67
PRESENTASI KASUS “KEJANG PARSIAL GENERALISE SEKUNDER DD STROKE DD SOP“ Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bagian Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA FAKULTAS KEDOKTERAN 1

sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

PRESENTASI KASUS

“KEJANG PARSIAL GENERALISE SEKUNDER DD STROKE DD SOP“

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen

Ilmu Bagian Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc

Disusun Oleh :

Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

PERIODE 14 AGUSTUS – 9 SEPTEMBER 2017

1

Page 2: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. M

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kenangkan, Bergas, Semarang

No CM : 124xxx – 20xx

Tanggal masuk RS : 20 Agustus 2017 jam 18.45, pasien rawat inap di Bangsal

Dahlia.

B. Data Dasar

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis ( anak pasien ) pada tanggal 24 Agustus

2017 pukul 15.30 WIB di bangsal Dahlia.

Keluhan Utama:

Kejang

Keluhan Tambahan :

Mual (+), muntah (+) 1 kali, kelemahan anggota gerak kiri (+).

Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluhan kejang pertama kali terjadi secara tiba-tiba pukul 15.30 WIB (1,5 jam

SMRS). Saat kejang pasien tidak sadarkan diri, kaki dan tangan pasien kaku serta

mata mendelik ke atas. Kejang terjadi sekitar ± 2 menit dan setelah kejang pasien

sadar kembali. Awalnya mata pasien berkedip – kedip cepat lalu tangan dan kaki kiri

kaku dengan pergelangan tangan menekuk, sedangkan tangan kanan seperti mencari

pegangan lalu seluruh tubuh pasien klonjotan.

Sewaktu kejang, pihak keluarga memanggil dokter umum. Oleh dokter

diperiksa keadaan pasien dan di cek tekanan darah juga gula darah sewaktu pasien.

Hasil tekanan darah normal ( pihak keluarga lupa hasilnya ) dan gula darah sewaktu

pasien tinggi 384 mg/dl. Oleh dokter disarankan untuk dibawa ke IGD RSUD

2

Page 3: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Ambarawa. Selama perjalanan pasien kejang berulang >3x. Sesampainya di Bawen

hingga sesampainya di RSUD Ambarawa kejang sudah berhenti.

Saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang selesai pasien kembali sadar.

Pasien sempat mengeluh pusing, mual dan muntah satu kali sebelum kejang. Muntah

berisi cairan dan sisa makanan. Pasien tidak ada riwayat demam sebelum kejang,

tidak ada riwayat infeksi, tidak memiliki keluhan gangguan penglihatan, tidak ada

gejala halusinasi, atau gejala gangguan psikiatri lainnya.

Setelah kejang pasien mengeluhkan kelemahan pada anggota gerak sebelah

kiri. Kelemahan yang diawali dengan kesemutan atau baal pada anggota gerak

disangkal. Kelemahan tidak disertai bicara pelo, mulut perot ataupun pandangan

ganda. Kesemutan atau baal pada anggota gerak kanan disangkal.

Menurut keluarga pasien, pasien terlihat sering melamun dengan pandangan

kosong, sering lupa dan pasien sekarang lebih banyak berdiam diri dan sedih

semenjak di PHK setahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:

1. Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya: disangkal

2. Riwayat trauma sebelumnya : diakui

Bulan Maret 2017 lalu pasien terjatuh saat ingin menggendong cucunya.

3. Riwayat nyeri punggung sebelumnya : disangkal

4. Riwayat kejang demam saat kecil : disangkal

5. Riwayat kejang epilepsy : disangkal

6. Riwayat nyeri kepala kronis : disangkal

7. Riwayat vertigo : disangkal

8. Riwayat penyakit paru : disangkal

9. Riwayat penyakit jantung : diakui

10. Riwayat hipertensi : diakui

11. Riwayat dispepsia : disangkal

12. Riwayat DM : diakui

13. Riwayat stroke : disangkal

14. Riwayat sakit hepatitis : disangkal

15. Riwayat kelemahan anggota gerak sebelumnya : disangkal

16. Riwayat sering mengangkat beban berat : disangkal

17. Riwayat penurunan berat badan : disangkal

3

Page 4: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

18. Riwayat operasi : tahun 1999, operasi benjolan di

bagian sebelah kanan bawah kepala.

19. Riwayat rawat inap : diakui dua kali ( bulan Maret

2017 di ICU RSUD Ambarawa dan tahun 1999)

Bulan Maret 2017, pasien dirawat di ICU RSUD Ambarawa karna dada pasien

merasa berdebar-debar. SMRS pasien merasakan tiba-tiba dadanya merasa

berdebar-debar lalu keluarga memanggil dokter untuk diperiksa. Ketika dilakukan

pemeriksaan, gula darah sewaktu pasien tinggi sehingga disarankan untuk dibawa

ke RSUD Ambarawa. Pasien di rawat inap selama tiga hari.

20. Riwayat alergi : disangkal

21. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan : disangkal

22. Riwayat Keganasan : disangkal

23. Riwayat batuk lama : disangkal

24. Riwayat Sinusitis : disangkal

25. Riwayat Gigi berlubang : disangkal

4

Page 5: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Riwayat Penyakit Keluarga :

1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat diabetes mellitus : disangkal

4. Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat kejang : disangkal

6. Riwayat stroke : disangkal

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi :

Pasien saat ini sehari-hari hanya di rumah, berdiam diri, duduk dan berbaring. Pasien

merupakan seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SD. Setahun yang lalu

pasien terkena PHK dari perusahaanya. Saat masih bekerja pasien aktif dalam berkegiatan

dan kehidupan sosialnya. Namun, setelah terkena PHK pasien lebih banyak berdiam diri,

murung dan tidak banyak bergerak. Kebiasaan makan pasien sehari-hari kurang teratur.

Pasien jarang berolahraga. Pasien tidak merokok, mengkonsumsi alkohol maupun obat-

obatan terlarang.

Anamnesis Sistem :

Sistem serebrospinal : pusing (+),kelemahan anggota gerak kiri (+), pingsan (-)

riwayat vertigo (-)

Sistem kardiovaskular : riwayat hipertensi (+), riwayat penyakit jantung (+)

Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-)

Sistem gastroinstestinal : mual (+), muntah (+), BAB (+) normal tidak ada keluhan

Sistem musculoskeletal : kelemahan anggota gerak kiri (+) pada sisi sebelah kiri

Sistem neurologi : kelemahan anggota gerak kiri(+), kesemutan (-), baal (-)

bicara pelo (-), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga

berdenging (-)

Sistem integument : ruam (-)

Sistem urogenital : BAK (+) normal, tidak ada keluhan

C. Resume Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis. Pasien datang ke IGD

RSUD Ambarawa dengan keluhan kejang lebih dari tiga kali pada ±1,5 jam SMRS.

Kejang terjadi selama ±2 menit, kaki dan tangan pasien kaku serta mata mendelik keatas.

5

Page 6: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Awalnya mata pasien berkedip – kedip cepat lalu tangan dan kaki kiri kaku dengan

pergelangan tangan menekuk, sedangkan tangan kanan seperti mencari pegangan lalu

seluruh tubuh pasien klonjotan. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang selesai

pasien kembali sadar. Pasien sempat mengeluh pusing, mual dan muntah satu kali sebelum

kejang. Muntah berisi cairan dan sisa makanan. Setelah kejang pasien mengeluhkan

kelemahan pada anggota gerak kiri. Kelemahan tidak disertai bicara pelo, mulut perot

ataupun pandangan ganda. Selain itu, pasien juga sering terlihat melamun dengan

pandangan kosong, terkadang tidak nyambung saat diajak berkomunikasi, sering lupa dan

sering berdiam diri semenjak di PHK satu tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat

kejang sebelumnya.

D. DISKUSI I

Dari anamnesa didapatkan seorang perempuan usia 58 tahun dengan keluhan kejang.

Epilepsi secara klinis adalah suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan

epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy

sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang

abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri.

Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan 'self-limited'.

Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala

yang timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia

saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa).1

Kejang didefinisikan sebagai kejadian paroksismal yang diakibatkan oleh aktivitas

sel-sel neuron Sistem Saraf Pusat (SSP) yang abnormal berupa lepasan muatan listrik yang

berlebihan dan hipersinkronisasi.2Aktivitas neuron yang abnormal dapat bersifat parsial

atau fokal, berasal dari daerah spresifik korteks serebri, ataupun umum, melibatkan kedua

hemisfer otak. Perbedaan tersebut dapat memberikan menifestasi klinis yang berbeda,

tergantung bagian otak yang terkena.2

Etiologi Kejang

Kejang dapat berasal dari beberapa faktor diantaranya3:

Gangguan sirkulasi

Infeksi SSP, seperti meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis

Kondisi-kondisi yang menimbulkan kejang kejang demam

6

Page 7: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Gangguan metabolic, seperti hipoglikemia, hiperglikemia, gagal hati, uremia,

hipoksemia

Epilepsi

Space Occupying Pressure (SOP), seperti neoplasma otak, abses otak

Trauma kepala

Perdarahan intrakranial

Gangguan elektrolit, seperti hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia,

hyperkalemia

Intoksikasi alcohol dan obat-obatan

Penyebab kejang secara lebih spesifik dapat diklasifikasikan berdasarkan usia saat

onset kejang pertama kali timbul.2

Gambar 1. Etiologi kejang berdasarkan usia saat onset pertama kejang

7

Page 8: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Patofisiologi Kejang3,4

Dalam sistem saraf pusat terdapat neurotransmiter yang bersifat eksitasi dan inhibisi.

Neurotransmiter eksitasi utama di otak adalah glutamat, sedangkan neurotransmiter inhibisi

utama adalah gamma aminobutyric acid (GABA). Dalam keadaan normal terjadi

keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sehingga potensial membran dipertahankan sebesar

70 mV. Pada keadaan dimana eksitasi meningkat, inhibisi menurun, atau terjadi keduanya,

terjadi depolarisasi (potensial membran menjadi lebih positif). Jika potensial membran

mencapai ambang tertentu, terjadilah lepas muatan listrik.

Dalam sistem eksitasi, glutamat berikatan dengan beberapa reseptor di postsinaps

yaitu reseptor NMDA (NmethylDaspartate) dan non NMDA. Stimulasi berlebihan reseptor

NMDA menyebabkan masuknya Ca2+ dalam jumlah besar. Masuknya Ca2+ dalam jumlah

besar akan membuka kanal kation (kanal K+ dan Cl-) yang akan menyebabkan terjadinya

depolarisasi massif dan terlepasnya muatan listrik yang abnormal.

Selain terganggunya sistem neurotransmitter di otak, kejang juga dapat diakibatkan

oleh terganggunya pompa Na+/K+-ATPase. Potensial membrane setiap neuron dijaga tetap

normal dengan adanya pompa Na+/K+ yang bekerja dengan menggunakan ATP.

Berkurangnya ATP, seperti pada kondisi hipoksemia atau hipoglikemia, dapat mengganggu

kerja pompa Na+/K+-ATPase dan hal tersebut dapat menyembabkan timbulnya depolarisasi

sel.

Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989)1

I. Berhubungan dengan lokasi

A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)

1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes

2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal

3. Primary reading epilepsy

B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)

1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikow's

syndrome)

2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation

3. Epilepsi lobus Temporal/ Frontal/ Parietal/ Ocipital

C. Kriptogenik

II. Umum

A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)

8

Page 9: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

1. Benign neonatal familial convulsions

2. Benign neonatal convulsions

3. Benign myoclonic epilepsy in infancy

4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)

5. Juvenile absence epilepsy

6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening

8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above

9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation

B. Kriptogenik / Simptomatik

1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaamm Krampfe)

2. Lennox-Gastaut syndrome

3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures

4. Epilepsy with myoclonic absence

C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)

1. Dengan etiologi yang Nonspesifik

a. Early myoclonic encephalopathy

b. Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst

c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above

2. Sindroma spesifik

a. Bangkitan epilepsy yang disebabkan oleh penyakit lain

III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum

1. Campuran bangkitan umum dan fokal

a. Isolated seizures atau isolated status epilepticus

b. Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event, due to

factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic hyperglycemia

Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981)1

I. Bangkitan Parsial (fokal)

A. Parsial sederhana

1. Disertai gejala motorik

2. Disertai gejala somato-sensorik

3. Disertai gejala-psikis

4. Disertai gejata autonomik

9

Page 10: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

B. Parsial kompleks

1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa

automatism

2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa automatism

C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder

1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik

2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

II. Bangkitan Umum

A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence

B. Bangkitan Mioklonik

C. Bangkitan Klonik

D. Bangkitan Tonik

E. Bangkitan Tonik-klonik

F. Bangkitan Atonik

III. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan

Laboratorium/ Pemeriksaan Penunjang:1

1. EEG

2. Laboratorium: (atas indikasi)

A. Untuk penapisan dini metabolik

Perlu selalu diperiksa:

1. Kadar glukosa darah

2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium

Atas indikasi

1. Penapisan dini racun/toksik

2. Pemeriksaan serologis

3. Kadar vitamin dan nutrient lainnya

Perlu diperiksa pada sindroma tertentu

1. Asam Amino

2. Asam Organik

3. NH3

4. Enzim Lysosomal

5. Serum laktat

10

Page 11: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

6. Serum piruvat

B. Pada kecurigaan infeksi SSP akut Lumbat Pungsi

Radiologi

1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras

2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI)

3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk

epilepsi

4. Functional Magnetic Resonance Imaging

5. Positron Emission Tomography (PET)

Diagnosis Banding1

1. Bangkitan Psychogenik

2. Gerak lnvolunter (Tics, headnodding, paroxysmalchoreoathethosisl dystonia, benign sleep

myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll.)

3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention

deficit)

4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)

5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma psikotik

akut)

6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)

7. Keadaan episbdik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells, cardiac

arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan

sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan

terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan

oleh harga dan efek samping OAE yang timbul

Antikonvulsan Utama

1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari

2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari

3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari

4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari

11

Page 12: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori:

1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera)

Bila terdapat lesi struktural, seperti :

a. Tumor otak

b. AVM

c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes

Tanpa lesi struktural :

a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)

b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas

c. Riwayat bangkitan simpomatik

d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP e. Status epilepstikus pada awitan

kejang

2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)

Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko

diatas

3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)

a. Kecanduan alkohol

b. Ketergantungan obat obatan

c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia)

d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala

e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT

f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur

Pemilihan OAE berdasarkan Tipe Bangkitan Epilepsi

Tipe Bangkitan OAE Lini Pertama OAE Lini KeduaBangkitan parsial (sederhana atau kompleks)

Fenitoin, karbamasepin (terutama untuk CPS), asam valproat

Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin, phenobarbital, pirimidone

Bangkitan lena Asam valproat, ethosuximide (tidak tersedia di Indonesia)

Acetazolamide, clobazam, clonazepam, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone

Bangkitan mioklonik Asam valproat Clobazam, clonazepam, ethosuximide, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone, piracetam

12

Page 13: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang,

tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997).

Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.

Dalam kasus ini, pasien mengalami kejang parsial dengan generalisasi sekunder.

Salah satu penyebab kejang pada pasien dapat disebabkan oleh adanya proses desak ruang

(space occupying process/SOP). SOP merupakan proses yang meluas atau menempati ruang

dalam otak, yang termasuk diantaranya tumor, hematoma dan abses.

Cranium merupakan suatu tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi oleh

karena itu proses desak ruang tersebut akan meningkatkan tekanan intracranial. Posisi tumor

dalam otak dapat memberi pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan gejala. Contohnya

suatu tumor dapat menekan dan menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau

langsung menekan vena-vena besar menyebabkan peningkatan tekanan intracranial dengan

cepat. Tanda dan gejala akibat proses desak ruang juga tergantung pada terjadinya gangguan

dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh proses desak ruang.

Gangguan neurologis pada tumor intracranial biasanya disebabkan oleh dua faktor

yaitu gangguan fokal yang akan menimbulkan gejala fokal dan gangguan umum yang akan

menimbulkan gejala umum. Gejala umum timbul akibat meningkatnya tekanan intracranial.

Nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering muncul (30-40%) pada pasien

dengan tumor intracranial. Mual dan muntah pada kasus tumor intracranial juga dapat timbul

sebagai akibat dari meningkatnya tekanan intracranial. Gejala fokal timbul akibat adanya

tumor itu sendiri. Tumor pada lokasi yang berbeda akan menimbulkan karakteristik gejala

yang berbeda-beda. Kejang sebagai gejala fokal paling sering terjadi (pada sepertiga pasien)

dengan tumor intracranial.

Setelah kejang, pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri. Keluhan kelemahan

pada anggota gerak ini disebut dengan parese. Parese (kelemahan) merupakan berkurangnya

kekuatan otot sehingga gerak volunter sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan

gerakan yang terbatas. Keluhan pada pasien terjadi pada anggota gerak sisi kiri sehingga

disebut dengan hemiparese sinistra. Hemiparese yang terjadi pada kasus ini dapat disebabkan

oleh adanya

1) Penyakit cerebrovascular yaitu stroke,

2) Bagian dari gejala fokal akibat tumor intracranial, ataupun

3) Kelemahan anggota gerak yang bersifat reversible dan transient setelah serangan

kejang (post-ictal paraese) yang disebut Todd’s Paralysis. Todd’s Paralysis

pertama kali dijelaskan oleh Robert Bentley Todd pada tahun 1854. Todd’s

13

Page 14: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Paralysis (Todd’s Parese/Post-ictal parese/Hemiplegia epileptique) didefinisikan

sebagai kondisi abnormalitas motorik yang terjadi setelah bangkitan kejang dan

dapat bervariasi dari kelemahan (parese) sampai kelumpuhan (paralysis).5

Beberapa literature lain menyebutkan bahwa abnormalitas tidak hanya terjadi

pada fungsi motoric saja namun dapat pula menyebabkan gangguan fungsi

sensorik, otonom, kognitif atau bahkan sampai menyebabkan penurunan

kesadaran.5 Angka kejadian Todd’s Paralysis sangat kecil, yaitu terjadi pada

sekitar 6% dari pasien yang mengalami kejang tonik klonik.5 Durasi Todd’s

Paralysis berkisar antara 30 menit sampai 36 jam dan durasi tersebut tidak

dipengaruhi oleh durasi atau derajat keparahan kejang. Literature lain

menyebutkan bahwa onset parese atau paralysis dapat memanjang terutapa pada

pasien yang memiliki lesi structural, seperti tumor otak atau stroke.

Etiopatogenensis Todd’s Paralysis masih belum jelas, namun ada hipotesis yang

menyebutkan bahwa kelelahan neuronal sebagai akibat dari kondisi hipoksia atau

kurangnya ATP dan/atau adanya proses metabolism yang tidak efisien pada

daerah otak dengan focus kejang ataupun penyakit vascular yang mendasari.5

E. DIAGNOSIS SEMENTARA

a. Klinis : kejang parsial generalise sekunder akut, hemiparese sinistra, mual,

muntah.

b. Topis : intracerebral

c. Etiologi : vascular: Stroke

SOP intracranial

F. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2017 pukul 16.00 WIB

1. Status Generalis

a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan

b. Kesadaran : Compos Mentis/ GCS = E4M6V5= 15

c. TD : 110/70 mmHg

d. Nadi : 88 x/menit, reguler

e. Pernapasan : 21 x/menit, reguler

f. Suhu : 36,4oC

g. BB : 50 kg

14

Page 15: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

h. TB : 155 cm

i. BMI : 20,8 kg/m2

j. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan

k. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),

Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)

OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),

Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)

l. THT : rhinorea (-), otorhea (-)

m. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis

n. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea

ditengah, jejas atau benjolan di leher (-)

o. Thoraks : Cor :

1)Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

2)Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di

ICS 5 linea midclavikula sinistra,

3) Perkusi :

Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea midclavicula

sinistra

4) Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

Depan DextraI: Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal :vocal fremitus kanan = kiriPer: sonorAus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronki (-)

SinistraI: Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal :vocal fremitus kanan = kiriPer: SonorAus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-),ronki(-)

Belakang I: Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal :Stem fremitus kanan = kiriPer: SonorAus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-)

I: Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal :Stem fremitus kanan = kiriPer: SonorAus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-)

o. Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba, nyeri

tekan epigastrik (-)

p. Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

q. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)

15

Page 16: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

2. Status Psikiatrik

a. Cara berpikir : Sulir dinilai

b. Perasaan hati : Sedih

c. Tingkah laku : Wajar, pasien sadar

d. Ingatan : Sulit dinilai

e. Kecerdasan : Sulit dinilai

3. Status Neurologis

a. Sikap : Simetris dan lurus

b. Gerakan abnormal : Tidak ada gerakan abnormal

c. Cara berjalan : Tidak dilakukan

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) : Tidak dilakukan

Item Tes Nilai Maksimal

Nilai

1.ORIENTASISekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5

-

2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar) 5 -

3.REGISTRASISebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang, mawar), tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan.ATENSI DAN KALKULASI

3-

4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)

5 -

MENGINGAT KEMBALI (RECALL) -5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 -

BAHASA -6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, arloji) 2 -7. Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau tetapi ” 3 -8. Pasien diminta melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan tangan kanan,

lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.1 -

9. Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah tangan kiri anda”

1 -

10. Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 -11. Pasien diminta meniru gambar di bawah ini 1 -

Skor Total 30 -Pedoman Skor kognitif global (secara umum): Nilai 24 -30: normalNilai 17-23 : probable gangguan kognitif Nilai 0-16:definite gangguan kognitif

16

Page 17: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

d. Kognitif : Sulit dinilai

e. Rangsang Meningeal : Kaku kuduk : (-), Kernig sign : (-), Brudzinsky I : (-),

Brudzinsky II : (-), Brudzinsky III : (-), Brudzinsky IV : (-)

f. Pemeriksaan Saraf Kranial :

Saraf Kranialis Kanan KiriN.I OlfactoriusHidung TersumbatPolipPenghidu

(-)(-)

Baik

(-)(-)

BaikN. II OptikusDaya PenglihatanLapang PenglihatanNistagmusMelihat Warna

normalnormal

(-)Tidak dilakukan

normalnormal

(-)Tidak dilakukan

N. III OkulomotoriusPtosisGerakan mata ke medialGerakan mata ke atasGerakan mata ke bawahNistagmusEksoftalmusEnoftalmusPupil - Besar

- BentukRefleks terhadap sinar langsung/tidak langsungMelihat ganda

(-)BaikBaikBaik(-)(-)(-)

3mmBulat, isokor, sentral

(+)(-)

(-)BaikBaikBaik(-)(-)(-)

3mmBulat, isokor, sentral

(+)(-)

N.IV TrokhlearisPergerakan mata (ke bawah-lateral)Srabismus konvergenMenggigitMembuka mulut

Baik(-)

NormalNormal

Baik(-)

NormalNormal

N.V TrigeminusSensibilitas mukaReflek korneaTrismus

Normal(+)(-)

Normal(+)(-)

N.VI AbducenGerakan mata ke lateralStrabismus konvergen

Normal(-)

Normal(-)

N.VII FasialisSulcus nasolabialisKedipan mataSudut MulutMengerutkan dahiMenutup mataMeringisMengembungkan pipiDaya Kecap 2/3 anterior

BaikBaikBaik(+)(+)(+)(+)

Tidak dilakukan

BaikBaikBaik(+)(+)(+)(+)

Tidak dilakukanN.VIII VestibulokoklearisKetajaman pendengaranWeberRinne

Tidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukan

Tidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukan

N.IX Glossofaringeus dan N.X VagusDaya kecap 1/3 belakangRefleks MuntahArcus pharynx

Tidak dilakukanTidak dilakukan

Simetris

Tidak dilakukanTidak dilakukan

Simetris

17

Page 18: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Uvula di tengahTersedakSengau

(+)(-)(-)

(+)(-)(-)

N.XI AccecoriusMengangkat bahuMemalingkan kepala

BaikBaik

BaikBaik

N.XII HypoglossusSikap lidahArtikulasiMenjulurkan lidahTremor lidahFasikulasiTrofi otot lidah

Deviasi (-)Baik

Lateralisasi (-)(-)(-)

Eutrofi

Deviasi (-)Baik

Lateralisasi (-)(-)(-)

Eutrofi

f. Badan dan anggota gerak

1) Motorik

Respirasi : simetris dalam keadaan statis dan

dinamis

Bentuk columna verterbralis : Tidak dinilai

Pergerakan columna vertebralis : Tidak dinilai

2) Sensorik kanan kiri

Eksteroseptif

Taktil + +

Nyeri + +

Suhu + +

Propioseptif

Gerak + +

Getar + +

Diskriminatif

Gramestesia + +

Barognosia + +

Topognosia + +

18

Page 19: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Pemeriksaan Motorik

G

N N

K

5/5/

5

4+/4+/

4+

T

n

N N

Tr

Eu Eu

N N

5/5/

5 3/3/3 N N Eu Eu

RF

+ +

RP

_ _

+ + _ _

4) Koordinasi, gait, dan keseimbangan

a) Cara berjalan : Tidak dilakukan

b) Tes Romberg : Tidak dilakukan

c) Tes Romberg dipertajam : Tidak dilakukan

g. Sistem Otonom

1) Miksi : Dalam Batas Normal

2) Defekasi : Dalam Batas Normal

19

Page 20: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 22 Agustus 2017Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

PDW 13,2 10-18 %Kimia KlinikGlukosa Puasa 202 74-105 mg/dLSGOT 15 0-35 U/LSGPT 7 0-35 IU/LUreum 53,2 10-50 mg/dLKreatinin 1,92 0,45-0,75 mg/dlHDLHDL DIRECT 28 37-82 mg/dLLDL – CHOLESTEROL

150,8 <150 mg/dL

ASAM URAT 8,61 2-7 mg/dLCHOLESTROL 208 <200 Dianjurkan

200-239 Risiko Sedang>=240 Risiko Tinggi

mg/dL

TRIGLISERIDA 146 70-140 mg/dLSEROLOGIHbsAg Non Reaktif Non Reaktif -

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanHEMATOLOGIDarah lengkapHemoglobin 9,3 11,7-15,5 g/dlLekosit 13,0 3,6-11,0 RibuEritrosit 3,28 3,8-5,2 JutaHematokrit 27,6 35-47 %Trombosit 553 150-400 RibuMCV 84,1 82-98 fLMCH 28,4 27-32 PgMCHC 33,7 32-37 g/dlRDW 14,7 10-16 %MPV 7,6 7-11 mikro m3Limfosit 0,6 1,0-4,5 10^3/mikroMonosit 0,1 0,2-1,0 10^3/mikroEosinofil 0,1 0,04-0,8 10^3/mikroBasofil 0,0 0-0,2 10^3/mikroNeutrofil 12,3 1,8-7,5 10^3/mikroLimfosit % 4,5 25-40 %Monosit % 0,4 2-8 %Eosinofil % 0,4 2-4 %Basofil % 0,1 0-1 %Neutrofil % 94,6 50-70 %PCT 0,423 0,2-0,5 %

Tanggal 23 Agustus 2017Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Glukosa Sewaktu 263 74-106 mg/dL

Tanggal 24 Agustus 2017Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Glukosa Sewaktu 164 74-106 mg/dL

20

Page 21: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Hasil Pemeriksaan Radiologi

CT Scan kepala dengan kontras

Tanggal 23 Agustus 2017

21

Page 22: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Pemeriksaan MSCT SCAN Kepala dengan kontras

22

Page 23: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Pada lobus frontal kanan, tampak massa hipodens dengan dinding tebal, HU di

central 15 s/d 19 HU pada post kontras i.v tampak gambaran rim enhancement tebal,

irreguler, batas tegas, terukur ±AP 37,2 x LL 26,9 x CC 33,5 mm. Tampak edema

perifocal.

Sulkus kortikalis dan fissure Sylvii kanan tampak lebih sempit dibanding kiri

Tampak lesi hipodens kecil-kecil di white matter lobus frontal kiri dan thalamus

kanan

Ventrikel lateralis kanan kiri, iii dan IV relative lebar. Tampak cavum septum

pellucidum

Tampak midline shifting ke kiri

Sisterna perimesencephali tak menyempit

Pons dan serebellum baik

Kesan : Massa rim enchance tebal irregule di lobus frontal kanan terukur ±AP 37,2 x

LL 26,9 x CC 33.5 mm dengan edema perifocal

DD/High grade astrocytoma

Abscess

Infark lakuner di white matter lobus frontal kiri dan thalamus kanan

Tak tampak perdarahan maupun gambaran peningkatan tekanan intracranial

Atrophy cerebri

H. DISKUSI II

TUMOR OTAK

Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak lebih kurang 10% dari semua

proses neoplasma di seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% berlokasi di ruang

intrakranial dan 20% di ruang kanalis spinalis. Pada umunya penderita tumor

intracranial, laki-laki lebih banyak ditemukan daripada wanita, terkecuali

meningioma. Jenis dan lokasi tumor intracranial berbeda pada anak-anak dan dewasa.

Jenis tersering pada dewasa adalah astrocytoma, sedangkan pada anak-anak adalah

medulloblastoma. Lokasi tersering pada dewasa adalah supratentorial, sedang pada

anak-anak adalah infratentorial. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua

tipe, yaitu:

a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang cenderung

berkembang ditempat-tempat tertentu. Seperti ependimoma yang berlokasi di dekat

23

Page 24: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis, glioblastoma multiforme

kebanyakan ditemukan dilobus parietal, oligodendroma di lobus frontalis dan

spongioblastoma di korpus kalosum atau pons.

b. Tumor sekunder, yaitu tumor yang berasal dari metastasis karsinoma yang berasal

dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan adalah metastasis karsinoma

bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma mammae pada wanita.

Diagnosis tumor intrakranial ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan

pemeriksaan klinis sulit menegakkan diagnosis tumor intrakranial dan membedakan

benigna atau maligna, karena gejala klinis yang ditemukan bukan saja berasal dari

massa tumor yang mendesak jaringan sekitarny, tetapi juga karena adanya gejala-

gejala yang menyesatkan serta komplikasi lainnya ynga membuat gejala klinis yang

rumit, sehingga dengan pemeriksaan klinis hanya mampu sampai taraf diagnosis

dugaan.

Etiologi

Etiologi yang spesifik terjadinya tumor otak, sama seperti tumor lainnya

diseluruh tubuh, sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor etiologi yang

diduga memegang peranan terjadinya tumor otak pada manusia adalah bahan

karsinogen, virus, imunologi, keturunan, sisa-sisa embrionik, radiasi dan trauma

kepala.

Klasifikasi

Tumor intracranial dapat dibagi berdasarkan patologi dan letak dari tumor

tersebut, tatapi secara klinis pembagian menurut letak tumor lebih penting karena

akan memberikan gejala fokal sesuai dengan letak tumor disamping gejala umum

yang biasanya tidak spesifik. Berdasarkan letak tumor, tumor intracranial terbagi atas:

1. Tumor supratentorial

a. Tumor lobus serebri: tumor frontal, tumor parietal, tumor temporal,

tumor oksipital

b. Tumor hemisfer dalam (Deep hemispheric tumors): tumor ventrikel

lateral, tumor sentrum ovale, tumor basal ganglia

c. Tumor garis tengah hemisfer (Midline hemispheric tumors): tumor

korpus kalosum, tumor sella tursika, tumor ventrikel III, tumor pineal.

24

Page 25: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

2. Tumor infratentorial

a. Tumor garis tengah: tumor ventrikel IV, tumor vermis

b. Tumor lobus serebellum

c. Tumor batang otak

d. Tumor ekstraparenkim: tumor cerebellopontin angle, tumor ganglion

gaserri, tumor basis cranii, tumor klivus

Patofisiologi

Tumor intrakranial jinak memiliki efek yang membahayakan karena berkembang

didalam rongga tengkorak yang berdinding kaku. Tumor intrakranial ganas berarti

pertumbuhan yang cepat, diferensiasi yang buruk, selularitas yang bertambah, mitosis,

nekrosis, dan proliferasi vaskular. Namun, metastasis kedaerah ekstrakranial jarang terjadi.

Gangguan neurologik pada tumor intrakranial biasanya disebabkan oleh dua faktor

yaitu gangguan fokal akibat tumor dan gangguan akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau

invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan suplai

darah akibat tekanan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan

suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan

kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.

Peningkatan tekanan intrakranial disebabkan oleh bertambahnya massa dalam

tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahah sirkulasi cairan serebrospinal.

Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak

ruang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan

edema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanisme belum begitu dipahami, tetapi diduga

disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema

akibat kerusakan sawar darah otak, semua menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan

tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateralis ke ruang

subarachnoid menimbulkan hidrosefalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat.

Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi

efektif sehingga tidak berguna bila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi

ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan

cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati

mengakibatkan terjadinya herniasi unkus atau serebelum. Herniasi unkus timbul bila girus

25

Page 26: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui incisura tentorial oleh massa dalam

hemisfer otak. Herniasi menekan mesencephalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan

menekan saraf otak. Kompresi medulla oblongata dan henti napas terjadi dengan cepat.

Perubahan fisiologi lain yang terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial yang cepat

adalah bradikardi progesif, hipertensi sistemik, dan gagal napas.

Gejala Klinis

Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum, gejala lokal

dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor.

a. Gejala Umum

Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses difus dari

tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor jinak.

Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan

ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya

memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal

dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian memberikan gejala

umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan dengan tumor otak, yaitu perubahan

status mental, nyeri kepala, muntah, dan kejang.

Perubahan status mental

Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari, lekas

marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi, bahkan psikosis.3

Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering disampaikan oleh pasien kanker

dengan berbagai bentuk, mulai dari disfungsi memori ringan dan kesulitan

berkonsentrasi hinggga disorientasi, halusinasi, atau letargi.

Nyeri kepala

Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% penderita.

Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah mau

meledak.3 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan episodik, kemudian bertambah

berat, tumpul atau tajam dan juga intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek

samping dari obat kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat

diperberat oleh batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.7 Lokasi

nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di fossa

kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler ipsilateral. Tumor

di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi tumor, di frontal orbita,

temporal atau parietal.

26

Page 27: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Muntah

Muntah ini juga sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan dengan makanan.

Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak didahului oleh mual. Keadaan ini

lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior.

Kejang

Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-15%

penderita tumor otak.7 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala kejang. Kejang

yang timbul pertama kali pada usia dewasa mengindikasikan adanya tumor di otak.

Kejang berkaitan tumor otak ini awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya

kerusakan fokal serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat menjadi kejang

umum yang terutama merupakan manifestasi dari glioblastoma multiforme.3 Kejang

biasanya paroxysmal, akibat defek neurologis pada korteks serebri. Kejang parsial

akibat penekanan area fokal pada otak dan menifestasi pada lokal ekstrimitas tersebut,

sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer serebri.

b. Gejala lokal (localizing signs)

1. Tumor Kortikal

Lobus frontalis

Lobus frontal memiliki berbagai fungsi penting, termasuk fungsi motorik, bahasa,

atensi, fungsi eksekutif, judgment, perencanaan (planning) dan pemecahan masalah

(problem solving). Gejala lokal yang sering timbul akibat tumor di lobus frontalis

adalah sakit kepala yang merupakan gejala dini dan muntah timbul pada tahap lanjut.

Tumor di lobus frontalis daerah prefrontal bisa memberikan gejala gangguan mental

sebelum munculnya gejala lainnya, berupa perubahan perasaan, kepribadian dan

tingkah laku serta penderita merasakan perasaan selalu senang (euforia); jadi

menyerupai gejala psikiatris. Makin besar tumomya, gejala gangguan mental ini

semakin nyata dan kompleks. Afasia motorik (gangguan bicara bahasa berupa

hilangnya kemampuan mengutarakan maksud) bisa terjadi bila tumor mengenai

daerah area Broca yang terletak di belahan kiri belakang. Reflck memegang (grasp

reflex) juga khas untuk tumor di lobus frontalis ini. Pada stadium yang lebih lanjut

bisa terjadi gangguan pembauan (anosmia), gangguan visual, gangguan keseimbangan

dalam berjalan, gangguan bola mata karena kelumpuhan sarafnya serta edema papil.

Tumor di daerah presentral bisa menimbulkan gejala kejang fokal pada sisi

kontralateral. Kelumpuhan motorik timbul bila terjadi destruksi atau penekanan oleh

tumor terhadap jalur kortikospinal.

27

Page 28: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Lobus temporalis

Tumor lobus temporalis bila berada di daerah unkus akan menimbulkan gejala

halusinasi pembauan dan pengecapan (uncinate fits) disertai gerakan gerakan bibir

dan lidah (mengecapngecap). Bila lesinya destruktif akan menimbulkan gangguan

pembauan dan pengecapan walau tidak sampai total. Tumor di lobus temporal bagian

media bisa menimbulkan gejala "seperti pernah mengalami kejadian semacam ini

sebelumnya" (deja vu). Bisa juga terjadi gangguan kesadaran sesaat (misalnya selagi

penderita berjalan kaki) tapi tidak sampai terjatuh. Gangguan emosi berupa rasa

takut/panik bisa juga muncul. Berkurangnya pendengaran bisa terjadi pada tumor

yang mengenai korteks di bagian belakang lobus temporal. Tumor di hemisfer

dominan bagian belakang (area Wcrnicke) menimbulkan gejala afasia sensoris, yaitu

kehilangan kemampuan memahami maksud pembicaraan orang lain. Tumor yang

berkembang lebih lanjut akan melibatkan jalur kortikospinal sehingga menyebabkan

kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral. Bisa juga terjadi herniasi dan menekan

batang otak sehingga menyebabkan gangguan pada beberapa saraf kranial, misalnya

terjadi dilatasi pupil sesisi yang menetap atau menghilangkan reflek kornea.

Lobus parietalis

Tumor di lobus parietalis pada umumnya akan memberikan gejala gangguan sensoris.

Lesi iritatif bisa menimbulkan gejala parestesi (rasa tebal, kesemutan atau seperti

terkena aliran listrik) di satu lokasi, yang kemudian bisa menyebar ke lokasi lainnya.

Lesi destruktif akan menyebabkan hilangnya berbagai bentuk sensasi, tapi jarang

anestesi total. Gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil, astereognosis (tak bisa

mengenali bentuk benda yang ditaruh di tangan) merupakan bentuk-bentuk gejala

yang sering timbul. Tumor yang tumbuh ke arah lebih dalam bisa menimbulkan gejala

hiperestesi, seperti merasakan rangsang yang berlebih padahal rangsang yang

sebenarnya terjadi hanya ringan. Atau bisa juga mengenai jalur optik (radiatio optica)

sehingga timbul gangguan penglihatan sebagian. Tumor pada girus angularis kiri bisa

menimbulkan gejala yang disebut aleksia (kehilangan kemampuan memahami

katakata tertulis). Sedang pada yang kanan menyebabkan gejala berupa gangguan

dalam menyadari adanya sisi sebelah dari tubuh. Setengah kasus pasien dengan

tumor parietal mengalami kejang, yang umumnya berupa tipe motorik atau sensorik

sederhana.

28

Page 29: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Lobus oksipital

Tumor di lobus oksipitalis memberikan gejala awal terutama nyeri kepala Tumor

lobus oksipital memberikan gejala gangguan visual. Defek lapangan pandang yang

paling sering adalah hemianopsia homonim kongruen yang melibatkan makula.

Kejang oksipital fokal umumnya ditandai oleh adanya episode penglihatan kilatan

cahaya, warna-warni, atau bentuk-bentuk pola geometris secara kontralateral. Adanya

gangguan visuospatial terhadap benda bergerak menuju hemiperimeter yang

berlawanan menunjukan adanya kerterlibatan pada pusat penatapan oksipital

(occipital gaze center). Kadang kadang dapat pula terjadi metamorphosia (distorsi

pada bentuk gambaran visual). Lesi di hemisfer dominan bisa menimbulkan gejala

tidak mengenal benda yang dilihat (visual object agnosia) dan kadang-kadang tidak

mengenal warna (agnosia warna), juga tidak mengenal wajah orang lain

(prosopagnosia).

Gambar 2. Defisit neurologfis sesuai dengan lokasi tumor

29

Page 30: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

c. Gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor (False localizing signs)

Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan

fungsi tempat yang didudukinya. Keadaan ini sering sebagai akibat dari peningkatan tekanan

intrakranial. Saat tekanan meningkat pada beberapa kompartemen di otak, tumor mulai

memencarkan jaringan, namun pemencaran ini juga terjadi di tempat yang jauh dari tumor,

keadaan inilah yang memberikan gambaran false localizing signs, yaitu:

Kelumpuhan nervus kranialis, yang sering terkena adalah nervus 6, sebab nervus ini

merupakan nervus yang paling panjang di intrakranial. Hal ini juga terjadi akibat

penekanan ligamentum petrosal akibat peningkatan TIK.

Invasi tumor difus pada lobus frontal atau korpus kalosum menyebabkan ataksia pada

pola jalan (frontal ataxia) yang sukar dibedakan dengan gejala ataxia serebelar. Dismetria

pada anggota gerak yang mengalami kelemahan dan disartria kortikal dapat pula salah

didiagnosis sebagai penyakit serebelar. Nistagmus jarang ditemukan pada tumor frontal

atau kalosal, dan tidak adanya nistagmus pada lesi supratentorial dapat merupakan titik

yang penting untuk membedakannya.

Kompresi pada pedunkulus serebri oleh tepi bebas tentorium serebeli yang sifatnya

kontralateral terhadap hemisfer serebri yang mengalami herniasi (sindroma Kernohan’s

notch) dapat menyebabkan hemiparesis terlokalisir palsu yang bersifat ipsilateral lesi.

Kompresi atau invasi dan status hiperkoagulabilitas yang berhubungan dengan sifat

keganasan atau terapinya dapat menyebabkan infark atau perdarahan yang jauh dari

lokasi tumor. Sebagai contohnya, infark korteks oksipital yang dapat terjadi akibat

kompresi arteri serebral posterior selama herniasi transtentorial.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor

intrakranial yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari

anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita, misalnya ada

tidaknya nyeri kepala, muntah, dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik

mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.

Pemeriksaan Penunjang

Setelah diagnosis klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk

memperkuat diagnosis dan mengetahui letak tumor. Bagi seorang ahli bedah saraf dalam

menegakkan diagnosis tumor intrakranial adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor,

karakteristik, lokasi, batas, hubungannya dengan system ventrikel, dan hubungannya dengan

struktur vital otak, misalnya sirkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu juga diperlukan

30

Page 31: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

pemeriksaan radiologi canggih yang invasif maupun non invasif. Pemeriksaan non invasif

mencakup CT scan dan MRI, bila perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-batas

tumor. CT scan dan MRI memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur

investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda

penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-

gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.

Pemeriksaan invasif seperti angiografi serebral dapat memberikan gambaran sistem

peredaran darah tumor dan hubungannya dengan sistem pembuluh darah sirkulus willisi.

Selain itu, dapat mengetahui hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus duramater.

Foto polos dada dan pemeriksaan lainnya juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah

tumor berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun

multiple pada otak.

Study Imaging

Gambar 3. CT Scan Low-grade Astrocytoma dan karakteristiknya

Gambar 4. MRI Low-grade Astrocytoma pada lobus temporalis kanan

31

Page 32: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Gambar 5. CT Scan Glioblastoma (Malignant Astrocytoma) dan karakteristiknya

Gambar 6. MRI potongan koronal Glioblastoma (Malignant Astrocytoma)

menunjukkan massa heterogen pada lobus temporal dextra yang menekan ventrikel III

dan lateral.

Gambar 7. Meningioma dan karakteristiknya

32

Page 33: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Gambar 8. MRI potongan koronal Meningioma

Gambar 9. Ependymoma dan karakteristiknya

Gambar 10. Oligodendroglioma dan karakteristiknya

33

Page 34: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Gambar 11. Oligodendroglioma (A) CT Scan tanpa kontras (B) MRI pada lobus

temporalis kiri

Gambar 12. Metastasis tumor otak dan karakteristiknya

Terapi

Penatalaksanaan pasien dengan tumor intrakranial meliputi:

a. Simptomatik

Antikonvulsi

Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien dengan tumor

otak.

Steroid

34

Page 35: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran radiologi

memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat digunakan dengan

keuntungan yang signifikan. Rasa tidak menyenangkan pada pasien akan dikurangi

dan kadang-kadang juga berbahaya, gejala dan tanda status intrakranial ini akan lebih

aman bila intervensi bedah saraf akan diambil. Steroid secara langsung dapat

mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung

terhadap tumor. Dosis deksametason 12 mg intravena diikuti 4 mg. q.i.d. sering

mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam. Setelah beberapa

hari pengobatan, dosis dikurangi bertahap untuk menekan risiko efek samping yang

tidak diharapkan.

b. Etiologik (pembedahan)

Complete removal

Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak mempan dengan terapi medis, neuroma

akustik dan beberapa metastase padat di berbagai regio otak dapat diangkat total.

Terkadang, operasi berlangsung lama dan sulit jika tumor jinak tersebut relatif sulit

dijangkau.

Partial removal

Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan operasi radical

debulking. Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat secara keseluruhan karena

posisi tumor atau psikis pasien.

c. Radioterapi

Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar 5000-

6000 rad tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi hiperfraksi ini

didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan subletal

dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika

dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.

Efek radioterapi tergantung dosis total dan durasi pengobatan. Harus terdapat

keseimbangan terhadap risiko pada struktur normal sekitar. Umumnya, makin cepat sel

membelah, makin besar sensitivitasnya. Radioterapi terutama bernilai pada pengelolaan

tumor ganas, seperti astrositoma maligna, metastasis, medulloblastoma, dan germinoma.

Namun juga berperan penting pada beberapa tumor jinak, seperti adenoma pituitary dan

kraniofaringioma. Karena beberapa tumor menyebar melalui jalur cairan serebrospinal

seperti medulloblastoma, iradiasi seluruh aksis neural dapat menekan risiko terjadinya

rekurensi dalam selang waktu singkat.

35

Page 36: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

d. Kemoterapi

Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap

diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu

seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi

tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif.

Obat kemoterapeutik ideal adalah membunuh sel tumor secara selektif, namun respon

sel tumor berkaitan langsung dengan dosis. Tidak dapat dihindarkan bahwa dosis tinggi

menyebabkan toksisitas pada sum-sum tulang. Dalam praktek, dosis yang tidak adekuat dapat

menimbulkan depresi sum-sum tulang seperti leukopenia.

e. Imunoterapi

Imunoterapi dengan menggunakan teknik produksi antibodi monoklonal memberi

harapan yang lebih baik dalam mengatasi tumor ganas, walau pengangkutan dan lokasinya

masih merupakan masalah. Antibodi monoklonal berperan sebagai karier, yang membawa

obat sitotoksik, toksin atau radionuklida langsung ke daerah tumor. Antibodi monoklonal

dapat mengidentifikasi antigen yang terdapat pada sel tumor.

Terapi Low-grade Astrocytoma

Pengobatan low-grade astrocytoma rumit dan kontroversial. Pengobatan yang dianjurkan

adalah operasi dan radioterapi, tetapi masalah utamanya adalah waktu. Secara optimal,

pengobatan low-grade astrocytoma akan: (1) memperbaiki gejala saat ini, dan (2)

memperlambat atau mencegah transformasi ke arah high-grade neoplasma.

Terapi operatif

Tidak studi yang menilai efektivitas terapi operatif pada pasien dengan low-grade

astrocytoma. Studi retrospektif memberikan hasil yang imbang. Beberapa jelas

menunjukkan bahwa eksisi total dapat meningkatkan kelangsungan hidup, sedangkan

penelitian lain gagal untuk menunjukkan hubungan ini.

Radioterapi

Radioterapi fokal dikatakan merupakan terapi andalan untuk mengobati astrocytoma.

Namun, pada praktiknya pasien low-grade astrocytoma dengan kejang yang dapat

terkontrol dengan antikonvulsan, apabila tidak terdapat deficit neurologis dan disertai

dengan pengawasan tumor dengan pemeriksaan imaging serial, pelaksanaan

radioterapi dapat ditunda. Alasan utama penundaan pelaksanaan radioterapi adalah

adanya potensi pada pasien yang menerima radioterapi untuk mengalami

neurotoksisitas yang signifikan sebagai efek samping dari pemberian radioterapi.

36

Page 37: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Selain itu, adanya pendapat yang menyatakan bahwa pemberian radioterapi dapat

menyebabkan disfungsi kognitif pada pasiennya, namun hal ini masih kontroversial.

Untuk saat ini, bukti tentang pentingnya dari intervensi langsung sangat

kurang sehingga banyak klinisi yang menerapkan watch and wait pada pasiennya

sebagai terapi.

Watch and wait

Yang dimaksud dengan watch and wait adalah pendekatan yang dilakukan dengan

memonitor secara ketat kondisi pasien tanpa memberikan terapi apapun sampai

terdapat perburukan gejala, atau adanya perubahan hasil pemeriksaan imaging. Wacth

and wait diindikasikan untuk (1) tumor otak jenis low-grade glioma (astrocytoma

grade 1 atau grade 2, oligodendroglioma) dan meningioma grade 1. Langkah watch

and wait dipilih karena pada tumor jenis tersebut biasanya tumbuh secara lambat,

jarang menyebar dan tidak menimbulkan atau hanya menimbulkan sedikit gejala

selama beberapa tahun; (2) pada kasus tumor otak dengan lokasi yang sulit untuk

dilakukan operasi. Pada kasus tersebut, upaya operasi akan memberikan risiko yang

lebih besar dan lebih berbahaya daripada tidak melakukan apapun.

Dengan berkembangnya fasilitas imaging saat ini, memudahkan dilakukannya watch

and wait. Watch and wait terutama dilakukan dengan menggunakan MRI karena

memiliki akurasi tinggi terhadap ukuran dan gambaran tumor serta dapat dilakukan

berulang-ulang tanpa harus terpajan radiasi yang berulang. Watch and wait dilakukan

dengan melakukan check-up/scan regular setiap 3,6 atau 12 bulan. Terapi intervensi

hanya akan dilakukan atau dipertimbangkan jika (1) terdapat peningkatan berarti dari

ukuran tumor, (2) adanya perburukan gejala yang mempengaruhi kehidupan sehari-

hari, (3) tumor berubah menjadi jenis high-grade.

Prognosis

Tumor intrakranial tergantung pada jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di negara-

negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan

dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % dan angka

ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40 %. Terapi tumor intrakranial di Indonesia secara

umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada

beberapa rumah sakit di Jakarta.

Tumor otak umumnya memberikan prognosis yang jelek. Tabel berikut

memperlihatkan kesimpulan akhir untuk pasien dengan beberapa keganasan pada otak

37

Page 38: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

yang sering dijumpai.

I. RESUME

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15

(E4M6V5), Tekanan darah : 110/70mmHg, Nadi : 88x/menit, RR: 21 x/menit, Suhu:

36,4 oC. Berdasarkan pemeriksaan status neurologis didapatkan adanya hemiparese

sinistra. Hasil pemeriksaan laboratorium antara lain anemia normositik, suspek infeksi

bakteri, diabetes mellitus, dislipidemia, uremia, suspek ginjal. Pada pemeriksaan CT

Scan kepala dengan kontras didapatkan gambaran Massa rim enchance tebal irregule

di lous frontal kanan terukur ±AP 37,2 x LL 26,9 x CC 33.5 mm dengan edema

perifocal dengan diagnosis banding High grade astrocytoma, abscess. Infark lakuner

di white matter lobus frontal kiri dan thalamus kanan. Tak tampak perdarahan

maupun gambaran peningkatan tekanan intracranial Atrophy cerebri

J. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : kejang parsial generalise sekunder akut, hemiparese

sinistra, mual, muntah.

Diagnosis Topis : Intracranial

Diagnosis Etiologi : SOP : intrakranial

Hasil CT Scan : astrocytoma dd abses cerebri

K. DISKUSI III

Pada kasus ini pasien perempuan usia 58 tahun di diagnosa awal dengan

38

Page 39: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Kejang Parsial Sekunder Generalize dd SOP dd Stroke berdasarkan hasil anamnesis

yang telah dilakukan secara allo- dan autoanamnesis. Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan fisik mulai dari vital sign sampai dengan Head to Toe. Pada

pemeriksaan kekuatan motorik, sensorik dan reflek fisiologis serta pemeriksaan

psikiatrik didapatkan hasil hemiparese sinistra. Menurut literatur, CT Scan kepala

merupakan salah satu alat diagnostic tumor intracranial yang aman dan tidak invasive.

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain MRI,

arteriografi dan EEG.

Planning

MRI

Pemeriksaan patologi anatomi

Terapi :

Non Medika Mentosa :

IVFD Asering 20 Tpm

Fisioterapi rutin

Mobilisasi bertahap

Medikamentosa :

Inj. Citicolin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Dexametason 4x1

Inj. Meticobalamin 1x1

Inj. Ondansetron 3x1

Feniton 2x1

39

Page 40: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Edukasi :

a) Minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur.

b) Menjalani fisioterapi secara rutin sesuai jadwal.

c) Edukasi keluarga.

Monitoring :

a) Keadaan umum

b) GCS

c) Tanda vital

d) Defisit neurologis

e) Pemeriksaan penunjang

Prognosis

Death : Dubia

Disease : Dubia

Dissability : Dubia

Discomfort : Dubia

Dissatisfaction : Dubia

Distutition : Dubia

PENATALAKSAAN

Terapi Konservatif dan Simptomatik

Tujuan terapi konservatif dan simptomatik adalah mengurangi gejala yang terjadi saat ini

sebagai akibat dari adanya massa tumor dan meningkatnya tekanan intracranial.

1. Dexamethasone

Kortikosteroid dapat meringankan gejala tumor otak secara cepat dengan

mekanisme mengurangi edema peritumor dan menurunkan tekanan intracranial (TIK).

Obat standar yang digunakan adalah dexamethasone, merupakan steroid jenis

glukokortikoid sintetis yang memiliki efek anti inflamasi yang sangat kuat. Obat ini

20 – 30 kali lebih kuat daripada hidrokortison dan 5-7 kali lebih kuat daripada

prednisone. Dexamethasone bekerja dengan menekan migrasi neutrophil, mengurangi

produksi prostaglandin dan menyebabkan dilatasi kapiler sehingga akan mengurangi

respon tubuh terhadap peradangan (inflamasi).

2. Phenitoin

40

Page 41: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Phenitoin dapat menjadi obat pilihan untuk hampir semua jenis kejang.  Fenitoin

berefek antikonvulsan tanpa menyebabkan depresi umum susunan saraf pusat. Sifat

antikonvulsan fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus

ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada

saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem

konduksi di jantung. Fenitoin juga mempengaruhi perpindah anion melintasi

membran sel; dalam hal ini, khususnya dengan menggiatkan pompa

Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih

secara sempurna. Gejala aura sensorik dan gejala prodromal lainnya tidak dapat

dihilangkan secara sempurna oleh fenitoin

3. Citicolin

Citicolin merupakan prekusor phospholipid yang bekerja menghambat

deposisi beta amyloid di otak, membentuk acetylcoline sehingga mneingkatkan

neurotransmitter norepinefrin, dopamine, dan serotonin serta menghambat aktivitas

fosfolipase dan sfingomielinase dan memberikan efek neuriproteksi. Bioavailabilitas

hamper 90% (per oral) dihidrolisis di dalam usus dan siap diserap dalam bentuk

choline dan cyctidine dan kembali dibentuk menjadi citicolin. Citicolin akan

didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh termasuk sel otak.

4. Ranitidin

Antagonis respetor H2 yang bekerja menghambat sekresi asam lambung. Pada

pemberian im/iv kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50%

perangsangan sekresi asam lambung adalah 36094 mg/ml. kadar tersebut bertahan

selama 6-8 jam. Ranitidine diabsorbsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi

puncak plasma dicapai 2-3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. absorpsi tidak

dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2,5 – 3jam pada

pemberian oral dan disekresi melalui urin.

5. Meticobalamin

Berfungsi untuk memfasilitasi proses metilasi t-RNA yang merupakan proses

pening dalam sintesis protein dan perubahan homosistein menjadi metionin. Sehingga

dapat meningkatkan penyembuhan pada kelemahan otot dan menunjukkan efek

perbaikan kerusakan jaringan saraf. Mecobalamin diperlukan untuk kerja normal sel

saraf.

6. Ondansetron

41

Page 42: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

Obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah. Obat

golongan antiemetik.

Prognosis

Pasien dengan low-grade astrocytoma bertahan hidup rata-rata 5 tahun. Kisaran

survival rate sangat luas, dengan beberapa pasien mengalah dalam waktu satu tahun dan lain-

lain yang masih hidup satu dekade atau lebih. Sebagian besar meninggal karena tumor yang

telah ditransformasikan ke kelas yang lebih tinggi.

Pencegahan

Faktor genetic tidak dapat dicegah dan dihindari, tetapi perubahan gaya hidup dapat

membantu mencegah berkembangnya penyakit ini. Pencegahan dapat dilakukan dengan

memodifikasi faktor risiko meliputi mengatur pola makan, konsumsi makanan yang sehat,

olahraga teratur.

42

Page 43: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

FOLLOW UPTanggal S O A P Keterangan

Senin, 21 Agustus

2017

I

Kelemahan pada anggota gerak sebelah

kiri (+)

TD : 110/70 mmHgN : 82x/menit

RR : 20x/menitS : 36oC

Kesadaran : CM

M :5/5/5 4/4/15/5/5 1/1/1

S :N NN N

Kejang Parsial Sekunder

Generalize dd SOP dd Stroke

I

Hemiparesis sinistra

Inj. Citicolin 2x500

Ranitidin 2x1Dexametason

4x1Meticobalamin

1x1Ondansetron

3x1

PO: Feniton 2x1

Saran : Kalau perlu NGT

Selasa, 22 Agustus

2017

II

Kelemahan pada anggota gerak sebelah

kiri (+)Mual (+)

Muntah (-)Pusing (+)Kejang (-)

TD : 120/70 mmHgN : 80x/menit

RR : 20x/menitS : 36oC

Kesadaran : CM

M :5/5/5 4/4/15/5/5 1/1/1

S :N NN N

Kejang Parsial Sekunder

Generalize dd SOP dd Stroke

II

Hemiparesis sinistra

Inj. Citicolin 2x500

Ranitidin 2x1Dexametason

4x1Meticobalamin

1x1Ondansetron

3x1

PO: Feniton 2x1

Terapi LanjutCT Scan dengan

kontras

Rabu, 23 Agustus

2017

III

Kelemahan pada anggota gerak sebelah

kiri (+)Mual (+)

Muntah (-)Pusing (+)Kejang (-)

TD : 110/70 mmHgN : 85x/menit

RR : 20x/menitS : 37oC

Kesadaran : CM

M :5/5/5 4/4/45/5/5 2/2/2

S :N NN N

Kejang Parsial Sekunder

generalize dd SOP dd Stroke

III

Hemiparesis sinistra

Inj. Citicolin 2x500

Ranitidin 2x1Dexametason

4x1Meticobalamin

1x1Ondansetron

3x1

PO: Feniton 2x1

Tunggu hasil CT Scan

Kamis, 24 Agustus

2017

IV

Kelemahan pada anggota gerak sebelah

kiri sudah berkurang (+)

Mual (-)Muntah (-)Pusing (-)Kejang (-)

TD : 110/70 mmHgN : 60x/menit

RR : 20x/menitS : 36,2oC

Kesadaran : CM

M :5/5/5 4+/4+/4+5/5/5 3/3/3

S :N NN N

Kejang Parsial Sekunder

generalize dd SOP dd Stroke

IV

Hemiparesis sinistra

Inj. Citicolin 2x500

Ranitidin 2x1Dexametason

4x1Meticobalamin

1x1Ondansetron

3x1

PO: Feniton 2x1

Hasil CT Scan sudah keluar :

Astrocytoma dd Abses cerebri

Saraf lepas Raber

PO :Brainact 2x500Dexametasone

3x2 tabRanitidin 2x1Ikapten 2x100

43

Page 44: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

LAMPIRAN

44

Page 45: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

45

Page 46: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

46

Page 47: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewNurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Priscillia Fatma Tiara Gunardi H2A013059 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN

DAFTAR PUSTAKA

1. SPM Neurologi2. Hauser, S.L. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine 17th edition. 2010. San Fransisco: McGraw- Hill.3. Basuki, A., Dian, S. Neurology in daily practice. 2010. Bandung: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Universitas Padjajaran.4. Silbernagl, S. Lang, F. Color Atlas of Pathophysiology. 2000. Thieme.5. Degirmenci, Y. Kececi, H. Prolonged Todd Paralysis: A Rare Case of Post-ictal Motor Phenomenon. Journal of Neurology and Neuroscience. Vol.7, no.3. 2016.

47