35
RISET PEMASARAN BUILDING BRAND LOYALTY THROUGH MANAGING BRAND COMMUNITY COMMITMENT Dosen : Fatik Rahayu, SE, MSi Disusun Oleh : Yuda Pramudia Putri Mayang Sari Havitz Syahputra Miftahun Najih Shendy Alfati Agung Fareza Rizky P UNIVERSITAS TRISAKTI FAKULTAS EKONOMI Jakarta

Riset Pemasaran TKCI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Riset Pemasaran TKCI

Citation preview

Page 1: Riset Pemasaran TKCI

RISET PEMASARAN

BUILDING BRAND LOYALTY THROUGH

MANAGING BRAND COMMUNITY

COMMITMENT

Dosen : Fatik Rahayu, SE, MSi

Disusun Oleh :

Yuda Pramudia

Putri Mayang Sari

Havitz Syahputra

Miftahun Najih

Shendy Alfati Agung

Fareza Rizky P

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS EKONOMI

Jakarta

2013

Page 2: Riset Pemasaran TKCI

BAB I

I.1. Latar Belakang

Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan

mempengaruhi suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Untuk dapat

bertahan dalam persaingan yang semakin ketat, maka produsen dituntut untuk lebih

memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen, terutama pada strategi untuk

mempertahankan loyalitas konsumennya. Pada umumnya konsumen yang loyal tidak

mencari alternatif dan tidak mudah berpaling pada merek produk lain. Dengan alasan

tersebut perusahaan berusaha untuk membentuk konsumen yang loyal.

Menurut Kotler (2000) para pesaing adalah perusahaan-perusahaan yang

memuaskan pelanggan yang sama. Begitu perusahaan mengidentifikasi pesaingnya,

maka harus mengetahui dengan pasti karakteristik, khususnya strategi, tujuan,

kelemahan, dan pola reaksi pesaing ketika mendapatkan ancaman pasar. Persaingan

yang semakin ketat saat ini untuk semua kategori produk melahirkan berbagai macam

merek yang semakin menjadi identitas masing-masing produk tersebut. Peranan merek

bukan lagi sekedar nama atau pembeda dengan produk-produk pesaing, tetapi sudah

menjadi salah satu faktor penting dalam keunggulan bersaing. Merek memberikan

konsumen suatu sumber pilihan, menyederhanakan keputusan, menawarkan jaminan

mutu, membantu ekspresi diri, serta menawarkan persahabatan dan kesenangan.

Berbagai program telah dikembangkan dan diimplementasikan untuk

meningkatkan loyalitas pelanggan. Sebagian besar manfaat dari target ini pelanggan

Page 3: Riset Pemasaran TKCI

program fungsional dan ekonomi (misalnya diskon, kupon, dll). Namun, jenis program

loyalitas yang diperlukan tetapi bukan suatu kondisi yang cukup untuk secara

bersamaan meningkatkan loyalitas pelanggan yang beragam (Gustafsson et al., 2005).

Artinya, meningkatkan loyalitas pelanggan dalam arti holistik (luas) membutuhkan

serangkaian strategi pemasaran yang disesuaikan dengan jenis loyalitas yang berbeda.

Brand communitiesdiprakasai oleh fakta bahwa brand communitiesmembantu

perusahaan untuk menarik pelanggan individu dan untuk memperkuat hubungan

dengan para pelanggan, sehingga membentuk hubungan jangka panjang (Stokburger-

Sauer, 2010). Hubungan jangka panjang dengan pelanggan membuat perusahaan lebih

dapat bersaing dan sebagai hasilnya sangat meningkatkan produktivitas pemasaran

mereka (Berry, 1995, Webster, 1992). Bagaimanapun brand communitiesbelum

mampu menangani seluruh lingkaran, dari memulai hubungan dengan pelanggan

untuk peningkatan produktivitas pemasaran. Sebaliknya, fokus peneliti telah di

berbagai bidang, seperti pengaruh sikap brand communities terhadap brand loyalty

(Algesheimer et al., 2005; Jang et al., 2008), sikap berdasarkan tingkat harmoni antara

brand community dan konsep diri, dan hubungan antara kegiatan brand community

dan brand community loyalty (McAlexander et al, 2002;Muniz and O’Guinn, 2001;

Bagozzi and Dholakia, 2006). Brand community sering didefinisikan dalam hal

hubungan antara pelanggan dan merek, antara pelanggan dan perusahaan, antara

pelanggan dan produk yang digunakan, dan di antara sesama pelanggan (McAlexander

et al., 2002).

Peran penting dari brand commitment terhadap membangun brand loyalty, dan

brand communityyang telah membatasi diri dalam berurusan dengan commitment

Page 4: Riset Pemasaran TKCI

sebagai pemain penting dalam perilaku meningkatkan brand loyalty, serta memeriksa

anteseden brand community commitment.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti telah di uraikan diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Apakah terdapat pengaruh positif brand community affect dan brand

community trust terhadap word of mouth of brand melalui brand community

commitment

I.3. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis pengaruh positif brand commumity users

trustterhadapbrand community commitment.

b. Untuk menganalisis pengaruh positif brand community users

affectterhadapbrand community commitment.

c. Untuk menganalisis pengaruh positif brand community

commitmentterhadapword-of-mouth.

I.4. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan bahwa pemasaran

brand community memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kekuatan hubungan

antara masyarakat, merek, dan perusahaan. Untuk secara aktif mengelola brand

community.

Page 5: Riset Pemasaran TKCI

b. Bagi peneliti selanjutnya dapat sebagai informasi tambahan mengenai brand

commumity trust, brand community affect, brand community commitment, dan

word-of-mouthsebagai bahan pengembangan penelitian selanjutnya.

I.5. Sistematika Pembahasan

Dalam sistematika pembahasan akan diuraikan secara singkat dan sistematis isi

dari setiap bab dalam penulisan penelitian ini. Adapun pembagian dari setiap bab dan

uraian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan

serta sistematika pembahasan.

BAB II : KERANGKA TEORITIS

Dalam bab ini diuraikan mengenai landasan teori yang mendasari

konsep-konsep pemikiran dalam penyusunan penelitan, dimana di

dalamnya terdapat beberapa teori mengenai brand commumity trust,

brand community affect, brand community commitment,dan word-of-

mouthyang mendukung penelitian yang dikemukakan oleh para ahli

pemasaran, serta memuat kerangka pemikiran yang merupakan

kristalisasi dari teori-teori yang akan digunakan serta perumusan

hipotesa.

Page 6: Riset Pemasaran TKCI

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini dikemukakan tentang rancangan penelitian yang

digunakan, variabel dan pengukurannya, uji instrumen, teknik

pengumpulan data, dan metode analisa.

Page 7: Riset Pemasaran TKCI

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Brand community commitment

Salah satu unsur yang paling penting untuk pembentukan dan keberlanjutan

community dalam jangka panjang adalah pasrtisipasi anggota. Tidak hanya

mengembangkan hubungan kelompok (Casalo et al., 2007), tetapi juga meningkatkan

nilai dari masyarakat untuk anggota dan mendukung identisifikasi para anggota

dengan community (Algesheimer et al., 2005). Koh and Kim (2004) menunjukkan

bahwa tingkat partisipasi yang lebih besar memungkinkan anggota untuk memperoleh

dukungan emosional dari anggota lain dan untuk menyebarkan ide-ide dan

pengetahuan dengan cepat. Bettencourt (1997) berpendapat bahwa partisipasi dapat

dianggap sebagai perilaku sukarela. Karena itu bukan tindakan wajib yang harus

dilakukan oleh anggota, frekuensi dan tingkat partisipasi dalam community dapat

dikurangi atau bahkan dihentikan relatif mudah (Bagozzi and Dholalia 2002).

Partisipasi anggota didefinisikan sebagai sejauh mana anggota aktif terlibat dalam

brand community akan memungkinkan konsumen untuk lebih mengenal merek

tersebut.

Community commitment mengacu pada masing-masing anggota terhadap

masyarakat. Dalam hal ini, konsep komitmen digunakan sebagai prediktor perilaku

aktual anggota dalam sebuah community, seperti berpartisipasi dalam kegiatan

masyarakat, menawarkan bantuan kepada masyarakat, dan memecahkan masalah bagi

Page 8: Riset Pemasaran TKCI

orang lain. Mengingat peran komitmen dalam hubungan dengan perilaku aktual di

masyarakat, komitmen harus diperlakukan sebagai faktor sikap yang ditekankan ketika

anggota mengakui nilai hubungan yang berkelanjutan antara masyarakat dan diri

mereka sendiri

Brand trust

Chaudhuri and Holbrook (2001) mendefiniskan kepercayaan terhadap merek atau

brand trust sebagai kemauan dari rata-rata konsumen untuk bergantung kepada

kemampuan dari sebuah merek dalam melaksanakan segala kegunaan atau fungsinya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa, secara spesifik, kepercayaan dapat mengurangi ketidak

pastian dalam sebuah lingkungan di mana konsumen merasa tidak aman di dalamnya,

karena mereka mengetahui bahwa mereka dapat mengandalkan merek yang sudah

dipercaya tersebut. Belief atau rasa percaya terhadap reliabilitas, keamanan, dan

kejujuran merupakan faktor-faktor terpenting dalam trust.

Dalam konteks merek, Delgado-Ballester and Munuera-Aleman (2001)

mendefinisikan trust atau kepercayaan sebagai “a feeling of security held by the

consumer that brand will meet his/her consumption expectations” (p.1242).

Kepercayaan adalah rasa aman yang dirasakan oleh konsumen terhadap merek; bahwa

merek tersebut akan memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Kepercayaan terhadap merek (Aaker, 1996; Lassar et al., 1995) menunjukkan bahwa

nilai merek dapat diciptakan dan dikembangkan melalui manajemen atas beberapa

aspek yang melebihi kepuasan dari konsumen, serta diimbangi dengan kinerja produk

beserta atribut-atributnya secara fungsional (Delgado-Ballester and Munuera-Aleman,

Page 9: Riset Pemasaran TKCI

2001, p. 1241). Proses di mana seorang individu menghubungkan kepercayaan dengan

merek didasarkan atas pengalamannya dengan merek tersebut.

Brand affect

“Brand affect is defined as a brand’s potential to elicit a positive emotional

response in the average consumer as a result of its use” (Chaudhuri and Holbrook,

2001, p. 82). Pengaruh merek didefinisikan sebagai kekuatan sebuah merek untuk

memunculkan tanggapan emosional yang positif dari rata-rata konsumen sebagai

akibat dari penggunaan merek tersebut. Pengaruh merek didefinisikan sebagai

kekuatan sebuah merek untuk memunculkan tanggapan emosional yang positif dari

rata-rata konsumen sebagai akibat dari penggunaan merek tersebut. Sistem afektif

biasanya bersifat reaktif, dimana sistem afektif biasanya tidak dapat direncanakan,

dibuat keputusan, tidak dapat ditujukan untuk mencapai beberapa objektif. Sistem

afektif seseorang biasanya merespon secara langsung dan otomatis aspek tertentu

dalam lingkungan.

Untuk lebih menggambarkan lebih jelas mengenai pengaruh merek, perhatikan

ilustrasi berikut ini. Apakah alasan yang mendasari seorang konsumen menjadi

pelanggan dari hanya sebuah showroom? Ada beberapa macam skenario yang

mungkin bisa menjelaskan hal tersebut. Penjelasan pertama untuk perilaku tersebut

adalah bahwa konsumen tersebut mungkin tidak mempunyai banyak informasi

mengenai showroom dan sudah terbiasa membeli hanya showroom itu. Alasan kedua,

konsumen tersebut mungkin sudah mencoba beberapa showroom lain, dan setelah

melakukan perbandingan (dalam hal kualitas, kenyamanan, layanan, dan sebagainya),

ia memutuskan bahwa showroom di mana ia menjadi pelanggannya adalah yang

Page 10: Riset Pemasaran TKCI

terbaik. Alasan lainnya, konsumen tersebut mungkin mempunyai semacam ikatan

emosional dengan para karyawan yang bekerja di showroom tersebut.

Pengaruh merek dapat mengakibatkan komitmen yang lebih besar dalam bentuk

loyalitas sikap dan kesediaan untuk tidak hanya mengunjungi kembali suatu

showroom, namun juga kesediaan untuk membayar kesenangan yang didapat dengan

harga premium. Lebih lanjut, konsumen yang loyal tersebut menjadi lebih sering pergi

ke showroom favoritnya itu daripada ke showroom lain, yang pada akhirnya juga

meningkatkan pendapat showroom tersebut. Konsumen tersebut juga memanfaatkan

fasilitas-fasilitas layanan yang disediakan oleh showroom tersebut semaksimal

mungkin, misalnya dengan menggunakan layanan home service apabila ia tidak

mempunyai waktu luang untuk mengunjungi showroom tersebut. Tindakan tersebut

dapat mendukung peningkatan penjualan dan kinerja merek yang menguntungkan bagi

showroom tersebut.

2.2. Rerangka Konseptual

Tujuan utama dari partisipasi brand community adalah fungsional dan hedonis.

Tujuan fungsional mengacu pada pertukaran informasi antar anggota community,

sedangkan tujuan hedonis memimpin orang-orang untuk memiliki pengalaman yang

kaya dan positif melalui interaksi antara mereka (Holland and Baker, 2001). Dengan

demikian, perusahaan telah mulai menggunakan merek bagi perusahaan untuk

mengidentisifikasikan karakteristik pelanggan dan kebutuhan yang lebih akurat,

sehingga perusahaan mampu mengelola hubungan jangka panjang kepada pelanggan

dengan biaya lebih rendah.

Page 11: Riset Pemasaran TKCI

Menurut Gundlach et al, (1995, p. 78) commitment yang seharusnya dianggap

sebagai penting dalam pemasaran karena fokus pemasaran bergerak dari penawaran

untuk ketika seorang pelanggan bercommitment untuk merek atau perusahaan, sangat

mungkin bahwa pelanggan akan bekerja sama secara aktif dan tidak akan mudah

tertarik dengan pesaing, yang dalam hubungan gilirannya akan meningkatkan

keuntungan. Selain itu, commitment dianggap sebagai sumber daya saing suatu

perusahaan karena memiliki hubungan kausal dengan pengurangan biaya perusahaan

dan meningkatkan keuntungan, efek word-of-mouth melalui rekomendasi, dan efek

harga premium (Reichheld, 1996).

Dalam konteks hubungan merek konsumen, community commitment mengacu

pada sikap masing-masing anggota terhadap community. Mengingat peran commitment

dalam hubungan dengan perilaku aktual di community, commitment harus

diperlakukan sebagai faktor sikap yang ditekankan ketika anggota mengakui nilai

hubungan berkelanjutan antara community dan diri mereka sendiri. Di sisi lain,

penelitian berfokus pada peran mediasi dari community commitment telah

mengidentisifikasi bahwa konstruksi ini positif mempengaruhi kinerja merek, seperti

loyalitas merek (Jang et al, 2008; Fuller et al, 2007).

Anderson and Narus (1990) mendefinisikan trust sebagai harapan umum tentang

perilaku masa depan mitra. Dalam hal ini, Chaudhuri and Holbrook (2001) menyajikan

gagasan brand trust, sehingga dalam proses dipikirkan dengan baik dan seksama.

Brand trust dapat dilihat sebagai kecenderungan pelanggan untuk percaya bahwa

merek terus menepati janjinya mengenai kinerjanya (Fuller et al,. 2008).

Page 12: Riset Pemasaran TKCI

Dibutuhkan waktu lebih lama membangun trust daripada kepuasan, dan pelanggan

lebih bergantung pada trust mereka dari pada kepuasan dalam pengambilan keputusan

dal hal apakah meraka dapat melakukan atau tidak (Achrol, 1991). Oleh karena itu,

interaksi antara perusahaan sangat membantu brand community berpengaruh positif

terhadap brand community commitment, sambil mengingatkan bahwa saat ini ada

kurangnya yang berhubungan langsung dengan hubungan antara trust dan commitment

dalam konteks brand community.

Gambar 2.2

Rerangka Konseptual

H1

H2

Sumber: Won et al., (2011)

Brand community commitment

Brand community trust

Brand community affect

Page 13: Riset Pemasaran TKCI

2.3. Perumusan Hipotesis

Penelitian ini menganalisa efek dari trust dan affect terhadap brand community

commitment.

Dampak dari trust dan affect terhadap brand community commitment.

Pelanggan sebagai makhluk rasional mengejar nilai maksimum dalam setiap transaksi,

sehingga mereka mencoba untuk melibatkan transaksi dengan perusahaan yang

menawarkan nilai terbaik. Dalam hal ini, trust dianggap sebagai salah satu mediator

yang paling penting yang menyebabkan commitment dalam hubungan pembeli dan

penjual (Morgan and Hunt, 1994). Moorman et al., (1993) mengidentisifikasi trust

yang mengarah ke commitment dalam hubungan kerja, dan Schemwell et al., (1994)

menunjukkan bahwa trust memberikan nilai yang lebih tinggi dalam hubungan, yang

pada gilirannya meningkatkan kualitas hubungan. Berdasarkan pembahasan ini, brand

community commitment tampaknya dipengaruhi oleh brand community trust,

menunjukkan hipotesis berikut untuk brand community users:

H1. Brand community affect berpengaruh positif terhadap brand community

commitment.

Pengaruh brand community commitment tentang jenis loyalitas merek.

Repurchase intention telah didefinisikan secara luas dan banyak diperiksa dalam

psikologi sosial dan pemasaran. Dalam teori pertukaran sosial (Kelly and Thibaut,

1978) dan model investasi (Rusbult, 1983) dalam psikologi sosial, repurchase

intention dijelaskan sebagai pemeliharaan hubungan. Di sisi lain, studi di manajemen

Page 14: Riset Pemasaran TKCI

saluran pemasaran atau perilaku organisasi konsep repurchase intention dalam

komitmen relasional sebagai niat untuk menjaga hubungan (Morgan and Hunt, 1994).

Manfaat ekonomi, yang dikenal sebagai pendahuluan dari bagian perilaku

loyalitas juga dilaporkan menjadi anteseden komitmen kalkulatif (Dick and Basu,

1994; Klemper, 1995) komitmen kalkulatif mempengaruhi kecenderungan untuk

mempertahankan hubungan (Lee et al, 2004;,. Verhoef et al, 2002) dan memiliki peran

penting untuk menjaga hubungan jangka panjang (Fournier, 1998). Hal ini juga banyak

menyatakan bahwa komitmen afektif, termasuk lampiran psikologis dan rasa

persatuan, mendorong pelanggan untuk tetap dalam pelayanan yang ada dan membuat

mereka mencoba menjadi pesaing. Sheth and Parvatiyar (1995) menemukan bahwa

konsumen yang menunjukkan komitmen afektif kurang tertarik pada promosi pesaing.

Pembahasan sebelumnya meminta hipotesis berikut tentang brand community user:

H2. Brand community trust berpengaruh positif terhadapbrand community

commitment.

Pelanggan mengekspresikan diri melalui merek yang mereka sukai, dan

mereka yang menguntungkan dan melekat pada merek yang memilki harmoni yang

lebih tinggi dengan citra diri mereka. Sebagai hasilnya, mereka sangat mungkin

repurchase merek tersebut secara konsisten (Jamal and Goode, 2001). Graeff (1967)

mengungkapkan bahwa sikap positif terhadap merek terbentuk ketika citra diri

konsumen dan citra merek yang sama dan sebangun. Demikian pula, Grubb and

Grathwohl (1967) menegaskan bahwa pelanggan mereka meningkatkan konsep diri

dengan mengkonsumsi aspek psikologis dari produk. Hubungan antara fit psikologis

konsumen dengan kata lain, keterikatan affect kepada brand community dan sikap

Page 15: Riset Pemasaran TKCI

menguntungkan mereka, seperti commitment terhadap brand community, mengarah ke

hipotesis berikut tentang brand community user

Page 16: Riset Pemasaran TKCI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Won et al., (2011)

yang berjudul “Building brand loyalty through managing brand community

commitment” apakah ada pengaruh positif antara brand community trust dan brand

community affect terhadap word of mounth of brand melalui brand community

commitment. Unit analisanya adalah individu yaitu para pemilik Toyota Kijang

Innova, yang telah bergabung menjadi anggota komunitas Toyota Kijang Club

Indonesia di Jakarta.

Penelitian ini bersifat uji hipotesis (Hypotheses Testing). Dataini merupakan

data Cross Sectional, yaitu data yang dikumpulkan pada satu waktu tertentu pada

beberapa objek dengan tujuan menggambarkan keadaan di dalam komunitas Toyota

Kijang Club Indonesia.

3.2. Variabel dan Pengukuran

Di dalam penelitian ini, terdapat 3 variabel yaitu brand community affect, brand

community trust, brand community commitment.

Page 17: Riset Pemasaran TKCI

1. SS = Sangat Setuju

2. S = Setuju

3. TS = Tidak Setuju

4. STS = Sangat Tidak Setuju

Brand community affect

Brand community affect terdiri dari beberapa item pertanyaan yang diadaptasi dari

penelitian sebelumnya (Chaudhuri and Holbrook, 2001).

1. Komunitas Toyota Kijang Club Indonesia ini membuat saya senang.

2. Komunitas Toyota Kijang Club Indonesia ini memberi saya kesenangan.

3. Saya merasa baik ketika saya berpartisipasi dalam komunitas Toyota Kijang

Club Indonesia.

Brand community trust

Brand community trust terdiri dari beberapa item pertanyaan yang diadaptasi dari

penelitian sebelumnya (Chaudhuri and Holbrook, 2001).

1. Saya percaya komunitas Toyota Kijang Club Indonesia.

2. Saya bergantung pada komunitas Toyota Kijang Club Indonesia.

3. Komunitas Toyota Kijang Club Indonesia adalah jujur.

Page 18: Riset Pemasaran TKCI

Brand community commitment

Brand community commitmentterdiri dari beberapa item pertanyaan yang diadaptasi

dari Jang et al., (2008) dan Algesheimer et al. (2005).

1. Saya merasakan rasa memiliki dalam komunitas Toyota Kijang Club Indonesia.

2. Saya akan mengunjungi komunitas Toyota Kijang Club Indonesia terus

menerus.

3. Saya akan bertukar informasi dan pendapat dengan anggota komunitas Toyota

Kijang Club Indonesia.

4. Saya akan mengumpulkan informasi melalui komunitas Toyota Kijang Club

Indonesia.

Page 19: Riset Pemasaran TKCI

3.3. Uji Instrumen Penelitian

1. UjiValiditas

Uji Validitas pada penelitian ini menggunakan analisis faktor. Adapun dasar

pengambilan keputusan uji validitas adalah dengan membandingkan standardize factor

loading dengan faktor loading sebagai berikut (Hair et al., 2010):

a) Jika standardize factor loading <factor loading (0.5) maka item pernyataan

tidak valid

b) Jika standardize factor loading >factor loading (0.5) maka item pernyataan

valid

2. Uji Reliabilitas

Pengujian realibilitas pada alat ukur perlu dilakukan untuk memastikan

instrumen dari alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah konsisten dan

akurat. Realibilitas berkaitan dengan konsitensi, akurasi, dan prediktabilitas suatu alat

ukur (Hermawan, 2006). Standar nilai Alpha yang digunakan adalah lebih besar atau

sama dengan 0,6 yang berarti indikator yang digunakan konsisten untuk mengukur

konsep (Sekaran, 2006). Kriteria yang digunakan dalam pengujian realibilitas adalah:

a. Cronbach’s Alpha > 0,60 (Cronbach’s Alpha reliable)

b. Cronbach’s Alpha <0,60 (Cronbach’s Alpha tidak reliable)

Page 20: Riset Pemasaran TKCI

3.4. Prosedur Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer karena data harus

diolah terlebih dahulu. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner

secara langsung kepada 150 anggota komunitas Toyota Kijang Club Indonesia sebagai

responden dari jumlah populasi sebanyak 240 anggota sebagai populasi. Jenis data

dalam penelitian ini adalah data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner

tentang variabel-variabel penelitian yang diajukan kepada responden.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik pengumpulan data berdasarkan kriteria-kriteria

tertentu (Hermawan, 2006). Responden dari penelitian adalah anggota komunitas

Toyota Kijang Club Indonesia. Dalam penelitian ini cara penentuan jumlah sampelnya

adalah menggunakan rumus Slovin dengan perhitungannya sebagai berikut

(Hermawan, 2006).

3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi

dengan menggunakan program spss 11.5 Menurut ferdinand (2000), regresi pada

dasarnya merupakan sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan yang

mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis faktor untuk mengestimasi

serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan (Hair et al., 2010).

Uraian masing-masing dari goodness of fit index dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 21: Riset Pemasaran TKCI

1.Absolute Fit Measures

a. CMIN/DF

The minimum sampel discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degress of

freedomnya (DF) akan menghasilkan indeks CMIN/DF, yang umumnya dilaporkan

oleh para peneliti sebagai salah satu indicator untuk mengukur tingkat fitnya suatu

model. CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi-square, χ ² dibagi Df-nya sehingga

disebut χ ² relatif. Nilai χ ² relative< 2,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara

model dan data.

b. Goodness-Fit-Index (GFI)

Goodness-Fit-Index (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam

menghasilkan observed matrikskovarians. Nilainyaberkisardari 0 (poor fit) sampai1

(perfect fit). Nilai GFI yang tinggimenunjukkan fit yang lebihbaik. Nilaiyang

direkomendasikanadalah ≥ 0,90 yang menunjukkangood fit, sedangkan 0,80 ≤ GFI <

0,90 seringdisebutsebagaimarginal fit.

c. The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

RMSEA merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chi-

square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 –

0,08 mengindikasikan good fit dan nilai RMSEA <0,05 mengindikasikan close fit.

Page 22: Riset Pemasaran TKCI

Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfirmatori atau competing

model strategy dengan jumlah sampel besar.

d. Root Mean Square Residual (RMR)

Root Mean Square Residual mewakili nilai rerata residual yang diperoleh dari

mencocokkan matrik varian-kovarian dari model yang dihipotesiskan dengan matrik

varian-kovarian dari data sampel. Model yang mempunyai kecocokan baik (good fit)

akan mempunyai nilai Standardized Root Mean Square Residual lebih kecil dari 0,05.

2. Incremental Fit Measures

a. Adjusted Goodness-of-Fit (AGFI)

Adjusted Goodness-of-Fit adalah analog dari R² dalam regresi berganda. Fit indeks ini

dapat disesuaikan terhadap degrees of freedom yang tersedia untuk menguji diterima

atau tidaknya model. AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang

dari varians dalam suatu matriks kovarians sampel. Nilai > 0,90 dapat diinterpretasi

kan sebagai tingkatan yang baik (good overall model fit), sedangkan nilai > 0,80,

menunjukkan tingkatan yang cukup (marginal fit).

Page 23: Riset Pemasaran TKCI

b. Tucker Lewis Index (TLI)

Tucker Lewis Index adalah suatu alternative incremental fit index yang

membandingkan suatu model yang diuji terhadap suatu baseline model. Nilai yang

direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya suatu model adalah ≥ 0,90

mengindikasikan good fit dan nilai Tucker Lewis Index sebesar 0,80 – 0,90

mengindikasikan marginal fit, dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very

good fit.

c. Normed Fit Index (NFI)

Normed Fit Index merupakan perbandingan relative dari pada model yang dibuat

terhadap null model. Nilai Normed Fit Index berkisar dari 0 (sama sekali tidak cocok)

sampai 1 (kecocokan sempurna). Tidak ada nilai absolut yang menunjuk tingkat

penerimaan, namun nilai yang direkomendasikan adalah lebih besar dari 0,90 yang

menunjukkan good fit, sedangkan 0,80 ≤ NFI < 0,90 sering disebut sebagai marginal

fit.

d. Comparative Fit Index (CFI)

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0 – 1. Semakin mendekati 1

mengindikasikan tingkat fit paling tinggi (a very good fit). Nilai CFI ≥ 0,90

mengindikasikan good fit dan nilai Comparative Fit Index sebesar 0,80 – 0,90

mengindikasikan marginal fit. Keunggulan dari indeks ini adalah bahwa indeks ini

besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel, karena itu sangat baik untuk

mengukur tingkat penerimaan suatu model. Dalam penilaian model, indeks TLI dan

Page 24: Riset Pemasaran TKCI

CFI sangat dianjurkan untuk digunakan karena indeks ini relative tidak sensitive

terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model.

3. Parsimonious Fit measures

a. Parsimonious Normal Fit Index (PNFI)

Parsimonious Normal Fit Index memasukan jumlah degree of freedom yang

digunakan untuk mencapai level fit. Nilai Parsimonious Normal Fit Index yang tinggi

menunjukkan kecocokan yang lebih baik, tetapi ini hanya digunakan dalam

membandingkan model alternatif. Dalam membandingkan model, perbedaan sebesar

0.06-0.09 menunjukkan perbedaan yang sangat besardari model tersebut.

b. Parsimonious Goodness-of-Fit Index (PGFI)

Parsimonious Goodness-of-Fit Indexmemodifikasi GFI atasdasarparsimony estimated

model. Nilai PGFI berkisarantara 0 sampai 1. Nilai CFI ≥ 0,90mengindikasikangood

fit dannilai CFI sebesar 0,80 – 0,90 mengindikasikanmarginal fit.

HasilGoodness of Fit Model

Pengukuran Goodness of Fit

Batas Penerimaan

Yang Disarankan

Nilai Keputusan

χ 2 / df

<3,00 Acceptable Fit

Page 25: Riset Pemasaran TKCI

p-value >0,05 Acceptable Fit

GFI > 0,80 atau mendekati 1

Acceptable Fit

RMSEA < 1 Acceptable Fit

AGFI > 0, 80 atau mendekati 1

Acceptable Fit

TLI > 0, 090 atau mendekati 1

Acceptable Fit

CFI >0,90 Acceptable Fit

Normed chi –square

>0,90 Acceptable Fit