View
1.881
Download
134
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMATEMESIS MELENA
Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen Medical
Ruang 26 RSSA Malang
RIZKA YUNITA
0810723014
PSIK PROGRAM A 2008
KEPANITERAAN KLINIK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Masalah Kesehatan : Hematemesis Melena
II. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran
faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh
adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis
tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam
lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti
kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan
melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan
segera di rumah sakit.
III. Etiologi
Penyebab hematemesis melena:
1. Kelainan di esofagus
Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya
varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di
epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan
masif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan
anemis, hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak
masif. Pada endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang
hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di
sepertiga bawah esofagus.
Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang
pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum
alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena
terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita
mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh karsinoma
esofagus.
Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan
seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari
hasil analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan
asam HCl, yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan
lambung. Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa
nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan epigastrum.
Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering
timbul melena daripada hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung
dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah
penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah
penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID +
steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum
yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul
hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat.
Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat
hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari
hematemesis.
Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang
dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan
sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh
merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering
mengeluh karena melena.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.
IV. Insidensi
Perdarahan dari varises esofagus terjadi pada kurang lebih sepertiga
penderita sirosis hepatis dan varises. Angka mortalitas yang terjadi akibat
episode perdarahan pertama adalah 40% hingga 50%. Perdarahan ini
merupakan salah satu penyebab kematian yang utama pada penderita sirosis
hepatis. Perdarahan juga merupakan komplikasi paling umum dari ulkus
peptikum dan terjadi kira-kira pada 20% pasien dengan ulkus.
V. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian
atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil
mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi
prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Angka kematian penderita dengan perdarahan
saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat,
terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati
dan golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah
terjadinya sirosis hati.
VI. Patofisiologi
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah
atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan
Gastritis
Ulkus peptikum
Perforasi lambung/
duodenum
tekanan vaskuler
Perdarahan(hematemesis,
melena)
Kecemasan
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh
Gangguan pemenuhan ADL
Kelemahan
Anemia beban nitrogen, amonia serum
ensefalopati
Syok hipovolemik
perfusi serebral, hepatic, ginjal
Potensial gangguan perfusi
jaringan
Defisit volume cairan
Sirosis hepatis
Obstruksi sirkulasi vena porta
Hipertensi portal
Pembentukan sirkulasi kolateral
Varises esofagus
riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme,
penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti:
leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa
nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara
mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan
yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa
kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang
perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah,
tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui
keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.
Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti
spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral,
asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk
mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat
tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan
endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan
saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik
dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis
berhenti.
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
Komplikasi:
Syok hipovolemik
Anemia
Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan
yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan
saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan
efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis
selama belum tersedia darah.
Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan
bila perlu dipasang CVP monitor.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi
perdarahan.
Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal
sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi
berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam.
Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung
sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan
varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot
polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati
dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung
iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan
makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja
ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi
dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan
ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan
operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus,
transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6
minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
VII. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan
secara aktif)
2. Potensial gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik
karena perdarahan.
3. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan akibat
anemia.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan akibat mual muntah
5. Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap kesejahteraan diri.
VIII. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Defisit volume cairan
berhubungan dengan
perdarahan (kehilangan
secara aktif)
Tujuan: Kebutuhan cairan
terpenuhi setelah dilakukan
perawatan.
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas
normal.
Turgor kulit normal.
Membran mukosa lembab.
Produksi urine output
seimbang
Muntah darah dan berak
darah berhenti
Ukur dan catat pemasukkan dan
pengeluaran.
Monitor vital sign
Monitor cairan parentral
Dokumentasi yang akurat
membantu meng-identifikasi
kehilangan cairan atau
memenuhi kebutuhan cairan
dan mempengaruhi tindakan
selanjutnya.
Hipotensi, tachikardi,
peningkatan respirasi
merupakan indikasi
kekurangan cairan.
Penurunan volume cairan
petensial untuk terjadinya
dehidrasi, kolaps
kardiovaskuler tidak
seimbangnya cairan dan
elektrolit.
Monitor laboratorium ; Hb, Hct
Anemia, Hct rendah terjadi
akibat kehilangan cairan pada
saat muntah darah dan berak
darah
2 Potensial gangguan
perfusi jaringan
berhubungan dengan
hipovolemik karena
perdarahan
Tujuan: Setelah dilakukan
perawatan perfusi jaringan
adekuat
Kriteria hasil :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 60-100x /menit
- Akral hangat
- Sianosis (-)
- CRT< 2 s
- Turgor
a. Auskultasi frekuensi dan irama
jantung
b. Observasi warna dan suhu kulit,
membrane mukosa
c. Ukur keluaran urin
d. Cek kualitas nadi
a. Frekuensi dan irama
jantung yang abnormal
menunjukkan perfusi
jaringan yang tidak
adekuat
b. Kulit pucat dan sianosis,
suhu dingin merupakan
tanda fase konstriksi
perifer
c. Menandakan
keseimbanagan intake
output cairan
d. Nadi lemah menandakan
gangguan perfusi jaringan
e. Observasi adanya edema
f. Kolaborasi pemberian IV line
perifer
e. Edema menandakan
adanya gangguan perfusi
jaringan
f. Peningkatan cairan untuk
mendukung perfusi
jaringan.
3 Gangguan pemenuhan
ADL berhubungan
dengan kelemahan akibat
anemia
Tujuan: Pasien mampu
melakukan akvitas
hariannya dengan bantuan
orang lain.
Kriteria Hasil:
a. Tingkat kemandirian klien
meningkat dari
kemandirian total ke
parsial.
b. Klien memperoleh
bantuan untuk memenuhi
kebutuhan ADL secara
parsial.
1. Observasi respon terhadap aktivitas
2. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
pemenuhan ADL seperti stres, efek
samping obat, pemasangan WSD
3. Rencanakan periode istirahat
4. Bantu pasien memenuhi kebutuhan
ADL
Melihat kemampuan
beraktivitas klien
Intevensi dilaksanakan sesuai
faktor yang mempengaruhi
Mengurangi kelelahan melalui
isitirahat yang cukup
Membantu pasien untuk
memenhi kebutuhannya tanpa
menyebabkan kelelahan
c. Kebutuhan makan,
minum, BAB, BAK,
mandi, dan ganti baju
terpenuhi.
4 Perubahan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan
akibat mual muntah
Tujuan: Kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi setelah
dilakukan perawatan
Kriteria Hasil:
Mempertahankan massa
tubuh dan berat badan
dalam batas normal
Nilai laboratorium dalam
batas normal
1. Tentukan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
2. Ketahui makanan kesukaan pasien
3. pantau kandungan nutrisi dan kalori
pada catatan asupan
4. pantau nilai laboratorium, khususnya
transferin, albumin, dan elektrolit
5. pertahankan oral hygiene
6. kolaborasi dengan ahli gizi mengenai
diet yang tepat
mengetahui sejauh mana
bantuan akan diberikan
menambah nafsu makan
pasien
memastikan pasien
mendapatkan nutrisi adekuat
mengetahui status nutrisi
pasien
menambah nafsu makan
pasien
memberikan nutrisi yang tepat
bagi pasien
5 Kecemasan berhubungan
dengan ancaman
terhadap kesejahteraan
diri
Tujuan : ansietas teratasi
setelah dilakukan asuhan
keperawatan
Kriteria hasil : pasien
mampu mendemonstrasikan
koping positif, TTV normal.
a. Kaji perilaku koping baru dan
anjurkan penggunaan ketrampilan
yang berhasil pada waktu lalu.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk
mengungkapkan ansietas dan rasa
takut; berikan penenangan.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan
beri penguatan penjelasan mengenai
penyakit, tindakan dan prognosis.
d. Pertahankan lingkungan yang tenang
dan tanpa stres.
mengajarkan koping positif
kepada pasien
membantu pasien mengurangi
stres
mengurangi kecemasan
pasien
mengurangi kecemasan
pasien
IX. Daftar Pustaka
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Recommended