Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
VERTIGO MIXED TYPE e.c CERVICOGENIK
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Ilmu Bagian Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh :
Reyhansyah Rachmadhyan
H2A014016P
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BAGIAN SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
VERTIGO MIXED TYPE e.c CERVICOGENIK
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Bagian Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh:
Reyhansyah Rachmadhyan
H2A014016P
Telah Disetujui Oleh Pembimbing
Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Tanggal : 1 Agustus 2019
2
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 79 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Ngrawan Lor, Bawen Kab.Semarang
No CM : 091xx-20xx
Tanggal masuk RS : 21 Juli 2019
B. DATA DASAR
Diperoleh dari pasien serta keluarga pasien (Autoanamnesis dan
alloanamnesis), dan catatan rekam medik, dilakukan pada tanggal 22 Juli 2019,
pukul 08.00 di bangsal asoka.
C. KELUHAN UTAMA
Pusing berputar
KELUHAN TAMBAHAN
Leher belakang terasa kaku, mual, muntah, lemas
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar yang mulai dirasakan sejak
6 bulan SMRS namun tidak terlalu berat, 1 bulan SMRS pasien mengeluh
pusing berputar dirasa seakan-akan dunia di sekeliling ikut berputar hingga
mengganggu aktifitas pasien sehari hari. Pusing berputar muncul di dahului
dengan keluhan leher terasa kaku, kemudian disusul dengan rasa mual dan
pasien mulai merasakan pusing berputar. Pusing berputar muncul hilang
timbul, muncul dalam 10 menit . Pasien merasa keluhan pusing berputar
semakin berat dengan perubahan posisi. Keluhannya tersebut berkurang
dengan istirahat, berbaring, dan memejamkan mata. Dengan dilakukannya hal
tersebut pusing berputar akan mereda begitu pula dengan keluhan lain, namun
keluhan tidak hilang sepenuhnya. Bila diberi skala 1 –10 (1 untuk gejala yang
ringan, 10 untuk gejala pusing yang berat) pasien mengatakan bahwa pusing
3
berputar yang dirasakan skalanya 7.
Sejak 2 jam SMRS pasien mengeluh kaku di leher terasa semakin berat,
mual, dan pusing berputar yang hebat tidak seperti sebelumnya. Keluhan
semakin memberat dengan gerakan atau perpindahan posisi. Keluhan lain yang
dirasakan pasien adalah muntah satu kali, keluar keringat dingin, terasa lemas,
dan takut untuk bergerak (duduk atau bangkit dari tidur) atau membuka mata.
Pasien tidak berani makan ataupun minum karena merasa takut muntah. Bila
diberi skala 1 –10 (1 untuk gejala yang ringan, 10 untuk gejala pusing yang
berat) pasien mengatakan bahwa pusing berputar yang dirasakan skalanya 7.
Pusing berputar yang memberat dan keluhan lainnya membuat pasien tidak
berani duduk atau melakukan aktifitas lainnya, dan pasien sebelumnya pernah
memeriksakan diri ke dokter karena keluhan tersebut.
Keluhan lain seperti demam disangkal, pandangan ganda disangkal,
pandangan kabur disangkal, kejang disangkal, cedera kepala disangkal,
kelemahan anggota gerak disangkal, pelo disangkal, kesulitan untuk menelan
atau minum disangkal , kesemutan pada anggota gerak disangkal, telinga
berdengung disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal, nyeri pada telinga
disangkal, keluhan penurunan berat badan yang drastis akhir-akhir ini di
sangkal. Dikarenakan keluhan pusing berputar tersebut semakin memberat dan
leher terasa kaku, mual sehingga pasien di bawa ke IGD RSUD Ambarawa.
E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui,
2. Riwayat stroke : disangkal
3. Riwayat tekanan darah tinggi : diakui
Pasien rutin meminum obat anti hipertensi. Pasien hanya akan
memeriksakan diri dan meminum obat anti hipertensi saat ada keluhan
saja.
4. Riwayat Trauma : disangkal
5. Riwayat Trauma Kepala : disangkal
6. Riwayat Masalah di telinga : disangkal
7. Riwayat penyakit jantung : disangkal
4
8. Riwayat penyakit maag : disangkal
9. Riwayat penyakit gula : disangkal
10. Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
11. Riwayat gangguan psikologi : disangkal
12. Riwayat menstruasi : Pasien sudak tidak
menstruasi sejak 10 tahun yang lalu.
13. Riwayat alergi obat : disangkal
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat stroke : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
G. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien merupakan seorang pedagang, pasien biasa mengurus cucu dan
sedikit mengerjakan pekerjaan rumah.
Datang dengan status pasien BPJS PBI, kesan ekonomi cukup.
Pasien menyangkal pernah minum minuman keras atau merokok
Pasien jarang olahraga
Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang dan jamu jamuan rutin.
H. ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem cerebrospinal : pusing berputar
2. Sistem kardiovascular : Hipertensi
3. Sistem respiratorius : tidak ada keluhan
4. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+)
5. Sistem neuromuskuler : leher terasa kaku
6. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
7. Sistem integumen : tidak ada keluhan
I. RESUME PASIEN
6 bulan SMRS seorang wanita usia 79 tahun mengeluh pusing berputar
yang dirasakan memberat sejak 1 bulan muncul hilang timbul, disertai mual
5
dan muntah. Keluhan lain yang dikeluhkan pasien yaitu kaku pada leher
kemudian disusul dengan rasa mual, muntah sekali berupa cairan dan makanan.
Pasien merasa lemas karena takut makan dan minum karena rasa mual yang
dialami oleh pasien. Sejak 2 jam SMRS pasien mengeluh kaku di leher terasa
semakin berat, mual, dan pusing berputar yang hebat tidak seperti sebelumnya.
Keluhan semakin memberat dengan gerakan atau perpindahan posisi berkurang
jika pasien berbaring dan menutup mata. Pasien menyangkal adanya
penglihatan dobel dan kabur, nyeri telinga, telinga berdenging, penurunan
pendengaran, demam, kejang, nyeri kepala kelemahan anggota tubuh dan
kesemutan. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan kontrol rutin di dokter keluarga,
sedangkan obat hipertensi hanya dikonsumsi saat ada keluhan saja. gangguan
psikologi, alergi dan magh disangkal.
J. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : pusing berputar berulang onset kronis berulang, mual,
muntah, kaku pada leher
Diagnosis topis : organ vestibular, perifer dd sentral, organ non vestibuler
Diagnosis etiologi : cervicogenik dd otogenik
K. DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan pusing
berputar seakan dunia disekitarnya berputar, hal tersebut adalah vertigo.
Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat
sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar. Kondisi ini merupakan
gejala yang menandakan adanya gangguan pada sistem vestibuler atau non
vestibular, maka dapat dikatakan bahwa vertigo adalah sebuah keluhan bukan
diagnosis. Berdasarkan klinis, vertigo dibagi menjadi dua kategori yaitu vertigo
vestibular dan vertigo non-vestibular. Pada vertigo vestibular, keluhan yang
muncul adalah rasa berputar (“true vertigo”), serangan episodik, adanya mual,
muntah, dicetuskan oleh gerakan kepala. Sedangkan pada vertigo non-
vestibular keluhan yang timbul yaitu rasa melayang, hilang keseimbangan,
6
serangan bersifat kontinyu, keluhan mual muntah tidak ada, dicetuskan oleh
gerakan objek visual dan dapat dicetuskan oleh situasi ramai atau lalu lintas
macet.
Pada pasien muncul keluhan pusing berputar yang berulang sejak 1 hari
SMRS, keluhan dimulai dengan adanya kaku pada leher lalu diikuti dengan
rasa mual dan pusing berputar dan keringat dingin. Dalam 3 hari terakhir
keluhan muncul hilang timbul, dapat muncul dalam 10 menit. Keluhan
biasanya akan mereda dan menghilang dengan sendirinya atau jika muncul
lebih lama pasien akan berusaha menghilangkan keluhan dengan beristirahat,
berbaring, dan memejamkan mata. Sejak 1 hari SMRS pasien merasakan
keluhan tersebut muncul kembali, dan muncul ± 10 menit, namun keluhan
dapat mereda dengan usaha tersebut. Pasien mengatakan masih bisa melakukan
aktifitas walaupun keluhan masih dirasakan. Sejak 2 jam sebelum masuk
rumah sakit keluhan semakin memberat. Rangkaian tersebut menjelaskan
bahwa itu merupakan vertigo vestibular tipe perifer dan sentral (mixed type).
dengan keluhan pasien adalah pusing berputar, diperberat dengan perubahan
posisi dan kondisi kepala, terdapat gejala otonom, mual dan muntah.
Selain itu pasien juga mengeluhkan kaku pada leher yang sudah timbul
sejak 3 hari yang lalu. Kaku pada leher dirasakan hilang timbul dan rasanya
leher seperti tagang, dimana kaku leher ini timbul saat pasien kelelahan. Saat
kambuh kaku pada leher pasien ini dirasakan menjalar sampai ke bahu. Saat
kaku pada leher muncul biasanya akan segera diikuti dengan rasa mual dan
pusing yang berputar.
Kaku pada leher dan leher terasa berat dapat terjadi karena adanya spasme
pada otot leher secara terus menerus. Kecemasan, kelelahan dan depresi dapat
menimbulkan ketegangan pada otot-otot tersebut. Dalam praktek klinik sangat
penting untuk membedakan dua gejala utama , yaitu :
1. Nyeri servikal tanpa adanya nyeri radikuler dan defisit neurologis
2. Nyeri servikal yang diikuti dengan nyeri radikuler dan defisit
neurologis. Untuk gejala utama yang kedua sangatlah besar
kemungkinan ditemukan adanya kelainan organik di servikal.
7
Nyeri servikal yang diikuti dengan nyeri radikuler dapat disebabkan oleh:
1. Spondylosis servikalis
2. HNP servikalis
3. Trauma tulang belakang
4. Tumor
Pemeriksaan foto polos servikal dua posisi menjadi tes diagnostik
pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto
polos servikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan
abnormalitas lain pada tulang leher.
Keluhan kaku pada leher pasien yang mendahului keluhan pusing
berputar, dapat menjadi penyebab dari vertigo yang dirasakan oleh pasien
yaitu vertigo cervicogenik, namun harus dipastikan bahwa memang ada
kelainan pada daerah cervical. Penyebab vertigo dapat bermacam-macam
bisa gangguan sentral maupun perifer atau campuran antara keduanya.
Keluhan vertigo pasien dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan pada
telinga (otogenik), hormonal, ataupun stroke vertebrobasiler
Vertigo akibat gangguan pada telinga (otogenik) dari anamnesis
dapat disingkirkan karena pada pasien tidak ditemukan adanya keluhan pada
telinga seperti tinitus, gangguan pendengaran ataupun riwayat sebelumnya
mengenai gangguan pada telinga. Vertigo akibat gangguan keseimbangan
hormonal dapat terjadi dilihat dari pasien sudah mengalami menopause.
Terganggunya keseimbangan hormonal pada wanita (terkait esterogen)
dapat menyebabkan dapat melemahnya otoconia pada wanita yang
mengalami BPPV, terutama sesaat setelah postmenopause . Namun pasien
sudah menopause sejak 10 tahun yang lalu sedangkan keluhan baru muncul
sejak 3 hari terakhir, sehingga dugaan terkait hormonal dari anamnesis bisa
disingkirkan.
Vertigo akibat adanya stroke vertebrobasiler masih harus dipikirkan
mengingat pasien terdapat faktor risiko untuk stroke, yaitu adanya
hipertensi. Namun dari keluhan pasien tidak terdapat diplopia, atau adanya
kelemahan anggota gerak, pelo, maupun disfagia disangkal. Sehingga dari
8
anamnesis dugaan tersebut bisa disingkirkan. Faktor penyebab vertigo
adalah Sistemik, Neurologik, Ophtalmologik, Otolaringologi, Psikogenik,
dapat disingkat SNOOP. Pada pasien ini mengarah pada vertigo mixed type
karena gangguan neurologik.
L. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 22 Juli 2019 pukul 08.00 di
bangsal Asoka.
Status generalisata
a) Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Composmentis / GCS = E4M6V5= 15
c) VAS : 7 dari 10
d) Vital sign
TD : 240/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 36,50 C (axiller)
SpO2 : 99%
e) Status internus
1) Kepala : kesan mesocephal, tidak ada kelainan
2) Mata :
OD = pupil bulat ø 3mm, refleks cahaya langsung
(+), reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-),
katarak (+)
OS = pupil bulat ø 3mm, refleks cahaya langsung
(+), reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
katarak (+)
3) Hidung : Rhinorea (-)
4) Wajah : Simetris, nyeri tekan maxillaris (-)
5) Mulut : Mukosa tidak hiperemis (-)
6) Gigi : gigi karies (+)
7) Telinga : Otorhea (-),
9
8) Leher : Nyeri tekan trakea (-), pembesaran limfonodi (-/-),
Pembesaran
9) Thorax
Pulmo
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Retraksi ICS
Hemithorak
2. Palpasi
Nyeri tekan
Ekspansi dada
Taktil fremitus
3. Perkusi
Sonor seluruh
lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
Dextra = sinistra
+
Vesikuler
-
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
Dextra = sinistra
+
Vesikuler
-
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada
Retraksi ICS
Hemithorak
2. Palpasi
Nyeri tekan
Ekspansi dada
Taktil fremitus
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
AP < L
(-)
Simetris
(-)
Tidak ada yang
tertinggal
10
3. Perkusi
Sonor seluruh
lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Dextra = sinistra
+
Vesikuler
-
Dextra = sinistra
+
Vesikuler
-
Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak, ICS normal.
Palpasi : ictus cordis teraba, kuat angkat (+), teraba 1-2 cm
medial ICS V linea midclavikularis sinistra
Perkusi
Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra
Kiri bawah : ICS V 1-2 medial midclavicularis
sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II regular,
murmur (-), gallop (-).
10) Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien
tidak teraba, nyeri tekan epigastrik (-)
11) Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
12) Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin
Oedem
Sianosis
Gerak
motorik
nyeri
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5/5
-/-
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5/5
-/-
11
Hiperemis -/- -/-
1. Status psikiatri
a) Tingkah laku : Normoaktif
b) Perasaan hati : Normotimik
c) Orientasi : Baik
d) Kecerdasan : Normal
e) Daya ingat : Normal
2. Status neurologis
a) Sikap tubuh : Lurus dan simetris
b) Gerakan abnormal : Tidak ada
c) Kepala : pusing berputar
d) Nervus cranialis :
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung
Kanan
Lubang hidung
Kiri
Daya Pembau Normal Normal
N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri
Daya Penglihatan Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
N.III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri
Ptosis - -
Gerak Mata Ke Atas + +
Gerak Mata Ke Bawah + +
Gerak Mata Ke Media + +
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Isokor Isokor
12
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Konsesuil + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
N.IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bawah + +
Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Mengigit Normal Normal
Membuka Mulut Normal Normal
Sensibilitas Muka Atas Normal Normal
Sensibilitas Muka Tengah Normal Normal
Sensibilitas Muka Bawah Normal Normal
Reflek Kornea + +
N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Normal Normal
Starbismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri
Kerutan Kulit Dahi Normal Normal
Kedipan Mata Normal Normal
Lipatan Nasolabial Normal Normal
Sudut Mulut Normal Normal
Mengerutkan Dahi Normal Normal
Mengangkat Alis Normal Normal
13
Menutup Mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Tik Fasial - -
Lakrimasi - -
Daya Kecap 2/3 Depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri
Mendengar Suara Berbisik Normal Normal
Mendengar Detik Arloji Normal Normal
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dinilai
Reflek Muntah (+)
Sengau (-)
Tersedak (-)
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Simetris
Reflek muntah (+)
Bersuara Normal
Menelan Normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Normal
Sikap Bahu Normal
Mengangkat Bahu Tidak dapat dinilai
14
Trofi Otot Bahu Eutrofi
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal
Tremor lidah (-)
Menjulurkan lidah Normal
Trofi otot lidah (-)
Fasikulasi lidah (-)
e) Fungsi motorik
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 555 555
Tonus + +
f) Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks Ulna dan
Radialis
Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
g) Refleks Patologis
Kanan Kiri
Babinski - -
15
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
h) Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif Terasa Terasa
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
Diskriminatif Terasa Terasa
Rasa gramestesia Terasa Terasa
Rasa barognosia Terasa Terasa
Rasa topognosia Terasa Terasa
i) Pemeriksaan rangsal meningeal
Kaku kuduk -
Kernig sign -
16
Brudzinski I -
Brudzinski II -
Brudzinski III -
Brudzinski IV -
j) Pemeriksaan fungsi luhur dan vegetatif
Fungsi luhur : baik
Fungsi vegetatif : BAK lancar dan selama perawatan belum BAB
k) Pemeriksaan fungsi koordinasi
Tes romberg : (+)
Tes past pointing : (+)
Tes Tandem Gait : (+)
Disdiadokokinesia : (-)
Dismetria : (-)
l) Pemeriksaan tambahan
Nistagmus : +
Lhermitt : +
Fukuda test : +
Dix Hallpike test : +
M.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium, tanggal 21 Juli 2019
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
DARAH LENGKAP
Hemoglobin 11,7 11,7 – 15,5 g/dl
Leukosit
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
5.760
2,03
0,363
0,231
0,046
3600 – 11.000
1,0 – 4,5 x 103/mikro
0,2 – 1,0 x 103/mikro
0,04 – 0,8 x 103/mikro
0 – 0,2 x 103/mikro
17
Neutrofil
Limfosit %
Monosit %
Eosinofil %
Basofil %
Neutrofil %
2,55
39
3,60
2,91
0,3
61,5
1,8 – 7,5 x 103/mikro
25 – 40%
2 – 8%
2 – 4%
0 – 1%
50 – 70%
Eritrosit 4,40 3,8 – 5,2 juta
Hematokrit 34,80 L 35 – 47 %
Trombosit 219 150 – 400 ribu
MCV 75,8 L 82 – 98 fL
MCH 25,4 L 27 – 32 pg
MCHC 37,1 32 – 37g/dl
KIMIA KLINIK
GDS 92 82 – 115 mg/dl
SGOT 19 0 – 35 U/L
SGPT 11 0 – 35 U/L
Ureum 34,9 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0,84 H 0,45 – 0,75 mg/dl
HDL
HDL Direct
LDL Cholesterol
58
237,0 H
37 – 92 mg/dl
<150 mg/dl
Total protein 6,89 6 – 8 g/dl
Albumin 4,46 3,4 – 4,8 g/dl
Globulin 2,43 2,0 – 4,0 g/dl
Asam urat 5,42 2 – 7 mg/dl
Cholesterol 312 H <200 mg/dl
Trigliserida 115 70 – 140 mg/dl
SEROLOGI
HbsAg Non reaktif Non reaktif
18
2. X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique, 21 Juli 2019
HASIL :
Spondylosis cervicalis
Allignment lordotik
Tampak penyempitan diskus intervertebralis C4-C5
Tak tampak kompresi maupun listesis
19
Cervical rib C7
Konsultasi dr. Sp.KFR
Hasil konsultasi :
Pasien menderita vertigo e.c cervical syndrome
Terapi penggunaan collar neck selama 3 bulan dan menjalani fisioterapi dengan
terapi IR dan TENS
N. DISKUSI KEDUA
Dari hasil pemeriksaan diatas, ditemukan bahwa Romberg test (+),
nistagmus (+), tandem gait (+), past pointing (+), steping tes (+) dimana dari
hasil pemeriksaan tersebut menandakan hasil vertigo sentral. Pemeriksaan lain
yang dilakukan adalah pemeriksaan nistagmus (+), palpasi pada leher,
kemudian tes lermit, dan hiperfleksi-hiperekstensi kepala didapatkan hasil
positif, pada pemeriksaan palpasi pada leher pasien terasa tegang pada leher
bagian belakang. Rangkaian anamnesis dan pemeriksaan tersebut vertigo
penyebab pasien besar kemungkinan disebabkan oleh adanya keterlibatan leher
atau gangguan neurologik pada leher. O.
Dari hasil pemeriksaan rontgen cervicalis didapatkan kesan:
spondilosis cervicalis dan penyempitan foramen dan diskus intervertebralis
C4-C5. Dari pemeriksaan radiologi ditemukan kemungkinan penyebab dapat
berasal dari cervicogenik, yakni adanya spondilosis servicalis dan
penyempitan diskus intervertebralis C4-C5. Vertigo berkaitan dengan
perubahan degeneratif pada pasien spondilosis servikalis dan hilangnya
aliran darah ke otak. Pada spondilosis servikalis pembentukan osteofit dapat
menekan arteri vertebralis yang menyebabkan oklusi mekanis dan
menurunkan aliran darah sehingga timbul keluhan vertigo. Dari hasil seluruh
pemeriksaan, pada pasien ini lebih mengarah ke vertigo mixed type e.c
cervicogenik karena terdapat keluhan kaku leher sejak 3 hari yang lalu yang
mendahului keluhan pusing berputar, nistagmus (+), lermit test (+), tes
hiperfleksi-hiperekstensi kepala (+) dan adanya gambaran penyempitan pada
pemeriksaan radiologi.
20
Berikut ini tabel untuk membedakan vertigo perifer dari vertigo sentral.
Vertigo Perifer Pasien Vertigo Sentral
Serangan Intermiten Intermiten Konstan
Pusing
berputar
Hebat hebat Tidak terlalu
hebat
Mual muntah Hebat hebat Ringan
Nistagmus Selalu ada Ada Ada/tidak ada
Ciri Nistagmus tidak pernah
vertikal
horisontal sering vertikal
Kurang
pendengaran /
tinitus
Sering ada Tidak ada Tidak ada
Tanda Lesi
batang otak
Tidak ada Tidak ada Ada
Disartria Tidak ada Tidak ada Ada
Defek Visual Tidak ada Tidak ada Ada
Diplopia Tidak ada Tidak ada Ada
Drop attack Tidak ada Tidak ada Ada
Ataksia Tidak ada Tidak ada Ada
Gaya berjalan Lambat, tegak
dan berhati-
hati
Lambat, tegak
dan berhati-
hati
Bergerak
menyimpang
ke satu arah,
ataksikP.Q.
Sumber: Hamid,2003., Sidharta, 1999., Perdossi, 2000., Greenberg, 2001
VERTIGO
a. Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
21
sekitar. Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar
merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan
seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.2
Vertigo merupakan suatu gejala dengan sederet penyebab antara lain
akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga dalam. Obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi
dan mengendalikan keseimbangan melalui saraf yang berhubungan dengan
area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan didalam telinga,
didalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam otak itu
sendiri.3
b. Fisiologi Alat Keseimbangan
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan
gejala lainnya.6
c. Patologi gangguan keseimbangan
Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak
normal atau adanya gerakan yang aneh /berlebihan, maka tidak terjadi proses
pengolahan yang wajar dan muncul vertigo. Selain itu terjadi pula respon
penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal
dari mata (nistagmus), unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan dan gejala
22
lainnya.7
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.5
Vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang
menerangkan kejadian tersebut, diantaranya:
1. Teori Konfliks Sensoris
Rangsang diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan banjir informasi di
pusat kesimbangan, sehingga meningkatkan kegiatan SSP, koordinasi dan
menjalar ke sekitarnya, terutama saraf otonom, korteks dan timbul sindroma
vertigo.
2. Teori Neural Mismatch
Reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi tidak sesuai
dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri.
Lama kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang
dihadapi sama dengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi.
Makin besar ketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori
maka makin hebat sindroma yang muncul. Makin lama proses sensory
rearrangement maka makin lama pula adaptasi orang tersebut terjadi.
23
3. Keseimbangan Saraf Otonomik
Sindrome terjadi karena ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang
gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf parasimpatis maka
muncul gejala dan bila mengarah ke dominasi saraf simpatis sindrome
menghilang.
4. Teori Neurohumoral
Munculnya sindrome vertigo berawal dari pelepasan Corticotropin releasing
hormon(CRH) dari hipothalamus akibat rangsang gerakan. CRH selanjutnya
meningkatkan aktifitas saraf simpatis di locus coeruleus , hipokampus dan
korteks serebri melalui mekanisme influks calcium. Akibatnya
keseimbangan saraf otonom mengarah ke dominasi saraf simpatis dan
timbul gejala pucat, rasa dingin di kulit, keringat dingin dan vertigo. Bila
dominasi mengarah ke saraf parasimpatis sebagai akibat otoregulasi, maka
muncul gejala mual, muntah dan hipersalivasi. Rangsangan ke locus
coerulus juga berakibat panik. CRH juga dapat meningkatkan stress hormon
lewat jalur hipothalamus-hipofise-adrenalin. Rangsangan ke korteks limbik
menimbulkan gejala ansietas dan atau depresi. Bila sindroma tersebut
berulang akibat rangsangan atau latihan, maka siklus perubahan dominasi
saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga berulang sampai
suatu ketika terjadi perubahan sensitifitas reseptor (hiposensitif) dan jumlah
reseptor (down regulation) serta penurunan influks calsium. Dalam keadaan
ini pasien tersebut telah mengalami adaptasi
5. Teori Rangsangan Berlebihan (Overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
6. Teori Sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Vertigo akan timbul bila terdapat ketidaksesuaian dalam informasi yang
24
oleh susunan aferen disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang
terpenting adalah susunan vestibuler yang secara terus menerus
menyampaikan impuls ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan
adalah susunan optik dan susunan propioseptik yang melibatkan jaras yang
menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei n III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.7
Jaringan saraf yang terlibat dalam proses timbulnya vertigo adalah4 :
1. Reseptor alat keseimbangan tubuh
Berperan dalam mengubah rangsang menjadi bioelektrokimia, terdiri dari
reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di retina dan reseptor
mekanis/ propioseptik di kulit, otot, dan sendi.
2. Saraf aferen berperan dalam proses transmisi
Terdiri dari saraf vestibularis, saraf optikus dan saraf spino-vestibulo-
serebelaris.
3. Pusat keseimbangan
Berperan dalam modulasi, komparasi, koordinasi dan persepsi. Terletak
pada inti vestibularis, serebelum, korteks serebri, hipothalamus, inti
okulomtorius dan formatio retikularis.
Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo perifer
bila lesi pada labirin dan nervus vestibularis sedangkan sentral bila lesi pada
batang otak sampai ke korteks.Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan
muntah), dan pusing.
d. Klasifikasi
a. Vertigo Sentral
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di
batang otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di
batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas misalnya
diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa
25
lemah (Mardjono,2008)
b. Vertigo Perifer
Lamanya vertigo berlangsung :
i. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional
benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala.
Berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda. Paling
sering penyebabnya idiopatik, namun dapat juga akibat
trauma kepala, pembedahan di telinga atau oleh neuronitis
vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang
secara spontan.
ii. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau
vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias
gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo
dan tinitus.
iii. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu
Neuritis vestibular merupakan keluhan yang sering
datang ke unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo
dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah mendadak
dan gejala lain dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu.
Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat dijumpai nistagmus.
Vertigo vestibular menyebabkan nausea dan muntah,
setidaknya pada awalnya, serta kecenderungan untuk jatuh
ke sisi lesi. Nistagmus yang menyertainya menginduksi ilusi
pergerakan lingkungan (0silopsia). Sehingga, pasien
memilih untuk menutup matanya, dan untuk menghindari
iritasi lebih lanjut pada sistem vestibular dengan menjaga
kepala pada posisi yang terfiksasi, dengan telinga yang
26
abnormal terletak dibagian paling atas (Baehr, Frotscher,
2010).
Penyebab perifer Vertigo
o Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
merupakan penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang
terjadi pada usia rata-rata 51 tahun (Mardjono, 2009).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan
oleh pergerakan otolit dalam kanalis semisirkularis pada
telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis
posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat
mengenai kanalis anterior dan horizontal. Otolith
mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang
berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit
distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan
manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala,
infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular
sebelumnya, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun setelah
episode.
o Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang
intermiten diikuti dengan keluhan pendengaran .Gangguan
pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris
pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh
pada telinga. Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15%
pada kasus vertigo otologik.
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi
endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane
27
labirin bersamaan dengan kanalis semisirkularis telinga
dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat
terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau
bakteri telinga atau gangguan metabolic.
o Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual,
ataxia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi
virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau
penurunan pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15%
kasus vertigo otologik.
Tabel Perbedaan Klinis Vertigo Vestibuler dan Vertigo Non Vestibuler
Gejala Vertigo Vestibuler Vertigo Non Vestibuler
Sifat vertigo Rasa berputar (“true Melayang, hilang
vertigo”) keseimbangan
Serangan Episodik Kontinyu
Mual/muntah (+) (-)
Gangguan pendengaran (+) / (-) (-)
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual
Situasi pencetus (-) Orang ramai, lalu lintas
macet
Perbedaan vertigo perifer dan vertigo sentral
Vertigo perifer Vertigo sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derjat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerkan kepala + -
28
Gejala otonom ++ -
Gangguan pendengaran + -
Lesi Sistem vestibular
(telingan dalam, saraf
perifer)
Sistem vertebrobasiler
dan gangguan vaskular
(otak, batang otak,
serebelum)
Penyebab Vertigo posisional
paroksismal jinak
(BPPV), penyakit
maniere, neuronitis
vestibuler, labirintis,
neuroma akustik, trauma
iskemik batang otak,
vertebrobasiler
insufisiensi, neoplasma,
migren basiler
Gejala gangguan SSP Tidak ada diplopia, parestesi,
gangguan sensibilitas
dan fungsi motorik,
disartria, gangguan
serebelar
Masa laten 3 – 40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Diagnosis Vertigo10
1. Anamnesis
a. Karakteristik pusing
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasi berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).
b. Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya:
pada acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun
berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada
awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang
29
setelahnya. Sedangkan pasien mengeluh vertigo yang menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis
c. Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin
lama durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi
lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan
vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular attack.
d. Faktor pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan
posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang
baru pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan
dnegan acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang
mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo
bersamaan dengan migraikkne. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula
perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik
langsung ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang
mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo pada
pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s
(nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising pada frekuensi
tertentu) mengarah kepada penyebab perifer
e. Gejala penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengara, nyeri, mual,
muntah dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis
penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan
pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular
yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior
cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan
dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang
temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan
30
muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere
disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan
lain pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke
vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau
multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala
lain yang berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang
tipikal (throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah,
fotofobia, dan fonofobia. 21-35% pasien dengan migraine mengeluhkan
vertigo.
2. Pemeriksaan fisik
1. Fungsi vestibular atau serebral
a. Test Romberg
Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-
mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Pada
kelainan vestibular hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah dan kemudian kembali
lagi. Pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Pada
kelainan serebelar badan penderita akan bergoyang baik pada
mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem gait
Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau
kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan atau kiri
bergantian. Pada kelainan vestibular perjalanannya akan
menyimpang dan pada kelainan serebelar penderita akan
cenderung jatuh.5
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan
31
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita
akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke
arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan
pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannnya ke atas kemudian
ditrunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibular akan terlihat pennyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.5,7
e. Fukuda test dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di
tempat sebanyak 50 langkah kemudian diukur sudut
penyimpangan kedua kaki, normal sudut penyimpangan tidak
lebih dari 30°.
2. Pemeriksaan Neurotologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di
sentral atau perifer
32
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan
lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau
sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang
dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan
vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap
seperti semula (non-fatigue).7
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya
canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal
paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional
preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus
yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi
perifer di labirin atau N.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.5,7
d. Audiometry
Pemeriksaan audiometric berguna untuk memeriksa jenis dan
33
tingkat keparahan pendengaran dan juga menentukan kira- kira organ
yang berpengaruh terhadap gangguan. Kehilangan Pendengaran dalam
kasus ini adalah jenis sensorineural. Namun, pasien dengan kelaianan
malformasi telinga dalam (yaitu, perbesaran vestibular aqueduct)
mungkin akan mempunyai gejala klinis yang sama.e. BERA
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat
yang bias digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan
pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang
sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP)
atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat
ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai
dari perifer sampai batang otakBERA juga dapat dimanfaatkan untuk
menentukan sumber gangguan pendengaran apakah di koklea atau retro
choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan
apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
a. Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas
maka dapat dilakukan audiometric pada semua pasien meskipun tidak
mengelhkan gangguan pendengaran.
b. Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasien dengan
keluhan dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan
sebab yang jelas.
c. Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah,
funsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1
persen pasien.
d. Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk
34
terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi
struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white
matter, dan kompleks nervus VIII.
Tatalaksana vertigo11
1. Farmakologis
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar
kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan
yang sering digunakan :
a) Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.
Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi
gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa
enek, dan sesekali “rash” di kulit.
- Betahistin Mesylate
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
- Betahistin HCl
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
Dimenhidrinat
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
35
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
Difenhidramin HCl
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg
(1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.
b) Antagonis kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
yang sering digunakan adalah Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine
(Sibelium) yang merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun antagonis
kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti antikolinergik dan
antihistamin.
c) Fenotiazine
Promethazine
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini adalah 4-6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 – 25 mg, 4 kali sehari per oral. Efek samping yang sering
dijumpai adalah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidalis lebih sedikit dibanding obat fenotiazine lainnya.
Khlorpromazine
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut.
Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping
ialah sedasi (mengantuk).
d) Obat simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo
e) Obat penenang minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan
36
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti
mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
Lorazepam: Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
Diazepam : Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg
f) Obat anti kolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin
dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg –
0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.
2. Non Farmakologis
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau
didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang
obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang
ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun
telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan
manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat
secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas
hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-
37
manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping
dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat
terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat
berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari
ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien
tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko
jatuh (Bittar, 2011).
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang
dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya (Bittar, 2011).
Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada
kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang
sakit sebesar 450, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung
dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus
dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan
(Bittar, 2011).
Gambar 1. Manuver Epley (Bittar, 2011).
Manuver Semont
38
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis
kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara
cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3
menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu
pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa
kembali ke posisi duduk lagi (Bittar, 2011).
Gambar 2. Manuver Semont (Bittar, 2011).
Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe
kanal lateral. Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi
supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat,
diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu
kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke
posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-
masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat
dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi (Bittar,
2011).
39
Gambar 3. Manuver Lempert (Bhattacharyya ,2008)
Forced Prolonged Position
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi
lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan
selama 12 jam (Bittar, 2011).
Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah
dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan
pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau
Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan (Bittar, 2011).
Gambar 4. Brandt-Daroff Exercise (Bittar, 2011).
R. DIANOSIS AKHIR
Diagnosis klinik : Pusing berputar, mual, muntah, kaku pada leher
Diagnosis topik : Organ non vestibularis
Diagnosis etiologi : Vertigo Mixed Type e.c Cervicogenik
40
S. TERAPI
Pada pasien ini diberikan terapi :
Infus Asering 20 tpm
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. metylcobalamin 1 x 1 amp
Inj. Ranitidine 2x1
P.O Betahistin 3x2
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Candesartan 2x8 mg
DISKUSI 3
Ondansetron adalah obat untuk mencegah mual dan muntah yang disebabkan
oleh pengobatan kanker (kemoterapi) dan terapi radiasi. Obat ini juga
digunakan untuk mencegah dan mengatasi muntah-muntah usai operasi. Cara
kerja ondansetron adalah dengan memblokir salah satu substansi natural tubuh
(serotonin) yang menyebabkan muntah. Ondansetron tergolong dalam kelas
obat 5-HT3 blockers.
Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang bekerja menghambat
sekresi asam lambung. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi
asam lambung, dengan pemberian ranitidine maka reseptor tersebut akan
dihambat secara selektif dan reversible sehingga sekresi asam lambung
dihambat. Ranitidine diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek
samping dan interaksi obat lain.
Methylcobalamin
Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari
vitamin B12 (cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peranan
penting dalam pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem saraf dan otak.
Betahistine bekerja dengan dua mekanisme. Pertama, obat ini merangsang
reseptor histamin H1 yang terletak pada pembuluh darah di telinga bagian
dalam. Rangsangan ini mengakibatkan terjadinya vasodilatasi lokal dan
41
peningkatan permeabilitas sehingga bisa mengurangi tekanan endolimfatik.
Kedua, sebagai antagonis reseptor histamin H3 yang sangat kuat, obat ini
meningkatkan kadar neurotransmiter histamin, asetilkolin, norepinefrin,
serotonin, dan GABA yang dilepaskan dari ujung saraf. Peningkatan kadar
histmain dapat menyebabkan efek vasodilatasi di telinga bagian dalam
Clobazam merupakan golongan benzodiazepine yang bekerja berdasarkan
potensial inhibisi neuron dengan asam gama- aminobutirat (GABA) sebagai
mediator. Klobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedative, dan
relaksasi otot. Pemberian obat ini diindikasikan untuk mengatasi asietas da
psikoneuroti yang disertai ansietas.
T. PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad bonam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad bonam
Destitution : dubia ad bonam
42
FOLLOW UP
S
O
A
P
Minggu, 21 Juli 2019
Pusing berputar (+) dengan perubahan posisi, mual, muntah, leher
terasa kaku, jika duduk pusing semakin memberat
GCS : E4M6V5
VAS : 7
TD : 210/100 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36 0C
Vertigo mixed type e.c cervicogenik
Inf. Asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. mecobalamin 1 x 1 amp
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Betahistin 3x5 mg
P.O candesartan 1x8 mg
S
Senin, 22 Juli 2019
Pusing berputar (+) dengan perubahan posisi, mual, kaku di leher sudah
berkurang. Masih pusing untuk duduk
43
O
A
P
GCS : E4M6V5
VAS : 5
TD : 130/80 mmHg
N : 83 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 37,6 0C
Vertigo mixed type e.c cervicogenik
Inf. Asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Piracetam 2x3
Inj. mechobalamin 1 x 1 amp
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Betahistin 3x5 mg
P.O candesartan 1x8 mg
S
O
A
P
Selasa, 23 Juli 2019
Pusing berputar sudah berkurang, mual (-), kaku di leher sudah
berkurang. Pasien mendapatkan cervical collar.
GCS : E4M6V5
VAS : 2
TD : 100/80 mmHg
N : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 0C
Vertigo mixed type e.c cervicogenik
Inf. Asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Piracetam 2x3
Inj. mechobalamin 1 x 1 amp
44
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Betahistin 3x2
P.O candesartan 1x8 mg
PROGRAM : Jika Stationer Rabu BLPL
S
O
A
P
Rabu, 24 Juli 2019
Jika duduk lama terasa mual, pusing berputar (-), kaku di leher sudah
berkurang. Pasien mendapatkan cervical collar.
GCS : E4M6V5
VAS : 2
TD : 120/70 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,3 0C
Vertigo mixed type e.c cervicogenik
Inf. Asering 20 tpm
Injeksi piracetam 2 x 3
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. mechobalamin 1 x 1 amp
P.O Clobazame 2x 5 mg
P.O Betahistin 3x2
P.O candesartan 1x8 mg
PROGRAM : Konsul Rehab medik
BLPL
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo - Diagnosis and management in primary
care, BJMP. 2010.
2. Wreaksoatmodjo, 2004. Vertigo : aspek neurologi. Bogor : Cermin Dunia
Kedokteran No. 144.
3. Mardjono, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
4. Joesoef AA., Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, 2003, Makalah
Konas V Perdossi, Bali
5. Keith, Marill, 2001, Central verigo, @ NEUROLOGY\ Neurotoksikologi dan
Vertigo\ eMedicine – Central Vertigo.htm
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. 2012. Jakarta : EGC
7. Perdossi, 2000, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi, Jansen
Pharmaceiuticals
8. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada university Press
9. Soepardi EA, Inskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi 6. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
10. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th edition. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2005.
11. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care, BJMP.
12. Soepardi EA, Iskandar HN. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan
46
Tenggorok Kepala Leher.Edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta : 2007.
47