65
LAPORAN KASUS “STROKE HEMORAGIC” Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bagian Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Ahmad Azizan Hakim H2A013034 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA 1

sarafambarawa.files.wordpress.com  · Web viewLAPORAN KASUS “STROKE HEMORAGIC” Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bagian Saraf

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUS

“STROKE HEMORAGIC”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di

Departemen Ilmu Bagian Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc

Disusun Oleh :

Ahmad Azizan Hakim H2A013034

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

1

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. J

Umur : 64 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jurangan Rt 3 Rw 7 Bedono Jambu Jambu Kab.

Semarang

No CM : 150xxx-20xx

Tanggal masuk RS : 08 Juli 2018, Pukul 21:00, Pasien Rawat Inap di

Anyelir

B. DATA DASAR

Diperoleh dari anak pasien ( Aloanamnesis ) dan Autoanamnesis, dilakukan pada

tanggal 09 Juli 2018, pukul 14.00 di ruang Anyelir

C. KELUHAN UTAMA:

Kelemahan anggota gerak kiri

D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

Pasien datang ke RSUD Ambarawa dengan keluhan kelemahan anggota gerak

kiri, 3 jam SMRS pasien tiba- tiba pasien merasa anggota gerak kiri terasa lemah

setelah keluar dari kamar mandi, ketika di kamar mandi pasien sedang

mengambil air wudlu. Keluhan pasien bertambah lemah, pasien di temukan

keluarga berbaring lemah di tempat tidur. Selanjutnya, Keluarga membawa

pasien dibawa RSUD Ambarawa, selama perjalanan ke RSUD Ambarawa pasien

muntah berupa makanan sebanyak 5 kali. Pasien masih dapat diajak komunikasi

dengan baik, tetapi bicara sudah pelo, bibir merot serta anggota gerak kiri terasa

2

bertambah lemah dan sangat sulit untuk digerakkan. Ketika di RSUD amabrawa

pasien di periksa di dapatkan TD 194/140 mmHg. 1 hari setelah pasien dirawat,

pasein dilakukan CT Scan. Pasien juga mengeluh nyeri kepala yang berdenyut di

seluruh kepala, terus menerus. Buang air besar dan buang air kecil normal,

lancar.

E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

1. Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya : disangkal

2. Riwayat Hipertensi : diakui , tidak terkontrol

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat Kolesterol darah yang tinggi : disangkal

5. Riwayat Asam urat yang tinggi : disangkal

F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

1. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama : disangkal

2. Riwayat DM : disangkal

3. Riwayat Hipertensi : disangkal

G. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIALEKONOMI:

1. Riwayat merokok : disangkal

2. Riwayat peminum alkohol : disangkal

3. Pasien hampir tidak pernah berolahraga

H. ANAMNESIS SISTEM :

Sistem cerebrospinal : Bicara pelo, nyeri kepala dan muntah

Sistem kardiovascular : Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol

Sistem respiratorius : Tidak ada keluhan

Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan

Sistem neuromuskuler : Kelemahan anggota gerak kiri

Sistem urogenital : Tidak ada keluhan

Sistem integumen : Tidak ada keluhan

I. RESUME ANAMNESIS

3

Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dan autoanamnesis. Pasien

perempuan, 64 tahun datang ke RSUD Ambarawa dengan keluhan kelemahan

anggota gerak kiri, pelo, nyeri kepala, muntah. 1 hari setelah pasien

dirawat,pasien dibawake RS salatiga untuk dilakukan CT scan.

Pasien memiliki riwayat Hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien hampir

tidak pernah berolahraga.

J. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinik : Kelemahan anggota gerak kiri, bicara pelo, ceplagia,

nausea, vomitus

Diagnosis topis : Hemisphere dextra

Diagnosis etiologi : Cerebrovaskuler dd Stroke hemoragic dd stroke infark

Infeksi

Neoplasma

K. DISKUSI PERTAMA

Hasil anamnesis pasien didapatkan adanya suatu kelemahan pada anggota

gerak bagian kiri. Kelemahan yang terjadi pada pasien hanya satu sisi yang

terjadi tiba tiba dan menetap. Kelainan tersebut disebut paresis. Pada pasien ini

terjadi paresis pada satu sisi anggota gerak tangan dan kaki yaitu sebelah kiri

sehingga disebut hemiparesis sinistra. Hemiparese yang terjadi pada pasien ini

timbul dengan onset mendadak, dengan disertai tanda – tanda peningkatan

tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, muntah.

Defisit neurologis yang terjadi mengenai satu sisi anggota gerak tubuh pasien,

hal ini mengarahkan pada kemungkinan lesi vaskular serebral yang terjadi adalah

pada sisi kontralateralnya, yaitu di hemisfer dextra mengingat adanya

penyilangan saraf motorik di batang otak. Defisit ini terjadi bukan akibat trauma

ataupun infeksi, dan cenderung mengarah akibat lesi vaskular karena stroke dari

onsetnya yang mendadak. Selain itu, diketahui bahwa terdapat dua jenis faktor

resiko stroke, yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang

tidak dapat di modifikasi adalah usia, jenis kelamin, herediter, dan ras.

4

Sementara, faktor yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, penyakit jantung,

diabetes mellitus, alkohol, hyperlipidemia, obesitas, kurang olahraga, stress, gaya

hidup, rokok. Pasien ini memiliki beberapa faktor risiko yang mendukung

terhadap terjadinya stroke, yaitu usia, gaya hidup dari kurang berolahraga dan

riwayat hipertensi tidak terkontrol.

Seiring dengan bertambahnya usia, mulai terjadi proses degenerasi atau

penurunan fungsi sel – sel tubuh yang dapat diakibatkan oleh proses apoptosis

sel. Keadaan hipertensi membuat keadaan disfungsi endotel progresif sehingga

pembuluh darah dapat mengalami aneurisma dan rentan ruptur juga. Keadaan

hipertensi juga dapat mengganggu perfusi jaringan, termasuk jaringan di otak,

akibat adanya vasokonstriksi, sehingga mudah mengalami iskemi. Defisit

neurologis lainnya pada pasien adalah bicara pelo yang terjadi tiba – tiba

bersamaan dengan kelemahan anggota gerak, namun masih dapat berkomunikasi

dengan pasien.

Gejala klinis didukung faktor risiko yang ada pada pasien mengarahkan pada

keadaan stroke hemoragik. Namun untuk mendiagnosis stroke dengan lebih tepat

diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu CT Scan.

STROKE

1. Definisi Stroke

Definisi Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan

suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan

gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau

dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1

2. Epidemiologi Stroke

Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering setelah

penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat. Angka kematiannya mencapai

160.000 per tahun dan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar US setahun. Insiden

bervariasi 1,5-4 per 1000 populasi. Selain penyebab utama kematian juga

5

merupakan penyebab utama kecacatan. Dahulu memang penyakit ini di derita oleh

orang tua terutama yang berusia 60 tahun keatas, karena usia juga merupakan

salah satu faktor risiko penyakit jantung dan stroke. Namun sekarang ini ada

kecenderungan diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini bisa terjadi

karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada orang muda perkotaan

modern. Sekitar 28,5% penderita stroke di Indonesia meninggal dunia. Penelitian

menunjukkan, stroke menyerang pria 30% lebih tinggi daripada wanita dan setiap

tahun di Amerika Serikat ada sekitar 15 ribu pria di bawah usia 45 tahun yang

terkena stroke.1,2

3. Klasifikas Stroke

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke

iskemik maupun stroke hemorragik.3

a. Stroke iskemik

Stroke ikemik adalah keadaan penderita dengan gangguan neurologik fokal yang

mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak. Aliran

darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada

dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu

pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%

mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur

6

pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua

arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan

cabang dari lengkung aorta jantung.

Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri

karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.

Emboli atau sumbatan bekuan darah yang berasal dari tempat lain yang paling

sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan

penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama

fibrilasi atrium).

Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit

pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

Macam – macam stroke iskemik berdasarkan perjalanan klinis4 :

TIA (Transient Ischemic Attack)

Adalah episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan

setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24

jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa

depan.

RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)

Progressive Stroke/ Stroke in Evolution

Perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Kondisi stroke di

mana defisit neurologisnya terus bertambah berat.

Completed Stroke

Gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan.

Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan

kemudiannya dapat membaik/menetap.

b. Stroke hemorragik

Stroke hemoragik / perdarahan yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang

disebabkan kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan

7

pendarahan pada area tersebut.

Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.

Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid

(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi

otak).

Penentuan terapi stroke saat ini berdasarkan jenis patologi stroke iskemik atau

perdarahan. Diagnosis baku emas (gold standard) dengan menggunakan CT Scan

atau MRI yang jumlahnya masih sangat terbatas di Indonesia.

Ada beberapa sistem skoring yang dapat dipakai untuk membantu dokter

membedakan antara stroke iskemik atau stroke hemorhagik. Yang cukup banyak

dipakai adalah Siriraj Score yang pertama kali dikembangkan di Thailand. Kolapo,

dkk di Nigeria membandingkan skor siriraj dgn CT-Scan. Sensitivitas (Sn) dan

spesifisitas (Sp) berkisar antara 71-82%.

4. Faktor Risiko

Berikut adalah faktor risiko stroke yang dapat dirubah atau

dikendalikan5:

Tekanan darah tinggi

Diabetes mellitus

Kadar lemak (kolesterol) darah yang tinggi

Kegemukan (obesitas)

Kadar asam urat yang tinggi

Stress

Merokok

Alkohol

Pola hidup tidak sehat

Berikut adalah faktor risiko tidak bisa dirubah atau dikendalikan:

Usia tua

Jenis kelamin

8

Ras

Pernah menderita stroke

Kecenderungan stroke pada keluarga (faktor keturunan/genetik)

Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh darah otak di

mana stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak-anak dan atau remaja).

5. Patofisiologi

Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat disebabkan

trombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat

penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering adalah

aterosklerosis. Gejala biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan

sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal. Emboli bukan

biasanya bersumber dari arteri besar atau jantung seperti aorta, arteri karotis, atau

arteri vertebralis. Gejalanya biasanya langsung memberat atau hanya sesaat untuk

kemudia menghilang lagi seketika saat emboli terlepas kearah distal pada TIA.6

Stroke hemoragik disebabkan oleh ruptur arteri, baik intraserebral maupun

subarachnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering, dimana

dinding pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat hipertensi kronik robek.

Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan intrakranial / TIK.

Perdarahan subarachnoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau malformasi

arteri vena yang perdarahannya masuk ke subarachnoid sehingga menyebabkan

cairan cerebrospinal (CSS) terisi oleh darah. Darah didalam CSS akan

menyebabkan vasospasme dan menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang

mendadak.6

6. Gejala Klinis

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan

menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).

Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari

9

akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).

Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode

stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi

beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak

yang terkena.7

Gangguan pada pembuluh darah karotis :

1. Arteria serebri media

Gangguan rasa (hipestesia) didaerah muka/ wajah kontralateral atau disertai

hipestesia di lengan dan tungkai sesisi

Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai dari tingkat ringan sampai

kelumpuhan total.

Gangguan untuk berbicara baik beruba sulit mengeluarkan kata-kata (afasia

motorik) atau sulit mengerti pembicaraan orang lain (afasia sensorik)

Gangguan penglihatan berupa kebutaa satu sisi, atai separuh lapang pandang

(hemianopsia homonim)

Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae)

Kesadaran menurun

Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenal (prosopagnosia)

Mulut perot

Pelo (disartria)

Merasa anggota badan sesisi tidak ada

2. Arteria serebri anterior (cabang menuju otak bagian depan)

Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal

dapat terkena

Inkontinesia urine

Penurunan kesadaran.

Apraksia dan gangguan kognitif lainnya

3. Arteria serebri posterior

10

Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa sulit memahami barang

yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendenger suaranya

Kehilangan kemampuan mengenal warna

Hemihipestesia, kadang-kadang adanya nyeri spontan atau hilangnya nyeri

dan rasa gerat pada separuh sisi tubuh

Gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris

4. Arteri Vertebrobasilaris

Gangguan gerak bola mata, sehingga terjadi diplopia jalan menjadi

sempoyongan

Kehilangan keseimbangan

Hemiparese kontralateral

Kelumpuhan nervus kranialis ipsilateral

Vertigo

Nistagmus

Talamus diperdarahi oleh beberapa arteri yaitu arteri talami-perforans anterior dan

posterior (cabang arteri komunikans posterior), arteri talamogenikulatum (cabang

arteri serebri posterior), arteri khoroidea posterior lateralis dan medialis (cabang arteri

komunikans posterior).

Gangguan fungsi luhur :

Afasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Afasia terbagi menjadi

dua yaitu afasia motoric dan afasia sensorik. Afasia motoric adalah

ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataan

sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik

(Afasia Broca). Afasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti

pembicaraan orang lain namun masih bisa mengeluarkan perkataan dengan

lancer walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya

kerusakan otak

11

Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca dibedakkan menjadi Dyslexia

(yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah

ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral

alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca

kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.

Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan

otak.

Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka

setelah terjadinya kerusakan otak.

Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah

tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan

gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan

tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat

dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita

tidak boleh melihat jarinya).

Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan

melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

7. Diagnosis Stroke

Anamnesis

Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara

keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

Gejala Stroke hemorhagic Stroke non hemorhagic

Onset/awitan Mendadak MendadakSaat onset Sedang aktif IstirahatPeringatan / warning - +Nyeri kepala +++ + -Kejang + -Muntah + -

12

Penurunan kesadaran +++ + - Pemeriksaan klinis neurologis

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila

dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

Tanda (sign) Sroke hemorhagic Stroke InfarkBradikardi ++(dari awal) + - (harike-4)Udem papil Sering + -Kaku kuduk + -

Tandakernig,Brudzinsky ++ - Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

a. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

b.

13

b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Tabel 3. Siriraj Stroke Score (SSS)

Pemeriksaan Penunjang8 :

Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan

penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang

disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari

perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke

yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT  Scan  berguna

untuk menentukan:

jenis  patologi

lokasi  lesi

ukuran  lesi

menyingkirkan  lesi  non  vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang

magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh

lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan

garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI

perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama

perawatan  pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan

keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,

14

( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x sakit kepala ) + ( 0,1 x

tekanan diastolik ) - ( 3 x ateroma ) – 12

Keterangan : Kesadaran 0: komposmentis

1 : somnolen2 : sopor/ koma

Nyeri kepala 0 : tidak ada1 : ada

Muntah 0: tidak ada1: ada

Ateroma 0: tidak ada1 : ada

Hasil : Skore SSS > 1: perdarahan

supra tentorial Skore SSS < 1 : Infark Serebri Skore SSS -1 s/d 1 : meragukan

pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada

daerah magneti kuat suatu MRI.

Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke

PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan.

Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak

didapatkan perdarahan (jernih).

Pemeriksaan Penunjang Lain.

Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia

darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),

elektrolit darah, thoraks foto, EKG, echocardiografi.

8. Penatalaksanaan Stroke

Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.7,9

Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron agar tidak sampai nekrosis,

dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam

fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke

otak tetap cukup, tidak justru berkurang sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari

respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol

kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila

gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan

mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran

darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade

iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

15

A. Stroke iskemik

• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang

paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA

(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB

maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60

menit). Pengobatan ini mempunyai persyaratan yaitu pemberian haruslah

kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan

onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan

inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.

Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki

homereologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah

dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15

mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril

dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600

mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek

APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti

anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc

subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak

diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III

penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.

• Proteksi neuronal/sitoproteksi

Obat-obatan tersebut antara lain :

16

o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara

menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal

bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk

fungsi kognitif

o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan

memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan

menormalkan fungsi membran.

o Statin, sering digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif

untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan

“downstream dan upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi

atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari

arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS

(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,

vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide

Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti

oksidan.

o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,

penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21

hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.

B. Stroke Hemoragik

Perdarahan Intraserebral

Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam

Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah

terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti

pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg &

10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan

prothrombine time memanjang.

Perdarahan Sub Arachnoid

17

o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada

pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya

diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.

o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel

Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15

– 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg

/hari selama 14 hari,

Pengelolaan operatif

Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan

rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Terapi Preventif

Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,

dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke.

Untuk stroke infark diberikan :

a Obat-obat anti platelet agregasi

b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

Menghindari rokok, obesitas, stres

Berolahraga teratur

Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka

yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan

penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan

18

3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan

4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat

orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

L. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 09 Juli 2018

a. Status generalis :

1. Keadaan umum : Tampak lemah

2. Kesadaran : Somnolen

3. GCS : E3M6V5= 14

4. TD : 180/100 mmHg

5. Nadi : 80 x/menit,reguler

6. Pernapasan : 20 x/menit, takipnea

7. Suhu : 36,2oC

8. SpO2 : 98 %

9. Kepala : Normosefali, tidak ada kelainan

10. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),

Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)

OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),

Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)

11. THT : Rhinorea (-), otorhea (-)

12. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis

13. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea

ditengah, jejas atau benjolan di leher (-)

o. Thoraks : Cor :

1) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

2) Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di

ICS 5 linea midclavikula sinistra,

3) Perkusi :

19

Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra

Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea midclavicula

sinistra

4) Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

Depan DextraI: Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal : vocal fremitus kanan = kiriPer: sonor Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronki (-)

Sinistra I:Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal :vocal fremitus kanan = kiriPer: Sonor Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing(-),ronki(-)

Belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

14. Abdomen : Datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien

tidak teraba, nyeri tekan epigastrik (-)

15. Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan

16. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)

b. Status PsikiatrkusTingkah Laku : wajar

Perasaan Hati : Normotimik

Orientasi : Dalam batas normal

Kecerdasan : Dalam batas normal

Daya Ingat : Dalam batas normal

c. Status Neurologis

a. Sikap Tubuh : Lurus dan simetris

b. Gerakan Abnormal : Tidak ada

c. Cara berjalan : Tidak dapat dinilai

20

d. Ekstermitas : Lateralisasi Sinistra

e. Nervus Kranialis

N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung

Kanan

Lubang hidung

Kiri

Daya Pembau N N

N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri

Daya Penglihatan N N

Pengenalan Warna N N

Lapang pandang N N

Perdarahan Arteri/Vena Tidak dilakukan

pemeriksaan

Tidak dilakukan

pemeriksaan

Fundus Okuli Tidak dilakukan

pemeriksaan

Tidak dilakukan

pemeriksaan

Papil Tidak dilakukan

pemeriksaan

Tidak dilakukan

pemeriksaan

Retina Tidak dilakukan

pemeriksaan

Tidak dilakukan

pemeriksaan

N.III

(OKULOMOTORIS)

Mata Kanan Mata Kiri

Ptosis - -

Gerak Mata Ke Atas + +

21

Gerak Mata Ke Bawah + +

Gerak Mata Ke Media + +

Ukuran Pupil 3 mm 3 mm

Bentuk Pupil Isokor Isokor

Reflek Cahaya

Langsung

+ +

Reflek Cahaya

Konsesuil

+ +

Reflek Akomodasi + +

Strabismus Divergen - -

Diplopia - -

N.IV

(TROKHLEARIS)

Mata Kanan Mata Kiri

Gerak Mata Lateral

Bawah

+ +

Strabismus Konvergen - -

Diplopia - -

N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri

Mengigit N N

Membuka Mulut N N

Sensibilitas Muka Atas N N

Sensibilitas Muka

Tengah

N N

Sensibilitas Muka

Bawah

N N

Reflek Kornea + +

22

N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri

Gerak Mata Lateral Bebas ke segala

arah

Bebas ke segala arah

Starbismus Konvergen - -

Diplopia - -

N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri

Kerutan Kulit Dahi N N

Kedipan Mata N N

Lipatan Nasolabial N Lebih rendah

Sudut Mulut N Lebih rendah

Mengerutkan Dahi N N

Mengerutkan Alis N N

Menutup Mata N N

Meringis Terangkat Tertinggal

Tik Fasial - -

Lakrimasi - -

Daya Kecap 2/3 Depan N N

N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri

Mendengar Suara

Berbisik

N N

Mendengar Detik Arloji N N

Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.IX

(GLOSSOFARINGEUS)

Keterangan

23

Arkus Faring Simetris

Daya Kecap 1/3 Belakang N

Reflek Muntah N

Sengau -

Tersedak -

N. X (VAGUS) keterangan

Arkus faring N

Reflek muntah N

Bersuara N

Menelan N

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan

Memalingkan Kepala N

Sikap Bahu N

Mengangkat Bahu N

Trofi Otot Bahu N

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan

Sikap lidah Deviasi ke kiri

Artikulasi Disartria

Tremor lidah -

Menjulurkan lidah Deviasi ke kiri

Trofi otot lidah -

Fasikulasi lidah -

f. Fungsi Motorik

Kanan Kiri

24

Gerakan Bebas Terbatas

Bebas Terbatas

Kekuatan 5 3

5 3

Tonus Normal NormalNormal Normal

Refleks Fisiologis

Refleks Biceps Normal Normal

Refleks Triceps Normal Normal

Refleks ulna dan radialis Normal Normal

Refleks Patella Normal Normal

Refleks Achilles Normal Normal

Refleks Patologis

Babinski - +

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Mendel Bachterew - -

Rosollimo - -

Gonda - -

Hofman Trommer - -

g. Fungsi Sensorik

Kanan Kiri

Eksteroseptif Normal Normal

Rasa nyeri Normal Normal

Rasa raba Normal Normal

25

Rasa suhu Normal Normal

Propioseptif Normal Normal

Rasa gerak dan sikap Normal Normal

Rasa getar Normal Normal

Diskriminatif Normal Normal

Rasa gramestesia Normal Normal

Rasa barognosia Normal Normal

Rasa topognosia Normal Normal

h. Pemeriksaan Rangsang

Meningeal

Kaku kuduk +

Kernig sign -

Pemeriksaan Brudzinski :

Brudzinski I +

Brudzinski II +

Brudzinski III -

Brudzinski IV -

i. Pemeriksaan Vegetatif dan Fungsi Luhur

Fungsi Luhur : Afasia tidak ada, memori baik

Fungsi Vegetatif : BAK dan BAB lancar

j. Skore Stroke Siriraj

26

( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x sakit kepala ) + ( 0,1 x

tekanan diastolik ) - ( 3 x ateroma ) – 12

Keterangan : Kesadaran 0: komposmentis

1 : somnolen2 : sopor/ koma

Nyeri kepala 0 : tidak ada1 : ada

Muntah 0: tidak ada1: ada

Ateroma 0: tidak ada1 : ada

Hasil : Skore SSS > 1: perdarahan

supra tentorial Skore SSS < 1 : Infark Serebri Skore SSS -1 s/d 1 : meragukan

Hasil Perhitungan SIRIRAJ

k. Algoritma Gajah Mada

Dalam kasus ini didapatkan pemeriksaan : penurunan kesadaran (+), nyeri

kepala (+), refleks babinski (+) maka termasuk stroke perdarahan

intracerebral.

27

( 2,5 x 1 ) + ( 2 x 1 ) + ( 2 x 1 ) + ( 0,1 x 100 ) - ( 3 x 1 ) – 12 = 1,5

Hasil dari Siriraj > 1 yang berarti terdapat perdarahan supratentorial

M. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

DARAH RUTIN

Hemoglobin 14,5 11.7 – 15.5 gr/dl

Leukosit

Limfosit

Monosit

Limfosit %

Monosit %

9,5 3.600 – 11.000/ul

1,15

0,61

12,0

6,4

1.0 – 4.5 x 103/ mikro

0.2 – 1.0 x 103/ mikro

25 - 40 %

2-8%

Eritrosit 5,11 3.8 – 5.2 juta

Hematokrit 44,6 35-47 %

Trombosit 273.000 150.000 – 400.000/ul

MCV 87,3 82 - 96 fl

MCH 28,3 27 - 32 pg

MCHC 32,5 32 - 37 g/dl

PCT 0.233 0.2-0.6 %

HbsAg Non reaktif Non reaktif

Glukosa Puasa 102 74-108 mg/dl

SGOT 24 0-35 U/L

SGPT 18 0-35 IU/L

Ureum 26,8 10-50 mg/dl

Kreatinin 0,65 0,45-0,75 mg/dl

HDL direct 78 37-92 mg/dl

28

LDL cholesterol 127,0 < 150 mg/dl

Asam Urat 3,39 2-7 mg/dl

Cholesterol 216 < 200 mg/dl

Trigliserida 55 70-140 mg/dl

2. CT Scan Kepala Tanpa Kontras

29

Hasil :

Tampak lesi hiperdens (68HU) di Thalamus dextra dengan perifocal

edema dan lesi masuk intraventrikulus lateralis bilateral,ventrikel III dan

IV, volume lesi lebih kurang 14,9 cc.

Tak tampak soft tissue swelling extracranial

30

Sisterna tulang yang tervisualisasi tampak intact

Sulkus kortikalis dan fisura lateralis Sylvii kanan kiri relatif menyempit

Batas Grey matter dan white matter relatif tegas

Linea mediana relatif terdeviasi ke laterosinistra

Air cellulae mastoidea dalam batas normal

Kesan

Gambaran ICH di Thalamus dextra dengan perifocal edema dan lesi

masuk intraventrikulus lateralis bilateral, ventrikel III dan IV, IVH

panventrikuli dengan volume perdarahan kurang lebih 14,9 cc di sertai

gambaran Brain edema dan Midlaine shift (minimal).

N. DIAGNOSA AKHIR

Diagnosa klinik : Penurunan Kesadaran, Hemiparesis Sinistra, Parese N. VII

dan XII sinistra UMN

Diagnosis topik : Hemisphere Sinistra

Diagnosis etiologi : Stroke Hemoragic

O. DISKUSI KEDUA

Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS E3V5M6 yang menunjukkan bahwa

tingkat kesadaran pasien setara dengan somnolen. Tekanan darah pasien 180/ 100

mmHg masuk pada kategori hipertensi grade 2, nadi 80 x/ menit, irama reguler, isi

dan tegangan cukup, pernafasan 20 x/ menit, suhu 36,2 oC secara aksiler, dan saturasi

oksigen 98%. Hipertensi sendiri merupakan faktor yang mendukung terjadinya stroke

perdarahan. Selanjutnya pemeriksaan status psikiatri tidak ditemukan adanya kelainan

seperti perilaku yang tidak normal atau hilangnya ingatan. Pada pemeriksaan

generalisata tidak didapatkan ronki pada paru kanan dan kiri. Pada pemeriksaan

fungsi motorik didapatkan adanya keterbatasan gerak, kelemahan kekuatan otot. Hal

ini disebabkan karena adanya lesi pada korteks motorik yang mengatur pergerakan

31

otot. Didapatkan adanya refleks patologi yang positif pada ekstremitas yang

mengalami kelemahan diantaranya refleks Babinski (+). Temuan-temuan diatas

merupakan tanda khas pada lesi susunan saraf pusat atau lesi upper motoric neuron.

Selanjutnya tidak ditemukkan adanya kelainan sensoris seperti berkurangnya

kepekaan terhadap rangsang yang diberikan. Hal ini kemungkinan korteks

somatosensoris tidak ikut terlibat dalam proses lesi. Pada pemeriksaan neurologis

saraf kranialis ditemukan adanya deviasi sudut bibir kearah lesi, hal ini menunjukkan

adanya kelemahan nervus VII sinistra. Ditemukan adanya parese nervus XII yang

mempersarafi lidah dengan adanya deviasi lidah ke arah kiri.

Aplikasikan pada Skor Siriraj didapatkan skor pada pasien ini adalah +1,5,

yang interpretasinya adalah jika skor >1 menandakan adanya perdarahan

supratentorial sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk memastikan

interpretasi skor ini. Sistem skoring lain yang biasa digunakan adalah algoritma gajah

mada dengan menilai 3 gejala dan tanda pada stroke yaitu penurunan kesadaran, nyeri

kepala, refleks Babinski. Pada pasien ini didapatkan tiga tanda yaitu penurunan

kesadaran yang seperti mengantuk, nyeri kepala, dan refleks babinski (+) sehingga

pasien juga dapat digolongkan ke dalam kelompok stroke perdarahan intraserebral.

Pada pemeriksaan pernunjang pemeriksaan darah rutin didapatkan cholesterol

216 berarti terdapat peningkatan. Hal ini merupakan faktor resiko lainnya terjadinya

stroke pada pasien ini, yaitu dislipidemia. Pada pemeriksaan CT Scant didapatkan

kesan Intracerebral hemorrhage di Thalamus dextra dengan perifocal edema dan lesi

masuk intraventrikulus lateralis bilateral, ventrikel III dan IV, IVH panventrikuli

dengan volume perdarahan kurang lebih 14,9 cc di sertai gambaran Brain edema dan

Midlaine shift (minimal). Lesi pada hemisfer dekstra inilah yang menyebabkan

hemiparesis sinistra karena jalur saraf motorik yang berasal dari korteks ini

bersilangan di dekusasio piramidalis sehingga mempersarafi ekstremitas

kontralateralnya.

32

P. PLANNING

Pada penderita ini diberikan terapi :

Non Medikamentosa :

Tirah baring, nasal kanul 3 L per menit

Edukasi keluarga mengenai penyakitnya

Rehabilitasi medik

Medikamentosa :

Infus Asering 20 tpm

Infus Manitol 4x125 mg ( tapering off)

Inj. Piracetam 4 x 3 gr

Inj. Citicolin 2 x 500 mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat 3 x 1gr

Inj. Meticobalamin 1 x 1

Inj. Ketorolac 1 ampul (ekstra)

PO :

Amlodipine 1 x 5 mg

Irbesartan 1 x 300 mg

Nimodipine 4 x 1

Parasetamol 2 x 650 mg

Diltiazem HCL 1 x 200

Flunarizine 2 x 1

DISKUSI III

Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa

dan medikamentosa. Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring, edukasi

dan rehabilitasi medik. Pemberian mediakamentosa pada pasien stroke terbagi atas

fase akut dan fase pasca akut dilihat dari hari onset penyakitnya. Pada pasien ini

karena onsetny hari-0 maka diberikan terapi fase akut.

33

1. Infus Asering 20 tpm

Stabilisasi hemodinamik dan mengurangi resiko edema otak. Dehidrasi dan

gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke eskemik/hemoragik akut, sehingga

umumnya para dokter spesialis saraf menghindari penggunaan cairan hipotonik

karena kekhawatiran akan edema otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003)

memperlihatkan pemberian RA tidak mendorong terjadinya pembengkakan sel,

karena itu dapat diberikan pada stroke akut, terutama bila ada dugaan edema otak.

2. Inj. Citicolin 2x500mg

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan

sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui

potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline  juga menunjukkan kemampuan untuk

meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu

rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu

dalam pemulihan darah ke otak.

3. Inj. Manitol 4x125 cc (tappering off)

Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan untuk terapi

meningkatkan osmolalitas serum. Dengan alasan fisiologis ini, Cara kerja Diuretic

Osmotik (Manitol) ialah meningkatkan Osmolalitas Plasma dan menarik cairan

normal dari dalam sel otak yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang osmolar

tinggi, untuk menurunkan oedema Otak.

3. Inj. Piracetam 4 x 3 gr

Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas

adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah

ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5

yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP

diproduksi di mitokondria (James, 2004). Piracetam juga digunakan untuk perbaikan

defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-

kasus cerebral iskemia.

4. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

34

Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk mencegah

terjadinya stress ulcer terutama pada pasien yang mendapat nutrisi hanya lewat

parenteral saja dapat meningkatkan resiko terjadinya peningkatan asam lambung.

5. Inj. Mecobalamin 1 x 1

Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai

koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini

berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf.

Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap

reseptor NMDA dengan 32 perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam

mencegah apoptosis akibat glutamateinduced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan

adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak,

penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi

otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan status epileptikus (Meliala &

Barus, 2008).

6. Po. Amlodipin 1 x 10 mg

Amlodipin adalah obat antihipertensi golongan CCB (canal calcium

blocker) dihidropiridin, obat ini bekerja dengan menghambat masuknya ion

kalsium melalui membran sel ke dalam sel otot polos vaskular dan sel otot

jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung.

7. Inj. Asam traneksamat 3x1 ampul

Asam traneksamat sebagai pilihan terapi perdarahan. Obat ini bekerja

kompetitif menghambat aktivasi plasminogen sehingga mengurangi konversi

plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi gumpalan

fibrinogen dan protein plasma lainnya.

8. Injeksi ketorolac 30 mg (ektra)Ketorolac tromethamine merupakan analgesik poten dengan efek anti-

inflamasi sedang. Ketorolac merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia

untuk pemberian parenteral. Dosis IV sebesar 15-30 mg. Efek samping pemberian

ketorolac berupa gangguan saluran cerna, kantuk, pusing, dan sakit kepala.

35

9. Po. Paracetamol 2x650mg

Parasetamol menghambat biosintesis prostaglandin dengan menghambat

enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin

terganggu, dan menimbulkan efek sebagai anti nyeri. Selain itu juga sebagai

antipiretik yang diberikan pada pasien stroke >38.5”C.

10. Irbesartan 1 x 300 mg

Irvask mengandung Irbesartan 300 mg, Irbesartan merupakan antagonis

reseptor AT1 yang kompetitif dan selektif, yang memiliki afinitas lebih besar (>

8500 kali ) terhadap reseptor AT1 dibandingkan dengan reseptor AT2. Irbesartan

diperkirakan bekerja dengan menghambat semua aksi angiotensi-II yang

diperantarai melalui reseptor AT1, tanpa memperhatikan sumber dan mekanisme

pembentukan angiotensi-II. Antagonisme selektif terhadap reseptor angiotensi-II

(AT1) ini menghasilkan peningkatan renin plasma dan angiotensi-II serta

penurunan konsentrasi aldosteron plasma. Kadar potasium serum tidak

dipengaruhi oleh Irbesartan secara bermakna pada dosis yang direkomendasikan.

Irbesartan tidak menghambat ACE (Khinase-II), enzim yang berperan dalam

pembentukan angiotensi-II dan juga mengubah bradikinin menjadi metabolit tidak

aktif. Aktifitas Irbesartan tidak memerlukan aktifitas metabolik. 11. Nimodipine 4 x 1

Profilaksis dan pengobatan defisit neurologik iskemik karena vasospasme

serebral yang menyertai perdarahan subaraknoid karena aneurisma. Farmokologi

Sebagai penyekat saluran kalsium. Mekanisme kerja pasti belum diketahui.

Menghambat kontraksi otot polos vaskular, terutama pada arteri serebral. Pada

studi klinis Nimodipine menunjukan efek yang menguntungkan terhadap defisit

neurologis yang disebabkan oleh vasospasme serebral akibat SAH. Pada

pemberian oral, kadar puncak tercapai dalam waktu 1 jam, t1/2 1-2 jam (pada

awal pemberian, t1/2 = 1-2 jam, sedangkan t1/2 akhir = 8-9 jam). 95% terikat

dengan protein plasma. Bioavabilitas melalui pemberian oral = 13% (-68%

36

konsentrasi plasma pada pemberian setelah makan pagi dan -38% bioavabilitas,

jika dibandingkan dengan pemberian tanpa makanan) T½ : 12 - 15 jam

12. Diltiazem HCL 1 x 200

Mengandung Diltiazem hydrochloride 200 mg. Obat antihipertensi golongan

CCB (canal calcium blocker) non-dihidropiridin. Diltiazem bekerja dengan

menghambat influx transmembran ion kalsium ekstraselular ke membran sel

miokardial dan sel otot polos vaskular, tanpa merubah konsentrasi kalsium dalam

serum. Dengan menghambat influx kalsium, diltiazem menghambat proses

kontraksi otot jantung dan otot polos vaskular; sehingga melebarkan arteri

koroner dan arteri sistemik utama dan menurunkan kontraktilitas miokardial. Pada

pasien dengan Prinzmetal variant angina (vasospastic angina), dengan

menghambat spasme, diltiazem meningkatkan pengiriman oksigen ke miokardial.

13. Flunarizine 2 x 5 mg

Flunarizin merupakan turunan sinarizin terfluoronisasi yang memiliki

aktivitas sebagai calcium channel blocker non-spesifik. Obat ni diidikasikan pada

pasien dengan nyeri kepala migraine, vertigo, dan tambahan terapi epilepsy

Q. FOLLOW UP ( Mulai tanggal 10 Juli 2018 )

37

Tanggal S O A P

10 Juli

2018

Penurunan

Kesadaran,

kelemahan

anggota

gerak kiri.

GCS:

E3M6V5

TD: 190/

100 mmHg

HR : 89 x/m

RR: 15 x/m

SpO2: 97%

T; 36,5 oC

Lateralisasi

(+) ke kiri

Reflek

cahaya (+)

Pupil isokor

3mm/3 mm

Pemeriksaan

penunjang :

Ct-scan :

Gambaran

ICH di

Thalamus

dextra

dengan

perifocal

edema

Stroke

Hemoragic

Infus Asering 20 tpm

Infus Manitol 3x125 mg

( tapering off)

Inj. Piracetam 4 x 3 gr

Inj. Citicolin 2 x 500

mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat

3x 1gr

Inj. Meticobalamin 1 x

1

Po :

Amlodipine 1 x 5 mg

11 Juli

2018

Penurunan

Kesadaran,

kelemahan

GCS:

E3M6V5

TD: 180/

Stroke

Hemoragic

Infus Asering 20 tpm

Infus Manitol 2x125 mg

( tapering off)

38

anggota

gerak kiri.

100 mmHg

HR : 90 x/m

RR: 20 x/m

SpO2: 97%

T; 36,5 oC

Lateralisasi

(+) ke kiri

Reflek

cahaya (+)

Pupil isokor

3mm/3 mm

Inj. Piracetam 4 x 3 gr

Inj. Citicolin 2 x 500

mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat

3x 1gr

Inj. Meticobalamin 1 x

1

Inj. Ketorolac 2 x1

Po :

Amlodipine 1 x 5 mg

Nimodipine 4 x 1

Paracetamol 2 x 650 mg

12 Juli

2018

Penurunan

Kesadaran,

kelemahan

anggota

gerak kiri.

GCS:

E3M6V5

TD: 180/

100 mmHg

HR : 90 x/m

RR: 22 x/m

SpO2: 97%

T; 36,4 oC

Lateralisasi

(+) ke kiri

Reflek

cahaya (+)

Pupil isokor

3mm/3 mm

Stroke

Hemoragic

Infus Asering 20 tpm

Infus Manitol 2 x 125

mg ( tapering off)

Inj. Piracetam 4 x 3 gr

Inj. Citicolin 2 x 500

mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat

3x 1gr

Inj. Meticobalamin 1 x

1

Po :

Amlodipine 1 x 10 mg

Nimodipine 4 x 1

Paracetamol 2 x 650 mg

39

Irbesartan 1 x 300

13 Juli

2018

Penurunan

Kesadaran,

kelemahan

anggota

gerak kiri.

GCS:

E3M6V5

TD: 160/

100 mmHg

HR : 90 x/m

RR: 22 x/m

SpO2: 97%

T; 36,5 oC

Lateralisasi

(+) ke kiri

Reflek

cahaya (+)

Pupil isokor

3mm/3 mm

Stroke

Hemoragic

Infus Asering 20 tpm

Infus Manitol 1 x 125

mg ( tapering off)

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj. Citicolin 2 x 500

mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat

3x 1gr

Inj. Meticobalamin 1 x

1

Po :

Amlodipine 1 x 10 mg

Nimodipine 4 x 1

Paracetamol 2 x 650 mg

Irbesartan 1 x 300 stop

Diltiazem HCL 1 x 200

Flunarizine 2 x 1

14 Juli

2018

Penurunan

Kesadaran,

kelemahan

anggota

gerak kiri.

GCS:

E3M6V5

TD: 140/

100 mmHg

HR : 90 x/m

RR: 22 x/m

SpO2: 97%

T; 36,1oC

Lateralisasi

Stroke

Hemoragic

Infus Asering 20 tpm

Infus Manitol 1 x 125

mg ( tapering off)

SELESAI

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj. Citicolin 2 x 500

mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat

40

(+) ke kiri

Reflek

cahaya (+)

Pupil isokor

3mm/3 mm

3x 1 gr

Inj. Meticobalamin 1 x

1

Inj. Furamin 1 ampul

(ekstra)

Po :

Amlodipine 1 x 10 mg

Nimodipine 4 x 1

Diltiazem HCL 1 x 200

Flunarizine 2 x 1

Parasetamol 2 x 650

15 Juli

2018

Penurunan

Kesadaran,

kelemahan

anggota

gerak kiri.

GCS:

E3M6V5

TD: 130/

100 mmHg

HR : 86 x/m

RR: 22 x/m

SpO2: 97%

T; 36,1oC

Lateralisasi

(+) ke kiri

Reflek

cahaya (+)

Pupil isokor

3mm/3 mm

Stroke

Hemoragic

Infus Asering 20 tpm

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj. Citicolin 2 x 500

mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat

3x 1 gr

Inj. Meticobalamin 1 x

1

Po :

Amlodipine 1 x 10 mg

Nimodipine 4 x 1

Diltiazem HCL 1 x 200

Flunarizine 2 x 1

Parasetamol 2 x 650

16 Juli

2018

Penurunan

Kesadaran,

GCS:

E3M6V5

Stroke

Hemoragic

Infus Asering 20 tpm

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

41

kelemahan

anggota

gerak kiri.

TD: 130/

100 mmHg

HR : 86 x/m

RR: 22 x/m

SpO2: 97%

T; 36,1oC

Lateralisasi

(+) ke kiri

Reflek

cahaya (+)

Pupil isokor

3mm/3 mm

Inj. Citicolin 2 x 500

mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Asam tranexamat 3

x 1 gr

Inj. Meticobalamin 1 x

1

Po :

Amlodipine 1 x 10 mg

Nimodipine 4 x 1

Diltiazem HCL 1 x 200

Flunarizine 2 x 1

Parasetamol 2 x 650

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

2. Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

3. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.(3)

4. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.

5. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Surabaya 2002.

6. Hankey J.2002. Your Question answered Stroke. Australia : Harcourt Publisher Limited, p:

7. Ridharta, Priguna; Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.

8. Tanto, Chris. et. all. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. jilid 2. 2014. hal : 975-80.

9. Price Sylvia. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. EGC: Jakarta. 2006. hal : 231- 236 & 485-90.

43