26
STATUS RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN Pembimbing : Dr. Indah Julianto, dr, Sp.KK Nama Mahasiswa : Nomi Andita Puri, S.Ked NIM : G. 0006125 TINEA KRURIS SINONIM 1 Eczema marginatum Dhoble itch Jockey itch Ringworm of the groin DEFINISI Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. 1

Tinea Kruris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Tinea Kruris

STATUS RESPONSI

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : Dr. Indah Julianto, dr, Sp.KK

Nama Mahasiswa : Nomi Andita Puri, S.Ked

NIM : G. 0006125

TINEA KRURIS

SINONIM 1

Eczema marginatum

Dhoble itch

Jockey itch

Ringworm of the groin

DEFINISI

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum,

dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan

dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.1

EPIDEMIOLOGI

Tinea kruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah

tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki

dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea

kruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan

diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.2

Page 2: Tinea Kruris

ETIOLOGI

Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan dermatofitosis. Jenis yang

predominan menyebabkan dermatofitosis adalah genus Tricophyton, diikuti

Epidermophyton dan Microsporum.3 Fungi yang biasanya menyebabkan tinea

kruris sering kali oleh E. Flocosum, namun dapat pula oleh T. Rubrum dan T.

Mentagrophytes yang ditularkan secara langsung atau tidak langsung.2

Jamur zoofilik terutama menghinggapi binatang dan kadang-kadang

menginfeksi manusia, misalnya M. canis pada anjing, kucing dan T.

verrucosum pada sapi. 4

Jamur antropofilik terutama menghinggapi manusia, misalnya M.

audouini dan T. rubrum. Jamur geofilik adalah jamur yang hidup di tanah,

misalnya M. gypseum. 4

Jamur golongan dermatofita membentuk koloni filament pada biakan

agar Sabouraud. Walaupun semua spesies membentuk koloni filamen, tetapi

masing-masing mempunyai sifat koloni, hifa, dan spora yang berbeda. Pada

umumnya, genus Tricophyton membentuk makrokonidia berbentuk panjang

menyerupai pensil dan semua dermatofita dapat membentuk hifa spiral. 4

Pada E. floccosum bentuk hifanya lebar. Makrokonidianya berbentuk

gada, berdinding tebal dan terdiri atas 2-4 sel. Beberapa makrokonidia ini

tersusun pada satu konidiofora dan mirokonidia biasanya tidak ditemukan. 4

Hifa T. rubrum halus. Jamur ini membentuk banyak mikrokonidia.

Mikrokonidianya kecil, berdinding tipis dan berbentuk lonjong.

Mikrokoniodia ini terletak pada konidiofora yang pendek, dan tersusun

secara satu-persatu pada sisi hifa (en thyrse) atau berkelompok (en grappe).

Makrokonidia dari T. rubrum berbentuk sebagai pensil dan terdiri atas

beberapa sel. 4

Mikrokonidia T. mentagrophytes berbentuk bulat dan membentuk

banyak hifa spiral. Makrokonidianya juga berbentuk pensil. 4

M. canis memiliki makrokonidia berbentuk kumparan yang berujung

runcing dan terdiri atas 6 sel atau lebih. Makrokonidia ini berdinding tebal. 4

2

Page 3: Tinea Kruris

Mikrokonidia M. canis berbentuk lonjong dan tidak khas.

Makrokonidia M. gypseum juga berbentuk kumparan terdiri atas 4-6 sel dan

dindingnya lebih tipis. Mikrokonidianya juga berbentuk lonjong dan tidak

khas.4

PATOGENESIS

Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit yang

luka,jaringan parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini disebabkan oleh masuknya

artospora atau konidia. Patogen menginvasi lapisan kulit yang paling atas, yaitu

pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase dan menginduksi

reaksi inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini dapat mengeliminasi

pathogen dari tempat infeksi sehingga patogen akan mecari tempat yang baru di

bagian tubuh. Perpindahan organisme inilah yang menyebabkan gambaran klinis

yang khas berupa central healing.3

Dermatofita dapat bertahan pada stratum korneum kulit manusia karena

stratum korneum merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan dermatofita dan

untuk pertumbuhan miselia jamur. Infeksi dermatofita terjadi melalui tiga tahap:

adhesi pada keratinosit, penetrasi, dan perkembangan respon host. 5

1. Adhesi

Adhesi dapat terjadi jika fungi dapat melalui barier agar artrokonidia

sebagai elemen yang infeksius dapat menempel pada keratin.

Organisme ini harus dapat bertahan dari efek sinar ultraviolet, suhu dan

kelembaban, kompetisis dengan flora normal, dan zat yang dihasilkan

oleh keratinosit. Asam lemak yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea

bersifat fungistatik.

2. Penetrasi

Setelah adhesi, spora harus berkembangbiak dan melakukan penetrasi

pada stratum korneum. Penetrasi didukung oleh sekresi proteinase,

lipase, dan enzim musinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk

fungi ini. Trauma dan maserasi juga memfasilitasi penetrasi dan

merupakan faktor yang penting juga pada pathogenesis tinea. Mannan

3

Page 4: Tinea Kruris

yang terdapat pada dinding sel jamur menyebabakan penurunan

proliferasi keratinosit. Pertahanan yang baru timbul pada lapisan kulit

yang lebih dalam, termasuk kompetisi besi oleh transferrin yang belum

tersaturasi dan dapat menghambat pertumbuhan jamur yang didukung

oleh progesteron.

3. Perkembangan respon host

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu status imun

penderita dan organisme itu sendiri. Deteksi imun dan kemotaksis pada

sel yang mengalami inflamasi dapat terjadi melalui beberapa

mekanisme. Beberapa jamur menghasilkan kemotaktik faktor seperti

yang dihasilkan juga oleh bakteri. Komplemen lain yang teraktivasi

melalui jalur alternatif menghasilkan faktor kemotaktik.

Pembentukan antibodi tidak terlihat memberi perlindungan pada

infeksi dermatofita, seperti yang terlihat pada penderita yang

mengalami infeksi dermatofita yang luas juga menunjukkan titer

antibodi yang meningkat namun tidak berperan untuk mengeliminasi

jamur ini. Akan tetapi, reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV)

berperan dalam melawan dermatofita. Lengan dari imunitas seluler

diperankan oleh interferon gamma yang diatur oleh sel Th1. Pada

pasien yang belum pernah mendapatkan paparan dermatofita

sebelumnya, infeksi primer akan menghasilkan inflamasi yang ringan

dan tes trikopitin biasanya menunjukkan hasil yang negatif. Infeksi

akan tampak sebagai eritema dan skuama ringan, sebagai hasil dari

percepatan tumbuhnya keratinosit. Ada yang mengungkapkan

hipothesis bahwa antigen dari dermatofita lalu diproses oleh sel

Langerhans dan disajikan di nodus limfatikus kepada sel limfosit T. Sel

limfosit T berproliferasi klonal dan bermigrasi ke tempat infeksi untuk

melawan jamur. Saat itu lesi kulit menunjukkan reaksi inflamasi dan

barier epidermal menjadi permeable untuk migrasi dan perindahan sel.

Sebagai akibat dari reaksi ini jamur dieliminasi dan lesi menjadi

sembuh spontan. Dalam hal ini tes trikopitin menunjukkan hasil yang

4

Page 5: Tinea Kruris

positif dan penyembuhan terhadap infeksi yang kedua kalinya menjadi

lebih cepat.

Reaksi dermatofitid (terjadi pada 4-5% pasien) adalah reaksi alergi

kulit eksematus pada tempat yang jauh dari infeksi primer jamur. Berbeda

dengan lesi primer, hasil pemeriksaan KOH dan kultur menunjukka hasil

negatif. Reaksi ini dapat berbentuk sebagai papul folikular, nodus eritem,

vesikel pada tangan dan kaki, lesi yang mirip dengan erysipelas, eritem

anuler sentrifugal, atau urtikaria. Meskipun mekanismenya belum diketahui,

reaksi ini dihubung-hubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat

pada tes trikopitin dan dapat melibatkan respon hipersensitivitas tipe IV

lokal sampai sistemik.5

GAMBARAN KLINIK

Lesi kulit tinea kruris dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau

meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah atau

bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan

lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada tengahnya.

Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder

(polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam dan

sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.1

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas

pemeriksaan lansung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain seperti

pemeriksaan histopatologik dan imunologik tidak diperlukan.1 Gambaran

histopatologi tinea korporis tidak khas. Gambaran histopatologi tidak lazim

digunakan untuk menegakkan diagnosis karena gambaran klinis dan pemeriksaan

laboratorium lebih jelas, mudah, murah, dan khas daripada melakukan

pemeriksaan histopatologi.2

5

Page 6: Tinea Kruris

Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan

klinis yang berupa kerokan kulit. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil

dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan

dengan spiritus 70%, kemudian dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian

sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.1

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-

mula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 10x45.

Pemeriksaan dengan pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan.1

Sediaan basah dengan meletakkan bahan di atas gelas objek. Kemudian

ditambah 1-2 tetes larutan KOH, untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk

kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan KOH, ditunggu 15-20

menit, hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk memepercepat proses

pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat

keluar asap dari sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan,

maka akan terbebtuk Kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak

tercapai. Untuk melihat elemen jamur yang lebih nyata dapat ditambahkan zat

pewarna pada sediaaqn KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black.1

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis

sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artospora) pada

kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.1

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong

pemeriksaan langsung dengan sediaan basah dan untuk menentukan spesies

jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media

buatan. Pembiakan dilakukan pada medium agar Sabouraud karena dianggap

merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan jamur. Media ini dibubuhi

antibiotik kloramfenikol atau ditambah pula klorheksimid untuk menghindarkan

kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Media ini lalu disimpan pada

suhu kamar. Spesies jamur ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang

dibentuk.4

6

Page 7: Tinea Kruris

DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh gatal pada

daerah lipat paha, lipat perineum, bokong, dan dapat ke genitalia. Ruam kulit

dapat berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Gatal dirasakan bertambah bila

pasien berkeringat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi yaitu berupa

makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih

aktif terdiri dari papula atau pustula. Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat

makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya. Pada kerokan kulit

dengan KOH dijumpai adanya hifa.2

DIAGNOSIS BANDING 6

A. Kandidosis

1. Pasien mengeluh rasa gatal yang hebat disertai rasa panas seperti terbakar,

terkadang juga nyeri jika ada infeksi sekunder

2. Lokasi biasanya terdapat di bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha,

lipat bawah payudara, sekitar umbilicus, garis-garis kaki dan tangan.

Kuku.

3. Efloresensi berupa daerah yang eritematosa, erosif, kadang dengan papul

dan skuama. Pada keadaan yang kronik dapat terjadi likenifikasi,

hiperpigmentasi, hyperkeratosis, dan kadang berfisura.

4. Pada tes KOH ditemukan pseudohifa

5. Pada media Sabouroud terlihat koloni berwarna coklat mengkilat,

permukaannya basah.

B. Eritrasma

1. Eritrasma merupakan suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya

menyerang daerah yang banyak berkeringat.

2. Penyebabnya adalah Corynebacterium minutissimum.

3. Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya meluas ke seluruh

region, menjadi merah, terasa panas seperti habis terkena cabai.

7

Page 8: Tinea Kruris

4. Penyinaran dengan sinar Wood memperlihatkan fluoresensi warna merah

bata.

C. Psoriasis

1. Dimulai dengan macula dan papula eritematosa dengan ukuran lentikular

sampai nummular, menyebar secara sentrifugal

2. Lokasi biasanya pada siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki dan tangan,

punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku.

3. Efloresensi berupa macula eritematosa yang besarnya bervariasi dari

miliar sampai nummular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat

arsinar, sirsinar, polisiklis, dan geografis. Macula ini berbatas tegas,

ditutupi oleh skuama yang kasar berwarna putih mengkilat. Jika skuama

digores dengan benda tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika

penggoresan diteruskan maka akan timbul titik-titik perdarahan yang

disebut sebagai Auspitz sign. Dapat pula menunjukkan fenomena Koebner

atau reaksi isomorfik, yaitu timbul lesi-lesi psoriasis pada bekas trauma

atau garukan.

PENATALAKSANAAN

A. Menghilangkan faktor predisposisi dan pencetus7

1. Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering

2. Memakai pakaian yang kering, bersih, dan menyerap keringat, misalnya

yang berbahan katun dan tidak terlalu tebal

3. Tidak memakai pakaian yang terlalu ketat

B. Menghilangkan sumber penularan7

1. Memotong kuku agar tetap pendek

2. Mencuci tangan dengan air mengalir

3. Tidak berbagi handuk dan lap tangan

4. Mencuci atau membersihkan bathtub, bak mandi, dan kloset duduk

C. Pengobatan

1. Topikal

8

Page 9: Tinea Kruris

Obat topikal diberikan bila lesi terbatas. Kebanyakan antijamur topikal

ini dipakai dua kali sehari selama 2-4 minggu.

a. Konvensional8

Pengobatan dengan agen topikal lama kurang efektif dan

memerlukan waktu yang lama.

1) Salep 2-4: asam salisilat dan sulfur

Asam salisilat bersifat keratolitik. Untuk lesi yang sangat

superficial asam salisilat mungkin sudah cukup efektif, namun

untuk lesi yang kebih dalam maka asam salisilat akan

mempermudah penetrasi antijamur lain yang lebih poten.

2) Salep Whitfield dan modifikasinya (AAV-I dan AAV-II): asam

salisilat dan asam benzoate

3) Asam undesilenat

a) Merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam

b) Dosis biasa berefek sebagai fungistatik, namun dalam dosis

tinggi dan pemakaian yang lama berefek fungisidal

c) Aktif terhadap Epidermophyton, Tricophyton, dan

Microsporum

d) Tersedia dalam bentuk salep campuran mengandung 5%

undesilenat dan 20% seng undesilenat

e) Bentuk bedak dan aerosol mengandung 2% undesilenat

dengan 20% seng undesilenat (seng berfungsi untuk menekan

luasnya peradangan)

f) Dapat menyebabkan iritasi mukosa

b. Baru 8

1) Tolnaftat, tolsiklat

a) Suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan sebagian

besar dermatofitosis

b) Tidak efektif terhadap kandida

c) Reaksi alergi atau toksik belumpernah dilaporkan

9

Page 10: Tinea Kruris

d) Tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk, cairan aerososl atau

larutan topikal dengan kadar 1%

e) Diberikan topikal 2-3 kali sehari

f) Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam

g) Pada lesi dengan hyperkeratosis sebaiknya diberikan

bergantian dengan salep asam salisilat 10%

h) Beberapa kasus membutuhkan waktu 4-6 minggu, jarang

yang melebihi 10 minggu

2) Haloprogin

a) Antijamur sintetik berbentuk kristal putih kekuningan

b) Larut dalam alkohol, tidak larut air

c) Efektif terhadap dermatofita, Malassezia furfur, dan Kandida

d) Dapat timbul iritasi, rasa terbakar, vesikulasi, meluasnya

maserasi dan sensitisasi

e) Tersedia dalam bentuk krim dengan kadar 1%

3) Derivat Imidazole (mikonazole, klotrimazole, tiokonazole,

bifonazole, ketokonazole)

4) Siklopiroksolamin

a) Antijamur topical berspektrum luas

b) Untuk dermatofitosis, kandidiasis, dan tinea versikolor

c) Tersedia dalam bentuk krim 1%

d) Iritasi jarang terjadi

5) Derivat alilamin (naftitin HCl, terbinafin)

2. Sistemik

a. Derivate imidazole

Derivate imidazole ini bekerja dengan cara mengganggu biosintesis

sterol yang berperan dalam pembentukan membran sel dan dan

mitokondria.9

1) Fluconazole 150 mg sekali seminggu selama 4-6 minggu

Diserap sempurna di saluran cerna tanpa dipengaruhi oleh

makanan

10

Page 11: Tinea Kruris

Kadar plasma setelah pemberian oral sama dengan pemberian

interavena

Efek sampingnya berupa gangguan saluran cerna, alergi,

eosinofilia, Steven Johnson’s syndrome, gangguan faal hati

sementara, dan trombositopeni

Tersedia dalam bentuk kapsul berisi 50 dan 150 mg

2) Itraconazole 100 mg sekali sehari selama 15 hari, untuk anak-anak:

5 mg/kg BB/hari selama 1 minggu

Diserap sempurna bila diberikan bersama makanan

Rifampin dapat mengurangi kadar itrakonazole dalam plasma

Infeksi yang berat mungkin membutuhkan dosis sampai dengan

400 mg sehari

Efek sampingnya berupa mual dan muntah, kemerahan, pruritus,

lesu, pusing, pedal edema, parestesia, dan kehilangan libido

Sediaanya berupa kapsul berisi 100 mg

b. Terbinafine 250 mg sekali sehari selama 2 minggu

Untuk anak-anak: 3-6 mg/kg BB/hari

c. Griseofulvin 500 mg sekali sehari selama 2-6 minggu

Untuk anak-anak: 10-20 mg/kg BB/hari maksimal sampai 6 minggu

Bekerja dengan cara menghambat mitosis jamur dengan

mengikat protein mikrotubuler dalam sel

Terikat kuat dengan keratin

Tidak larut dalam air, sehingga penyerapannya dalam saluran

cerna kurang baik, penyerapan lebih mudah bila diberikan

bersama makanan yang berlemak

Efek samping yang berat jarang terjadi, leukopenia,

granulositopenia, sakit kepala, arthralgia, neuritis perifer,

demam, pandangan kabur, insomnia, mual, muntah, diare,

flatulensi, rasa kering di mulut, urtikaria, fotosensitivitas, erupsi

morbiliform, urtikaria, eritema multiforme.8

11

Page 12: Tinea Kruris

Tidak ada perbedaan efektivitas terapi yang signifikan diantara obat-obat

diatas.5

PROGNOSIS

Prognosis tinea kruris pada umunya adalah baik bila faktor predisposisi

dapat dihindarkan atau dihilangkan, sumber penularan dapat dihindarkan,

pengobatan teratur dan tuntas.6

12

Page 13: Tinea Kruris

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, U. 2007. Mikosis. Dalam: Djuanda, A. Hamzah, M dan Aisah, S (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 89 - 105.

2. Siregar, R S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal: 29 – 31.

3. Laksmipathy, D T. Kannabiran, K. 2010. Review on dermatomycosis: pathogenesis and treatment. Journal of Natural Science. Vol 2. No.7, 726 – 31.

4. Sjarifuddin, P K. Susilo, J. 2000. Dermatofitosis. Dalam: Gandahusada, S. Ilahude, H H D dan Pribadi, W (eds). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 289 - 95.

5. Verna, S. Haffernan, M P. 2008. Fungal Diseases. In: Wolff, K. Goldsmith, L A. Katz, S I. Gilchrest, B A. Paller, A S and Leffell, D J (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh Edition. United States of America: McGraw-Hill. Page: 1807 – 21.

6. Bramono, K. 2010. Dermatofitosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM.

7. Nasution, M A. 2005. Mikologi dan Mikologi Kedokteran Beberapa Pandangan Dermatologis. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Bahry, B. Setiabudy, R. 2005. Obat Jamur. Dalam: Ganiswara (ed). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 560 – 70.

9. Pane, Y S. 2009. Antifungal Drugs. Pharmacology and Therapeutics Departement. School of Medicine Universitas Sumatera Utara.

13

Page 14: Tinea Kruris

STATUS PENDERITA

I IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. RD

Umur : 15 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Klemboran RT 03 RW 05 Baturan, Colomadu

Tanggal Pemeriksaan : 9 Agustus 2011

No. RM : 01 06 97 81

II ANAMNESIS

A. Keluhan utama : gatal di selangkangan.

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh gatal di selangkangan sejak 1 bulan yang lalu.

Gatal dirasakan hilang timbul, gatal dirasakn bertambah bila pasien

berkeringat. Pasien mengaku awalnya mlenthing dan gatal. Karena gatal,

pasien seringkali menggaruknya sehingga semakin melebar. Pada tempat

yang dirasa gatal kulit kemerahan. Nyeri (-), demam (-), rasa seperti

terbakar (-).

Pasien pernah periksa ke dokter umum. Pasien diberi salep dan

obat minum, nama salep dan obat minumnya pasien sudah lupa, namun

rasa gatal tidak berkurang. Kemudian pasien memeriksakan diri ke klinik

penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit serupa : (-)

Riwayat Alergi obat : (-)

Riwayat Alergi makanan : (+) udang

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Rhinitis alergika : disangkal

14

Page 15: Tinea Kruris

D. Riwayat Keluarga :

Riwayat Penyakit serupa : (+) pada keponakan yang tinggal serumah

Riwayat Alergi obat : disangkal

Riwayat Alergi makanan : (-)

Riwayat Asma : (-)

E. Riwayat Kebiasaan :

Penderita biasa mandi 2x sehari dengan sabun dan memakai

handuk yang terpisah dengan anggota keluarga yang lain dengan sumber

air dari sumur. Ganti pakaian luar 2x sehari, ganti pakaian dalam 2x

sehari.

III PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

1. Keadaan umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup

2. Vital sign : tidak dilakukan

3. Kepala : dalam batas normal

4. Wajah : dalam batas normal

5. Leher : dalam batas normal

6. Punggung : dalam batas normal

7. Axillaris : dalam batas normal

8. Thorax : dalam batas normal

9. Abdomen : dalam batas normal

10. Gluteus, inguinal dan anogenital : lihat status dermatologis

11. Ekstremitas atas : dalam batas normal

12. Ekstremitas bawah : dalam batas normal

Status Lokalis Dermatologis

Regio cruris dekstra et sinistra

Tampak plak hiperpigmentasi dengan tepi aktif disertai squama halus

15

Page 16: Tinea Kruris

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Penyinaran langsung lesi kulit dengan lampu Wood: tidak tampak

fluoresensi.

16

Page 17: Tinea Kruris

b. Pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10 % : tampak hifa

V. USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan biakan jamur pada medium agar dekstrosa Sabouraud.

VI. DIAGNOSA BANDING

Tinea kruris

Kandidosis

Eritrasma

VII DIAGNOSIS KERJA

Tinea kruris

VIII TERAPI

A. Non Medikamentosa

1. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan

2. Mandi minimal 2x/hari dengan air bersih

17

Page 18: Tinea Kruris

3. Menjaga daerah lesi dari keringat atau keadaan yang lembab, misalnya

memakai pakaian dari bahan yang dapat menyerap keringat dan

longgar.

4. Pakaian yang basah karena keringat, segera diganti dengan yang bersih

dan kering.

5. Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan sesuai petunjuk,

jika keluhan hilang tetap kontrol ke dokter hingga dinyatakan sembuh.

6. Mengganti pakaian dalam dengan teratur minimal 2 kali sehari.

7. Menghindari pemakaian handuk dan pakaian bersama.

8. Menjaga agar kuku tetap pendek.

9. Jangan digaruk bila gatal.

B. Medikamentosa :

Terbinafine HCl cream 2 dd ue

IX PROGNOSIS

Ad vitam : baik

Ad sanam : baik

Ad fungsionam : baik

Ad kosmetikum : dubia

18