Upload
olhan-cdr
View
59
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konjungtivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada
konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, dan
iritasi bahan-bahan kimia (Anonim, 2009).
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis alergi (keratokonjungtivits atopik, simple alergik
konjungtivitis, konjungtivitis seasonal, konjungtivitis vernal, giant
papillary conjungtivitis).
2. Konjungtivitis bakterial (hiperakut, akut, kronik).
3. Konjungtivitis virus (adenovirus, herpetik).
4. Konjungtivitis klamidia.
5. Bentuk konjungtivitis lain (Contact lens-related, mekanik, trauma, toksik,
neonatal, Parinaud’s okuloglandular syndrome, phlyctenular, sekunder)
(Alamsyah, 2007).
Boleh dikatakan masyarakat sudah sangat mengenalnya. Penyakit ini dapat
menyerang semua umur. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro-
organisme (terutama virus dan kuman atau campuran keduanya) ditularkan
melalui kontak dan udara. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi
mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus
kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi
konjungtivitis bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang
mengandung antibiotik (Alamsyah, 2007).
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
a. Memenuhi penugasan sebagai prasyarat dalam kegiatan perkuliahan
Keperawatan Medikal Bedah III.
b. Mengetahui konsep medis dari Penyakit Konjungtivitis.
c. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Konjungtivitis.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep medis Konjungtivitis meliputi,
1. definisi.
2. etiologi.
3. tanda dan gejala
4. patofisiologi.
5. manifestasi klinis.
6. komplikasi.
7. prognosis.
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Konjungtivitis
meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
1.3 Manfaat
Penulis tentunya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pambacanya.
Sesuai dengan tujuan awal, maka kami harap para pembaca dapat mengetahui
seluk beluk tentang Konjungtivitis mulai dari penyebab, pengobatan dan
pencegahannya serta yang terpenting adalah asuhan keperawatannya.
Diharapkan dengan pengetahuan yang sedikit ini nantinya bisa meningkatkan
tingkat kesehatan masyarakat di Indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa
jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan (Effendi, 2008).
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis
pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva
dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir
mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep
antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa
menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan
konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang
terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang
satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata
menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea,
abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis
gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang
mengandung antibiotik (Medicastore, 2009).
2.2 Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan
depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea).
3
Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi
inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata) (Alamsyah, 2007).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke
belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di
bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi
musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang
memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea (Alamsyah, 2007).
2.3 Epidemiologi
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering
dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada
anak-anak dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas,
serta dengan kondisi lingkungan yang tidak higiene. Pada orang dewasa juga
dapat dijumpai tetapi lebih jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi tidak
jarang penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan
konjungtivitis flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis
flikten adalah helmintiasis. Di Indonesia umumnya, terutama anak-anak
menderita helmintiasis, sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten
menjadi tidak jelas (Alamsyah, 2007).
2.4 Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
a. infeksi oleh virus atau bakteri.
4
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet
dari las listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa
menyebabkan konjungtivitis (Anonim, 2009).
Kadang konjungtivitis bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun. Konjungtivitis semacam ini bisa disebabkan oleh:
a. entropion atau ektropion.
b. kelainan saluran air mata.
c. kepekaan terhadap bahan kimia.
d. pemaparan oleh iritan.
e. infeksi oleh bakteri tertentu (terutama klamidia) (Medicastore, 2009).
Frekuensi kemunculannya pada anak meningkat bila si kecil mengalami
gejala alergi lainnya seperti demam. Pencetus alergi konjungtivitis meliputi
rumput, serbuk bunga, hewan dan debu (Effendi, 2008).
Substansi lain yang dapat mengiritasi mata dan menyebabkan timbulnya
konjungtivitis yaitu bahan kimia (seperti klorin dan sabun) dan polutan udara
(seperti asap dan cairan fumigasi) (Effendi, 2008).
2.5 Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih
belum jelas. Secara histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan
sel plasma. Leukosit PMN ditemukan pada lesi nekrotik. Bentuk tersebut
kelihatannya adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap
protein tuberkulin, Staphylococcuc aureus, Coccidioides immitis, Chlamydia,
acne rosacea, beberapa jenis parasit interstisial dan fungus Candida albicans.
Jarang kasusnya idiopatik (Alamsyah, 2007).
5
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun
seringkali biasanya menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang
ditempati oleh flikten rusak, membentuk ulkus dangkal yang mungkin hilang
tanpa pembentukan jaringan parut (Alamsyah, 2007).
Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva
bulbar atau kornea, dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau
kuning, hiperemis, terdapat nodul inflamasi dengan dikelilingi zona
hiperemik pembuluh darah. Flikten konjungtiva tidak menimbulkan jaringan
parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea bilateral limbus cenderung
membesar ke bawah daripada ke atas mungkin mengindikasikan flikten
sebelumnya. Flikten yang melibatkan kornea sering rekuren, dan migrasi
sentripetal lesi inflamasi mungkin berkembang. Kadangkala, beberapa
inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang menimbulkan perforasi
(Alamsyah, 2007).
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 Tanda
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
a. konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
b. produksi air mata berlebihan (epifora).
6
c. kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis)
seolah akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan
peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.
d. pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai
reaksi nonspesifik peradangan.
e. pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
f. terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen
protein).
g. dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah)
(Anonim, 2009).
2.6.2 Gejala
Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan
kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental
dan berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan
kotoran yang jernih. Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal,
terutama pada konjungtivitis karena alergi (Anonim, 2004).
Gejala lainnya adalah:
a. mata berair
b. mata terasa nyeri
c. mata terasa gatal
d. pandangan kabur
e. peka terhadap cahaya
f. terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari
(Anonim, 2004).
2.7 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa
menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan
7
komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya:
1. glaukoma
2. katarak
3. ablasi retina
4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit
dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea
adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea
yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi
buta
7. komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan
2.8 Diagnosa
a. Gejala Subyektif
Konjungtivitis flikten biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa
sakit dengan mata merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis
flikten apabila kornea ikut terlibat akan terdapat fotofobia dan gangguan
penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis
flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bakterial
akut.
b. Gejala Obyektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm,
berwarna kuning atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di
8
sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva (hiperemia).
Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.
c. Histopatologi
Flikten terlihat sebagai kumpulan sel leukosit netrofil yang dikelilingi oleh
sel limfosit, sel makrofag dan kadang-kadang sel datia berinti banyak.
Pembuluh darah yang memperdarahi flikten mengalami proliferasi endotel
dan sel epitel di atasnya mengalami degenerasi.
d. Laboratorium
Dapat dilakukan pemeriksaan tinja, kemungkinan kuman dan adanya
tuberkulosa paru dan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan dengan
pewarnaan gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme penyebab
maupun adanya infeksi sekunder (Alamsyah, 2007).
2.9 Penatalaksanaan
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari
bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang
lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok
mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan
setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,
handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang
sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna
mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis
karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau
antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis
karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan
terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder,
konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %,
rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %).
9
Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene
kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial
tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi
antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya
iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID
cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea,
diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO,
bersama dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau
erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada
kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada anak-
anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini,
diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO.
Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang dicurigai,
pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis (Alamsyah,
2007).
2.10 Prognosis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer
sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh
lain, kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat
dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika
bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti
Glaukoma, katarak maupun ablasi retina (Barbara C.Long, 1996).
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
1) Keluhan Utama
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan
kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar
terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
Sifat Keluhan :
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri
daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada
siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus
Gonoblenorroe.
b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat,
riwayat operasi mata.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (tuberculosis)
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Data Fokus:
a. Objektif ;
VOS dan VOD kurang dari 6/6, mata merah, edema konjungtiva, epipora,
sekret banyak keluar terutama pada konjungtivitis purulen
(Gonoblenorroe).
b. Subjektif ;
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal, panas.
11
12
3.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1 Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan
konjungtiva
2 Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan
3 Gangguan persepsi penglihatan b.d kelainan lapang pandang
4 Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya
perubahan pada kelopak mata (bengkak / edema).
5 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
6 Interaksi sosial ; menarik diri b.d tidak menerima kondisi matanya
3.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Perubahan kenyamanan (nyeri)
berhubungan dengan peradangan
konjungtiva
klien selama 1x24 jam dapat
mengontrol nyeri
Kriteria hasil :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh
klien.
2. Ajarkan kepada klien metode distraksi
selama nyeri, seperti nafas dalam dan
13
- Nyeri berkurang atau terkontrol.
-Nyeri berkurang dari rentang nyeri
dari 9 turun menjadi 5
- Klien tidak menampakkan wajah
meringis
teratur.
3. Ciptakan lingkungan tidur yang
nyaman, aman dan tenang.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgesic.
2 Resiko terjadi penyebaran infeksi
berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan resiko
penyeberan infeksi dapat berkurang
Kriteria hasil :
-Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
-Personal hygine terjaga
1. Bersihkan kelopak mata dari dalam ke
arah luar (k/p lakukan irigasi).
2. Berikan antibiotika sesuai dosis dan
umur.
3. Pertahankan tindakan septik dan
aseptik.
14
3 Gangguan persepsi penglihatan b.d kelainan
lapang pandang
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan
lingkungannya
Kriteria hasil :
-Klien dapat melakukan aktivitas
tanpa bantuan orang lain
.
1. Kaji kemampuan melihat
2. Mengorientasikan pasien terhadap
lingkungan dan aktifitas
3. Menjelaskan terjadinya gangguan
persepsi penglihatan
4. Dorong pasien untuk melakukan
aktivitas sederhana
5. Anjurkan pasien untuk memakai
kacamata redup
4 Gangguan konsep diri (body image
menurun) berhubungan dengan adanya
perubahan pada kelopak mata (bengkak /
edema).
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan,
konsep diri dan persepsi klien
menjadi stabil
Kriteria hasil :
-Klien mampu untuk
mengeskpresikan perasaan tentang
1. Kaji tingkat penerimaan klien.
2. Ajak klien mendiskusikan keadaan.
3. Catat jika ada tingkah laku yang
menyimpang
4. Jelaskan perubahan yang terjadi.
5. Berikan kesempatan klien untuk
menentukan keputusan tindakan yang
dilakukan
15
kondisinya
- Klien mampu membagi perasaan
dengan perawat, keluarga dan orang
dekat.
- Klien mengkomunikasikan perasaan
tentang perubahan dirinya secara
konstruktif.
- Klien mampu berpartisipasi dalam
perawatan diri.
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
keterbatasan penglihatan.
Tujuan:
klien dapat terhindar dari cedera
Kriteria hasil :
- Cedera tidak terjadi
- Klien beraktivitas sesuai dengan
1. Batasi aktivitas seperti
menggerakkan kepala tiba-tiba,
menggaruk mata, membungkuk
2. Orientasikan pasien terhadap
lingkungan, dekatkan alat yang
dibutuhkan pasien ke tubuhnya
3. Atur lingkungan sekitar pasien,
jauhkan benda-benda yang dapat
16
kemampuan menimbulkan kecelakaan.
4. Awasi / temani pasien saat
melakukan aktivitas.
6. Interaksi sosial ; menarik diri b.d tidak
menerima kondisi matanya
Klien dapat berinteraksi dengan orang
lain
Kriteria hasil:
Klien mau bertemu keluarga
1. Jalin hubungan baik dengan klien
2. Jelaskan kondisi/gangguan yang
terjadi pada matanya
3. Libatkan dengan kegiatan lingkungan
3.4 Implementasi
N
o
Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan
peradangan konjungtiva
1. Mengkaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
2. Mengajarkan kepada klien metode distraksi selama
nyeri, seperti nafas dalam dan teratur.
17
3. Memberikan kompres hangat pada mata yang nyeri.
4. Menciptakan lingkungan tidur yang nyaman, aman dan
tenang.
5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgetic.
2 Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan dengan
proses peradangan
1. Membersihkan kelopak mata dari dalam kearah luar
(k/p lakukan irigasi).
2. Memberikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
3. Mempertahankan tindakan septik dan aseptik.
3 Gangguan persepsi penglihatan b.d kelainan lapang
pandang
1. Mengkaji kemampuan melihat.
2. Mengorientasikan pasien terhadap lingkungan dan
aktifitas.
3. Menjelaskan terjadinya gangguan persepsi penglihatan.
4. Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas
sederhana.
5. Menganjurkan pasien untuk memakai kacamata redup.
18
4 Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan
dengan adanya perubahan pada kelopak mata (bengkak /
edema).
1. Mengkaji tingkat penerimaan klien.
2. Mengajak klien mendiskusikan keadaan.
3. Mencatat jika ada tingkah laku yang menyimpanng.
4. Menjelaskan perubahan yang terjadi.
5. Memberikan kesempatan klien untuk menentukan
keputusan tindakan yang dilakukan.
5 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan
penglihatan.
1. Membatasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-
tiba, menggaruk mata, membungkuk.
2. Mengorientasikan pasien terhadap lingkukngan,
mendekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
3. Mengatur lingkungan sekitar pasien, menjauhkan
benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
4. Mengawasi/menemani pasien saat melakukan aktivitas.
6 interaksi sosial ; menarik diri b.d tidak menerima kondisi 1. Menjalin hubungan baik dengan klien.
19
matanya
2. Menjelaskan kondisi/gangguan yang terjadi pada
matanya.
3. Melibatkan klien dengan kegiatan lingkungan.
3.5 Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva
S : ______________
O :
a. Klien mulai jarang mengeluh nyerib. Nyeri yang dirasakan klien mengalami penurunan
c. Klien sudah sedikit mampu memanajemen nyerinya seperti nafas dalam dan teratur
20
d. Klien sudah dapat tidur dengan nyaman dan memenuhi ADLnya
A : Tindakan yang dilakukan sudah hampir sesuai dengan
tujuan
P : Lanjutkan tindakan.
2. Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan
S : ____________
O :
a. Kemerahan pada mata klien agak berkurang
b. Bengkak di matanya mulai mengecil
c. Kelopak mata sedikit bersih tanpa irigasi
d. Peradangan terlihan tidak menyebar.
A : tindakan yang dilakukan sudah sesuai
21
P : tindakan perlu dilanjutkan untuk mencegah
penyebaran bakteri.
3. Gangguan persepsi penglihatan b.d kelainan lapang pandangS : ____________
O :
a. Klien sudah mampu melihat benda di sekitarnya
dengan agak jelas
b. Klien sudah mengerti tentang gangguan
penglihatannya
c. Klien sudah mau memakai kacamata dalam
beraktivitas
d. Klien sudah mulai beraktivitas dan mampu
memenuhi ADLnya.
A : tindakan yang dilakukan sudah bagus
P : lanjutkan tindakan berikutnya.
22
4. Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata (bengkak / edema)
S : _____________
O :
a. Klien terlihat masih terpaksa menerima keadaan
b. Terlihat klien sering berada di depan cermin.untuk
melihat kelopak matanya yang edema
c. Tidak ada aktivitas yang menyimpang dari klien.
A : tindakan yang dilakukan belum sesuai tujuan
P : tindakan perlu dilanjutkan.
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
S :_______________
O :
a. Klien masih sering menggerakkan kepala dan
menunduk
b. Klien sudah mengenali keadaan lingkungan di
23
sekitarnya
c. Klien masih butuh pengawasan yang agak ketat.
A : tindakan yang dilakukan belum sesuai tujuan
P : tindakan perlu dilanjutkan.
6. Interaksi sosial ; menarik diri b.d tidak menerima kondisi matanya
S : ____________
O :
a. Klien sudah mulai tidak menarik diri
b. Klien sudah mulai beraktivitas di luar
c. Klien berusaha mulai menerima keadaannya
walaupun masih kurang percaya diri
24
d. klien sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
A : tindakan yang dilakukan sudah sesuai tujuan
P : tindakan dihentikan.
25
BAB IV
PENUTUP
Konjungtivitis flikten merupakan peradangan pada konjungtiva yang ditandai
dengan iritasi mata, lakrimasi, serta adanya gangguan penglihatan dan fotofobia
ringan sampai sedang apabila kornea ikut terkena. Secara khas ditandai dengan
adanya nodul inflamasi dengan pelebaran pembuluh darah disekitarnya.
Mekanismenya diduga akibat proses respon alergi hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba seperti basil tuberkel, staphylococcus, chlamydia, dan
candida albicans. Didapatkan terutama pada anak-anak dengan gizi kurang yang
tinggal di daerah dengan higiene yang buruk dan sering mendapatkan radang
saluran napas.
Terapi terutama ditujukan untuk mengeridikasi penyebabnya serta pemberian
steroid bila gejalanya agak berat. Perlu diperhatikan juga higiene mata untuk
mencegah infeksi sekunder. Dengan pengobatan yang adekuat diperoleh hasil
yang baik.
26