sebelum

dilakukan operasi (puasa makan dan minum)

Penatalaksanaan Saat Operasi

Non-medikamentosa- Observasi TTV

- Observasi balance cairan

- Meminta bantuan doa kepada keluarga pasien

Penatalaksanaan Saat Post-Operasi

Non medikamentosa

a. Edukasi

Edukasi terhadap pasien dan keluarga mengenai :

- Penyakit yang timbul akibat appendiksitis.

- Makna perlunya pemantauan dan pengendalian penyakit

- Komplikasi dari appendisitis

- Intervensi Farmakologi dan non- Farmakologi

b.Cukup Istirahat dan tidur

Penderita sebaiknya tidur yang cukup 6-8 jam setiap harinya dan tidak

memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari- hari agar luka bekas

operasi cepat kering dan tidak menimbulkan luka baru.

c. Mengurangi stres dan beban pikiran

Mengurangi/menghindari stres dengan lebih mendekatkan diri kepada

allah dengan menyerahkan segala sesutunya kembali pada allah.

d. Pemberian nutrisi:

banyak makan-makanan yang mengandung protein dan banyak minum air

Medikamentosa Post-Op:

infus RD5 (Ringer Dextrosa) 1500 cc / 24 jam

Ceftriaxon 2 x ½ g iv

Ranitidin 2 x ½ amp iv

Ketesse/Antrain 3 x 25 mg (1 cc) iv

B comp 1x1 po

Page 11: Apendisitis

11

Amociclav 2x1 po

Mefinal 2x1 po

1.13 FOLLOW UP

Tanggal 28 September 2012

S: pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah

O: KU lemah, tampak sakit sedang, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup

Tanda Vital : T: 110/70 mmHg RR: 18x/menit

N: 80x/menit S: 37,5˚c

BB: 50 kg

TB: 155 cm

Status lokalis: nyeri perut di McBurney

Pemeriksaan laboratorium: Leukosit: 14.900 (↑), HCT: 49,5 (↑), USG?

A : appendisitis

P : - terapi medika mentosa: infus RL (Ringer Lactat) 20 tpm, Antrain 3x1,

Amoxan 3x1

- planning Operasi

Tanggal 29 September 2012

S: nyeri post operasi

O: KU cukup, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup

Tanda Vital : T: 100/60 mmHg RR: 18x/menit

N: 80x/menit S: 37˚c

BB: 50 kg

TB: 155 cm

Status lokalis: nyeri perut di McBurney

A : apendisitis

P : terapi medika mentosa: infus RD 5% (Ringer Dextrose ) 30 tpm, inj Antrain

3x1, inj Amoxan 3x1

Tanggal 30 September 2012

S: nyeri post operasi masih tetap

BMI: 20 (normo weight)

BMI: 20 (normo weight)

Page 12: Apendisitis

12

O: KU baik, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup

Tanda Vital : T: 110/70 mmHg RR: 18x/menit

N: 80 x/menit S: 37˚c

BB: 50 kg

TB: 155 cm

Status lokalis: nyeri perut di McBurney

A : appendisitis

P : terapi medika mentosa: infus RD 5% (Ringer Dextrose ) 30 tpm, inj Antrain

½ amp, inj Ceftriaxon ½ gr

Tanggal 01 Oktober 2012

S: pasien mengatakan nyeri post op mulai berkurang

O: KU baik, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup

Tanda Vital : T: 110/80 mmHg RR: 18x/menit

N: 80 x/menit S: 37˚c

BB: 50 kg

TB: 155 cm

Status lokalis: nyeri perut di McBurney

A : appendisitis

P : terapi medika mentosa: infus RD 5% (Ringer Dextrose ) 30 tpm, inj. Ketesse

25 mg, inj Ceftriaxon 1 gr

Mengukur urin

Tanggal 02 Oktober 2012

S:keluhan nyeri post op berkurang

O: KU baik, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup

Tanda Vital : T: 110/80 mmHg RR: 18x/menit

N: 94 x/menit S: 37˚c

BB: 50 kg

TB: 155 cm

Status lokalis: nyeri perut di McBurney

A : appendisitis

BMI: 20 (normo weight)

BMI: 20 (normo weight)

BMI: 20 (normo weight)

Page 13: Apendisitis

13

P : terapi medika mentosa: infus RD 5% (Ringer Dextrose ) 30 tpm, inj.

Ceftriaxone 1 gr

Tanggal 03 Oktober 2012

S: keluhan nyeri post op berkurang

O: KU baik, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup

Tanda Vital : T: 110/80 mmHg RR: 20x/menit

N: 88 x/menit S: 37˚c

BB: 50 kg

TB: 155 cm

Status lokalis: nyeri perut di McBurney

A : appendisitis

P : terapi medika mentosa: infus RD 5% (Ringer Dextrose ) 30 tpm, inj.

Ceftriaxone 1 gr, memberi obat oral B-comp 1x1, mefinal 3x1

Tanggal 04 Oktober 2012

S: keluhan nyeri post op sudah tidak ada

O: KU baik, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup

Tanda Vital : T: 120/80 mmHg RR: 20x/menit

N: 92 x/menit S: 36,5˚c

BB: 50 kg

TB: 155 cm

Status lokalis: nyeri perut di McBurney

A : appendisitis

P : terapi medika mentosa: memberi obat oral B-comp 1x1, Mefinal 3x1,

Amociclav 2x1

Pasien boleh pulang

1.14 FLOW SHEET

Nama : An. A

Diagnosis : Apendisitis akut

BMI: 20 (normo weight)

BMI: 20 (normo weight)

Page 14: Apendisitis

14

No Tanggal Vital sign BB/TB BMI Keluhan Rencana

1 28-9-12 T : 110/70

N : 80x/mnt

RR: 18x/mnt

S : 37,5˚c

50/155 20 nyeri perut

kanan bawah

Terapi

medikamentosa,

terapi nonmedika

mentosa (diet)

Rencana operasi.

2 29-9-12 T : 100/60

N : 80x/mnt

RR: 18x/mnt

S : 37˚c

50/155 20 nyeri post op Terapi

medikamentosa,

terapi nonmedika

mentosa (diet)

3 30-9-12 T : 110/70

N : 80 x/mnt

RR: 18x/mnt

S : 37˚c

50/155 20 Nyeri post op

mulai

berkurang

Terapi

medikamentosa,

terapi nonmedika

mentosa (diet dan

bed rest.

4 01-10-12 T : 110/80

N : 80x/mnt

RR: 18x/mnt

S : 37˚c

50/155 20 Nyeri post op

mulai

berkurang

Terapi

medikamentosa,

terapi nonmedika

mentosa (diet dan

bed rest.

5 02-10-12 T : 110/80

N : 94x/mnt

RR: 18x/mnt

S : 37˚c

50/155 20 Nyeri post op

berkurang

Terapi

medikamentosa,

terapi nonmedika

mentosa (diet dan

bed rest.

6 03-10-12 T : 110/80

N : 88x/mnt

RR: 20x/mnt

S : 37˚c

50/155 20 Nyeri post op

berkurang

Terapi

medikamentosa,

terapi nonmedika

mentosa (diet dan

Page 15: Apendisitis

15

bed rest.

7 04-10-12 T : 120/80

N : 92x/mnt

RR: 20x/mnt

S : 36,5˚c

50/155 20 Keluhan nyeri

post op sudah

tidak ada

Terapi

medikamentosa,

terapi nonmedika

mentosa (diet dan

bed rest. Pasien

boleh pulang.

1.15 PROGNOSIS

Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan

orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang. Pada

pasien ini prognosis baik.

Page 16: Apendisitis

16

BAB II

IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

2.1 KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah

No Nama Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien

Klinik

Ket

1. Tn. N Ayah L 40 th SMA swasta - Ayah

2. Ny. S Ibu P 35 th SMA IRT - Ibu

3. An. A Anak L 15 th SMP Pelajar -Pasien

Appendisitis

4. Ny. P Nenek P 55 th SD - - Nenek

Bentuk Keluarga : Extended Family

2.2 FUNGSI HOLISTIK

1. Fungsi Biologis :

Keluarga terdiri atas penderita (An. A 12 tahun), ibunya yaitu Ny.

S, Ayahnya yaitu Tn. N dan , neneknya yaitu Ny.P

2. Fungsi Psikologis :

Hubungan keluarga di antara mereka terjalin baik, terbukti dengan

adanya komunikasi antar anggota keluarga, dan hubungan sama anak dan

anggota keluarga yang lain baik.

3. Fungsi Sosial :

Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam

masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Penderita sering berkumpul

dengan teman-teman seusianya, seperti bermain bola. An. A sangat menghargai

budaya tradisi Jawa, hal ini dapat dilihat pada pergaulan mereka sehari-hari yang

menggunakan bahasa Jawa, tata karma jawa dan kesopanan sehari-hari masih

diperhatikan.

Page 17: Apendisitis

17

Kesimpulan:

Hubungan kelurga An. A berjalan baik semua komunikasi antar anggota keluraga

baik dengan lingkungan sekolah dan rumah (tetangga) juga baik.

2.3 FUNGSI FISIOLOGIS

APGAR Terhadap Keluarga An. A Tn. N Ny. S Ny.P

A

Saya puas bahwa saya dapat kembali

ke keluarga saya bila saya menghadapi

masalah

2 2 2 2

P

Saya puas dengan cara keluarga saya

membahas dan membagi masalah

dengan saya

2 2 2 2

G

Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru

atau arah hidup yang baru

2 2 2 2

A

Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti

kemarahan, perhatian dll

2 2 2 2

R

Saya puas dengan cara keluarga saya

dan saya membagi waktu bersama-

sama

2 2 2 2

10 10 10 10

APGAR skore kelurga Tn. N= 10+10+10+10= 40:4 = 10 → Fungsi Fisiologis Baik.

Skoring :

Hampir selalu : 2 poin

Kadang – kadang : 1 poin

Page 18: Apendisitis

18

Hampir tak pernah : 0 poin

2.4 FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREEM

SCREEM

SUMBER PATHOLOGY KET

Social Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga

dengan saudara. Partisipasi mereka dalam masyarakat

misalnya mengikuti tahlil rutin, pengajian,

_

Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini

dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik, banyak tradisi

budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara

yang bersifat hajatan. Menggunakan bahasa jawa dan

Indonesia, tata krama dan kesopanan

_

Religius Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga

dalam ketaatannya dalam beribadah. -

Economy Ekonomi keluarga ini termasuk perekonomian menengah

kebawah. Pendapatannya sudah mencukupi untuk standard

hidup layak sehari hari, namun pada saat sakit pasien

mengalami masalah sama perekonomiannya.

+

Education Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga ini cukup

baik, dimana Tn. N merupakan lulusan SMP. -

Medical Keluarga ini belum menganggap pemeriksaan rutin kesehatan

sebagai kebutuhan, akan tetapi pasien jika merasa sakit,

pasien mencari pelayanan dokter terdekat.

-

Kesimpulan :

Hubungan keluarga An. A baik-baik semua, namun pada perekonomiannya

cukup buat kehidupan sehari-hari akan tetapi pada saat sakit dan butuh biaya banyak

untuk dilakukan operasi jadi pasien merasa kurang.

Page 19: Apendisitis

19

2.5 GENOGRAM :

2.6 INFORMASI POLA INTERAKSI:

Diagram pola interaksi keluarga An. A

Keterangan:

: Berhubungan Baik

Keterangan:

Laki- laki

Perempuan

X meninggal

Pasien

Ny.S Tn.N

An.A

Ny.S

Ny.KAn. A

Tn.M

Page 20: Apendisitis

20

BAB III

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESEHATAN

3.1 Identifikasi faktor perilaku keluarga

1. Pengetahuan

Keluarga mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang kesehatan karena

tingkat pendidikannya cukup baik. Menurut pendapat semua keluarga

anggota, yang dimaksud kondisi sehat adalah suatu kondisi dimana seseorang

tidak menderita penyakit sehingga bisa melakukan aktivitasnya dengan baik.

2. Sikap

Keluarga ini peduli terhadap kesehatan penderita. Selama keluarga pasien

sakit anggota keluarga yang lain ikut menjaga dan memperhatikan kesehatan

pasien.

3. Tindakan

Keluarga pasien mengantarkan An. A berobat kedokter dekat rumah pada saat

pasien mengeluh kesakitan, setelah dibawa ke dokter umum dekat rumah

keluhan masih menetap keluarga pasien langsung membawa pasien ke rumah

sakit terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut.

3.2 Identifikasi faktor non perilaku

1. Lingkungan

Rumah yang dihuni keluarga ini cukup baik. Rumah pasien sudah

merupakan rumah yang sudah memenuhi standar kesehatan. Luas bangunan

cukup, ada halaman depan, pencahayaan cukup, ventilasi cukup. Sumber air

keluarga ini berasal dari PDAM, kamar mandi dan jamban sudah ada. Air

minum yang digunakan memakai air galon.

2. Pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek, dokter, apotik, dan lain

sebagainya tergolong dekat dengan rumah keluarga An. A, sehingga

keluarga mudah mendapatkan pelayanan medis yang baik dan tepat.

Page 21: Apendisitis

21

Keluarga pasien memperhatikan kesehatan antar keluarganya apabila ada

yang sakit langsung dibawa berobat.

3. Keturunan

Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit yang diturunkan.

Keluarga Ny. TKeluarga Ny. T

Faktor Perilaku

Keluarga An. AKeluarga An. A

Sikap: keluarga cukup peduli terhadap

penyakit penderita

Lingkungan : rumah cukup memenuhi syarat

kesehatan

Tindakan: keluarga mengantarkan An.A

untuk berobat

Faktor Non Perilaku

Pengetahuan: keluarga cukup

memahami penyakit penderita

Keturunan : tidak didapatkan sakit pada

keturunan.

Pelayanan Kesehatan : Jika sakit An. A ke

dokter praktek

Page 22: Apendisitis

22

BAB IV

IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH

4.1 Lingkungan Luar Rumah

An. A tinggal bersama dengan ayah, ibu, dan neneknya. Rumah ini

mempunyai pagar pendek, mempunyai halaman depan, Saluran pembuangan limbah

sudah tersalur ke got. Pembuangan sampah di rumah di bakar di perkarangan yang

kosong.

4.2 Lingkungan Dalam Rumah

Dinding rumah terbuat dari batu bata yang di cat, sedangkan lantai rumah

sudah menggunakan keramik. Rumah ini terdiri dari enam ruangan yaitu ruang tamu,

3 kamar tidur, satu dapur dan satu kamar mandi. Rumah ini mempunyai dua pintu

untuk keluar masuk (di bagian depan). Keluarga ini sudah mempunyai fasilitas MCK

keluarga dan fasilitas air dari PDAM. Ventilasi udara masih cukup tedapat 5 jendela

dengan lubang ventilasi untuk pertukaran udara.

4.3 Denah Rumah

Dapur

Ruang Tamu + ruang nonton TV Kamar Tidur

I

Kamar Mandi

Kamar Tidur II

Pekarangan

Halaman depan

Kamar Tidur III

Page 23: Apendisitis

23

4.4 Daftar Masalah

a. Masalah medis

Appendisitis Akut

b. Masalah non medis

Status perekonomian menengah kebawah.

c. Diagram permasalahan

An. A

Masalah Non Medis

Status perekonomian mengengah kebawah sehingga mempenga-ruhi kesehatan pasien

Masalah Medis

Sejak kurang lebih 3 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah seperti ditusuk-tusuk, nyerinya terus-menerus, dibuat istirahat agak baikan, nyeri menjalar ke belakang perut. Sejak satu minggu yang lalu pasien mengeluh demam yang naik turun, disertai mual, tetapi tidak disertai muntah, dan nafsu makan pasien mulai menurun. Sejak 1 hari yang lalu nyeri terasa semakin hebat.

Page 24: Apendisitis

24

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pengertian Apendiks

Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum

yang terletak pada proximal colon. Apendiks dalam bahasa latin disebut sebagai

Appendiks vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa

jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak

mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai

organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A)

walaupun dalam jumlahkecil. Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara

teratur ke dalam sekum.Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya

kecil, apendiks cenderungmenjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai

semua umur  baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-

laki berusiaantara 10-30 tahun.

5.2 Anatomi

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira

10cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum

kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal

danmelebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar

dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya

berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks

terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam

menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah

Retrocaecal (74%) lalumenyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%),

subcaecal(1,5%) dan preleal(1%).

Page 25: Apendisitis

25

Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang

dari bagian bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks

memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe

ileocaecal.Anatomi lokasi apendiks :

5.3 Fisiologis

Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti.

Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix

menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendiks dan secum.

Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis

Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung

amilase, tripsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan

selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muaraappendiks berperan

pada patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT

(Gut Associated LymphoidTissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap

infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin

tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran

cerna danseluruh tubuh.

Page 26: Apendisitis

26

5.4 Pengertian Apendisitis Akut

Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Apendisitis akut adalah proses

radang bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis disebabkan oleh berbagai

faktor.

5.5 Etiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses

radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya

Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang

menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.

namun ada beberapafaktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,

diantaranya :

Faktor sumbatan: Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya

apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan

oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4%

karena benda asing dan sebablainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit

dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada

bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ;fekalith ditemukan 40% pada

kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut

ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan

rupture.

Page 27: Apendisitis

27

Faktor Bakteri: Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada

apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi

memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi

feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan

adalah kombinasi antara Bacteriodesfragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,

lacto-bacilus, Pseudomonas. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi

adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.

Kecenderungan familiar. Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi

yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang

tidak baik dan letaknya yang mudahterjadi apendisitis. Hal ini juga

dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalamkeluarga terutama dengan diet

rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith danmengakibatkan

obstruksi lumen.

Faktor ras dan diet: Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola

makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah

serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak

serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah

merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara

berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan

rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.

Faktor infeksi saluran pernapasan: Setelah mendapat penyakit saluran

pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus

apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran

pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaanapendisitis.

5.6 Patofisiologi

Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi

appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen

appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid.

Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen

Page 28: Apendisitis

28

appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi

mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan

intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic adalah

0.1ml, bila sekresinya 0.5ml. Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana

ia masih dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari

lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang

mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal

dan kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini

dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang

lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu reffered pain.

Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga

menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan

Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks

yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi

ini resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila

penyakitnya berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan

menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks.Tekanan dalam

lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan

oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga akan

menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks

nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral yang semakin meningkat. Selanjutnya

apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis

Hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan

bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan muncul gejala-gejala demam,

takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri dan produk dari jaringan

yang mati. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat di kwatirkan pada

appendicitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding

appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks

yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia

lanjut, immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks,

Page 29: Apendisitis

29

pelvic appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan

omentum untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.

Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan

klinisyang berakhir dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.

Apendisitis Akut Katarhalis: Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa

menumpuk dalam lumen apendiks, terjadi peninggian tekanan dalam lumen,

tekanan ini mengganggu aliran limfe, mukosaapendiks jadi menebal, edem

dan kemerahan. Pada apendiks edema mukosa ini mulaiterlihat dengan adanya

luka-luka kecil pada mukosa.

Apedisitis Akut Purulenta: Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang

disertai edema, menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding

apendiks dan menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan

edema pada apendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini

berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa jadi

suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah

terjadi peritonitis lokal.

Apendisitis Akut Gangrenosa: Bila tekanan dalam lumen terus bertambah,

aliran darah arteri mulai terganggu terutama bagian ante mesentrial yang

peredarannya paling minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren.

Apendisitis Perforata: Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah,

terjadilah perofasi.

Apedisitis Infiltrat yang Fixed: Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren

sehingga nanah dan produksi infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan

menyebabkan peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme

pertahanan tubuh cukup baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi

tersebut dengan cara membentuk “walling off” oleh omentum, usus halus,

sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon

yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil

melokalisir daerah infeksi secara sempurna.

Apendisitis Abses: Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.

Page 30: Apendisitis

30

Apendsitis Kronis: Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala

hilang timbul.

5.7 Gambaran Klinis

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun

tidak oleh rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis merupakan nyeri

visceral di daerah epigastium di sekita umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual

dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri

akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.Burney, disini nyeri akan dirasakan lebih

tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang

tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

memerlukan pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah

terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien

mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila apendiks terletak retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya

terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak

ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri

timbul saat berjalan, karena kontraksi otot polos psoas mayor yang menegang dari

dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan

gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum hingga peristaltik

meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika

apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi

kencing, karena rangsangan dindingnya. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak

sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.

a. Pemeriksaan

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu

lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu

aksilar dan rectal sampai 1˚c. Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan

gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan

Page 31: Apendisitis

31

komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa

atau abses apendicular.

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka

kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya

rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini

merupakan kuncidiagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan

nyeri di perutkanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis

retrosekal atauretroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya

rasa nyeri. Peristaltik usus sering normal, peristaltik usus dapat hilang karena

ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai

dengan jaritelunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

a. Diagnosis

Appendisitis akut didiagnosis secara klinis dengan anamnesis

dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang Untuk lebih

memudahkandiagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil

mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan

menggunakan indeksalvarado, berikut adalah indeks alvarado:

Page 32: Apendisitis

32

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor,

kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval

nilai yang diperoleh tersebut.

1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat

langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut.

Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.

2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien

ini sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polosabdomen

ataupun CT scan.

3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak

perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan

dengancatatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.

5.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan

terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai

akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah

penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam

beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi

medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang

tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi

awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical

Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan

dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis

non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi. Penggantian cairan

dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang

utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi.

1. Cairan intravena cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di

ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau

pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena

Page 33: Apendisitis

33

central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat

harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan

mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik.

Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara

bersamaan.

2. Antibiotik Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri

patogen, antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins,

ampicillin – sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman

anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubah berdasarkan kulture dan

sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan

normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik

serta pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan pembedahan sebagai terapi

definitif dari appendisitis perforasi. Perlu dilakukan insisi yang panjang

supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium untuk mengangkat

material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian cukup

dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan

antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya

karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti

biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium

dalam kadar bakterisid. Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan

penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan

sepsis dan bisul residual, padakadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap

kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada

permunkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko

perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah pencucian

seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.

3. Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi.

Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.

Mencakup McBurney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan

diseksi melalui obliqueeksterna, oblique interna dan transversal untuk

Page 34: Apendisitis

34

membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke

peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan

dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan,

beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum

dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan

telahsukses dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis

perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port

placement terdiridari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus,

kemudian melihatlangsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada

beberapa pilihanoperasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah

dan yang lainnya dikuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri

bawah. Sekum danapendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai

macam metodetersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter,

endoloops, staplingdevices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian

diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi

mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagusdari segi

kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian jugamenemukan

bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan dirumah sakit.

Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga

pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomiterbuka.

Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman.

Page 35: Apendisitis

35

Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan

intra-abdomen yang signifikan.

5.9 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik

berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendindingan sehingga berupa masa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan

keluk usus. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang

ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan

perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut

mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun

sampaimenghilang karena ileus paralitik kecuali di regio iliaka kanan, abses rongga

peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat.

Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.

5.10 Prognosis

Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara

umumangka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan

dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.

Page 36: Apendisitis

36

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN KOMPREHENSIF

6.1 Kesimpulan holistik

Diagnose holistic: An. A (12 tahun) adalah penderita appendisitis akut, tinggal

dalam extended family dengan kondisi keluarga yang harmonis. Status perekonomian

pasien menengah kebawah, cukup dalam kebutuhan sehari-hari. Lingkungan keluarga

yang cukup sehat dan merupakan anggota masyarakat biasa dalam kehidupan

kemasyarakatan yang mengikuti beberapa kegiatan dilingkungannya.

1. Segi biologis

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

didapatkan hasil, bahwa An. A (12 tahun) adalah penderita appendisitis,

tinggal di lingkungan yang cukup memenuhi kesehatan.

2. Segi sikologis

Tn. N memiliki APGAR score 10 menunjukkan hubungan antar keluarga

yang baik. Diantara keluarga apabila ada salah satu anggota keluarga yang

sakit semua saling memperhatikan.

3. Segi sosial

Keluarga ini merupakan anggota masyarakat biasa yang mengikuti acara

di lingkungannya, dan hubungan antar tetangga juga baik.

6.2 Saran komprehensif

1. Promotif :

Mengadakan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan,

penyuluhan tentang penyakit appendisitis (gejala klinis, penyebabnya,

komplikasi, penanggulangan), mengkonsumsi makanan yang tinggi serat.

2. Preventif :

Pasien untuk sementara tidak di perbolehkan makan makan pedas dalam dietnya.

Page 37: Apendisitis

37

3. Kuratif

Pre-op (tanggal 28 september 2012)

Infus: Infus RL (Ringer Lactat ) 20 tpm

Injeksi: Antrain 3x1 amp iv

Amoxan 3x amp iv

Profenid supp

Post-op (tanggal 29 september – 4 oktober 2012)

Infus: RD5 (Ringer Dextrosa) 1500 cc / 24 jam

Injeksi: Ceftriaxon 2 x ½ g iv

Ranitidin 2 x ½ amp iv

Ketesse 3 x 25 mg

B comp 1x1 po

Amociclav 2x1 po

Mefinal 2x1 po

4. Rehabilitatif

Rehabilitatif : edukasi dan motivasi pasien bahwa penderita post operasi

appendisitis sebaiknnya membatasi segala aktifitas, terutama aktifis berat, makan-

makanan yang mengandung protein, banyak minum air.

Page 38: Apendisitis

38

DAFTAR PUSTAKA

Price, Silvya A., Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi6. Jakarta: EGC.

Sudoyono, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sjamsuhidajat,Wim De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Snell, Richard S. 2000. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Smink, D.S & Soybel, D.I. 2005. Appendix and Appendectomy In Small Intestine and Colon. Zinner, M.J and Ashley, S.W, (eds). Abdominal operations 11st. New York:Mc Graw Hill inc. pp. 589-612.

Addiss DG, Shafeer N, Fowler BS, et al. 1990. The Epidemiology of Appendicitis and Apendictomy in the United States. Am J Epidemiol 132:910.

Hale DA, Molloy M, Pearl RH, et al. 1997. Apendictomy: A Contemporary Appraisal. Ann Surg 225: 252.