Upload
tanti-widya-ishwara
View
67
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Riset Pemasaran TKCI
Citation preview
RISET PEMASARAN
BUILDING BRAND LOYALTY THROUGH
MANAGING BRAND COMMUNITY
COMMITMENT
Dosen : Fatik Rahayu, SE, MSi
Disusun Oleh :
Yuda Pramudia
Putri Mayang Sari
Havitz Syahputra
Miftahun Najih
Shendy Alfati Agung
Fareza Rizky P
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS EKONOMI
Jakarta
2013
BAB I
I.1. Latar Belakang
Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan
mempengaruhi suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Untuk dapat
bertahan dalam persaingan yang semakin ketat, maka produsen dituntut untuk lebih
memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen, terutama pada strategi untuk
mempertahankan loyalitas konsumennya. Pada umumnya konsumen yang loyal tidak
mencari alternatif dan tidak mudah berpaling pada merek produk lain. Dengan alasan
tersebut perusahaan berusaha untuk membentuk konsumen yang loyal.
Menurut Kotler (2000) para pesaing adalah perusahaan-perusahaan yang
memuaskan pelanggan yang sama. Begitu perusahaan mengidentifikasi pesaingnya,
maka harus mengetahui dengan pasti karakteristik, khususnya strategi, tujuan,
kelemahan, dan pola reaksi pesaing ketika mendapatkan ancaman pasar. Persaingan
yang semakin ketat saat ini untuk semua kategori produk melahirkan berbagai macam
merek yang semakin menjadi identitas masing-masing produk tersebut. Peranan merek
bukan lagi sekedar nama atau pembeda dengan produk-produk pesaing, tetapi sudah
menjadi salah satu faktor penting dalam keunggulan bersaing. Merek memberikan
konsumen suatu sumber pilihan, menyederhanakan keputusan, menawarkan jaminan
mutu, membantu ekspresi diri, serta menawarkan persahabatan dan kesenangan.
Berbagai program telah dikembangkan dan diimplementasikan untuk
meningkatkan loyalitas pelanggan. Sebagian besar manfaat dari target ini pelanggan
program fungsional dan ekonomi (misalnya diskon, kupon, dll). Namun, jenis program
loyalitas yang diperlukan tetapi bukan suatu kondisi yang cukup untuk secara
bersamaan meningkatkan loyalitas pelanggan yang beragam (Gustafsson et al., 2005).
Artinya, meningkatkan loyalitas pelanggan dalam arti holistik (luas) membutuhkan
serangkaian strategi pemasaran yang disesuaikan dengan jenis loyalitas yang berbeda.
Brand communitiesdiprakasai oleh fakta bahwa brand communitiesmembantu
perusahaan untuk menarik pelanggan individu dan untuk memperkuat hubungan
dengan para pelanggan, sehingga membentuk hubungan jangka panjang (Stokburger-
Sauer, 2010). Hubungan jangka panjang dengan pelanggan membuat perusahaan lebih
dapat bersaing dan sebagai hasilnya sangat meningkatkan produktivitas pemasaran
mereka (Berry, 1995, Webster, 1992). Bagaimanapun brand communitiesbelum
mampu menangani seluruh lingkaran, dari memulai hubungan dengan pelanggan
untuk peningkatan produktivitas pemasaran. Sebaliknya, fokus peneliti telah di
berbagai bidang, seperti pengaruh sikap brand communities terhadap brand loyalty
(Algesheimer et al., 2005; Jang et al., 2008), sikap berdasarkan tingkat harmoni antara
brand community dan konsep diri, dan hubungan antara kegiatan brand community
dan brand community loyalty (McAlexander et al, 2002;Muniz and O’Guinn, 2001;
Bagozzi and Dholakia, 2006). Brand community sering didefinisikan dalam hal
hubungan antara pelanggan dan merek, antara pelanggan dan perusahaan, antara
pelanggan dan produk yang digunakan, dan di antara sesama pelanggan (McAlexander
et al., 2002).
Peran penting dari brand commitment terhadap membangun brand loyalty, dan
brand communityyang telah membatasi diri dalam berurusan dengan commitment
sebagai pemain penting dalam perilaku meningkatkan brand loyalty, serta memeriksa
anteseden brand community commitment.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah seperti telah di uraikan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Apakah terdapat pengaruh positif brand community affect dan brand
community trust terhadap word of mouth of brand melalui brand community
commitment
I.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis pengaruh positif brand commumity users
trustterhadapbrand community commitment.
b. Untuk menganalisis pengaruh positif brand community users
affectterhadapbrand community commitment.
c. Untuk menganalisis pengaruh positif brand community
commitmentterhadapword-of-mouth.
I.4. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan bahwa pemasaran
brand community memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kekuatan hubungan
antara masyarakat, merek, dan perusahaan. Untuk secara aktif mengelola brand
community.
b. Bagi peneliti selanjutnya dapat sebagai informasi tambahan mengenai brand
commumity trust, brand community affect, brand community commitment, dan
word-of-mouthsebagai bahan pengembangan penelitian selanjutnya.
I.5. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan akan diuraikan secara singkat dan sistematis isi
dari setiap bab dalam penulisan penelitian ini. Adapun pembagian dari setiap bab dan
uraian sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan
serta sistematika pembahasan.
BAB II : KERANGKA TEORITIS
Dalam bab ini diuraikan mengenai landasan teori yang mendasari
konsep-konsep pemikiran dalam penyusunan penelitan, dimana di
dalamnya terdapat beberapa teori mengenai brand commumity trust,
brand community affect, brand community commitment,dan word-of-
mouthyang mendukung penelitian yang dikemukakan oleh para ahli
pemasaran, serta memuat kerangka pemikiran yang merupakan
kristalisasi dari teori-teori yang akan digunakan serta perumusan
hipotesa.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini dikemukakan tentang rancangan penelitian yang
digunakan, variabel dan pengukurannya, uji instrumen, teknik
pengumpulan data, dan metode analisa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Brand community commitment
Salah satu unsur yang paling penting untuk pembentukan dan keberlanjutan
community dalam jangka panjang adalah pasrtisipasi anggota. Tidak hanya
mengembangkan hubungan kelompok (Casalo et al., 2007), tetapi juga meningkatkan
nilai dari masyarakat untuk anggota dan mendukung identisifikasi para anggota
dengan community (Algesheimer et al., 2005). Koh and Kim (2004) menunjukkan
bahwa tingkat partisipasi yang lebih besar memungkinkan anggota untuk memperoleh
dukungan emosional dari anggota lain dan untuk menyebarkan ide-ide dan
pengetahuan dengan cepat. Bettencourt (1997) berpendapat bahwa partisipasi dapat
dianggap sebagai perilaku sukarela. Karena itu bukan tindakan wajib yang harus
dilakukan oleh anggota, frekuensi dan tingkat partisipasi dalam community dapat
dikurangi atau bahkan dihentikan relatif mudah (Bagozzi and Dholalia 2002).
Partisipasi anggota didefinisikan sebagai sejauh mana anggota aktif terlibat dalam
brand community akan memungkinkan konsumen untuk lebih mengenal merek
tersebut.
Community commitment mengacu pada masing-masing anggota terhadap
masyarakat. Dalam hal ini, konsep komitmen digunakan sebagai prediktor perilaku
aktual anggota dalam sebuah community, seperti berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat, menawarkan bantuan kepada masyarakat, dan memecahkan masalah bagi
orang lain. Mengingat peran komitmen dalam hubungan dengan perilaku aktual di
masyarakat, komitmen harus diperlakukan sebagai faktor sikap yang ditekankan ketika
anggota mengakui nilai hubungan yang berkelanjutan antara masyarakat dan diri
mereka sendiri
Brand trust
Chaudhuri and Holbrook (2001) mendefiniskan kepercayaan terhadap merek atau
brand trust sebagai kemauan dari rata-rata konsumen untuk bergantung kepada
kemampuan dari sebuah merek dalam melaksanakan segala kegunaan atau fungsinya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, secara spesifik, kepercayaan dapat mengurangi ketidak
pastian dalam sebuah lingkungan di mana konsumen merasa tidak aman di dalamnya,
karena mereka mengetahui bahwa mereka dapat mengandalkan merek yang sudah
dipercaya tersebut. Belief atau rasa percaya terhadap reliabilitas, keamanan, dan
kejujuran merupakan faktor-faktor terpenting dalam trust.
Dalam konteks merek, Delgado-Ballester and Munuera-Aleman (2001)
mendefinisikan trust atau kepercayaan sebagai “a feeling of security held by the
consumer that brand will meet his/her consumption expectations” (p.1242).
Kepercayaan adalah rasa aman yang dirasakan oleh konsumen terhadap merek; bahwa
merek tersebut akan memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Kepercayaan terhadap merek (Aaker, 1996; Lassar et al., 1995) menunjukkan bahwa
nilai merek dapat diciptakan dan dikembangkan melalui manajemen atas beberapa
aspek yang melebihi kepuasan dari konsumen, serta diimbangi dengan kinerja produk
beserta atribut-atributnya secara fungsional (Delgado-Ballester and Munuera-Aleman,
2001, p. 1241). Proses di mana seorang individu menghubungkan kepercayaan dengan
merek didasarkan atas pengalamannya dengan merek tersebut.
Brand affect
“Brand affect is defined as a brand’s potential to elicit a positive emotional
response in the average consumer as a result of its use” (Chaudhuri and Holbrook,
2001, p. 82). Pengaruh merek didefinisikan sebagai kekuatan sebuah merek untuk
memunculkan tanggapan emosional yang positif dari rata-rata konsumen sebagai
akibat dari penggunaan merek tersebut. Pengaruh merek didefinisikan sebagai
kekuatan sebuah merek untuk memunculkan tanggapan emosional yang positif dari
rata-rata konsumen sebagai akibat dari penggunaan merek tersebut. Sistem afektif
biasanya bersifat reaktif, dimana sistem afektif biasanya tidak dapat direncanakan,
dibuat keputusan, tidak dapat ditujukan untuk mencapai beberapa objektif. Sistem
afektif seseorang biasanya merespon secara langsung dan otomatis aspek tertentu
dalam lingkungan.
Untuk lebih menggambarkan lebih jelas mengenai pengaruh merek, perhatikan
ilustrasi berikut ini. Apakah alasan yang mendasari seorang konsumen menjadi
pelanggan dari hanya sebuah showroom? Ada beberapa macam skenario yang
mungkin bisa menjelaskan hal tersebut. Penjelasan pertama untuk perilaku tersebut
adalah bahwa konsumen tersebut mungkin tidak mempunyai banyak informasi
mengenai showroom dan sudah terbiasa membeli hanya showroom itu. Alasan kedua,
konsumen tersebut mungkin sudah mencoba beberapa showroom lain, dan setelah
melakukan perbandingan (dalam hal kualitas, kenyamanan, layanan, dan sebagainya),
ia memutuskan bahwa showroom di mana ia menjadi pelanggannya adalah yang
terbaik. Alasan lainnya, konsumen tersebut mungkin mempunyai semacam ikatan
emosional dengan para karyawan yang bekerja di showroom tersebut.
Pengaruh merek dapat mengakibatkan komitmen yang lebih besar dalam bentuk
loyalitas sikap dan kesediaan untuk tidak hanya mengunjungi kembali suatu
showroom, namun juga kesediaan untuk membayar kesenangan yang didapat dengan
harga premium. Lebih lanjut, konsumen yang loyal tersebut menjadi lebih sering pergi
ke showroom favoritnya itu daripada ke showroom lain, yang pada akhirnya juga
meningkatkan pendapat showroom tersebut. Konsumen tersebut juga memanfaatkan
fasilitas-fasilitas layanan yang disediakan oleh showroom tersebut semaksimal
mungkin, misalnya dengan menggunakan layanan home service apabila ia tidak
mempunyai waktu luang untuk mengunjungi showroom tersebut. Tindakan tersebut
dapat mendukung peningkatan penjualan dan kinerja merek yang menguntungkan bagi
showroom tersebut.
2.2. Rerangka Konseptual
Tujuan utama dari partisipasi brand community adalah fungsional dan hedonis.
Tujuan fungsional mengacu pada pertukaran informasi antar anggota community,
sedangkan tujuan hedonis memimpin orang-orang untuk memiliki pengalaman yang
kaya dan positif melalui interaksi antara mereka (Holland and Baker, 2001). Dengan
demikian, perusahaan telah mulai menggunakan merek bagi perusahaan untuk
mengidentisifikasikan karakteristik pelanggan dan kebutuhan yang lebih akurat,
sehingga perusahaan mampu mengelola hubungan jangka panjang kepada pelanggan
dengan biaya lebih rendah.
Menurut Gundlach et al, (1995, p. 78) commitment yang seharusnya dianggap
sebagai penting dalam pemasaran karena fokus pemasaran bergerak dari penawaran
untuk ketika seorang pelanggan bercommitment untuk merek atau perusahaan, sangat
mungkin bahwa pelanggan akan bekerja sama secara aktif dan tidak akan mudah
tertarik dengan pesaing, yang dalam hubungan gilirannya akan meningkatkan
keuntungan. Selain itu, commitment dianggap sebagai sumber daya saing suatu
perusahaan karena memiliki hubungan kausal dengan pengurangan biaya perusahaan
dan meningkatkan keuntungan, efek word-of-mouth melalui rekomendasi, dan efek
harga premium (Reichheld, 1996).
Dalam konteks hubungan merek konsumen, community commitment mengacu
pada sikap masing-masing anggota terhadap community. Mengingat peran commitment
dalam hubungan dengan perilaku aktual di community, commitment harus
diperlakukan sebagai faktor sikap yang ditekankan ketika anggota mengakui nilai
hubungan berkelanjutan antara community dan diri mereka sendiri. Di sisi lain,
penelitian berfokus pada peran mediasi dari community commitment telah
mengidentisifikasi bahwa konstruksi ini positif mempengaruhi kinerja merek, seperti
loyalitas merek (Jang et al, 2008; Fuller et al, 2007).
Anderson and Narus (1990) mendefinisikan trust sebagai harapan umum tentang
perilaku masa depan mitra. Dalam hal ini, Chaudhuri and Holbrook (2001) menyajikan
gagasan brand trust, sehingga dalam proses dipikirkan dengan baik dan seksama.
Brand trust dapat dilihat sebagai kecenderungan pelanggan untuk percaya bahwa
merek terus menepati janjinya mengenai kinerjanya (Fuller et al,. 2008).
Dibutuhkan waktu lebih lama membangun trust daripada kepuasan, dan pelanggan
lebih bergantung pada trust mereka dari pada kepuasan dalam pengambilan keputusan
dal hal apakah meraka dapat melakukan atau tidak (Achrol, 1991). Oleh karena itu,
interaksi antara perusahaan sangat membantu brand community berpengaruh positif
terhadap brand community commitment, sambil mengingatkan bahwa saat ini ada
kurangnya yang berhubungan langsung dengan hubungan antara trust dan commitment
dalam konteks brand community.
Gambar 2.2
Rerangka Konseptual
H1
H2
Sumber: Won et al., (2011)
Brand community commitment
Brand community trust
Brand community affect
2.3. Perumusan Hipotesis
Penelitian ini menganalisa efek dari trust dan affect terhadap brand community
commitment.
Dampak dari trust dan affect terhadap brand community commitment.
Pelanggan sebagai makhluk rasional mengejar nilai maksimum dalam setiap transaksi,
sehingga mereka mencoba untuk melibatkan transaksi dengan perusahaan yang
menawarkan nilai terbaik. Dalam hal ini, trust dianggap sebagai salah satu mediator
yang paling penting yang menyebabkan commitment dalam hubungan pembeli dan
penjual (Morgan and Hunt, 1994). Moorman et al., (1993) mengidentisifikasi trust
yang mengarah ke commitment dalam hubungan kerja, dan Schemwell et al., (1994)
menunjukkan bahwa trust memberikan nilai yang lebih tinggi dalam hubungan, yang
pada gilirannya meningkatkan kualitas hubungan. Berdasarkan pembahasan ini, brand
community commitment tampaknya dipengaruhi oleh brand community trust,
menunjukkan hipotesis berikut untuk brand community users:
H1. Brand community affect berpengaruh positif terhadap brand community
commitment.
Pengaruh brand community commitment tentang jenis loyalitas merek.
Repurchase intention telah didefinisikan secara luas dan banyak diperiksa dalam
psikologi sosial dan pemasaran. Dalam teori pertukaran sosial (Kelly and Thibaut,
1978) dan model investasi (Rusbult, 1983) dalam psikologi sosial, repurchase
intention dijelaskan sebagai pemeliharaan hubungan. Di sisi lain, studi di manajemen
saluran pemasaran atau perilaku organisasi konsep repurchase intention dalam
komitmen relasional sebagai niat untuk menjaga hubungan (Morgan and Hunt, 1994).
Manfaat ekonomi, yang dikenal sebagai pendahuluan dari bagian perilaku
loyalitas juga dilaporkan menjadi anteseden komitmen kalkulatif (Dick and Basu,
1994; Klemper, 1995) komitmen kalkulatif mempengaruhi kecenderungan untuk
mempertahankan hubungan (Lee et al, 2004;,. Verhoef et al, 2002) dan memiliki peran
penting untuk menjaga hubungan jangka panjang (Fournier, 1998). Hal ini juga banyak
menyatakan bahwa komitmen afektif, termasuk lampiran psikologis dan rasa
persatuan, mendorong pelanggan untuk tetap dalam pelayanan yang ada dan membuat
mereka mencoba menjadi pesaing. Sheth and Parvatiyar (1995) menemukan bahwa
konsumen yang menunjukkan komitmen afektif kurang tertarik pada promosi pesaing.
Pembahasan sebelumnya meminta hipotesis berikut tentang brand community user:
H2. Brand community trust berpengaruh positif terhadapbrand community
commitment.
Pelanggan mengekspresikan diri melalui merek yang mereka sukai, dan
mereka yang menguntungkan dan melekat pada merek yang memilki harmoni yang
lebih tinggi dengan citra diri mereka. Sebagai hasilnya, mereka sangat mungkin
repurchase merek tersebut secara konsisten (Jamal and Goode, 2001). Graeff (1967)
mengungkapkan bahwa sikap positif terhadap merek terbentuk ketika citra diri
konsumen dan citra merek yang sama dan sebangun. Demikian pula, Grubb and
Grathwohl (1967) menegaskan bahwa pelanggan mereka meningkatkan konsep diri
dengan mengkonsumsi aspek psikologis dari produk. Hubungan antara fit psikologis
konsumen dengan kata lain, keterikatan affect kepada brand community dan sikap
menguntungkan mereka, seperti commitment terhadap brand community, mengarah ke
hipotesis berikut tentang brand community user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Won et al., (2011)
yang berjudul “Building brand loyalty through managing brand community
commitment” apakah ada pengaruh positif antara brand community trust dan brand
community affect terhadap word of mounth of brand melalui brand community
commitment. Unit analisanya adalah individu yaitu para pemilik Toyota Kijang
Innova, yang telah bergabung menjadi anggota komunitas Toyota Kijang Club
Indonesia di Jakarta.
Penelitian ini bersifat uji hipotesis (Hypotheses Testing). Dataini merupakan
data Cross Sectional, yaitu data yang dikumpulkan pada satu waktu tertentu pada
beberapa objek dengan tujuan menggambarkan keadaan di dalam komunitas Toyota
Kijang Club Indonesia.
3.2. Variabel dan Pengukuran
Di dalam penelitian ini, terdapat 3 variabel yaitu brand community affect, brand
community trust, brand community commitment.
1. SS = Sangat Setuju
2. S = Setuju
3. TS = Tidak Setuju
4. STS = Sangat Tidak Setuju
Brand community affect
Brand community affect terdiri dari beberapa item pertanyaan yang diadaptasi dari
penelitian sebelumnya (Chaudhuri and Holbrook, 2001).
1. Komunitas Toyota Kijang Club Indonesia ini membuat saya senang.
2. Komunitas Toyota Kijang Club Indonesia ini memberi saya kesenangan.
3. Saya merasa baik ketika saya berpartisipasi dalam komunitas Toyota Kijang
Club Indonesia.
Brand community trust
Brand community trust terdiri dari beberapa item pertanyaan yang diadaptasi dari
penelitian sebelumnya (Chaudhuri and Holbrook, 2001).
1. Saya percaya komunitas Toyota Kijang Club Indonesia.
2. Saya bergantung pada komunitas Toyota Kijang Club Indonesia.
3. Komunitas Toyota Kijang Club Indonesia adalah jujur.
Brand community commitment
Brand community commitmentterdiri dari beberapa item pertanyaan yang diadaptasi
dari Jang et al., (2008) dan Algesheimer et al. (2005).
1. Saya merasakan rasa memiliki dalam komunitas Toyota Kijang Club Indonesia.
2. Saya akan mengunjungi komunitas Toyota Kijang Club Indonesia terus
menerus.
3. Saya akan bertukar informasi dan pendapat dengan anggota komunitas Toyota
Kijang Club Indonesia.
4. Saya akan mengumpulkan informasi melalui komunitas Toyota Kijang Club
Indonesia.
3.3. Uji Instrumen Penelitian
1. UjiValiditas
Uji Validitas pada penelitian ini menggunakan analisis faktor. Adapun dasar
pengambilan keputusan uji validitas adalah dengan membandingkan standardize factor
loading dengan faktor loading sebagai berikut (Hair et al., 2010):
a) Jika standardize factor loading <factor loading (0.5) maka item pernyataan
tidak valid
b) Jika standardize factor loading >factor loading (0.5) maka item pernyataan
valid
2. Uji Reliabilitas
Pengujian realibilitas pada alat ukur perlu dilakukan untuk memastikan
instrumen dari alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah konsisten dan
akurat. Realibilitas berkaitan dengan konsitensi, akurasi, dan prediktabilitas suatu alat
ukur (Hermawan, 2006). Standar nilai Alpha yang digunakan adalah lebih besar atau
sama dengan 0,6 yang berarti indikator yang digunakan konsisten untuk mengukur
konsep (Sekaran, 2006). Kriteria yang digunakan dalam pengujian realibilitas adalah:
a. Cronbach’s Alpha > 0,60 (Cronbach’s Alpha reliable)
b. Cronbach’s Alpha <0,60 (Cronbach’s Alpha tidak reliable)
3.4. Prosedur Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer karena data harus
diolah terlebih dahulu. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
secara langsung kepada 150 anggota komunitas Toyota Kijang Club Indonesia sebagai
responden dari jumlah populasi sebanyak 240 anggota sebagai populasi. Jenis data
dalam penelitian ini adalah data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner
tentang variabel-variabel penelitian yang diajukan kepada responden.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik pengumpulan data berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu (Hermawan, 2006). Responden dari penelitian adalah anggota komunitas
Toyota Kijang Club Indonesia. Dalam penelitian ini cara penentuan jumlah sampelnya
adalah menggunakan rumus Slovin dengan perhitungannya sebagai berikut
(Hermawan, 2006).
3.5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
dengan menggunakan program spss 11.5 Menurut ferdinand (2000), regresi pada
dasarnya merupakan sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan yang
mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis faktor untuk mengestimasi
serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan (Hair et al., 2010).
Uraian masing-masing dari goodness of fit index dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Absolute Fit Measures
a. CMIN/DF
The minimum sampel discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degress of
freedomnya (DF) akan menghasilkan indeks CMIN/DF, yang umumnya dilaporkan
oleh para peneliti sebagai salah satu indicator untuk mengukur tingkat fitnya suatu
model. CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi-square, χ ² dibagi Df-nya sehingga
disebut χ ² relatif. Nilai χ ² relative< 2,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara
model dan data.
b. Goodness-Fit-Index (GFI)
Goodness-Fit-Index (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam
menghasilkan observed matrikskovarians. Nilainyaberkisardari 0 (poor fit) sampai1
(perfect fit). Nilai GFI yang tinggimenunjukkan fit yang lebihbaik. Nilaiyang
direkomendasikanadalah ≥ 0,90 yang menunjukkangood fit, sedangkan 0,80 ≤ GFI <
0,90 seringdisebutsebagaimarginal fit.
c. The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
RMSEA merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chi-
square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 –
0,08 mengindikasikan good fit dan nilai RMSEA <0,05 mengindikasikan close fit.
Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfirmatori atau competing
model strategy dengan jumlah sampel besar.
d. Root Mean Square Residual (RMR)
Root Mean Square Residual mewakili nilai rerata residual yang diperoleh dari
mencocokkan matrik varian-kovarian dari model yang dihipotesiskan dengan matrik
varian-kovarian dari data sampel. Model yang mempunyai kecocokan baik (good fit)
akan mempunyai nilai Standardized Root Mean Square Residual lebih kecil dari 0,05.
2. Incremental Fit Measures
a. Adjusted Goodness-of-Fit (AGFI)
Adjusted Goodness-of-Fit adalah analog dari R² dalam regresi berganda. Fit indeks ini
dapat disesuaikan terhadap degrees of freedom yang tersedia untuk menguji diterima
atau tidaknya model. AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang
dari varians dalam suatu matriks kovarians sampel. Nilai > 0,90 dapat diinterpretasi
kan sebagai tingkatan yang baik (good overall model fit), sedangkan nilai > 0,80,
menunjukkan tingkatan yang cukup (marginal fit).
b. Tucker Lewis Index (TLI)
Tucker Lewis Index adalah suatu alternative incremental fit index yang
membandingkan suatu model yang diuji terhadap suatu baseline model. Nilai yang
direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya suatu model adalah ≥ 0,90
mengindikasikan good fit dan nilai Tucker Lewis Index sebesar 0,80 – 0,90
mengindikasikan marginal fit, dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very
good fit.
c. Normed Fit Index (NFI)
Normed Fit Index merupakan perbandingan relative dari pada model yang dibuat
terhadap null model. Nilai Normed Fit Index berkisar dari 0 (sama sekali tidak cocok)
sampai 1 (kecocokan sempurna). Tidak ada nilai absolut yang menunjuk tingkat
penerimaan, namun nilai yang direkomendasikan adalah lebih besar dari 0,90 yang
menunjukkan good fit, sedangkan 0,80 ≤ NFI < 0,90 sering disebut sebagai marginal
fit.
d. Comparative Fit Index (CFI)
Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0 – 1. Semakin mendekati 1
mengindikasikan tingkat fit paling tinggi (a very good fit). Nilai CFI ≥ 0,90
mengindikasikan good fit dan nilai Comparative Fit Index sebesar 0,80 – 0,90
mengindikasikan marginal fit. Keunggulan dari indeks ini adalah bahwa indeks ini
besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel, karena itu sangat baik untuk
mengukur tingkat penerimaan suatu model. Dalam penilaian model, indeks TLI dan
CFI sangat dianjurkan untuk digunakan karena indeks ini relative tidak sensitive
terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model.
3. Parsimonious Fit measures
a. Parsimonious Normal Fit Index (PNFI)
Parsimonious Normal Fit Index memasukan jumlah degree of freedom yang
digunakan untuk mencapai level fit. Nilai Parsimonious Normal Fit Index yang tinggi
menunjukkan kecocokan yang lebih baik, tetapi ini hanya digunakan dalam
membandingkan model alternatif. Dalam membandingkan model, perbedaan sebesar
0.06-0.09 menunjukkan perbedaan yang sangat besardari model tersebut.
b. Parsimonious Goodness-of-Fit Index (PGFI)
Parsimonious Goodness-of-Fit Indexmemodifikasi GFI atasdasarparsimony estimated
model. Nilai PGFI berkisarantara 0 sampai 1. Nilai CFI ≥ 0,90mengindikasikangood
fit dannilai CFI sebesar 0,80 – 0,90 mengindikasikanmarginal fit.
HasilGoodness of Fit Model
Pengukuran Goodness of Fit
Batas Penerimaan
Yang Disarankan
Nilai Keputusan
χ 2 / df
<3,00 Acceptable Fit
p-value >0,05 Acceptable Fit
GFI > 0,80 atau mendekati 1
Acceptable Fit
RMSEA < 1 Acceptable Fit
AGFI > 0, 80 atau mendekati 1
Acceptable Fit
TLI > 0, 090 atau mendekati 1
Acceptable Fit
CFI >0,90 Acceptable Fit
Normed chi –square
>0,90 Acceptable Fit